Anda di halaman 1dari 14

“Bergerak, Mengabdi dan Mulai Berkarya Bersama PMII” 2021

1 | PKD XXVII PMII RAYON “KAWAH” CHONDRODIMUKO


“Bergerak, Mengabdi dan Mulai Berkarya Bersama PMII” 2021

MATERI I
ASWAJA SEBAGAI MANHAJ AL-FIKR WAA AL-HARAKAH

A. PENGERTIAN DAN SEJARAH ASWAJA


Aswaja (Ahlussunah wal Jama’ah) adalah satu diantara banyak
aliran dan sekte yang bermuculan dalam tubuh Islam. Di antara
semua aliran, kiranya aswajalah yang punya banyak pengikut,
bahkan paling banyak di antara semua sekte. Hingga dapat
dikatakan, Aswaja memegang peran sentral dalam perkembangan
pemikiran keIslaman.
Aswaja tidak muncul dari ruang hampa. Ada banyak hal yang
mempengaruhi proses kelahirannya dari rahim sejarah. Di
antaranya yang cukup populer adalah tingginya suhu konstelasi
politik yang terjadi pada masa pasca Nabi wafat. Kematian Utsman
bin Affan, khalifah ke-3, menyulut berbagai reaksi. Utamanya,
karena ia terbunuh, tidak dalam peperangan. Hal ini memantik
semangat banyak kalangan untuk menuntut Imam Ali, pengganti
Utsman untuk bertanggung jawab. Terlebih, sang pembunuh,
yang ternyata masih berhubungan darah dengan Ali, tidak segera
mendapat hukuman setimpal.
Muawiyah bin Abu Sofyan, Aisyah, dan Abdulah bin Thalhah,
serta Amr bin Ash adalah beberapa di antara sekian banyak sahabat
yang getol menuntut Ali. Bahkan, semuanya harus menghadapi Ali
dalam sejumlah peperangan yang kesemuanya dimenangkan pihak
Ali. Dan yang paling mengejutkan, adalah strategi Amr bin Ash
dalam perang Shiffin di tepi sungai Eufrat, akhir tahun 39 H,

1 | PKD XXVII PMII RAYON “KAWAH” CHONDRODIMUKO


“Bergerak, Mengabdi dan Mulai Berkarya Bersama PMII” 2021

dengan mengangkat mushaf di atas tombak. Tindakan ini


dilakukan setelah pasukan Amr dan Muawiyah terdesak.
Tujuannya, hendak mengembalikan segala perselisihan kepada
hukum Allah. Dan Ali setuju, meski banyak pengikutnya yang
tidak puas.
Akhirnya, tahkim (arbritase) di Daumatul Jandal, sebuah desa
di tepi Laut Merah beberapa puluh km utara Makkah, menjadi
akar perpecahan pendukung Ali menjadi Khawarij dan Syi’ah.
Kian lengkaplah perseteruan yang terjadi antara kelompok Ali,
kelompok Khawarij, kelompok Muawiyah, dan sisa-sisa pengikut
Aisyah dan Abdullah ibn Thalhah.
Ternyata, perseteruan politik ini membawa efek yang cukup
besar dalam ajaran Islam. Hal ini terjadi tatkala banyak kalangan
menunggangi teks-teks untuk kepentingan politis. Celakanya,
kepentingan ini begitu jelas terbaca oleh publik, terlebih masa
Yazid bin Muawiyah. Yazid, waktu itu mencoreng muka dinasti
Umaiyah. Dengan sengaja, ia memerintahkan pembantaian
Husein bin Ali beserta 70-an anggota keluarganya di Karbala,
dekat kota Kufah, Iraq. Parahnya lagi, kepala Husein dipenggal
dan diarak menuju Damaskus, pusat pemerintahan dinasti
Umaiyah.
Bagaimanapun juga, Husein adalah cucu Nabi yang dicintai
umat Islam. Karenanya, kemarahan umat tak terbendung.
Kekecewaan ini begitu menggejala dan mengancam stabilitas
Dinasti. Akhirnya, dinasti Umaiyah merestui hadirnya paham
Jabariyah. Ajaran Jabariyah menyatakan bahwa manusia tidak

2 | PKD XXVII PMII RAYON “KAWAH” CHONDRODIMUKO


“Bergerak, Mengabdi dan Mulai Berkarya Bersama PMII” 2021

punya kekuasaan sama sekali. Manusia tunduk pada takdir yang


telah digariskan Tuhan, tanpa bisa merubah. Opini ini ditujukan
untuk menyatakan bahwa pembantaian itu memang telah
digariskan Tuhan tanpa bisa dicegah oleh siapapun jua.
Beberapa kalangan yang menolak opini itu akhirnya
membentuk second opinion (opini rivalis) dengan
mengelompokkan diri ke sekte Qadariyah. Jelasnya, paham ini
menjadi anti tesis bagi paham Jabariyah. Qadariyah menyatakan
bahwa manusia punya free will (kemampuan) untuk melakukan
segalanya. Dan Tuhan hanya menjadi penonton dan hakim di
akhirat kelak. Karenanya, pembantaian itu adalah murni
kesalahan manusia yang karenanya harus
dipertanggungjawabkan, di dunia dan akhirat. Melihat
sedemikian kacaunya bahasan teologi dan politik, ada kalangan
umat Islam yang enggan dan jenuh dengan semuanya. Mereka ini
tidak sendiri, karena ternyata, mayoritas umat Islam mengalami hal
yang sama. Karena tidak mau terlarut dalam perdebatan yang tak
berkesudahan, mereka menarik diri dari perdebatan. Mereka
memasrahkan semua urusan dan perilaku manusia pada Tuhan di
akhirat kelak. Mereka menamakan diri Murji’ah.
Lambat laun, kelompok ini mendapatkan sambutan yang luar
biasa. Terlebih karena pandangannya yang apriori terhadap dunia
politik. Karenanya, pihak kerajaan membiarkan ajaran semacam ini,
hingga akhirnya menjadi sedemikian besar. Di antara para sahabat
yang turut dalam kelompok ini adalah Abu Hurayrah, Abu Bakrah,

3 | PKD XXVII PMII RAYON “KAWAH” CHONDRODIMUKO


“Bergerak, Mengabdi dan Mulai Berkarya Bersama PMII” 2021

Abdullah Ibn Umar, dan sebagainya. Mereka adalah sahabat yang


punya banyak pengaruh di daerahnya masing-masing.
Pada tataran selanjutnya, dapatlah dikatakan bahwa Murji’ah
adalah cikal bakal Sunni (proto sunni). Karena banyaknya umat
Islam yang juga merasakan hal senada, maka mereka mulai
mengelompokkan diri ke dalam suatu kelompok tersendiri. Lantas,
melihat parahnya polarisasi yang ada di kalangan umat Islam,
akhirnya ulama mempopulerkan beberapa hadits yang mendorong
umat Islam untuk bersatu. Tercatat ada 3 hadits-dua diriwayatkan
oleh Imam Turmudzi dan satu oleh Imam Tabrani-. Dalam hadits ini
diceritakan bahwa umat Yahudi akan terpecah ke dalam 71
golongan, Nasrani menjadi 72 golongan, dan Islam dalam 73
golongan. Semua golongan umat Islam itu masuk neraka kecuali
satu. "Siapa mereka itu, Rasul?" tanya sahabat. "Maa ana ‘Alaihi wa Ashabi“,
jawab Rasul. Bahkan dalam hadist riwayat Thabrani, secara
eksplisit dinyatakan bahwa golongan itu adalah Ahlussunah wa al-
jama’ah.
Ungkapan Nabi itu lantas menjadi aksioma umum. Sejak saat
itulah kata aswaja atau Sunni menjadi sedemikian populer di
kalangan umat Islam. Bila sudah demikian, bisa dipastikan, tak
akan ada penganut Aswaja yang berani mempersoalkan sebutan,
serta hadits yang digunakan justifikasi kendati banyak terdapat
kerancuan di dalamnya. Karena jika diperhatikan lebih lanjut,
hadits itu bertentangan dengan beberapa ayat tentang
kemanusiaan Muhammad, bukan peramal.

4 | PKD XXVII PMII RAYON “KAWAH” CHONDRODIMUKO


“Bergerak, Mengabdi dan Mulai Berkarya Bersama PMII” 2021

Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 Masehi, yang dibawa


oleh para pedagang saat berdagang di Nusantara (Indonesia). Islam
mulai berkembang pesat di indonesia pada abad ke 13 Masehi yang
salah satunya dibawah oleh Wali Songo. Peranan Wali Songo sangat
berpengaruh dalam menebarkan Islam di Nusantara khsususnya di
tanah jawa. Karena dalam hal ini para wali songo dengan mudah
diterima oleh bangsa indonesia pada saat itu dengan
mengintegrasikan nilai-nilai keislaman yang bersifat mu’amalah
dengan budaya-budaya yang ada di Indonesia. Atas dasar ini Islam
Ahlussunah wal Jama’ah yang di bawa oleh wali songo dapat
berkembang pesat di Nusantara.

B. Paham Ahlussunnah wal Jama’ah Dalam Pandangan PMII


Ahlussunnah wal Jama’ah merupakan bagian integral dari
sistem keorganisasian PMII. Dalam NDP (Nilai Dasar Pergerakan)
disebutkan bahwa ASWAJA merupakan metode pemahaman dan
pengamalan keyakinan Tauhid. Tahun 1994, dimotori oleh KH. Said
Agil Siraj muncul gugatan terhadap ASWAJA yang sampai saat ini
diperlakukan sebagai sebuah madzhab. Padahal di dalam ASWAJA
terdapat berbagai madzhab, khususnya dalam bidang fiqh. Selain
itu, gugatan muncul melihat perkembangan zaman yang sangat
cepat dan membutuhkan respon konstektual dan cepat pula. Dari
latar belakang tersebut lahirlah Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai
Manhaj Al-Fikr (Metode Berpikir) dan Manhaj Al-Harakah
(Landasan Bergerak). PMII melihat bahwa gagasan tersebut sangat
relevan dengan perkembangan zaman. Sebagai manhaj, ASWAJA

5 | PKD XXVII PMII RAYON “KAWAH” CHONDRODIMUKO


“Bergerak, Mengabdi dan Mulai Berkarya Bersama PMII” 2021

menjadi lebih fleksibel dan memungkinkan bagi pengamalnya untuk


menciptakan ruang kreativitas dan menelorkan ikhtiar-ikhtiar baru
untuk menjawab perkembangan zaman. Bagi PMII, ASWAJA juga
menjadi ruang untuk menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang
sempurna bagi setiap tempat dan zaman. Disini, PMII sekali lagi
melihat bahwa ASWAJA merupakan pilihan tepat di tengah
kenyataan masyarakat kepulauan Indonesia yang beragam dalam
etnis, budaya dan agama. Sebagai Manhaj Al-Fikr dan Manhaj Al-
Harakah (landasan bergerak), PMII berpegang pada prinsip-prinsip
Tawassuth (moderat), Tawazun (berimbang), Ta’adul (netral atau
adil) dan Tasamuh (toleran).
1. Tawasuth (Moderat)
Tawasuth adalah sebuah sikap tengah atau moderat yang tidak
cenderung ke kanan atau ke kiri. Dalam konteks berbangsa dan
bernegara, pemikiran moderat ini sangat penting menjadi
semangat dalam mengakomodir beragam kepentingan dan
perselisihan, lalu berikhtiar mencari solusi yang terbaik.
2. Tawazun (Berimbang)
Tawazun adalah sikap berimbang dan harmonis dalam
mengintegrasikan dalil-dalil (pijakan hukum) atau
pertimbangan-pertimbangan untuk mencetuskan sebuah
keputusan dan kebijakan.
3. Ta’adul (Netral dan Adil)
Ta’adul adalah sikap adil dan netral dalam melihat, menimbang,
menyikapi, dan menyelesaikan segala permasalahan. Adil tidak
selamanya berarti sama atau setara. Adil adalah sikap

6 | PKD XXVII PMII RAYON “KAWAH” CHONDRODIMUKO


“Bergerak, Mengabdi dan Mulai Berkarya Bersama PMII” 2021

proporsional berdasarkan hak dan kewajiban masing-masing.


4. Tasamuh (Toleran)
Tasamuh adalah sikap untuk menciptakan keharmonisan
kehidupan sebagai sesama umat manusia. Sebuah sikap untuk
membangun kerukunan antar sesama makhluk Allah di muka
bumi, dan untuk menciptakan peradaban manusia yang madani.
Dari sikap tasamuh inilah ASWAJA merumuskan konsep
Ukhuwwah Islamiyyah (persaudaraan ke-Islaman), Ukhuwwah
Wathaniyyah (persaudaraan kebangsaan), dan Ukhuwwah
Basyariyyah (persaudaraan kemanusiaan).

C. ASWAJA SEBAGAI MANHAJ AL-FIKR WAL HAROKAH


Kurang lebih sejak 1995/1997, Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia meletakkan Aswaja sebagai Manhaj Al-Fikr. Tahun 1997
diterbitkan sebuah buku saku tulisan Sahabat Chatibul Umam
Wiranu berjudul “Membaca Ulang Aswaja “(PB PMII, 1997). Buku
tersebut merupakan rangkuman hasil Simposium Aswaja di
Tulungagung. Konsep dasar yang dibawa dalam Aswaja
sebagai Manhaj Al-Fikr tidak dapat dilepas dari gagasan KH. Said
Agil Siraj yang mengundang kontroversi, mengenai perlunya Aswaja
ditafsir ulang dengan memberikan kebebasan lebih bagi para
intelektual dan ulama untuk merujuk langsung kepada ulama dan
pemikir utama yang tersebut dalam pengertian Aswaja.
PMII memandang bahwa “Ahlussunnah wal-jama’ah adalah
orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang
mencakup semua aspek kehidupan dengan berlandaskan atas dasar

7 | PKD XXVII PMII RAYON “KAWAH” CHONDRODIMUKO


“Bergerak, Mengabdi dan Mulai Berkarya Bersama PMII” 2021

moderasi, menjaga keseimbangan dan toleran”. Aswaja bukan


sebuah madzhab melainkan sebuah metode dan prinsip berpikir
dalam menghadapi persoalan-persoalan agama sekaligus urusan
sosial-kemasyarakatan; inilah makna Aswaja sebagai Manhaj Al-
Fikr.
Sebagai Manhaj Al-Fikr, PMII berpegang pada prinsip-
prinsip tawasuth (moderat), tawazun (netral), ta’adul (keseimbanga
n), dan tasamuh (toleran).
1. Moderat tercermin dalam pengambilan hukum (istinbath) yaitu
memperhatikan posisi akal di samping memperhatikan nash.
Aswaja memberi titik porsi yang seimbang antara
rujukan nash (Al-Qur’an dan Al-Hadist) dengan penggunaan akal.
Prinsip ini merujuk pada debat awal-awal Masehi antara
golongan yang sangat menekankan akal (mu’tazilah) dan
golongan fatalis.
2. Sikap netral (tawazun) berkaitan sikap dalam politik. Aswaja
memandang kehidupan sosial-politik atau kepemerintahan dari
kriteria dan pra-syarat yang dapat dipenuhi oleh sebuah rezim.
Oleh sebab itu, dalam sikap tawazun, pandangan Aswaja tidak
terkotak dalam kubu mendukung atau menolak sebuah rezim.
Aswaja, oleh karena itu PMII tidak membenarkan kelompok
ekstrim yang hendak merongrong kewibawaan sebuah
pemerintahan yang disepakati bersama, namun tidak juga berarti
mendukung sebuah pemerintahan. Apa yang dikandung dalam
sikap tawazun tersebut adalah memperhatikan bagaimana

8 | PKD XXVII PMII RAYON “KAWAH” CHONDRODIMUKO


“Bergerak, Mengabdi dan Mulai Berkarya Bersama PMII” 2021

sebuah kehidupan sosial-politik berjalan, apakah memenuhi


kaidah atau tidak.
3. Keseimbangan (ta’adul) dan toleran (tasamuh) terefleksikan
dalam kehidupan sosial, cara bergaul dalam kondisi sosial budaya
mereka. Keseimbangan dan toleransi mengacu pada cara bergaul
PMII sebagai Muslim dengan golongan Muslim atau pemeluk
agama yang lain. Realitas masyarakat Indonesia yang plural,
dalam budaya, etnis, ideologi politik dan agama, PMII pandang
bukan semata-mata realitas sosiologis, melainkan juga realitas
teologis. Artinya bahwa Allah SWT memang dengan sengaja
menciptakan manusia berbeda-beda dalam berbagai sisinya. Oleh
sebab itu, tidak ada pilihan sikap yang lebih tepat
kecuali ta’adul dan tasamuh.

Untuk mensistematisir dan menyusun secara konsepsional dari


fikroh ke harakah maka basis argumentasinya harus melandaskan
pada akar-akar historis Nahdlatul Ulama dengan menyusun secara
lebih sistematis dan konsepsional gagasan-gagasan baru yang
bersifat kritis, dan kontektual, diantaranya adalah; bagaimana
upaya menggerakkan Trilogi NU yang pernal muncul dalam sejarah
ke-NU-an; Nahdlatut Tujjar, Nahdlatul Wathon dan Taswirul Afkar,
menggerakkan wawasan strategis ke-Aswaja-an; tradisi nusantara,
Menggerakkan kaum mustadh’afin, Menggerakkan pribumisasi
Islam dan Menggerakkan semangat kebangsaan.
1. Bahwa secara historis ASWAJA adalah sebuah “proses” yang lahir
bukan terus “menjadi” tetapi terus “berkembang” mengikuti

9 | PKD XXVII PMII RAYON “KAWAH” CHONDRODIMUKO


“Bergerak, Mengabdi dan Mulai Berkarya Bersama PMII” 2021

dinamika zaman yang selalu berubah. ASWAJA secara historis


kelahirannya terbagi dalam dua fase; sebagai sebuah ajaran dan
pemikiran yang sudah lahir dari masa Rasulullah SAW, hal ini
dibuktikan dengan adanya hadits nabi yang menyebut kata
“Ahlussunnah wal Jama’ah” sebagai golongan umat yang akan
selamat dari 72 golongan yang akan masuk neraka. Tetapi secara
pelembagaan, ASWAJA mulai hadir pada masa muculnya
perpecahan aliran-aliran ilmu kalam yang berujung pada
“munculnya perumusan ilmu-ilmu fiqih”.
2. ASWAJA dalam lingkup dan tradisi NU menjadi sebuah konsep
“pelembagaan ASWAJA” yang di dalamnya menyangkut rumusan
fiqih, akidah, dan rumusan tasawuf. Rumusan-rumusan ini
membentuk “rumusan pemikiran dan gerakan”. Disebut
pemikiran, karena NU dengan konsep ASWAJAnya mampu
mengembangkan berbagai metodologi hukum-hukum syari’ah
yang sebelumnya tidak ada. Sementara disebut sebagai gerakan,
karena ASWAJA selalu menjadi ruh pergerakan para ulama, dari
mulai membuat gerakan ekonomi, gerakan politik, gerakan
kebudayaan, gerakan keagamaan, gerakan pendidikan dan
gerakan keba
3. Dalam perjalanannya, ASWAJA Nahdlatul Ulama menjadi ruh
dalam menuangkan gagasan-gagasan strategis, yang kemudian
gagasan-gagasan ini juga diakui diakomodir sebagai agenda
pembangunan nasional, seperti;
a. Dengan adanya gagasan kembali ke Khittah Nahdliyah 1926,
NU berhasil membangun kemandirian organisasi, NU berhasil

10 | PKD XXVII PMII RAYON “KAWAH” CHONDRODIMUKO


“Bergerak, Mengabdi dan Mulai Berkarya Bersama PMII” 2021

menjaga stabilitas pembangunan, dan NU berhasil menjadi


garda terdepan dalam menyebarkan Islam Rahmatan Lil
‘Alamin melalui gerakan Islam damai, dan Islam kebangsaan.
Dengan konsep pribumisasi Islam, NU telah menghadirkan
dirinya menjadi kekuatan tradisional yang progressif,
transformatif, kritis dan konstruktif. Dan pada akhirnya NU
menjadi pelopor bagi terbentuknya “Islam Indonesia” dan
menjadikannya sebagai model bagi pengembangan Islam di
negara-negara muslim lainnya di dunia.
b. Dengan adanya gagasan strategis “Mabadi Khaira Ummah”,
telah berimplikasi pada adanya penataan kembali struktur
organsiasi NU dari mulai tingkat ranting sampai pengurus
besar, membagun kembali pola komunikiasi antara NU
dengan warganya dan membangun gerakan ekonomi
kerakyatan.
c. Dengan adanya gagasan “Fikroh Nahdliyah”, NU
mensistematisir dirinya menjadi sebuah sistem yang
meberikan kerangka metodologis dan solusi-solusi yang
konkrit dalam memecahkan kebekuan dan kejumudan umat.
d. Dengan adanya gagasan “Maslahah Ummah”, NU berupaya
menegaskan dirinya sebagai organisasi pemberdayaan umat
dan perjuangan umat menuju umat yang sejahtera dan
pelopor bagi pembangunan manusia Indonesia yang cerdas,
beriman dan bertaqwa.
4. Dalam perkembanganya, ASWAJA harus mampu menjadi
garda terdepan dalam menggerakkan sendi-sendi

11 | PKD XXVII PMII RAYON “KAWAH” CHONDRODIMUKO


“Bergerak, Mengabdi dan Mulai Berkarya Bersama PMII” 2021

kebangsaan. Semuanya demi kemaslahatan, kemajuan bangsa


dan kejayaan Islam. Dalam tataran ini ASWAJA harus
memiliki kemampuan untuk menyusun wawasan strategis ke-
ASWAJA-an yang meliputi; bagaimana tradisi ke-nusantara-
an, bagaimana menggerakkan kaum mustadz’afin, bagaimana
menggerakkan pribumisasi Islam, dan bagaimana
menggerakkan solidaritas kebangsaan.
5. ASWAJA dituntut kemampuannya untuk merumuskan
strategi-strategi konkrit, realistis dan visioner, dimana dalam
hal ini ASWAJA dapat menjadi panduan, pedoman dan
pandangan masyarakat umum, seperti halnya “Madilognya
Tan Malaka yang mampu menyusun gerakan nasionalisme-
kiri atau Das Kapitalnya Karl Marx yang mampu menyusun
pedoman gerakan komunis”.

12 | PKD XXVII PMII RAYON “KAWAH” CHONDRODIMUKO


“Bergerak, Mengabdi dan Mulai Berkarya Bersama PMII” 2021

13 | PKD XXVII PMII RAYON “KAWAH” CHONDRODIMUKO

Anda mungkin juga menyukai