Anda di halaman 1dari 8

A.

Pengertian dan Tipologi Inkarussunnah

1. Pengertian Inkar al-Sunnah

Kata inkar al-sunnah terdiri atas dua akar kata, yakni inkar dan sunnah. Dalam bahasa
Arab, kata inkar berasal dari kata ankara yunkiru inkaran yang mempunyai beberapa arti, yaitu
tidak mengakui dan tidak menerima di lisan dan di hati; bodoh dan tidak mengetahui sesuatu;
dan menolak lisan yang ditumbuhkan di hati.6 Sementara itu, kata sunnah secara bahasa berarti
al-sirah wa al-thariqah (perjalanan, perilaku, dan tata cara), yang kemudian dimaknai sebagai
perkataan, perbuatan, ketetapan, dan sifat-sifat Nabi di kalangan para ahli hadis (muhadditsin),
tetapi bagi kalangan ahli ushul (ushuliyyin) hanya berlaku tiga kategori pertama saja (perkataan,
perbuatan, dan ketetapan.1

Sedangkan kata “Sunnah” secara etimologi bermakna ‫( السیرةالمتبعة‬suatu perjalanan yang


diikuti) baik perjalanan baik maupun buruk, juga dapat bermakna ‫( الع!!ادة المس!تمرة‬tradisi yang
kotinu). Kemudian, sunnah lalu diidentikkan dengan hadis-hadis Nabi yang dimuat dalam kitab-
kitab hadis, baik yang kanonik maupun non-kanonik.2

Menurut Daud Rasyid (2006:207) “Inkar as-sunnah adalah sebuah sikap penolakan
terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun seluruhnya“. Dan menurut Umi Sumbulah
(2000:143) “Inkar as-sunnah adalah golongan kaum muslimin yang meragukan kehujjahan dan
menolak sunnah sebagai sumber syari’at Islam setelah al-Quran”. Secara bahasa pengertian
hadits dan sunnah sendiri terjadi perbedaan di kalangan para ulama, ada yang menyamakan
keduanya dan ada yang membedakan. Pengertian keduanya akan disamakan seperti pendapat
para muhadditsin, yaitu suatu perkataan, perbuatan, takrir dan sifat Rasulullah saw. Sementara
pendapat Nurcholis Majid (2008:27) “Yang terjadi dalam sejarah Islam hanyalah pengingkaran
terhadap hadits Nabi saw, bukan pengingkaran terhadap sunnahnya”. Nurcholis Majid
membedakan pengertian hadits dengan Sunnah. Sunnah menurut beliau adalah pemahaman
terhadap pesan atau wahyu Allah dan teladan yang diberikan Rasulullah dalam pelaksanaannya
yang membentuk tradisi atau sunnah. Sedangkan hadits merupakan peraturan tentang apa yang
disabdakan Nabi saw. atau yang dilakukan dalam praktek atau tindakan orang lain yang di

1
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits ‘Ulumuhu wa Mushthalahuhu (Beirut: Dar Fikr, 1989), 18.
2
Tim IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan,
Jakarta. 1992. hlm. 428-429.
diamkan beliau (yang diartikan sebagai pembenaran). Kata “Inkar as-Sunnah” dimaksudkan
untuk menunjukkan gerakan atau paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak
hadits atau sunnah sebagai sumber kedua hukum Islam. Dan menurut Ibid (2007:5) “Inkar as-
sunnah tidak semata-mata penolakan total terhadap sunnah, penolakan terhadap sebagian sunnah
pun termasuk inkaar as-sunnah”.3

B. Sejarah Inkarussunnah
1. Inkarussunnah pada Masa Klasik

munculnya “Ingkar Sunnah” sudah ada sejak masa sahabat, ketika Imran bin Hushain (w.
52 H) sedang mengajarkan hadits, seseorang menyela untuk tidak perlu mengajarkannya, tetapi
cukup dengan mengerjakan al-Qur’an saja. Menanggapi pernyataan tersebut Imran menjelaskan
bahwa “kita tidak bisa membicarakan ibadah (shalat dan zakat misalnya) dengan segala syarat-
syaratnya kecuali dengan petunjuk Rasulullah saw. Mendengar penjelasan tersebut, orang itu
menyadari kekeliruannya dan berterima kasih kepada Imran. Sikap penampikan atau
pengingkaran terhadap sunnah Rasul saw yang dilengkapi dengan argument pengukuhan baru
muncul pada penghujung abad ke-2 Hijriyah pada awal masa Abbasiyah. Pada masa ini
bermunculan kelompok ingkar as-sunnah.

Menurut imam Syafi’i ada tiga kelompok ingkar assunnah seperti telah dijelaskan di atas.
Antara lain :

a)Khawarij

Dari sudut kebahasaan, kata khawarij merupakan bentuk jamak dari kata kharij yang
berarti sesuatu yang keluar. Sementara menurut pengertian terminologis khawarij adalah
kelompok atau golongan yang pertama keluar dan tidak loyal terhadap pimpinan yang sah. Dan
yang dimaksud dengan khawarij disini adalah golongan tertentu yang memisahkan diri dari
kepemimpinan Ali bin Abi Thalib r.a. Ada sumber yang mengatakan bahwa hadits-hadits yang
diriwayatkan oleh para sahabat sebelum terjadinya fitnah yang mengakibatkan terjadinya perang
saudara. Yaitu perang jamal (antara sahabat Ali r.a dengan Aisyah) dan perang Siffin ( antara

3
http://zero--waste.blogspot.com/2018/03/bab-i-pendahuluan-a_7.html (diakses pada, 22 September 2021)
sahabat Ali r.a dengan Mu’awiyah r.a). Dengan alasan bahwa sebelum kejadian tersebut para
sahabat dinilai sebagai orang-orang yang ‘adil (muslim yang sudah akil-baligh, tidak suka
berbuat maksiat, dan selalu menjaga martabatnya). Namun, sesudah kejadian fitnah tersebut,
kelompok khawarij menilai mayoritas sahabat Nabi saw sudah keluar dari Islam. Akibatnya,
hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat setelah kejadian tersebut mereka tolak.
Seluruh kitab-kitab tulisan orang-orang khawarij sudah punah seiring dengan punahnya mazhab
khawarij ini, kecuali kelompok Ibadhiyah yang masih termasuk golongn khawarij. Dari sumber
(kitab-kitab) yang ditulis oleh golongan ini ditemukan Hadits nabi saw yang diriwayatkan oleh
atau berasal dari Ali, Usman, Aisyah, Abu Hurairah, Anas bin Malik, dan lainnya. Oleh karena
itu, pendapat yang menyatakan bahwa seluruh golongan khawarij menolak Hadits yang
diriwayatkan oleh Shahabat Nabi saw, baik sebelum maupun sesudah peristiwa tahkim adalah
tidak benar.

b) Syi’ah

Kata syi’ah berarti ‘para pengikut’ atau para pendukung. Sementara menurut
istilah ,syi’ah adalah golongan yang menganggap Ali bin Abi Thalib lebih utama dari pada
khalifah yang sebelumnya, dan berpendapat bahwa ahlul al-bait lebih berhak menjadi khalifah
dari pada yang lain. Golongan syiah terdiri dari berbagai kelompok dan tiap kelompok menilai
kelompok yang lain sudah keluar dari Islam. Sementara kelompok yang masih eksis hingga
sekarang adalah kelompok Itsna ‘Asyariyah. Kelompok ini menerima hadits nabawi sebagai
salah satu syari’at Islam. Hanya saja ada perbedaan mendasar antara kelompok syi’ah ini dengan
golongan ahl sunnah (golongan mayoritas umat islam), yaitu dalam hal penetapan hadits.
Golongan syi’ah menganggap bahwa sepeninggal Nabi saw mayoritas para sahabat sudah murtad
kecuali beberapa orang saja yang menurut mereka masih tetap muslim. Karena itu, golongan
syiah menolak hadits-hadits yang diriwayatkan oleh mayoritas para sahabat tersebut. Syi’ah
hanya menerima hadits-hadits yang diriwayatkan oleh ahli baiat saja.
c) Mu’tazilah
Arti kebahasaan dari kata mu’tazilah adalah “sesuatu yang mengasingkan diri”.
Sementara yang dimaksud disini adalah golongan yang mengasingkan diri mayoritas umat Islam
karena berpendapat bahawa seorang muslim yang fasiq idak dapat disebut mukmin atau kafir.
Imam Syafi’i menuturkan perdebatannya dengan orang yang menolak sunnah, namun beliau
tidak menelaskan siapa orang yang menolak sunah itu. Sementara sumbersumber yang
menerangkan sikap mu’tazilah terhadap sunnah masih terdapat kerancuan, apakah mu’tazilah
menerima sunnah keseluruhan, menolak keseluruhan, atau hanya menerima sebagian sunnah
saja. Kelompok mutazilah menerima sunnah seperti halnya umat Islam, tetapi mungkin ada
beberapa hadits yang mereka kritik apabila hal tersebut berlawanan dengan pemikiran mazhab
mereka. Hal ini tidak berarti mereka menolak hadits secara keseluruhan, melainkan hanya
menerima hadits yang bertaraf mutawatir saja. Ada beberapa hal yang perlu dicatat tentang
ingkar as-sunnah klasik yaitu, bahwa ingkar as-sunnah klasik kebanyakan masih merupakan
pendapat perseorangan dan hal itu muncul akibat ketidaktahuan mereka tentang fungsi dan
kedudukan hadist. Karena itu, setelah diberitahu tentang urgensi sunnah, mereka akhirnya
menerimanya kembali. Sementara lokasi ingkar as-sunnah klasik berada di Irak, Basrah.4

Secara garis besar Muhammad Abu zahrah berkesimpulan bahwa terdapat tiga kelompok
pengingkar sunnah yang berhadapan dengan Asy-Syafi’i, yaitu :
1. Golongan yang menolak seluruh Sunnah Nabi saw.
2. Golongan yang menolak Sunnah, kecuali bila sunnah
memiliki kesamaan dengan petunjuk al-Qur’an.
3. Mereka yang menolak Sunnah yang berstatus Ahad dan
hanya menerima Sunnah yang berstatus Mutawatir.

2. Inkarussunnah pada Masa Modern


Masa modern merupakan masa pembaharuan terhadap kajiankajian keislaman yang ada.
Pada masa ini, konsepsi teologi, yurisprudensi, dan sufistik yang telah tertanam dalam benak
umat Islam mulai dipertanyakan. Banyak tokoh-tokoh pembaharu bermunculan pada periode ini.
Pada masa modern ini pula, tepatnya abad ke-19 Masehi, tokoh-tokoh yang pembaharu yang
skeptis terhadap Sunnah atau hadis pun mulai bermunculan. Tokoh-tokoh ini tumbuh di berbagai
wilayah yang berbeda-beda di seluruh penjuru dunia Islam, misalnya India-Pakistan, Mesir,
Malaysia, dan bahkan Indonesia.

4
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, Amzah, Jakarta, 2013. Hlm. 34-35.
Di negara Indo-Pakistan, pada era modern ini terdapat golongan Qur’aniyyun (pengamal
Alquran) yang mempunyai dua prinsip, yakni pertama, berpedoman hanya pada Alquran, baik
dalam urusan agama maupun akhirat; dan kedua, hadis Nabi bukan sebagai hujjah dalam agama.
Golongan ini terbagi menjadi empat kelompok, yakni Umat Muslim Ahl al-Dzikr wa Alquran
yang dipimpin oleh Abdullah Jakralevi (w. 1918 M.), Umat Muslimah yang nakhkodai oleh
Ahmad al-Din Amratserri (1933), Tulu al-Islam yang didirikan oleh Ahmad Parwez, dan Ta’mir
Insaniyat yang dipimpin oleh Abd al-Khaliq Malwadah.5
Sementara di negara Mesir sebagai poros utama pemikiran Islam kontemporer, muncul
nama-nama yang pemikirannya banyak dikaji dan ditelaah di lingkungan STAIN, IAIN atau
UIN, seperti Taufiq Sidqi (w. 1920) lewat artikel kontroversialnya dalam majalah al- Mannar
yang bertitel “al-Islam huwa al-Qur’an Wahdah”, Mahmud Abu Rayyah yang dikenal sangat
kritis terhadap hadis Nabi dan sahabat Abu Hurairah, dan Ahmad Amin (w. 1954) yang
meragukan kritik eksternal (isnad) hadis.6 Dengan pola pikir yang berlainan, mereka mempunyai
benang merah dalam aspek meragukan otoritas hadis sebagai sumber normatif dalam ajaran
Islam.
Tidak ketinggalan di bumi Nusantara muncul pula golongan yang mengingkari hadis
Nabi sebagai sumber hukum, misalnya saja Ir. Irham Sutarto, Abdurrahman, Dalimi Lubis dan
Nazwar Syamsu. Dalam benak mereka, hanya Alquran yang dapat dipakai sebagai sumber
rujukan. Di negeri Jiran Malaysia sebagai tetangga negara kita muncul nama Kassim Ahmad
sebagai munkir al-sunnah.7 Nama lengkap tokoh kontroversial ini adalah Kassim bin Ahmad.
Lahir pada tanggal 9 September 1933 di Bukit Pinang, daerah kota Setar utara propinsi Kedah
Malaysia. Ayahnya bernama Ahmad bin Ishaq, sementara ibunya bernama Ummi Kalthom binti
Haji Ahmad. Kedua orang tuanya berasal dari wilayah Melayu Pattani, Thailand. Hasil goresan
tangan Kassim yang berhasil diukirnya cukup banyak, antara lain Dialog dengan Sastrawan
(Kuala Lumpur: penerbit Pena, 1979), Quo Vadis Bangsaku? (Kuala Lumpur: Media Indah,
1989), Teori Sosial Modern Islam (1984). Hadits Satu Penilaian Semula (1986), Hadits-
Jawapan kepada Pengkritik (1992).

5
Abdul Majid Khon, Pemikiran Modern dalam Sunnah, hlm. 79-81.
6
Ibid., hlm. 86-100.
7
Ibid., hlm. 102-114.
C. Argumentasi Dalil Aqli dan Naqli Inkarussunnah
1. Argumentasi Naqli
Inkarussunnah klasik ataupun modern memiliki argumen-argumen yang dijadikan
sebagai landasan pemikiran dalam mempertahankan faham mereka. Argumen yang
mereka kemukakan terbagi dua :
a) Argumen Naqli
Yang dimaksud argument-argumen naqli tidak hanya berupa ayat-ayat Al-Qur’an saja,
tetapi juga berupa Sunnah atau hadits Nabi. Memang agak ironis juga bahwa mereka
yang berfaham ingkar sunnah ternyata mengajukan Sunnah sebagai argument pembelaan
faham mereka. Argumen dari ayat-ayat Al-Qur’an yang mereka gunakan, antara lain
sebagai berikut :
 Al-Qur’an (Q.S. An-Nahl:89)
َ ‫ك ْال ِكت‬
‫َاب تِ ْبيَانًا لِ ُك ِّل‬ َ ِ‫ث فِي ُك ِّل ُأ َّم ٍة َش ِهيدًا َعلَ ْي ِه ْم ِم ْن َأ ْنفُ ِس ِه ْم ۖ َو ِجْئنَا ب‬
َ ‫ك َش ِهيدًا َعلَ ٰى ٰهَُؤاَل ِء ۚ َونَ َّز ْلنَا َعلَ ْي‬ ُ ‫َويَوْ َم نَ ْب َع‬
‫َش ْي ٍء َوهُدًى َو َرحْ َمةً َوبُ ْش َر ٰى لِ ْل ُم ْسلِ ِمين‬
“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiaptiap umat seorang saksi atas
mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas
seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-
orang yang berserah diri.”
 Al-Qur’an (Q.S. Al-An’am: 38)
ْ ‫طاِئ ٍر يَ ِطي ُر بِ َجنَا َح ْي ِه ِإاَّل ُأ َم ٌم َأ ْمثَالُ ُك ْم ۚ َما فَر‬
ِ ‫َّطنَا فِي ْال ِكتَا‬
‫ب ِم ْن َش ْي ٍء ۚ ثُ َّم ِإلَ ٰى‬ ِ ْ‫َو َما ِم ْن دَابَّ ٍة فِي اَأْلر‬
َ ‫ض َواَل‬
َ‫َربِّ ِه ْم يُحْ َشرُون‬
“ Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan
sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan ”
Menurut para pengingkar sunnah, kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa Al-Qur’an
telah mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan ketentuan agama. Dengan demikian, tidak
diperlukan adanya keterangan lain termasuk sunnah.8 Dari argument-argumen-argumen yang
dikemukakan di atas dapat difahami bahwa para pengingkar Sunnah yang mengajukan argumen
itu adalah orang-orang yang berpendapat bahwa Nabi Muhammad tidak berhak sama sekali
untuk menjelaskan Al-Qur’an kepada umatnya. Nabi Muhammad saw hanyalah bertugas untuk
menerima wahyu dan menyampaikan wahyu itu kepada pengikutnya. Di luar tersebut Nabi tidak
mempunyai wewenang. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa, orang orang yang beriman
diperintahkan untuk patuh kepada Rasulullah. Hal itu menurut para pengingkar Sunnah hanyalah
berlaku tatkala Rasulullah masih hidup, yakni tatkala jabatan sebagai ulul-amri berada ditangan
beliau. Setelah beliau wafat maka jabatan ulul-amri berpindah kepada orang lain dan karenanya
kewajiban patuh orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad menjadi gugur.

2. Argumentasi Aqli
 Alqur’an diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad (melalui
malaikat jibril) dalam bahasa Arab. Orang-orang Arab yang memiliki
pengetahuan Bahasa Arab mampu memahami Al-Qur’an secara langsung, tanpa
bantuan penjelasan dari hadits Nabi. Dengan demikian tidak diperlukan untuk
memahami Al-Qur’an
 Tidak percaya kepada semua hadis rasulullah saw. Menurut mereka hadis itu
karangan Yahudi untuk menghancurkan Islam dari dalam.
 Nabi Muhammad tidak berhak menjelaskan tentang ajaran al-Qur’an, karena al-
Qur’an itu sudah sempurna.
 Dalam sejarah umat Islam mengalami kemunduran. Umat Islam mundur karena
umat Islam terpecah-pecah, perpecahan itu terjadi karena umat Islam berpegang
kepada hadits Nabi. Jadi menurut para pengingkar sunnah, hadits Nabi itu
merupakan penyebab kemunduran umat Islam.
 Asal mula hadits Nabi yang dihimpun dalam kitab-kitab hadits adalah dongeng-
dongeng semata. Dinyatakan demikian, karena hadits Nabi lahir setelah lama

8
Suhandi, Al-Dzikra.(2015) Ingkar Sunnah ( Sejarah, Argumentasi, dan Respon Ulama Hadits) Vol.9 No. 1
Nabi wafat. Kitab-kitab hadits yang terkenal, misalnya shahih Bukhori dan
Muslim, adalah kitab-kitab yang menghimpun berbagai hadits palsu.
 Menurut Taufiq Siddiq, tiada satupun hadits Nabi yang dicatat pada zaman Nabi.
Pencatat hadits terjadi setelah Nabi wafat, dalam masa tidak tertulisnya hadits
tersebut, manusia berpeluang untuk mempermainkan dan merusak hadits
sebagaimana yang telah terjadi.9

9
Cit

Anda mungkin juga menyukai