Anda di halaman 1dari 7

1.

Islam Dan Aliran Pemahaman


a. Firqah, Mazhab Dan Thariqat
Firqah adalah  kelompok manusia, yang bisa jadi punya pemahaman
berbeda dengan muslim lainnya. Istilah firqah biasa digunakan untuk
menyederhanakan kelompok, aliran, bahkan sekte.
Kata Mazhab merupakan sighat Islam dari Fi’il Madhi Zahaba. Zahaba
artinya pergi, oleh karena itu mazhab artinya, tempat pergi atau jalan.
Kata-kata yang semakna ialah: Maslak, thariqah dan sabiil yang
kesemuanya berarti jalan atau cara. Sesuatu yang menjadi tujuan
seseorang baik konkrit maupun abstrak. Sesuatu dikatakan Mazhab bagi
seseorang jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri khas. Menurut para
ulama dan ahli agama islam, yang dnamakan mazhab adalah metode
(manhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan penelitian,
kemudian orang yang menjalaninya menjadikan sebagai pedoman yang
jelas batasan-batasannya, dibangun diatas prinsip-prinsipdan kaidah-
kaidah.
Kata thariqah berasal dari kata bahasa Arab yang berarti “jalan”,
setara dengan kata “path” atau “way” dalam bahasa Inggris. Thariqah,
atau “tarekat”, dalam konteks agama Islam, berarti jalan pertaubatan untuk
kembali kepada Allah (“taubat” berasal dari kata “taaba” yang artinya
“kembali”), melalui jalan penyucian jiwa dan penyucian hati. Di sisi lain,
meski kata syariat juga memiliki makna “jalan”, yang setara
dengan “road” atau “street” dalam bahasa Inggris,
makna thariqah adalah jalan yang lebih abstrak, lebih halus, dan mutlak
membutuhkan petunjuk arah untuk menempuhnya. Jalan “syariat” adalah
jalan seperti di kota atau di daratan: seseorang cukup melihat
sekelilingnya untuk mengetahui posisi dan ke arah mana ia harus
melangkah. Sedangkan jalan “thariqah” adalah jalan yang tak terlihat
seperti di lautan atau di padang pasir: untuk mengetahui posisi dan arah,
seseorang harus melihat dan memahami posisi bintang, matahari,
mencermati arah angin, burung, hewan dan sebagainya, alih-alih sekedar
melihat ke sekeliling. Di jalan yang tak tampak seperti ini, rasa
pengharapan dan kebutuhan pertolongan Yang Maha Kuasa akan muncul
sangat nyata pada diri seseorang.
b. Keberadaan 73 Firqah
“orang-orang Yahudi bergolong-golong terpecah menjadi 71  atau 72
golongan, orang Nasrani bergolong-golong menjadi 71 atau 72
golongan, dan umatku (kaum muslimin) akan bergolong-golong
menjadi 73 golongan.  Yang selamat dari padanya satu golongan dan
yang lain celaka. Ditanyakan ’Siapakah yang selamat
itu?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Ahlusunnah wal Jama’ah’. Dan
kemudian ditanyakan lagi, ‘apakah assunah wal jama’ah itu?’  Beliau
menjawab, ‘Apa yang aku berada di atasnya, hari ini, dan beserta
para sahabatku (diajarkan oleh Rasulullah SAW dan diamalkan
beserta para sahabat)’

Dari hadis tersebut dapat diketahui dengan pasti bahwa


istilah as Sunnah wal jama’ah dan ahlussunnah wal jama’ah itu sudah
dipergunakan pada zaman Rasulullah SAW. Oleh karena itu, tidaklah
benar anggapan seakan-akan timbulnya kedua istilah tersebut dicari-
cari atau merupakan reaksi dari adanya golongan syiah, muktazilah,
khawarij, dan sebagainya.

Hadis tersebut juga memiliki banyak redaksi yang menjelaskan


tentang hal ini. akan tetapi, semuanya menggunakan redaksi yang
berbeda, salah satunya hadis yang diriwayatkan Imam
Tirmidzi. Mayoritas ulama menyatakan bahwa hadis ini dapat
dijadikan pegangan, karena diriwayatkan oleh banyak sahabat Nabi
Muhammad SAW. Seorang ahli Hadits, Syaikh Muhammad bin Ja’far
al-Hasani al-Kattani mngatakan:

“Hadis yang menjelaskan sabda Nabi SAW tentang umatnya


yang akan menjadi tujuh puluh tiga golongan, satu di surga dan tujuh
puluh dua masuk neraka, diriwayatkan dari hadits amiril mu’min ‘Ali
bin Abi Thalib RA, Sa’ad bin Abi Waqqash, Ibnu ‘Umar, Abi al-
Darda, muawwiyah, Ibnu ‘Abbas, Jabir, Abi Umamah, Watsilah, ‘Awf
bin Malik dan Amr bin Awf al-Muzanni. Mereka semua meriwayatkan
bahwa satu golongan yang akan masuk surga, yakni al-jama’ah.”
(Nazh al-Mutanatsir min al-Hadits al-Mutawattir, 58. dikutip dari
Syarh Aqidah al-Saffarini).

2. Ahlussunah Waljama’ah

Ciri-ciri pengikut ajaran Ahlussunnah wal Jamaah adalah Dalam


Aqidah/Tauhid menganut kepada Abul Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-
Maturidi. Dalam Syariah/Fiqih menganut 4 madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i,
Hanbali). Dalam Tasawwuf/Akhlaq/Ihsan menganut Imam Al Ghozali dan
Imam Junaid Al Baghdadi. Menganut 5 prinsip nilai (Tasamuh, Tawazun,
Tawasuth, I’tidal, Amar Ma’ruf Nahi Munkar).

Prinsip Ahlussunnah wal Jamaah dapat disebutkan sebagai berikut:

1. Tasamuh (toleransi) artinya sikap toleran (menghargai) terhadap


perbedaan pandangan baik dalam masalah keagamaan, terutama hal-hal yang
bersifat furu’ (cabang) serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.
2. Tawazun (seimbang) yaitu sikap seimbang dalam berkhidamah demi
terciptanya keserasian hubungan antara sesama umat manusia (hablum ninan
naas) dan antara manusia dengan Allah SWT (hablum minallah).

3. Tawasuth (tengah-tengah/tidak radikal) didefinisikan sebagai sikap


moderat yang berpijak pada prinsip keadilan serta berusaha menghindari
segala bentuk pendekatan dengan tatharruf (ekstrim, keras).

4. I’tidal (adil/tegak lurus) artinya tegak lurus. Sikap ini pada intinya
memiliki arti menjunjung tinggi keharusan belaku adil dan lurus di tengah-
tengah kehidupan bersama.

5. Amar Ma’ruf Nahi Munkar (mengajak berbuat baik menjauhi yang


buruk) artinya sikap mengajak (berdakwah) untuk mendorong perbuatan baik
yang berguna bagi kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara dan
menyeru menjauhi perbuatan munkar (buruk) yang merugikan bagi sesama.

3. Aliran Khawarij

Khawarij adalah sekte yang terbentuk karena ketidaksetujuan terhadap


keputusan Ali, karena Ali telah bersedia dan menerima tahkim, maka akhirnya
sekte tersebut keluar dari kelompok Ali tersebut. Aliran Khawarij ini muncul
karena ketidaksetujuan dan sebagai wujud protes kepada Ali yang telah
menerima tahkim, yang pada akhirnya aliran ini keluar dari kelompok Ali.
Aliran Khawarij mempunyai doktrin-doktrin pokok yang sifatnya terlalu
radikal, anarchis, yang memusuhi semua pihak dan tidak mau diatur. Pada
akhirnya aliran ini mengalami perkembangan, yaitu terpecah menjadi sub-
sekte yang kecil-kecil, karena perbedaan pandangan terhadap suatu masalah.
Murji’ah adalah sekelompok atau segolongan orang yang menunda keputusan
mengenai masalah-masalah perselisihan seperti khilafah dan lain sebagainya,
sampai di hadapan Tuhan, ketika manusia menghadap Tuhan nanti. Latar
belakang kemunculan aliran Murji’ah adalah ketidaksetujuan dengan pendapat
kaum Khawarij, yang menghukumi kafir orang-orang yang melakukan dan
menyetujui tahkim. Ajaran pokok murji’ah pada dasarnya bersumber dari
gagasan atau doktrin irja yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik
politik maupun teologis. Aliran Murji’ah mengalami perkembangan, yaitu
dengan terbagi menjadi sub-sekte yang kecil-kecil. Hal itu dikarenakan
perbedaan pendapat yang bersifat internal tentang permasalahan-
permasalahan yang muncul.

4. Aliran Syi’ah

Syi’ah berasal dari bahasa Arab yaitu Sya’ah, Syiya’ah yang berarti
mengikuti. Kata Syi’ah dilekatkan secara khusus kepada para pengikut Ali
Bin Abi Thalib yang merupakan menantu dari Nabi Muhammad SAW. kata
Syi’ah muncul dari Mukhtar bin Abi Ubaid ats-Saqfi yang mengatakan bahwa
“adalah Syi’ah yang merupakan keturunan Nabi Muhammad Saw bin Ali bin
Abi Thalib”. Dan setelah Mukhtar bin Ali bin Abi Thalib terbunuh, Syi’ah
menjadi sebuah aliran agama yang meletakkan dasar-dasar Syiah. Namun saat
itu Syi’ah belum sempurna menjadi suatu aliran hingga masa Ja’far Shadiq.
Secara istilah Syi’ah ini dikaitkan dengan sebagian kaum muslim yang
dalam bidang spiritual atau keagamaan merujuk pada keturunan Nabi
Muhammad Saw. atau disebut ahl al-bait. Yang menjadi poin penting dalam
doktrin Syi’ah adalah bahwa segala petunjuk agama itu bersumber pada ahl
al-bait. Mereka menolak petunjuk-petunjuk agama yang bukan bersumber
dari ahl al-bait atau pengikut-pengikutnya.

5. Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah sejak kemunculannya pada awal abad kedua Hijriah
secara perlahan lahan memperoleh pengaruh dalam masyarakat Islam dan
pengaruhnya itu mencapai puncaknya pada zaman tiga khalifah dari Bani
Abbas, yakni khalifah Makmun, Mu’tasim dan Wasiq. Terlebih lagi setelah
khalifah Makmun mengakui aliran Mu’tazilah sebagai mazhab resmi Negara
pada tahun 212 H. Jasa Mu’tazilah sangat besar dalam membela aqidah Islam.
Dan kaum Mu’tazilah membangun system teologi yang kuat dalam membela
kebenaran wahyu dengan ketajaman rasio mereka.
Kecerobohan kaum Mu’tazilah dalam menjalankan prinsip kelima
yaitu amar ma’ruf nahi munkar dengan memaksakan paham mereka supaya
dianut masyarakat Islam. Dan mereka mengadakan gerakan Mihnah
(pemeriksaan terhadap para pejabat pemerintah dan peradilan serta terhadap
para Ulama dan sekaligus memaksa mereka supaya menganut paham
Mu’tazilah bahwa Al Qur’an itu makhluk yang hadis. Kekerasan dan
kebengisan jelas mewarnai gerakan mihnah yang membasmi bahwa paham
bahwa Al Qur’an itu qadim, sebab paham demikian menurut kaum Mu’tazilah
berarti menyekutukan Tuhan dengan Al Qur’an, dan hal itu merupakan dosa
syirik. Sedangkan dosa syirik adalah dosa terbesar dan tidak dapat diampuni
jika tidak bertobat sebelum wafat. Hal inilah yang pada akhirnya menjadi
sebab dendam dan kebencian yang luar biasa dari masyarakat kepada kaum
Mu’tazilah.
Sejarah menunjukkan bahwa peranan dan pengaruh Mu’tazilah mulai
menurun setelah khalifah Mutawakkil membatalkan status aliran Mu’tazilah
sebagai mazhab negara pada tahun 334 H. Maka keadaan menjadi berbalik;
kaum Mu’tazilah berada dalam posisi dimusuhi penguasa dan mayoritas
ummat Islam, mereka akhirnya berantakan. Teologi Ahlu Sunnah Wal
Jama’ah yang muncul pada awal abad ke 4 H berhasil memikat mayoritas
ummat Islam dan dengan keberhasilan teologi baru ini, kaum Mu’tazilah
akhirnya lenyap dalam perjalanan sejarah, gambaran tentang sosok mereka
dalam tulisan lawan mereka sebagian tidak objektif, mereka dicap sesat atau
tergelincir. Kendatipun demikian, penilaian di zaman modern ini kembali
berobah terhadap kaum Mu’tazilah
Kaum Mu’tazilah tidak mempunyai wujud kecuali dalam sejarah.
Aliran Mu’tazilah masih dipandang sebagai aliran yang menyimpang dari
Islam. Bahkan ada sebagian orang mengatakan bahwa aliran Mu’tazilah
merupakan aliran sesat dan kafir. Tetapi sejalan dengan perkembangan zaman
dan pengaruh pemikiran Jamaluddin Al Afgani dan Syekh Muhammad
Abduh, Nasysyar, Ahmad Mahmud Subhi, Ahmad Amin, Abu Zahrah dan
lain lain sebagai tokoh modernisaasi yang utama dalam Islam, telah berusaha
memberikan gambaran yang lebih objektif tentang Mu’tazilah dan
kelihatannya paham paham Mu’tazilah cukup menarik untuk dipelajari, maka
anggapan anggapan sesat dan kafir itu mulai berubah.

Anda mungkin juga menyukai