PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada waktu yang ditentukan Nabi dan para umat Islam dapat menaklukankota
Makkah, yang dikuasai oleh kaum Quraisy dengan cara menaklukan secaradamai, ketika
waktu yang ditentukan Allah untuk kewafatan Nabi SAW, umat Islamsangat merasa
kehilangan hal ini dikarenakan manusia yang mereka cintaimeninggal dunia, setelah wafatnya
Nabi SAW, masyarakat Islam bimbang ketikamenentukan siapa yang berhak menjadi
pengganti Nabi menjadi kepala negara,setelah melakukan musyawarah para shohabat
Nabi menentukan bahwa Abu Bakar yang berhak menjadi kepala negara, pada saat itu banyak
sekali umat Islam yangmenjadi murtad atau keluar dari Islam, hal itu membuat Abu Bakar
memerangimereka yang murtad. Bahkan ada pula seorang yang mengaku sebagai Nabi bernama
Musailamah. Namun, karena kuatnya umat Islam pada masa itu, akhirnya berhasil ditumpas.
Setelah kematian Abu Bakar, Shahabat Nabi mengangkat Umar Ibn khattabmenjadi
kepala negara di tangan Umar Ibn Khattab, umat muslim berhasil merebutBaitul Maqdis atau
Masjid Al Aqhsa. Umat Islam menjadi lebih makmur ketikamasa pemerintahan khalifah
Usman Ibn Affan yang mendirikan berbagai
sistem pertanian dan juga keuangan yang baik, tetapi hal tersebut menjadi bumerang ketika
banyak sanak saudara Usman Ibn Affan menjadi pemuka, kecemburan itu menjadi puncaknya
ketika ada terjadi pembunuhan yang menimpa khalifah Usman. Ali ibnAbi Thalib pun diangkat
menjadi khalifah. Khalifah Ali dituntut mencari siapa pembunuh Usman ibn Affan,
karena pergolakan politik yang hebat dan fitnah yangterjadi pada masa Ali ibn Abi Thalib,
terjadilah kekacauan karena Muawiyah IbnAbi Sufyan juga mengangakat dirinya menjadi
khalifah, dan Ali pun menyerahkankepemimpinan kepada Muawiyah, para pendukung setia
Khalifah Ali pun membuatkelompok yang dinamakan syi’ah sedangkan kelompok yang tidak
puas dengan Alimaupun Muawiyah mendirikan sekte sendiri yang dinamakan
Khawarij.Pergolakan politik dan fitnah itu pun melebar menjadi persoalan aqidah
denganmuculnya berbagai aliran atau sekte-sekte pemikiran dalam Islam.
Murid-Murid Al-Asy’ari :
1. Al-Imam ibn Mujahid (w. 370 H/980 M)
2. Al-Imam Abu Zaid al-Mawarzi (301-371 H/913-982 M)
3. Al-Imam Ibn al-Dhabbi (276-371 H/890-982 M)
4. Al-Hafizh Abu Bakar al-Ismaili (277-371 H/890-982 M)
5. Al-Imam Abu al-Hasan al-Bahilli.
6. Ai-Imam Bundar al-Syrazi al-Sufhi (w. 353H/964 M)7
7. Al-Imam Ali bin Mahdi al-Thabari2
2.1.2. Ahlusunnah Golongan Maturidiyah
Aliran Maturidiyah lahir di Samarkand pada pertengahan abad IX M.
Pendirinya adalah Abu Mansur Muhammad Ibnu Muhammad ibn Mahmud
Al-Maturidi. Maturidiyah semasa hidupnya dengan Asy’ary, hanya dia hidup di
Samarkand sedangkan Asy’ary hidup di Basrah. Asy’ary
adalah pengikut Syafii dan Maturidy pengikut Mazhab Hanafy. Karena itu
kebanyakan pengikut Asy’ary adalah orang-orang Syafiiyyah, sedang
pengikut pengikut Maturidy adalah orang-orang Hanafiah. Maturidiyah
muncul sebagai reaksi terhadap pemikiran Mu’tazilah. Reaksi ini timbul karena
adanya perbedaan pendapat antara aliran Mu’tazilah dan aliran Maturidiyah
diantaranya, yaitu :
Maturidiyah berpendapat bahwa kewajiban megenai Allah mungkin
dapat diketahui oleh akal. Dalam hal ini,Maturidiyah tidak menggunakan tern
wajib seperti yang digunakan olehMu’tazilah. Sementara Asy’ariyyah
berpendapat kewajiban mengetahui‘tidak mungkin’ melalui akal. berdasarkan
prinsip pendiri aliran Maturidiyah mengenai penafsiran Al-Qur’an yaitu
kewajibanmelakukan penalaran akal disertai bantuan nash dalam penafsiran
Al-Qur’an. Dalam menfsirkan Al-Qur’an al-Maturidi membawa ayat-ayat yang
mutasyabih (samar maknanya) pada makna yang muhkam (terang
dan jelas pengertiannya). Ia menta’wilkan yang Muhtasyabih
berdasarkan pengertian yang ditunjukkan oleh yang muhkam. Jika seorang
mikmin tidakmempunyai kemampuan untuk menta’wilkannya, maka bersikap
menyerah adalah lebih selamat.
2) Aliran Bukhara
Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al-yusrMuhammad
Al-Bazdawi. “Abu-l-Yusf al-Pzdawi (c.1030-1100)belonged to a family
of scholars, his great-grandfather having beena pupil of Al-Maturidi.
He probably spent most of his life
in Bukhara, but was qadi of Samarqand for
a period round about 1088. In his book, Usul ad-din,
‘the principles of religion’, he discusses 96 points of doctrine, giving the
Hanafite-Maturidite position on each,and then divergent views and
refustations of these. The views arethose of Mu’tazilities and other
theologians of the ‘classical’ period prior to al-
Ash’ari, together with those of Al-
Ash’ari himself, the Ash’arites, the Karramites and the ‘philosophers’. In
the case ofthese three groups no individual names are mentioned.
It isoteworthy that the ‘philosophers’ are mentioned and arguredagainst,
but al-Ghazali would doubtless have found the argumentsunsatisfactory.
A pupil of his, Najm-Ad-Din Abu Hafs an-Nasafi(1068-1142) , composed
a short creed, Al-‘Aqaid, which has beenhe subject of many commentaries
and supercommentaries.
Yang artinya : Rasulullah SAW bersabda: “ Sesungguhnya bani Israil akan terpecah
menjadi 70 golongan dan ummatku terpecah menjadi 73 golongan dan semuanya masuk
neraka kecuali satu golongan. Para Shohabat bertanya : Siapa yang satu golongan itu?
Rasulullah SAW. menjawab : yaitugolongan dimana Aku dan Shahabatku berada”.
Mengenai tahapan-tahapan aliran Ahlu Sunnah wal Jamaah, bila kita tinjau dari
periodisasinya, maka dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu periode Proto
Sunnisme,Konsolidasi Sunnisme, dan Pelembagaan Sunnisme.
1) Proto Sunnisme
3. Pelaku dosa
besarAl-Maturidi mengatakan bahwa orang mu’min yang berdosa adalah
menyerahkan persoalan mereka kepada Allah Swt. Jika Allah Swt.menghendaki maka
Dia mengampuni mereka sebagai karunia,kebaikkan dan rahmat-Nya. Sebaliknya,
jika Allah Swt. menghendaki,maka Dia menyiksa mereka sesuai dengan kadar dosa
mereka. Dengandemikian, orang mu’min berada di antara harapan dan
kecemasan.Allah boleh saja menghukum dosa kecil dan mengampuni
dosa besar, sebagaimana Dia telah berfirman:“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Diamengampuni segala dosa yang selain dari (syirik)
itu, bagi siapayang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
Allah,Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa’, 4:48).
Secara umum, doktrin atau pemikiran Antara Asy’ariyah dan AlMaturidiyyah
memiliki banyak kesamaan diantaranya tentang Sifat-sifatAllah, pelaku dosa besar,
dan keyakinan tentang melihat Allah SWT diakhirat. Namun, selain persamaan
itu, ada pula perbedaan Antara keduanya.
Perbedaan tersebut Nampak jelas dalam soal-soal berikut :
Menurut aliran Asy’ariyyah, mengetahui Tuhan diwajibkan syara’, sedangkan
menurut Maturidiyyah diwajibkan akal
• Menurut golongan Asy’ariyyah, sesuatu perbuatan tidak mempunyai sifat baik
dan buruk. Baik dan buruk tidak lainkarena diperintahkan syara’ atau
dilarangnya. MenurutMaturidiyyah, pada tiap-tiap perbuatan itu sendiri ada
sifat-sifat baik dan sifat-sifat buruk.
• Sama dengan al-Asy’ari, al-Maturidi menolak ajaranMu’tazilah tentang al-salah
wa al-aslah, tetapi di sampingitu al-Maturidi berpendapat bahwa Tuhan
mempunyaikewajiban-kewajiban tertentu.
• Dalam soalal wa’d wa al wa’id al Maturidi sepaham dengan Mu’tazilah. Janji-janji
dan ancaman-ancaman Tuhan, tak boleh tidak mesti terjadi kelak. Dan juga dalam
atromorphisme al-Maturidi sealiran dengan Mu’tazilah. Ia tidak sependapat
dengan al-Asy’ari bahwa ayat-ayat yang menggambarkan Tuhan mempunyai
bentuk jasmani takdapat diberi interpretasi atau ta’wil. Menurut
pendapatnya,tangan, wajah, dan sebagainya mesti diberi arti majazi ataukiasan.
1. Al-Qur’an
Al-Qur‟an merupakan sumber hukum fiqh utama dan paling agung, yang
merupakan hujjah paling agung antara manusia dan Allah SWT, al-Qur‟an juga
merupakan tali yang kuat dan tidak akan putus. Allah SWT berfirman:“Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-
berai”. (QS. Ali Imran:103)Al-Qur‟an adalah pokok dari semua dalil argumentasi.
Sebagaimana dalam al-Qur‟an: “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikan ia kepada Allah (al-Qur‟an) danRasul-Nya (al-Hadits).”
(QS.An-Nisa‟: 59) Adapun para ulama terkemuka dalam bidang tafsir al-Qur‟an yang
mengikuti madzhab al-Asy‟ari dan al-Maturidi diantaranya adalah:
Al-Imam Abu Laits Nashr bin Muhammad al-Samarqandi (w. 393 H/1002 M),
pengarang tafsir Bahrul Ulum
Al-Imam Abu al-Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidi (w. 468 H/ 1076 M) pengarang tafsir
al-Basith, al-Wasith, al-Wajiz dan asbabunnuzul
Al-Imam al-Hafidh Muhyissunnah Abu Muhammad al-Husain bin Mas‟ud al-Baghawi
(433-516 H/ 1041-1122 M) pengarangtafsir Ma‟alimuttanzil
Al-Hafidh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, pengarang Zadul Masir fi Ilmittafsir.
Al-Imam Abu Muhammad Abdul Haq bin Ghalib bin Abdurrahman binAthiyah al-
Gharnathi al-Andalusi (481-542 H/ 1088-1148 M) pengarangal-Muharrar al-Wajiz fi
Tafsir al-Kitab al-Aziz.
Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Maliki al-Qurthubi (w.671 H/ 1273
M) pengarang tafsir al-Jami‟ li Ahkamil Qur‟an.
Al-Imam Nashiruddin Abu Sa‟ad Abdullah bin Umar al-Syairazi al-Baidlawi al-
Syafi‟I (w. 685 H/ 1286 M) pengarang tafsir Anwaruttanzilwa Asrarutta‟wil.
Al-Imam Hafizhuddin Abu al-Barakat Abdullah bin Ahmad bin Mahmudal-Nasafi al-
Hanafi (w. 710 H/ 1310 H) pengarang Madarik al-Tanzil waHaqaiq al-
Ta‟wil.
Al-Imam Alauddin Abu al-Hasan Ali bin Muhammad al-Khazin al-Baghdadi (678-741
H/ 1279-1340 M) pengarang Lubab al-Ta‟wil fiMa‟ani al-Tanzil
Al-Imam Abu Hayyan Muhammad bin Hayyan al-Andalusi (654-745 H/1256-1344 M)
pengarang al-Bahr al-Muhith.
Al-Imam al-Hafizh Abu al-Fida‟ Ismail bin Katsir al-Dimasyqi (700-774H/ 1301-1373
M) pengarang Tafsir al-Qur‟an al-Adzim.
Al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi, pengarang Tafsir al-Jalalain.
Al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad al-Khathib al-Syirbini (w.977 H/ 1570
H) pengarang al-Siraj al-Munir.
Al-Imam Abu al-Su‟ud Muhammad bin Muhammad bin Musthafa al-Imadi
pengarang Irsyad al-Aql al-Salim ila Mazaya al-Kitab al-Karim.
Al-Imam Abu Dawud Sulaiman bin Umar al-Jamal al-Ujaili al-Syafi‟i(w.1204 H/ 1790
M) pengarang al-Futuhat al-Ilahiyah bi TaudlihiTafsir al-Jalalain bi al-Daqaiq al-
Khafiyah.
Al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki (1175-1241 H/1761-1825 M)
pengarang Hasyiah ala Tafsir al-Jalalain.
2. Al-Hadits
Hadits adalah dalil kedua dalam penetapan aqidah-aqidah dalam Islam.Hadits
yang dapat dijadikan dasar adalah hadits yang perawinya disepakatidapat dipercaya
oleh para ulama. Hadits Nabi berfungsi untuk menjelaskanhukum-hukum al-Qur‟an
yang bersifat global dan general. Karena syari‟at islam diturunkan secara bertahap
untuk menunjukkan kasih sayang Allah SWTkepada hamba-Nya. Bentuk kasih sayang
tersebut adalah menjelaskan al-Qur‟an yang masih global tersebut.
Allah berfirman:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yangdilarangnya bagimu,
maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah amat keras
hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Al-Hafidh al-Khatib al-Baghdadi mengatakan dalam kitabnya al-Faqihwa al-
Mutafaqqih:“Sifat Allah tidak dapat ditetapkan berdasarkan pendapat
seorangshahabat atau tabi‟in. sifat Allah hanya dapat ditetapkan berdasarkan hadits
-hadits Nabi yang marfu‟, yang perawinya disepakati dapat dipercaya. Jadihadits
dha‟if dan hadits yang perawinya diperselisihkan tidak dapat dijadikanhujjah dalam
masalah ini, sehingga apabila ada sanad yang diperselisihkan, laluada hadits yang
menguatkannya maka hadits tersebut tidak dapat dijadikanhujjah.”Adapun ulama
madzhab al-Asy‟ari yang menulis komentar (syarh)terhadap kitab hadits yang
terkemuka adalah:
Al-Hafidh Abu Sulaiman al-Khaththabi al-Busti al-Syafi‟I, pengarangma‟alim al-Sunan
[Syarh Sunan Abi Dawud]. Al-Hafidh Abul al-Walid Sulaiman bin Khalaf al-Baji al-
Maliki, pengarang kitab al-Muntaqa fi Syarh al-Muwattha‟.
Al-Hafidh al-Nawawi al-Syafi‟i, pengarang Syarh Shohih Muslim.
Al-Hafidh Taqiyyuddin as-Subki, pengarang Imta‟ al-Asma‟ bima lil ar -Rasul minal
Abna‟ wa al-Ahwal wa al-Hafadhah wa al-Mata‟.
Al-Hafidh Tajuddin as-Subki, pengarang Jam‟ul Jawami‟
Al-Hafidh al-„Iroqi, pengarang Takhrij Ahaditsil Ihya‟.
Al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqollani al-Syafi‟i, pengarang Fath al-BariSyarh Shohih
Bukhori.
Al-Hafidh Syaikh Islam Abu Yahya Zakaria bin Muhammad al-Ansharial-Syafi‟i,
pengarang kitab Syarh Shohih Muslim.
Al-Imam Izzuddin ibn Abdissalam, pengarang Qowaidul Ahkam fiMasholihil Anam
Al-Imam Mulla Ali bin Sulthan Muhammad al-Qari al-Harawi al-Hanafi,Pengarang
kitab Mirqat al-Mafatih Syarh Misykat al-Mashobih.
3. Ijma’ Ulama
Ijma’ adalah konsensus para mujtahid sepeninggal Rasulullah dari masa ke masa atas
satu hukum. Dalil kehujjahan ijma‟ ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad :“Dari
Ibnu Umar, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidakakan mengumpulkan umatku
dalam kesesatan. Pertolongan Allah selalu bersama jama‟ah. Dan barangsiapa yang
mengucilkan diri dari jama‟ah, maka ia mengucilkan dirinya ke neraka.” (HR.
Tirmidzi)Ijma’ ulama yang mengikuti ajaran Ahlul Haqq dapat dijadikanargumentasi
dalam menetapkan aqidah. Dalam hal ini seperti dasar yangmelandasi penetapan bahwa
sifat-sifat Allah itu qadim (tidak ada permulaanya)adalah ijma’ ulama yang qoth’i. Dalam
konteks ini Imam al-Subki menulisdalam kitabnya Syarh ‘Aqidah Ibn al-Hajib.
“Ketahuilah, sesungguhnya hukum Jauhar dan „aradh adalah baru.Oleh karena itu,
semua unsur-unsur alam adalah baru. Hal ini telah menjadiijma’ kaum muslimin, bahkan
ijma’ seluruh penganut agama (di luar Islam).Barang siapa yang menyalahi kesepakatan
ini, maka dia dinyatakan kafir,karena telah menyalahi ijma’ yang qoth’i.
4. Qiyas
Qiyas adalah menyamakan masalah baru dengan masalah yang
sudah jelas ketetapan hukumnya dalam agama yang didasarkan pada illat yangmenyatu
kan dua masalah dalam hukum tersebut. Qiyas yang bisa dibuat hujjah adalah qiyas yang
berlandaskan pada nash, ijma‟. Allah berfirman:
“Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang
mempunyai wawasan.” (QS. Al-Hasyr: 2)
BAB 111
Nama lengkap Al -- Asy'ari adalah Abu Al -- Hasan' Ali bin Isma'il bin Ishaq bin
Salim bin Isma'il bin ' Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al --
Asy'ari. Menurut beberapa riwayat, Al -- Asy'ari lahir di Bashrah pada tahun 260 H/875
M. Setelah berusia lebih dari 40 tahun, ia hijrah ke kota Baghdad dan wafat di sana
pada tahun 324 H/935 M.
Dia cenderung kepada pemikiran Aqidah Ahlussunnah Wal jama'ah dan telah
mengembangkan ajaran seperti sifat Allah 20. Banyak tokoh pemikir Islam yang
mendukung pemikiran-pemikiran dari imam ini, salah satunya yang terkenal adalah
"Sang hujjatul Islam" Imam Al-Ghazali, terutama di bidang ilmu kalam/ilmu
tauhid/ushuludin.
Walaupun banyak juga ulama yang menentang pamikirannya,tetapi banyak
masyarakat muslim yang mengikuti pemikirannya. Orang-orang yang
mengikuti/mendukung pendapat/paham imam ini dinamakan kaum/pengikut
"Asyariyyah", dinisbatkan kepada nama imamnya. Di Indonesia yang mayoritas
penduduknya muslim banyak yang mengikuti paham imam ini, yang dipadukan
dengan paham ilmu Tauhid yang dikembangkan oleh Imam Abu Manshur Al-Maturidi.
Ini terlihat dari metode pengenalan sifat-sifat Allah yang terkenal dengan nama "20
sifat Allah", yang banyak diajarkan di pesantren-pesantren yang berbasiskan
Ahlussunnah Wal Jama'ah dan Nahdhatul Ulama (NU) khususnya, dan sekolah-
sekolah formal pada umumnya.
Ia adalah pendiri dari aliran Al-Maturidiyah salah satu golongan aliran dari
madzhab Ahlussunnah. Tidak seorangpun secara pasti mengetahui tahun
kelahirannya. Ini adalah sebuah observasi penting karena ini berarti bahwa orang yang
membuat isnad tidak mengetahui cukup informasi tentangnya untuk menjadikannya
sebagai sumber, artinya tidak ada seorang alim pun yang pernah mengenalnya.