Anda di halaman 1dari 13

Makalah

Materi Ke NU-an

Disusun Oleh:
IKVINA AZRI (21210141043)

SASTRA INDONESIA B2021


Universitas Negeri Yogyakarta
A. SEJARAH ASWAJA

Ahlus-Sunnah wal-Jamaah (Aswaja) adalah salah satu aliran pemahaman teologis (Aqiedah)
Islam. Selain Aswaja ada faham-faham teologi lain seperti Khawarij, Murjiah, Qadariyah,
Jabariyah dan Syiah. Pemahaman teologi Aswaja ini diyakini sebagian besar umat Islam sebagai
pemahaman yang benar yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada para
sahabatnya. Kemudian secara turun-temurun faham Aswaja diajarkan kepada generasi
berikutnya (Tabiin-Tabiit Tabiin) dan selanjutnya diteruskan oleh generasi-generasi berikutnya
sehingga sampai kepada kita. Hal ini tentu dapat dibuktikan melalui kajian-kajian literer
keagamaan. Berkaitan dengan ini ribuan kitab dan buku telah ditulis oleh banyak ulama dan
pakar/ahli.

Menurut telaah sejarah, istilah Aswaja muncul sebagai reaksi terhadap faham kelompok
Mutazilah, yang dikenal sebagai kaum rasionalis Islam yang ekstrim. Kelompok ini
mengedepankan pemahaman teologi Islam yang bersifat rasionalis (aqli) dan liberalis. Faham
Mutazilah ini antara lain dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran filsafati dari Yunani. Mereka
berpegang teguh pada faham Qadariyah atau freez will, yaitu konsep pemikiran yang
mengandung faham kebebasan dan berkuasanya manusia atas perbuatan-perbuatannya. Artinya,
perbuatan manusia itu diwujudkan oleh manusia itu sendiri, bukan diciptakan Tuhan. Di samping
reaksi terhadap faham Mutazilah, Aswaja juga berusaha mengatasi suatu faham ekstrim yang
lain, yang berlawanan faham secara total dengan kaum Mutazilah, yaitu faham kaum
Jabariyah.di mana mereka berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan atau
kuasa dalam berkehendak dan berbuat. Kehendak (iradah) dan perbuatan manusia terikat dengan
kehendak mutlak

Aswaja adalah postulat dari ungkapan Nabi Agung Muhammad Salallahualaihi wa sallam.
Man ana alaihi wa ashabi berarti, golongan aswaja adalah yang mengikuti ajaran Islam
sebagaimana yang telah dianjarkan dan diamalkan Nabi agung Rasulullah beserta para
sahabatnya beliau. Ahlusunnah wal jamaah merupakan salah satu diantara banyak aliran dan
sekte yang bermuculan dalam Islam. Diantara seluruh aliran yang ada, kiranya aswaja inilah
yang memiliki banyak pengikut bahkan banyak diantara semua sekte. Jadi dapat dikatakan
bahwasannya, aswaja memegang perananan yang cukup luas dalam perkembangan pemikiran
Islam. Tentunya ada banyak hal yang mempengaruhi proses kelahirannya aswaja ini dari sejarah.
Diantaranya yang cukup populer adalah tingginya suhu konstelasi politik yang terjadi yang
terjadi pada masa setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw.

Wafatnya Utsman bin Affan yaitu khalifah ke-3 menyulut berbagai macam reaksi.
Utamanya, tentu karena ia wafat dalam keadaan terbunuh, tidak dalam peperangan. Hal ini
memantik semangat di kalangan untuk menuntut Imam Ali, Pengganti Utsman untuk
bertanggung jawab. Terlebih sang pembunuh ini masih memiliki hubungan darah dengan Ali itu
sendiri , sehingga tidak segera mendapat hukuman setimpal. Muawwiyah bin Abu Sofyan, aisyah
dan Abdullah bin Thallah, serta Amr bin Ash adalah beberapa diantara sekian banyak sohabat
nabi yang sangat getol sekali menuntut keadilan kepada Ali. Bahkan hampir semuanya harus
dihadapi Ali dalam sejumlah peperangan yang semuanya tentu dimenangkan oleh pihak Ali
tersebut. Dan yang cukup mengejutkan adalah strategi Amr bin Ash dalam peperangan Shiffin di
tepi sungai Euftar, pada akhgir tahun 39 Hijriah. Dengan mengangkat sebuah mushaf di atas
tombak. Tindakan tersebut dilakukan setelah pasukan Amr dan Muawiyah terdesak. Tujuannya
hendak mengembalikan segala perselisihan kepada hukum Allah. Dan Alipun setuju, meskipun
banyak dari pengikutnya yang tidak puas.

Akhirnya, tahkim di Daumatul Jandal , sebuah desa di tepi laut merah beberapa puluh kilo
utara Makkah, menjadi akar dari perpecahayan pendukung Ali yang mana menjadi Syiah. Kian
lengkaplah perseteruan yang terjadi antara kelompok ali, kelompok khawarij, kelompok
muawiyah dan sisanya pengikut Aisyah dan Abdullah ibn Thalhah. Ternyata perseteruan ini
membawa dampakj yang bisa dikatakan cukup besar dalam ajaran Islam. Hal ini terjadi tatkala
banyak kalangan menunggangi teks untuk kepentingan politik belaka. Celakanya kepentingan ini
begitu jelas terbaca oleh public terlebih masa Yazid bin Muawiyah. Yazid waktu itu mencoreng
nama dinasti Umaiyah. Dengan sengajanya ia memerintahkan pembantaian Husein bin Ali
beserta 70 anggota keluarganya di karbala, dekat dengan kota kufah, iraq. Yang lebih parahnya
lagi kepala Husein ini dipenggal kemudian di arak meAnuju damaskus, pusat pemerintahan
umaiyah. Bagaimanapun juga tentunya husein ini merupakan cucu dari Nabi Muhammad Saw,
yang begitu dicintai umat Islam. Oleh karenanya kemarahan umat takdapat dibendung. Akhirnya
dinasti Umaiyah mengancam stabilitas dinasti.
Akhirnya lahir juga paham jabariyah. Dan ajaran jabariyah ini mnyatakan bahwasannya
manusia tidak memiliki kekuasaan sama sekali. Manusia harus tunduk kepada takdir yang sudah
Tuhan tentukan tanpa bisa berubah. Saat,melihat maraknya popularitas yang ada di kalangan
umat Muslim akhirnya ada beberapa hadits yang dipopulerkan oleh para ulama yang mendorong
umat muslim bersatu.Ada beberapa Hadits yang sudah tercatat ,dua diriwayatkan oleh Imam
Turmudzi dan ada satu yang diriwayatkan oleh Imam Tabrani.Diceritakan dalam Hadits ini
bahwa umat Yahudi akan terpecah dalam 71 golongan,Nasrani menjadi 72 golongan,dan Islam
ada 73 golongan.Ada salah satu Hadits yang menyebutkan Semua golongan umat Islam itu
masuk neraka kecuali satu. Lalu ada yang bertanya Siapa mereka itu,Rasul?tanya sahabat. Ma
ana Alaihi wa Ashabi,,jawab Rasul,Dan dalam Hadits riwayat Thabrani ,secara eksplisit
dinyatakan bahwa golongan itu adalah Ahlussunah wa al-jamaah. Perkataan Nabi tersebut lantas
menjadi sorotan,Sejak saat itu kata aswaja atau Sunni menjadi populer di kalangan umat
Muslim.Jika sudah demikian ,bisa dipastikan ,tak akan ada penganut aswaja yang berani
mempersoalkan sebutan ,serta hadits yang digunakan justifikasi kendati banyak terdapat
keracunan didalamnya.Karena jika diperhatikan lebih lanjut,hadits itu bertentangan dengan
beberapa ayat tentang kemanusiaan Muhammad,bukan peramal.
B. SEJARAH LAHIRNYA NAHDLATUL ‘ULAMA

Awalnya, KH Abdul Wahab Chasbullah (1888-1971) sekitar tahun 1924 menggagas


pendirian Jam’iyyah yang langsung disampaikan kepada Kiai Hasyim Asy’ari untuk meminta
persetujuan. Namun, Kiai Hasyim tidak lantas menyetujui terlebih dahulu sebelum ia melakukan
sholat istikharah untuk meminta petunjuk kepada Allah SWT. Sikap bijaksana dan kehati-hatian
Kiai Hasyim dalam menyambut permintaan Kiai Wahab juga dilandasi oleh berbagai hal, di
antaranya posisi Kiai Hasyim saat itu lebih dikenal sebagai Bapak Umat Islam Indonesia (Jawa).
Kiai Hasyim juga menjadi tempat meminta nasihat bagi para tokoh pergerakan nasional. Peran
kebangsaan yang luas dari Kiai Hasyim Asy’ari itu membuat ide untuk mendirikan sebuah
organisasi harus dikaji secara mendalam.

Hasil dari istikharah Kiai Hasyim Asy’ari dikisahkan oleh KH As’ad Syamsul Arifin. Kiai
As’ad mengungkapkan, petunjuk hasil dari istikharah Kiai Hasyim Asy’ari justru tidak jatuh di
tangannya untuk mengambil keputusan, melainkan diterima oleh KH Cholil Bangkalan, yang
juga guru Mbah Hasyim dan Mbah Wahab. Dari petunjuk tersebut, Kiai As’ad yang ketika itu
menjadi santri Mbah Cholil berperan sebagai mediator antara Mbah Cholil dan Mbah Hasyim.
Ada dua petunjuk yang harus dilaksanakan oleh Kiai As’ad sebagai penghubung atau washilah
untuk menyampaikan amanah Mbah Cholil kepada Mbah Hasyim. Dari proses lahir dan batin
yang cukup panjang tersebut menggamabarkan bahwa lika-liku lahirnya NU  tidak banyak
bertumpu pada perangkat formal sebagaimana lazimnya pembentukan organisasi.

NU lahir berdasarkan petunjuk Allah SWT. Terlihat di sini, fungsi ide dan gagasan tidak
terlihat mendominasi. Faktor penentu adalah konfirmasi kepada Allah SWT melalui ikhtiar lahir
dan batin. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa berdirinya NU merupakan rangkaian panjang dari
sejumlah perjuangan. Karena berdirinya NU merupakan respons dari berbagai problem
keagamaan, peneguhan mazhab, serta alasan-alasan kebangsaan dan sosial-masyarakat.
Digawangi oleh KH Wahab Chasbullah, sebelumnya para kiai pesantren telah mendirikan
organisasi pergerakan Nahdlatul Wathon atau Kebangkitan Tanah Air pada 1916 serta Nahdlatut
Tujjar atau Kebangkitan Saudagar pada 1918. Kiai Wahab Chasbullah sebelumnya, yaitu 1914
juga mendirikan kelompok diskusi yang ia beri nama Tashwirul Afkar atau kawah candradimuka
pemikiran, ada juga yang menyebutnya Nahdlatul Fikr atau kebangkitan pemikiran.

Dengan kata lain, NU adalah lanjutan dari komunitas dan organisasi-organisasi yang telah
berdiri sebelumnya, namun dengan cakupan dan segmen yang lebih luas. Komite Hijaz Embrio
lahirnya NU juga berangkat dari sejarah pembentukan Komite Hijaz. Problem keagamaan global
yang dihadapi para ulama pesantren ialah ketika Dinasti Saud di Arab Saudi ingin membongkar
makam Nabi Muhammad SAW karena menjadi tujuan ziarah seluruh Muslim di dunia yang
dianggap bid’ah. Selain itu, Raja Saud juga ingin menerapkan kebijakan untuk menolak praktik
bermazhab di wilayah kekuasaannya. Karena ia hanya ingin menerapkan Wahabi sebagai
mazhab resmi kerajaan. Rencana kebijakan tersebut lantas dibawa ke Muktamar Dunia Islam
(Muktamar ‘Alam Islami) di Makkah.

Bagi ulama pesantren, sentimen anti-mazhab yang cenderung puritan dengan berupaya
memberangus tradisi dan budaya yang berkembang di dunia Islam menjadi ancaman bagi
kemajuan peradaban Islam itu sendiri. Choirul Anam (2010) mencatat bahwa KH Abdul Wahab
Chasbullah bertindak cepat ketika umat Islam yang tergabung dalam Centraal Comite Al-Islam
(CCI)--dibentuk tahun 1921--yang kemudian bertransformasi menjadi Centraal Comite Chilafat
(CCC)—dibentuk tahun 1925--akan mengirimkan delegasi ke Muktamar Dunia Islam di Makkah
tahun 1926. Sebelumnya, CCC menyelenggarakan Kongres Al-Islam keempat pada 21-27
Agustus 1925 di Yogyakarta. Dalam forum ini, Kiai Wahab secara cepat menyampaikan
pendapatnya menanggapi akan diselenggarakannya Muktamar Dunia Islam. Usul Kiai Wahab
antara lain: “Delegasi CCC yang akan dikirim ke Muktamar Islam di Makkah harus mendesak
Raja Ibnu Sa’ud untuk melindungi kebebasan bermazhab.

Sistem bermazhab yang selama ini berjalan di tanah Hijaz harus tetap dipertahankan dan
diberikan kebebasan”. Kiai Wahab beberapa kali melakukan pendekatan kepada para tokoh CCC
yaitu W. Wondoamiseno, KH Mas Mansur, dan H.O.S Tjokroamonoto, juga Ahmad Soorkatti.
Namun, diplomasi Kiai Wahab terkait Risalah yang berusaha disampaikannya kepada Raja Ibnu
Sa’ud selalu berkahir dengan kekecewaan karena sikap tidak kooperatif dari para kelompok
modernis tersebut. Hal ini membuat Kiai Wahab akhirnya melakukan langkah strategis dengan
membentuk panitia tersendiri yang kemudian dikenal dengan Komite Hijaz pada Januari 1926.
Pembentukan Komite Hijaz yang akan dikirim ke Muktamar Dunia Islam ini telah mendapat
restu KH Hasyim Asy’ari. Perhitungan sudah matang dan izin dari KH Hasyim Asy’ari pun telah
dikantongi.

Maka pada 31 Januari 1926, Komite Hijaz mengundang ulama terkemuka untuk mengadakan
pembicaraan mengenai utusan yang akan dikirim ke Muktamar di Mekkah. Para ulama dipimpin
KH Hasyim Asy’ari datang ke Kertopaten, Surabaya dan sepakat menunjuk KH Raden Asnawi
Kudus sebagai delegasi Komite Hijaz. Namun setelah KH Raden Asnawi terpilih, timbul
pertanyaan siapa atau institusi apa yang berhak mengirim Kiai Asnawi? Maka lahirlah Jam’iyah
Nahdlatul Ulama (nama ini atas usul KH Mas Alwi bin Abdul Aziz) pada 16 Rajab 1344 H yang
bertepatan dengan 31 Januari 1926 M. Riwayat-riwayat tersebut berkelindan satu sama lain,
yaitu ikhtiar lahir dan batin.

Peristiwa sejarah itu juga membuktikan bahwa NU lahir tidak hanya untuk merespons
kondisi rakyat yang sedang terjajah, problem keagamaan, dan problem sosial di tanah air, tetapi
juga menegakkan warisan-warisan kebudayaan dan peradaban Islam yang telah diperjuangkan
oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Tepat pada 31 Januari 2020, Nahdlatul Ulama
berusia 94 tahun dalam hitungan tahun masehi. Sedangkan pada 16 Rajab 1441 mendatang, NU
menginjak umur 97 tahun. Selama hampir satu abad tersebut, NU sejak awal kelahirannya
hingga saat ini telah berhasil memberikan sumbangsih terhadap kehidupan beragama yang ramah
di tengah kemajemukan bangsa Indonesia. Setiap tahun, Harlah NU diperingati dua kali, 31
Januari dan 16 Rajab.
C. SEJARAH KMNU ( Keluarga Mahasiswa Nahdlatul ‘Ulama)

Kemunculan Departemen Perguruan Tinggi dalam IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama),
merupakan sebuah upaya untuk mewadahi para mahasiswa NU yang ada di IPNU-IPPNU. Hal
tersebut terwujud pada muktamar III IPNU pada tanggal 27 – 31 Desember 1958 di Cirebon<>
Namun, upaya untuk mendirikan satu organisasi yang menghimpun para mahasiswa NU tersebut
sebenarnya sudah lama ada, hal ini terbukti dengan adanya kegiatan sekelompok mahasiswa NU
yang berdomisili di Jakarta untuk mendirikan IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdatul Ulama)
yakni pada bulan Desember 1955. Untuk lebih jelasnya kita kutipkan tulisan A. Chalim: “Hasrat
untuk mahasiswa Islam yang berhaluan Ahlusunha wal jamaah untuk mendirikan organisasi
tersendiri sebenarnya sudah lama ada, dan karena Partai Nahdatul Ulama adalah merupakan
refleksi dari Islam Ahlusunha Wal Jamaah organisasi itu (IMANU, Pen) diorientasikan
kepadanya (Partai NU), cita pembentukan organisasi itu pada bulan Desember 1955 di Jakarta
dengan nama IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdatul Ulama)”.

Namun, kehadirannya oleh PP. IPNU belum bisa diterima. Karena selain kelahiran IPNU itu
sendiri masih baru yaitu pada tanggal 24 Februari 1954, pada waktu diadakan konferensi Besar
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdatul Ulama se Indonesia di Semarang, yang juga banyak
diantara pengurus IPNU itu sendiri kebetulan sebagian besar mahasiswa sehingga apabila
IMANU didirikan dikhawatirkan justru akan lenyapnya IPNU. Dari adanya keberatan para
aktifis IPNU itu maka boleh dikatakan bahwasanya kehadiran IMANU itu menemui jalan buntu
atau lebih tepat dikatakan mati sebelum dibesarkan. Tetapi usaha usaha untuk mendirikan
organisasi mahasiswa NU itu tetap terus berlanjut bahkan dapat pula dicatatkan disini satu usaha
untuk mendirikan organisasi mahasiswa NU itu pernah pula mencapai keberhasilan walaupun
sifat organisasi itu hanya bersifat lokal. 

Kemunculan KMNU di Solo Upaya untuk membentuk organisasi mahasiswa NU tersebut


juga terjadi Di Kota Surakarta, Jawa tengah. Sekelompok mahasiswa NU yang dimotori oleh
sahabat H. Mustahal Ahmad (waktu itu beliau mahasiswa Fakultas Syariah Universitas
Cokroaminoto Surakarta), dengan mendirikan keluarga mahasiswa Nahdatul Ulama (Surakarta)
juga pada tahun 1955, bahkan boleh dikatakan KMNU adalah satu-satunya organisasi mahasiswa
NU yang dapat bertahan sampai dengan lahirnya PMII pada tahun 1960. Kelahiran dan
perkembangan KMNU ini, walaupun tidak ada sangkut pautnya dengan PMII, secara kronologis
historis dengan kelahiran PMII tetapi perlu pula kami catatkan disini sebab nanti ketika PMII
dibentuk di Surabaya, salah satu bahkan dua diantara 13 sponsor pendiri PMII berasal dari Kota
Solo. Kembali usaha untuk mendirikan satu organisasi mahasiswa NU yang bersifat nasional
masih terus berlanjut, hal ini terbukti dari makin besarnya keinginan para mahasiswa NU untuk
mendirikan organisasi mahasiswa sendiri, suara-suara itu didengungkan dalam Muktamar II
IPNU pada tahun 1957 di kota Pekalongan.

Hal ini seperti dituturkan oleh sahabat Wail Haris Sugianto, “Tiga tahun setelah berdirinya
IPNU yaitu dalam Muktamar II IPNU di kota Pekalongan yang diselenggarakan pada tanggal 1-5
Januari 1957 nampak lebih terang lagi mahasiswa-mahasiswa NU yang tergabung dalam IPNU
makin besar jumlahnya. Dimana dalam muktamar tersebut sudah ada keinginan untuk
membentuk satu wadah tersendiri dikalangan mahasiswa mahasiswa Nahdatul Ulama.” Selain
IMANU (Jakarta) dan KMNU (Solo), kemudian di Bandung juga muncul PMNU (Persatuan
Mahasiswa NU) dan masih banyak lagi di kota yang terdapat perguruan tinggi, yang mempunyai
keinginan serupa. Tetapi dalam hal ini pimpinan IPNU tetap membendung usaha-usaha tersebut,
dengan satu catatan pimpinan pusat IPNU akan lebih mengintensifkan akan usaha-usahanya
untuk mengadakan penyelidikan :

1. Berapa besar potensi mahasiswa Nahdatul Ulama?

2. Sampai berapa jauh kemampuan untuk berdiri sendiri sebagai organisasi mahasiswa?

Kemudian didalam Muktamar III IPNU di Cirebon yang diselenggarakan pada tanggal 27-31
Desember 1958, Muktamar berpendapat bahwa sudah waktunya untuk menentukan status dari
para mahasiswa kita. Akhirnya dalam Muktamar tersebut diputuskan adanya Departemen
Perguruan Tinggi IPNU yang dipimpin oleh rekan Ismail Makky. Namun pada kenyataanya
usaha tersebut diatas tidaklah banyak berarti bagi kemajuan para mahasiswa NU sendiri hal
tersebut dikarenakan beberapa sebab yakni:

1. Kondisi obyektif menyatakan bahwasanya keinginan para pelajar sangat berbeda dengan
keinginan dan perilaku para mahasiswa.

2. Dan ternyata gerak dari Departemen Perguruan Tinggi IPNU itu sangat terbatas sekali
terbukti untuk duduk menjadi anggota PPMI (Persatuan Perhimpunan mahasiswa Indonesia, satu
konfederasi organisasi mahasiswa extra Universitas), tidaklah mungkin bisa, sebab PPMI adalah
gabungan ormas-ormas mahasiswa. Apalagi dalam MMI (Majelis Mahasiswa Indonesia, satu
federasi dari para Dewan / Senat Mahasiswa, juga tidaklah mungkin). Menyadari akan
keterbatasan itu dan berkat dorongan-dorongan dari pelbagai pihak serta dengan mengambil
beberapa per imbangan diantaranya :

1. Didirikannya Perguruan Tinggi NU dipelbagai tempat seperti PTINU di Surakarta (sekarang


bernama Universitas Nahdatul Ulama), Fakultas Ekonomi dan Tata Niaga dan Fakultas Hukum
dan Tata Praja di Bandung (sekarang menjadi Universitas Islam Nusantara, Bandung, Pen) dan
Akademi Ilmu Pendidikan dan Agama Islam di Malang (sekarang bernama Universitas Islam
Malang, Pen) dan yang berarti makin dibutuhkannya saluran bidang bergerak bagi mahasiswa
mahasiswa kita.

2. Adanya dorongan dari pucuk pimpinan lembaga Pendidikan Maarif NU sendiri agar lebih
mengkonkritkan bentuk organisasi mahasiswa kita.

3. Adanya dorongan-dorongan dari perorangan para mahasiswa kita yang kuliah di PTINU
untuk mengkonkritkan wadah dari para mahasiswa NU.

4. Adanya kenyataan praktis maupun psikologis yang berbeda disegi system belajar dari
kalangan pelajar dan mahasiswa, dan akhirnya berkesimpulan

5. Dirasakan sudah waktunya untuk mendirikan satu organisasi mahasiswa Nahdatul Ulama.

Dan akhirnya upaya-upaya untuk mendirikan organisasi mahasiswa NU itu mencapai


titik terang setelah secara panjang lebar sahabat Ismail Makky dan sahabat Muhamad Hartono,
BA berbicara di depan konferensi Besar I IPNU di Yogyakarta yang diselenggarakan pada
tanggal 14-17 Maret 1960 dan akhirnya atas dasar uraian-uraian dan perbagai argumentasi
tentang pentingnya dibentuk satu wadah organisasi mahasiswa NU yang lepas baik secara
organisatoris maupun adminstratif. Maka diputuskanlah bahwa setelah konferensi besar IPNU ini
maka akan di adakan musyawarah mahasiswa NU dengan limit waktu satu bulan setelah konbes
IPNU tersebut, direncanakan musyawarah pembentukan organisasi mahasiswa NU itu akan
dilaksanakan di Kota Surabaya.
D. SEJARAH KMNU UNY

oleh : Ahsan Ali Mubarok 

Pada waktu saya menginjakkan kaki di UNY, hati agak tergetar dengan kampus yang
besar dan megah pada waktu itu, dibandingkan dengan sekolahku dulu di SMA/ MAN tempat
saya menimba ilmu sebelum masuk UNY.Saya bersyukur bisa lulus seleksi mahasiwa baru di
UNY, dan semangat dalam mengikuti tahap-tahap dalam menempuh pendidikan di UNY.Pada
waktu OSPEK yang pada saat saya masuk UNY namanya POSKAM (Pekan Orientasi Study dan
Pengenalan Kampus) saya baru merasakan suasana kampus yang hampa tanpa adanya
keseimbangan antara jasmani (intelektual) dan ruhani (keagamaan).

Di kampus UNY dan sekitarnya sangat jarang kutemui majlis-majlis maulid, sholawat,
tahlil, yasin, dziba’ dan lain-lain yang mana majlis-majlis itu sering saya jumpai waktu di
kampung dan sering dijumpai di kalangan nahdliyin.Sehingga pada waktu poskam hari pertama,
saya melihat wajah-wajah mahasiswa baru pada waktu itu yang bersinar dan memancarkan ke-
NU-an namun tersirat kegersangan dalam batin-batin mereka, kemudian saya ajak untuk
ngobrol-ngobrol dan tukar pikiran bagaimana membuat suatu wadah atau organisasi untuk
menghidupkan ruhani di dalam kampus, agar hati menjadi adem, tenang dan damai. Saya
ngobrol-ngobrol bersama Ahmad Manna, Setyoso, Hibatun Wafiroh, Indah Mardatilla, Siti
Fatimatuz Zulaicha’, Wildan Ary Furqon, Ibnu Saiful Rijali dan Qusyairi untuk menggagas
sebuah wadah agar jasmani dan ruhani seimbang. Jasmani dengan mengikuti kuliah-kuliah di
kampus dan ruhani dengan mengikuti kajian-kajian islam atau majlis-majlis ta’lim, majlis dzikir,
majlis maulid dan majlis-majlis yang lain yang penuh barokah agar akal cerdas dan hati juga
hidup, sehingga jasmani dan ruhani bisa sama-sama hidup.

Namun setelah OSPEK (poskam) selesai dan memasuki awal perkuliahan, kami semua
disibukkan dengan berbagai macam kegiatan kampus yang begitu banyak menyita waktu, karena
kebetulan kami semua adalah mahasiswa FMIPA UNY yang selalu berkutat dengan kampus,
perpustakaan dan laboratorium. Walaupun demikian kami tetap semngat untuk sering
berkomunikasi dan saling berdiskusi dengan segala keterbatasan waktu dan alat komunikasi
karena pada saat itu belum ada mahasiswa yang punya handphone. (Jangankan mahasiswa,
dosen-dosen UNY saja banyak yang belum punya, hehe…). Akhirnya setelah berdiskusi kurang
lebih 3 semester kami semua sepakat untuk mendeklarasikan Keluarga Mahasiswa Nahdlatul
Ulama.

Sebelum mendeklarasikan berdirinya KMNU, kami mengundang aktivis PMII UNY


untuk diajak sharing tentang berdirinya KMNU UNY di mushola FMIPA UNY.Pada waktu itu
dihadiri kurang lebih 50 mahasiswa dan aktifis PMII dari kalangan Nahdliyin yang dengan
semangat khittah 1926 sangat mendukung untuk berdirinya KMNU UNY.Acara diawali dengan
pembacaan ummul kitab dan maulid dziba’, yang mana semua yang hadir semangat dan sangat
terharu dengan majlis-majlis seperti itu. Mereka rata-rata merindukan majlis-majlis yang mulia
itu. Mahasiswa yang hadir pada saat itu mengusulkan untuk membuat rutinan maulidan, tahlilan
dan yasinan.

Dalam pertemuan itu juga disepakati Ada pemisahan antara KMNU dengan PMII dalam
bidang garapan terhadap mahasiswa NU.PMII membidangi dalam bidang pergerakan  dan
KMNU membidangi dalam kelimuan keagamaan.Dan akhirnya semua peserta yang hadir secara
aklamasi menyutujui untuk mendeklarasikan KMNU pada tanggal 31 Maret 2001 di Taman
Pancasila UNY.Dalam deklarasi itu dihadiri oleh ratusan mahasiswa NU dari berbagai Jurusan
dan Fsayaltas di UNY yang berasal dari berbagai daerah, dan juga dihadiri para aktifis kampus
dari berbagai organisasi mahasiswa UNY, serta dihadiri pula oleh tokoh NU di wilayah DIY dan
sekitarnya antara lain KH. Abdul Muhaimin (Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ummahat
Kotagede) dan juga ketua Ansor PWNU DIY.

Setelah wadah KMNU ini terbentuk, pada awalnya hanya membuat  semacam acara-
acara yang bernuansa ahlus sunnah wal jama’ah versi NU yaitu tahlilan setiap malam jum’at
ba’da maghrib dan dilanjutkan pembacaan maulid sampai jam 9.Dan Alhamdulillah, ternyata
banyak sekali mahasiswa NU yang merindukan suasana seperti itu, sehingga kegiatan itu
menjadi hidup dan lebih mengakrabkan antar mahasiswa NU dan seolah-olah seperti keluarga
sendiri. Kemudian kegiatan ditambah lagi dengan majlis ta’lim dengan mengadakan kajian kitab-
kitab yang difokuskan pada dua hal yaitu tauhid dan fiqh dengan menghadirkan ustadz dari
pondok pesantren al munawwir krapyak, pon pes wahid hasyim, dan pon pes nurul ummah.
Dan sebagai aktualisasi kekeluargaan, sudah menjadi agenda tahunan untuk ziaroh ke
makam para waliyullah sekaligus silaturrahim ke rumah anggota KMNU agar suasana
kekeluargan lebih akrab lagi dengan mengharap barokah dari silaturrahim agar panjang umur dan
murah rizki, insya Allah… Demikianlah sekelumit kisah asal muasal berdirinya KMNU di UNY
ini, smg KMNU UNY ini bisa istiqomah dalam berdakwah untuk saling mengingatkan saudara-
saudara kita sesama muslim agar tidak tersesat dalam mengikuti ajaran-ajaran islam yang semua
ini adalah menjadi lahan amal untuk kita semua di akhir nanti.

Anda mungkin juga menyukai