Anda di halaman 1dari 22

TUGAS UAS ILMU KALAM

Dosen pengampu
Drs. Samian Hadisaputra, M.I.Kom
Di Susun Oleh
Nama : Haza mubarok
Nim : 201530037
Jurusan : PMI 1A

FAKULTAS DAKWAH
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN
2021
1. Tulis 3 judul buku yang berkaitan dengan theologi islam dan resum
dari salah satu buku tersebut.

Ilmu Kalam memiliki dua sisi, yaitu ketuhanan (teosentris) dan


kemanusiaan (antroposentris). Kalam ketuhanan melakukan diskusi, kajian
hingga pembelaan terhadap Tuhan dengan mengurai Nama, Sifat, Af’al,
Kehendak Tuhan, dan lain-lain. Sementara Kalam Antroposentris menegaskan
tentang keberpihakan kepada persoalan kemanusiaan, mulai dari persoalan
kemiskinan, keterbelakangan, sinergi akal dan wahyu dalam membangun
manusia dan alam, masalah pembebasan manusia, termasuk
mengaktualisasikan jati diri manusia sebagai pemimpin di muka bumi.
Efektivitas iman dan amal dalam membangun peradaban dunia menjadi dasar
pergerakan dan revolusi yang sekaligus mengikat seluruh aktivitas sosial-
politik-ekonomi dan peradaban manusia. Ruang antariksa ilmu pengetahuan
pun tidak lepas dari ikatan dasar-dasar tauhid sehingga ilmu pengetahuan dan
teknologi dikemas berdasarkan pijakan teologis ( buku aqidah dan ilmu kalam
penulis.Dr. H.nunu baruddin Lc. M.A )
teologis, meskipun tidak sepenuhnya terlepas begitu saja dari
pergumulan politikdi dunia Islam pada saat itu. Meski faham Mu’tazilah
dengan konsep teologisnya manzilah bain al-manzilatain dapat dipandang
sebagai usaha menengahi faham Khawarij dan Murji’ah mengenai status
hukum bagi prang Muslim pelaku dosa besar (murtakib al-kaba’ir), namun
dalam perkembangannya kemu’tazilahan itu menjadi lebih sangat dekat dengan
kaum Qadariah beserta Khawarij dan Syi’ah. Karena Mu’tazilah beserta
Khawarij dan Syi’ah yang beroposisi terhadap kekuasaan Damaskus itu
berhadapan dengan ideologi basis sosial keagaman dan budaya rezim Umayah
yang cenderung kepada Jabariah tersebut, maka wajar kalau kemudian
pandangan teologis mereka yang menekankan kebebasan manusia itu menjadi
sarana ideologis yang ampuh dan tangguh bagi kaum revolusioner Abbasiah
untuk meruntuhkan kekuasaan Bani Umayah. (Buku Study ilmu kalam penulis
Dr. Suryan A. Jamrah, M.A.)
Teologi merupakan pondasi sebuah agama, sedangkan emikiran Teologi
dari seorang ahli teolog akan memberikan efek yang signifikan kepada
penganutnya dalam kehidupan konkret. Karena sebagai pondasi agama tadi,
teologi akan menjadi dasar berperilaku dan penyemangat kehidupan seseorang.
Maka dibutuhkan konsep teologi yang tidak hanya teosentris, namun juga
antroposentris. Hasan Hanafi mencoba menafsirkan kembali dalil-dalil teologi
dalam al-Qur’an dan Sunnah, dengan metode pemikiran dialektika,
fenomenologi, dan. Dalil-dalil teologi tidak lagi dipergunakan Hasan Hanafi
untuk membuktikan ke-Maha-an dan kesucian Tuhan, namun digunakan
sebagai tuntutan kepada manusia untuk dapat mengamalkan konsep dari dalil-
dalil tersebut dalam kehidupan nyata. Konsep antroposentris inilah yang
ditekankan oleh para teolog di era kontemporer seperti Muhammad Abduh,
M.Iqbal, Fazlur Rahman, Murtadha Mutahhari dan lainlain. Rekonstruksi
Teologi Hasan Hanafi dari teosentris ke antroposentris yang diejawentahkan
dalam gerakan “Kiri Islam”, telah menginspirasi banyak orang untuk
memikirkan kembali pemikiran teologi yang mempunyai kontribusi positif
dalam perilaku kehidupan umat Islam. (teologi islam A. Hanafi )

2. Jelaskan sejarah dan latar belakang lahirnya aliran-aliran dalam


theologi islam.

A. Sejarah lahirnya aliran-aliran dalam theologi islam.

Ketika Nabi Muhammad SAW mulai menyiarkan ajaran Islam di


Makkah, kota ini memiliki sistem kemasyarakatan yang terletak di bawah
pimpinan suku bangsa Quraisy. Sistem pemerintahan kala itu dijalankan
melalui majelis yang anggotanya terdiri atas kepala-kepala suku yang dipilih
menurut kekayaan dan pengaruh mereka dalam masyarakat.
Tetapi, pada saat Nabi SAW diangkat sebagai pemimpin, beliau
mendapat perlawanan dari kelompok-kelompok pedagang yang mempunyai
solidaritas kuat demi menjaga kepentingan bisnisnya. Akhirnya, Nabi SAW
bersama para pengikutnya terpaksa meninggalkan Makkah dan pergi (hijrah)
ke Yatsrib (sekarang bernama Madinah) pada tahun 622 M.
Ketika masih di Makkah, Nabi SAW hanya menjadi pemimpin agama.
Setelah hijrah ke Madinah, beliau memegang fungsi ganda, yaitu sebagai
pemimpin agama dan kepala pemerintahan. Di sinilah awal mula terbentuk
sistem pemerintahan Islam pertama, yakni dengan berdirinya negara Islam
Madinah.
Ketika Nabi SAW wafat pada 632 M, daerah kekuasaan Madinah tak
sebatas pada kota itu saja, tetapi meliputi seluruh Semenanjung Arabia. Negara
Islam pada waktu itu, sebagaimana digambarkan oleh William Montgomery
Watt dalam bukunya yang bertajuk Muhammad Prophet and Statesman, sudah
merupakan komunitas berkumpulnya suku-suku bangsa Arab. Mereka menjalin
persekutuan dengan Muhammad SAW dan masyarakat Madinah dalam
berbagai bentuk.
Sepeninggal Nabi SAW inilah timbul persoalan di Madinah, yaitu siapa
pengganti beliau untuk mengepalai negara yang baru lahir itu. Dari sinilah,
mulai bermunculan berbagai pandangan umat Islam. Sejarah meriwayatkan
bahwa Abu Bakar as-Siddiq-lah yang disetujui oleh umat Islam ketika itu untuk
menjadi pengganti Nabi SAW dalam mengepalai Madinah. Selanjutnya, Abu
Bakar digantikan oleh Umar bin Khattab. Kemudian, Umar digantikan oleh
Usman bin Affan.

1. Munculnya perselisihan

Awal kemunculan aliran dalam Islam terjadi pada saat khilafah


Islamiyah mengalami suksesi kepemimpinan dari Usman bin Affan ke Ali bin
Abi Thalib. Masa pemerintahan Ali merupakan era kekacauan dan awal
perpecahan di kalangan umat Islam. Namun, bibit-bibit perpecahan itu mulai
muncul pada akhir kekuasaan Usman.
Di masa pemerintahan khalifah keempat ini, perang secara fisik
beberapa kali terjadi antara pasukan Ali bin Abi Thalib melawan para
penentangnya. Peristiwa-peristiwa ini telah menyebabkan terkoyaknya
persatuan dan kesatuan umat. Sejarah mencatat, paling tidak, dua perang besar
pada masa ini, yaitu Perang Jamal (Perang Unta) yang terjadi antara Ali dan
Aisyah yang dibantu Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah serta
Perang Siffin yang berlangsung antara pasukan Ali melawan tentara Muawiyah
bin Abu Sufyan.
Faktor penyulut Perang Jamal ini disebabkan oleh yang Ali tidak mau
menghukum para pembunuh Usman. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari
perang dan menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun, ajakan tersebut
ditolak oleh Aisyah, Zubair, dan Talhah. Zubair dan Talhah terbunuh ketika
hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke
Madinah. Bersamaan dengan itu, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Ali
semasa memerintah juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur
di Damaskus, Muawiyah bin Abu Sufyan, yang didukung oleh sejumlah bekas
pejabat tinggi--di masa pemerintahan Khalifah Usman yang merasa kehilangan
kedudukan dan kejayaan.
Perselisihan yang terjadi antara Ali dan para penentangnya pun
menimbulkan aliran-aliran keagamaan dalam Islam, seperti Syiah, Khawarij,
Murjiah, Muktazilah, Asy'ariyah, Maturidiyah, Ahlussunah wal Jamaah,
Jabbariyah, dan Kadariah.Aliran-aliran ini pada awalnya muncul sebagai akibat
percaturan politik yang terjadi, yaitu mengenai perbedaan pandangan dalam
masalah kepemimpinan dan kekuasaan (aspek sosial dan politik). Namun,
dalam perkembangan selanjutnya, perselisihan yang muncul mengubah sifat-
sifat yang berorientasi pada politik menjadi persoalan keimanan. ''Kelompok
khawarij yang akhirnya menjadi penentang Ali mengganggap bahwa Ali tidak
melaksanakan keputusan hukum bagi pihak yang memeranginya sebagaimana
ajaran Alquran. Karena itu, mereka menunduh Ali kafir dan darahnya halal,''
kata guru besar filsafat Islam, Prof Dr Mulyadi Kartanegara, kepada Republika.
Sementara itu, kelompok yang mendukung Ali dan keturunannya
(Syiah) melakukan pembelaan atas tuduhan itu. Dari sinilah, bermunculan
berbagai macam aliran keagamaan dalam bidang teologi. Selain persoalan
politik dan akidah (keimanan), muncul pula pandangan yang berbeda mengenai
Alquran (makhluk atau kalamullah), qadha dan qadar, serta sebagainya.

2. Sunni dan Syiah Dua Aliran Teologi yang Masih Bertahan

Dari sekian banyak aliran kalam (teologi) yang berkembang di masa


kejayaan peradaban Islam, seperti Syiah, Khawarij, Muktazilah, Murjiah,
Kadariyah, Jabbariyah, Asy'ariyah, Maturudiyah, dan sebagainya, hingga saat
ini hanya dua aliran yang masih memiliki banyak pengikut. Kedua aliran itu
adalah Ahlussunnah wal Jamaah (biasa disebut dengan kelompok Sunni) dan
Syiah. Penganut kedua paham ini tersebar di berbagai negara di dunia yang
terdapat komunitas Muslim. Tak jarang, dalam satu negara Muslim, terdapat
dua penganut aliran ini. Secara statistik, jumlah Muslim yang menganut paham
Sunni jauh lebih banyak dibandingkan yang menganut paham Syiah. Wikipedia
menyebutkan, sekitar 90 persen umat Muslim di dunia merupakan kaum Sunni
dan sekitar 10 persen menganut aliran Syiah.
Namun, sumber lain menyebutkan, paham Syiah dianut oleh sekitar 20
persen umat Islam. Sementara itu, penganut Islam Sunni diikuti lebih dari 70
persen. Rujukan lain menyebutkan, penganut Islam Sunni sebanyak 85 persen
dan Syiah 15 persen. Kendati jumlahnya tak lebih dari 20 persen, penganut
Syiah ini tersebar hampir di seluruh dunia. Yang terbesar ada di Iran dan Irak,
kemudian sedikit di Afghanistan, Pakistan, India, Lebanon, Arab Saudi,
Bahrain, Kuwait, beberapa negara pecahan Uni Soviet, beberapa negara di
Eropa, dan sebagian di Amerika Serikat. Seperti halnya Syiah, paham Sunni
juga dianut oleh umat Islam di negara-negara tersebut. Tetapi, itu dalam
komposisi yang berbeda-beda antara satu negara dan negara yang lain. Paham
Sunni dianut lebih banyak umat, termasuk di Indonesia. Di Iran yang mayoritas
penduduknya adalah Muslim, 90 persen merupakan penganut Syiah dan hanya
delapan persen yang menganut aliran Ahlusunah Waljamaah. Karena
jumlahnya mayoritas, paham Syiah tidak hanya diperhitungkan sebagai aliran
teologi, tetapi juga sebagai gerakan politik di Iran.
Di Irak, 60 persen penduduk Muslimnya menganut paham Syiah dan 40
persen merupakan Sunni. Namun, ada juga yang menyebutkan, penganut Islam
Syiah di negeri 'Seribu Satu Malam' ini berkisar 60-65 persen dan penganut
Suni 32-37 persen. Para penganut Syiah di Irak merupakan orang dari suku
Arab. Sementara itu, penganut Islam Sunni adalah mereka yang berasal dari
suku Arab, Kurdi, dan Turkmen. Di negara Muslim lainnya, seperti
Afghanistan, jumlah Muslim Sunni mencapai 80 persen, Syiah 19 persen, dan
penganut agama lainnya satu persen. Di Sudan, 70 persen penduduknya
merupakan penganut Islam Sunni yang mayoritas bermukim di wilayah utara
Sudan. Di Mesir, 90 persen penduduknya adalah penganut Islam yang
mayoritas beraliran Suni. Sementara itu, sisanya menganut ajaran sufi lokal.
Sedangkan, masyarakat Muslim di Lebanon, selain menganut paham Sunni dan
Syiah, juga menganut paham Druze. Namun, dari 59 persen penduduk Lebanon
yang beragama Islam, tidak diketahui secara pasti berapa komposisi penganut
paham Sunni, Syiah, dan Druze.
Berbagai sumber yang ada menyebutkan bahwa komunitas Suku Kurdi
(kurang dari satu persen) yang bermukim di Lebanon, termasuk dalam
kelompok Sunni. Jumlah mereka diperkirakan antara 75 ribu hingga 100 ribu
orang. Selain itu, ada pula ribuan Suku Beduin Arab yang tinggal di wilayah
Bekaa dan Wadi Khaled, yang semuanya itu menganut paham Sunni. Kendati
demikian, di beberapa negara Muslim yang mayoritas menganut paham Sunni,
seperti Indonesia dan Malaysia, penganut Syiah nyaris tidak diperhitungkan,
baik sebagai aliran teologi maupun gerakan politik.

3. Siapa Ahlus Sunnah wal Jamaah

Ketika membicarakan aliran-aliran teologi dalam Islam, ada sebuah


hadis Nabi SAW yang selalu diutarakan, ''Umatku akan terpecah menjadi 73
golongan. Satu di antaranya yang selamat, sedangkan lainnya menjadi
golongan yang rusak. Beliau ditanya, siapa golongan yang selamat itu? Beliau
menjawab Ahlus Sunnah wal Jama'ah.'' (Hadis riwayat Abu Daud, at-Tirmidzi,
al-Hakim, dan Ahmad). Banyak ulama berpendapat, Ahlus Sunnah wal Jamaah
adalah mereka yang mengikuti semua yang berasal dari Nabi SAW, baik
perkataan, perbuatan, pengakuan, maupun hal-hal lain yang dikaitkan dengan
pribadi Rasulullah SAW. Itu sebabnya aliran ini disebut juga Ahlul Hadis was
Sunnah (golongan yang berpegang pada hadis dan sunah).
Siapa dan kelompok manakah yang masuk dalam kategori Ahlus
Sunnah wal Jamaah itu? Mayoritas umat Islam mengaku mempraktikkan
sunah-sunah Nabi SAW, namun secara ideologi dan emosional terikat dengan
aliran-aliran yang berbeda.Untuk menjawab pertanyaan di atas, secara definitif
tidaklah mudah. Ada aspek-aspek yang mesti dilihat sebelum menggolongkan
kelompok tertentu sebagai Ahlus Sunnah atau bukan. Aspek-aspek yang
dimaksud adalah sejarah, sosial, budaya, dan politik. Mengenai hal ini, ada
beberapa alasan. Pertama, ajaran Islam mampu mengubah lingkungan sosial
dan budaya yang berimplikasi pada perubahan pandangan hidup
masyarakatnya. Kedua, dalam proses perubahan dari kondisi lama pada kondisi
baru, terjadi penghayatan terhadap ajaran Islam yang dipengaruhi oleh keadaan
sosial budaya setempat. Setiap masyarakat akan menghayati dan merespons
ajaran Islam dengan cara yang berbeda karena mereka berada di suatu masa
dan lingkungan yang tidak sama.
Itulah mengapa ada Asy'ariyah yang berkembang di Irak, Maturidiyah di
Samarkand, dan Thohawiyah di Mesir. Ketiganya dianggap sebagai Ahlus
Sunnah wal Jama'ah. Pada awalnya, aliran-aliran tersebut muncul untuk
merespons realitas yang sedang dihadapi umat Islam. Ketika itu, ide-ide yang
ditawarkan ulama besar adalah cara pandang baru tentang kehidupan beragama,
bukan menawarkan aliran teologi baru. Sejarah mencatat, munculnya
Asy'ariyah adalah respons terhadap kebijakan penguasa Dinasti Abbasiyah
yang menjadikan Muktazilah sebagai aliran resmi pemerintah. Pengaruh paham
Muktazilah mencapai puncaknya pada masa Khalifah Al-Ma'mun (198-218
H/813-833 M), Al-Mu'tasim (218-228 H/833-842 M), dan Al-Wasiq (228-233
H/842-847 M).Muktazilah terkenal mengagungkan rasionalitas yang sulit
diterima oleh masyarakat awam. Kemudian, Asy'ariyah muncul menawarkan
cara pandang baru yang lebih sederhana dan membumi. Doktrin-doktrinnya
didasarkan pada sunah-sunah Nabi SAW dan tradisi para sahabat.
Sebagai sebuah cara pandang, perbedaan dalam tubuh Asy'ariah pun
muncul. Muhammad Tholhah Hasan dalam bukunya Wawasan Umum Ahlus
Sunnah wal Jamaah menulis bahwa dalam Asy'ariyah, terdapat perbedaan-
perbedaan visi.Visi Abu al-Hasan al-Asy'ari (imam Asy'ariyah) tidak sama
dengan murid-muridnya, seperti Al-Baqillani, Al-Juwaini, Al-Ghozali, dan As-
Sanusi. Padahal, mereka mengklaim dirinya penganut Asy'ari. Demikian pula
dalam mazhab fikih, terdapat perbedaan pandangan dan fatwa antara Imam
Syafi'i dan pengikut-pengikutnya, seperti An-Nawawi, Ar-Rofi'i, Al-Buthi, Al-
Qoffal, dan lain-lain.

4. Dari manhaj menjadi mazhab

Dalam perjalanan sejarahnya, Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak berhenti


pada manhaj al-fikr (cara pandang) semata, tetapi menjelma menjadi firqoh
(kelompok) yang terorganisasi. Dikatakan demikian karena Ahlus Sunnah wal
Jamaah membentuk suatu doktrin dan mempunyai pengikut yang tetap. Jika
seseorang mengaku sebagai pengikut Ahlus Sunnah wal Jamaah, yang
bersangkutan harus punya ciri-ciri tertentu dalam keyakinan, sikap, dan
perilaku.Ciri-ciri itu kemudian menjadi pembeda antara penganut Ahlus
Sunnah dan penganut aliran teologi lainnya. Masalah menjadi lebih rumit
tatkala aliran-aliran teologi Ahlus Sunnah wal Jamaah sendiri punya karakter
dan cirinya sendiri-sendiri. Ada pengikut Ahlus Sunnah wal Jamaah yang
disebut Ahlul Atsar, yaitu mereka yang mengikuti Imam Ahmad bin Hambal.
Mayoritas kelompok ini mengikuti pandangan-pandangan Ibnu Taimiyah dan
Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah. Ada yang disebut Al-Asya'iroh, yang sekarang
menjadi umat Muslim mayoritas di beberapa negara, termasuk Indonesia. Ada
pula kelompok Ahlus Sunnah ala Al-Maturidiyah yang terkenal dengan
penggunaan rasionalitasnya.
Jika ada orang yang mencari-cari manakah di antara ketiga aliran di atas
yang paling benar, jawabannya tergantung dari aliran manakah orang tersebut
berasal. Jika ia orang Indonesia, mungkin akan menjawab Al-Asya'iroh-lah
yang paling absah sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaah. Akan tetapi, lebih arif
jika umat Islam menyikapi perbedaan itu sebagai rahmat Allah SWT. Mari, kita
biarkan perbedaan-perbedaan aliran teologi dalam Islam laksana warna-warni
bunga yang mekar di tengah taman. Bukankah sebuah taman jauh lebih indah
jika ditumbuhi aneka bunga dibandingkan taman yang hanya memiliki satu
macam bunga? Tidak ada kebenaran, kecuali Allah SWT.

B. Latar belakang lahirnya aliran-aliran dalam theologi islam.

a. Peristiwa terbunuhnya khalifah Usman

Utsman bin affan berasal dari suku Qurays yang dilukiskan sebagai
orang yang dermawan.Kedermawanannya terbukti ketika ia ia pernah
memberikan 940 ekor unta,60 ekor kuda dan 10.000 dinar untukperang
tabuk.Ia juga sangat berjasa dalam pengkodifikasian A qur’an mejadi
mushaf sebagaimana yang dibaca oleh jutaan umat islam di dunia .
Utsman diangkat menjadi khalifah melalui musyawarah yang dilakukan
oleh Utsman bin Affan,Ali bin Abi thalib,Thalhah bin Ubaidillah ,Zubair
bin Awwam dan Saad bin abi waqash.Dan yang terpilih menjadi khalifah
untuk menggantikan umar adalah Utsman.
Setelah Utsman wafat kekhalifahan berpindah ke tangan Ali bin abi
Thalib, namun pengangkatan ali menjadi khalifah tidak dalam kondisi yang
menguntungkan karena ia diangkat dalam kondisi yang tidk stabil.Tak
heran jika rongrongan terhdap kekkhilafahannya berdatangan mulai dari
Thalhah dan Zubair dan Muawiah. Tantangan keras muncul dari Muawiyah
yang menuduh Ali terlibat dalam terbunuhnya Utsman.Perseteruan tersebut
akhirnya melahirkan perang shiffin
b. Dampak Arbitrase
Kekisruhan politik akibat terbunuhnya Utsman pada tahun 35 H
berlanjut di masa Ali .Kekisruhan ini mencapai klimaks dengan meletusnya
perang jamal(35 H/656M). Antara pasukan ali dengan pasukan Aisyah yang
dibantu oleh Zubair dan Thalhah yang disusul dengan perang shiffin (36
H/657 M) antara pihak Ali dan Muawiyah.
Dalam arbitrase ini diangkat dua orang sebagai arbitreryaitu Amr bin
ash (dari pihak Muawiyah) dan Abu Musa Al asy’ari (dari pihak
Ali).diantara keduanya ada kemufakatan untuk menjatuhkan kedua pemuka
itu,Ali dan Muawiyah.Abu Musa mengumumkn tentang penjatuhan kedua
orang yg saling bertentangan tersebut. Namun Amr bin ash hanya
menyetujui penjatuhan Ali dan menolak penjatuhan Muawiyah.
Dari segi politik perang shiffin yang berakhir dengan arbritaseitu tidak
diterima oleh kelompok Ali dan menjadi alasan mereka untuk memisahkan
diri dari golongan Ali.mereka membentuk kelompok yang dinamakan
dengan khawarij. Mereka mudah mengkafirkan orang yang berjalan diluar
hukum-hukum Tuhan,utamanya untuk membawa konsekuensi dosa-
dosa.Pendapat khawarij mengenai pelaku dosa besar mendapat tantangan
dari Murji’ah,menurut mereka pelaku dosa besar ia tidak kafir tetap
mukmin ,soal dosa besar mereka serahkan kepada Tuhan di hari
perhitungan .
Muncul dua aliran lagi dalam teologi islam yaitu Qadariyah yang
berpandangan bahwa manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri
untuk mewujudkan perbuatan-perbuatanya, dan Jabariyah yang
beranggapan bahwa Tuhan telah mentakdirkan manusia sejak awal,manusia
tidak memiliki kehendak dan Qudrah.
Muncul lagi aliran mu’tazilah yang beranggapan bahwa pelaku dosa
besar tidak mukmin juga tidak kafir namun berada di posisi tengah-tengah
(al manzilah bayna al manzilatayn) yakni posisi antara mukmin dan kafir.
Teologi baru dimotori oleh Abu Hasan al asy’ari,pada mulanya ia
pengikut mu’tazilah namun kemudian meninggalkan aliran tersebut
kemudian membentuk aliran asyari’ah(935H).Teologi baru lagi juga
didirikan oleh Abu mansyur Al Maturidi (944H) yang selanjutnya terkenal
dengn aliran Maturidiyah.
Perkembangan selanjutnya saat ini yang tersisa hanya aliran
Maturidiyah dan asyari’ah saja,yang terkenal dengan ahlu sunah wal
jama’ah.Aliran Maturidiyah banyak dianut umat islam yang bermahzab
Hanafi sedangkan aliran asyari’ah banyak di anut oleh islam sunni lainnya.
3. Jelaskan ajaran dan pemikiran aliran-aliran dalam islam
diantaranya :

a. Aliran jabbariyah

Kata Jabariyah diambil dari bahasa Arab yaitu Isim Masdar kata Jabara -
Yajburu”jabron” yang berarti "terpaksa". secara bahasa Jabariyah berasal dari
kata jabara yang mengandung pengertian memaksa, dari segi pendekatan
kebahasaan, Jabariyah juga bisa berarti ‘keterpaksaan’ , artinya suatu paham
bahwa manusia tidak dapat berikhtiar. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan
istilah fatalism atau predestination (segalanya ditentukan oleh Tuhan).
Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah penolakan terhadap adanya
perbuatan atau kekuatan untuk berbuat dari manusia dan menyandarkan semua
perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain segala yang dilakukan atau diperbuat
oleh manusia adalah perbuatan yang terpaksa (majbur). Dalam aliran ini
paham keterpaksaan melaksanakan sesuatu bagi manusia sangat dominan,
karena segala perbuatan manusia telah ditentukan semula oleh Tuhan.
Harun Nasution dalam bukunya”Teologi Islam” berpendapat bahwa
Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia
telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah
bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak
manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini
manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki
kemampuan. Ada yang mengistilahkan bahwa Jabariyah adalah aliran manusia
menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.
Dari pengertian diatas dapat difahami bahwa aliran ini disebut Jabariyah karena
menganut paham bahwa manusia melakukan tindakan perbuatannya dalam
keadaan terpaksa, karena segenap tindakan dan perbuatannya itu pada dasarnya
telah ditentukan sedemikian rupa oleh Allah SWT sejak zaman azali.
 Sejarah Kelahiran Faham Jabariyah

Keadaan geografis dan sosial masyarakat arab sebelum Islam


kelihatannya sudah mempengaruhi masyarakat Arab pada pembentukan image
keJabariyyahan. Bangsa arab, yang pada waktu itu bersifat serba sederhana dan
jauh dari pengetahuan, terpaksa menyesuaikan hidup mereka dengan suasana
padang pasir, dengan panasnya yang terik serta tanah dan gunungnya yang
gundul. Dalam dunia yang demikian, mereka tidak banyak melihat jalan untuk
mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan mereka sendiri.
Mereka merasa dirinya lemah dan tak berkuasa dalam menghadapi kesukaran-
kesukaran hidup yang ditimbulkan suasana padang pasir.
Dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak tergantung pada kehendak
alam/Natur, sehingga membawa mereka pada sikap pesimistis dan pasrah
dengan apa yang sudah terjadi dan yang sudah digariskan oleh alam. Selain
faktor geografis, semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam juga turut
melatarbelakangi kemunculan faham Jabariyyah dan Qadariyyah. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya persentuhan ajaran Islam denga budaya-budaya lain
seperti Yunani, Persi dan Romawi yang ada di wilayah kekuasaan Islam
(Dinasti Umayyah). Umat Islam mulai mengenal filsafat dan mempelajarinya
dan selanjutnya muncul upaya menfilsafati ayat-ayat al-Qur’an yang
nampaknya tidak sejalan, bahkan terlihat bertentangan, termasuk diantaranya
ialah ayat-ayat yang membicarakan tentang perbuatan manusia. Apakah
manusia berbuat secara terpaksa ataukah memiliki kebebasan untuk berbuat.
Kaum Jabariyah diduga lebih dahulu muncul dibandingkan dengan kaum
Qadariyah, karena Jabariyah nampaknya sudah dapat diketahui secara jelas
ketika Mu’awiyah Ibn Ali Sofyan (621 H) menulis surat kepada al Mughirah
ibn Syu’bah (salah seorang sahabat Nabi) tentang doa yang selalu dibaca Nabi,
lalu Syu’bah menjawab bahwa doa yang selalu dibaca setiap selesai shalat
adalah yang artinya sebagai berikut : “Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu
baginya, Ya Allah tidak ada sesuatu yang dapat menahan apa-apa yang Engkau
telah berikan, tidak berguna kesungguhan semuanya bersumber dariMu ” (H.R
Bukahri).
 Tokoh Teologi Jabariyah

Ada dua tokoh di dalam paham Jabariyah sebagai pencetus dan


penyebar aliran ini : Ja’ad Ibn Dirham (wafat 124 H) di Zandaq, dikenal
sebagai pencetus paham Jabariyah. Selanjutnya paham ini disebarluaskan oleh
Jahm ibn Shafwan yang dalam perkembangannya paham Jabariyah menjadi
terkenal dengan nama Jahmiyah.
Jahm Ibn Shafwan pada mulanya dikenal sebagai seorang budak yang
telah di merdekakan dari Khurasan dan bermukim di Kufah (Iraq). Aliran ini
lahir di Tirmiz (Iran Utara). Jahm ibn Shafwan terkenal sebagai seorang yang
pintar berbicara sehingga pendapatnya mudah diterima oleh orang lain. Perlu
dicatat bahwa Jahm ibn Shafwan juga mempunyai hubungan kerja dengan al
Harits ibn Suriah yakni sebagai sekretaris yang menentang kepemimpinan Bani
Umayyah di Khurasan
Perlawanan al Harits dapat dipatahkan, sehingga ia sendiri dijatuhi
hukuman mati pada tahun 128 H/ 745 M. Sementara Jahm diperlakukan
sebagai tawanan yang pada akhirnya juga dihukum mati/dibunuh. Pembunuhan
pada dirinya bukan karena motif mengembangkan paham Jabariyah, tetapi
karena keterikatannya dangan pemberontakan melawan pemerintahan Bani
Umayyah bersama dengan al Harits. Pembunuhan Jahm Ibn Shafwan kurang
lebih dua tahun setelah kematian al Harits yakni pada 747 M, yang pada saat
itu pemerintah Bani Umayyah dipimpin oleh Khalifah Marwan bin Muhammad
(744 – 750 M).
 Pendapat/Doktrin Jabariyah

Terlepas dari perbedaan pendapat tentang kepastian lahirnya aliran


Jabariyah berikut adalah pendapat /doktrin jabariyah :
 Qudrat dan Iradat Manusia
Aliran Jabariyah berpendapat bahwa Kemampuan/daya berbuat
atau berkehendak yang dimiliki oleh manusia adalah Mutlak milik
Allah semata, dalam artian manusia tidaklah mempunyai daya dan
kemampuan dalam berbuat.Manusia hanyalah sebagai fasilitator saja,
sedangkan Allah lah yang menggerakkan perbuatan manusia, manusia
hanyalah menjadi objek dari kemampuan dan keinginan Allah, ibarat
manusia adalah laksana wayang yang digerkakan oleh dalang, yang
dalam hal ini Allah lah dalangnya. Diantara nukilan dalil dalam Al-
Qur’an adalah; QS ash-Shaffat: 96 sebagai berikut :

٩٦ :‫َوهَّللا ُ خَ لَقَ ُك ْم َو َما تَ ْع َملُونَ الصافات‬

Artinya: Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu
perbuat itu". (QS. Al-Qamar : 49)
 Sifat Allah
Pendapat mereka tentang sifat Allah adalah; tidaklah benar
mensifati Allah SWT dengan sifat-sifat yang terdapat pada makhluk-
Nya. Ayat al-Qur'an yang menyebutkan Allah Maha mendengar,
berbicara, melihat dan lain-lain, tidak difahami secara tekstual tetapi
secara kontekstual. mereka juga peniadaan sifat Allah semisal hayyun
(maha hidup), ‘alim (maha mengetahui) dan juga sifat-sifat lainnya yang
menurutnya dapat menimbulkan tashbih (penyerupaan) Allah dengan
makhluk-Nya
 Surga dan Neraka
Surga dan Neraka serta aktifitasnya menurut mereka tidak kekal,
meskipun banyak ayat yang menyatakan kekekalanya, surga dan neraka
adalah ciptaan Allah maka mereka mengganggap semua ciptaan Allah
tidak ada yang kekal, karena jika surga dan neraka kekal maka Allah
tidak lagi Absolut kekekalannya.
 Iman dan Kufur
Iman dan Kufur yang menyertai manusia, adalah sebagai sarana
Allah menunjukkan kekuasaan-Nya. Manusia tidak akan menjadi kafir
meskipun ia ingkar terhadap Allah, dan sebaliknya.
b. Aliran Qodariyah

Qadariyah secara etimologis, berasal dari bahasa Arab, yaitu Qadara


yang bermakan kemampuan dan kekuatan adapun secara terminologi istilah
adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak di
intervensi oleh Allah SWT. Aliran aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang
adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan
kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbutannya.
1. pengertian Qadariyah menurut tokoh - tokoh islam
Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan
oleh orang Irak yang pada mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam
dan kembali lagi ke agama Kristen. Namanya adalah Susan, demikian juga
pendapat Muhammad Ibnu Syu'ib. Sementara W. Montgomery Watt
menemukan dokumen lain yang menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat
dalam kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-
Basri sekitar tahun 700M.
Ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa Qadariyah mula-mula
ditimbulkan pertama kali sekitar tahun 70 H/689 M, dipimpin oleh seorang
bernama Ma'bad al-Juhani dan Ja'ad bin Dirham, pada masa pemerintahan
Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M). Menurut Ibn Nabatah, Ma'bad
al-Juhani dan temannya Ghailan al-Dimasyqi mengambil faham ini dari
seorang Kristen yang masuk Islam di Irak. Ma'ad al-Juhni adalah seorang
tabi'in, pernah belajar kepada Washil bin Atho', pendiri Mu'tazilah. Dia
dihukum mati oleh al-Hajaj, Gubernur Basrah, karena ajaran-ajarannya. Dan
menurut al-Zahabi, Ma'bad adalah seorang tabi'in yang baik, tetapi ia
memasuki lapangan politik dan memihak Abd al-Rahman ibn al-Asy'as,
gubernur Sajistan, dalam menentang kekuasaan Bani Umayyah. Dalam
pertempuran dengan al-Hajjaj, Ma'bad mati terbunuh dalam tahun 80 H.
Sedangkan Ghailan al-Dimasyqi adalah penduduk kota Damaskus.
Ayahnya seorang yang pernah bekerja pada khalifah Utsman bin Affan. Ia
datang ke Damaskus pada masa pemerintahan khalifah Hisyam bin Abdul
Malik (105-125 H). Ghailan juga dihukum mati karena faham-fahamnya.
Ghailan sendiri menyiarkan faham Qadariyahnya di Damaskus, tetapi
mendapat tantangan dari khalifah Umar ibn Abd al-Aziz. Menurut Ghailan,
manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya, manusia sendirilah yang
melakukan perbuatan-perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri
dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan
jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Dalam faham ini manusia merdeka
dalam tingkah lakunya.
Di sini tak terdapat faham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah
ditentukan terlebih dahulu, dan bahwa manusia dalam perbuatan-perbuatannya
hanya bertindak menurut nasibnya yang telah ditentukan semenjak azal. Selain
penganjur faham Qadariyah, Ghailan juga merupakan pemuka Murji'ah dari
golongan al-Salihiah. Tokoh-tokoh faham Qadariyah antara lain : Abi Syamr,
Ibnu Syahib, Galiani al-Damasqi, dan Saleh Qubbah.
Perpecahan dalam Islam sangat erat kaitannya dengan aliran Qadariyah,
karna aliran tersebut dapat dikatakan dari perpecahan itu sendiri, berikut ini
adalah tokoh-tokoh yang termasuk didalamnya tokoh pencetus aliran
Qadariyah :
 Ma'bad Al-Juhani
Dia meluncurkan pemikiran seputar masalah takdir sekitar tahun
64 H. Ia menggugat ilmu Allah dan takdirNya. Ia mempromosikan
pemikiran sesat itu terang-terangan sehingga banyak meninggalkan
ekses. Disamping orang-orang yang mengikutinya juga banyak. Namun
bid'ahnya ini mendapat penentangan yang sangat keras dari kaum Salaf,
termasuk di dalamnya para sahabat yang masih hidup ketika itu, seperti
Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma.
Menurut Al-Zahabi dalam kitabnya Mizan al-I'tidal, yang dikutip
Ahmad Amin dalam Sirajuddin Zar, menerangkan bahwa ia adalah
tabi'in yang dapat dipercaya, tetapi ia memberikan contoh yang tidak
baik dan mengatakan tentang qadar. Lalu ia dibunuh oleh al-Hajjaj
karena ia memberontak bersama Ibnu al-Asy'as. Tampaknya disini ia
dibunuh karena soal politik, meskipun kebanyakan mengatakan bahwa
terbunuhnya karena soal zindik. Ma'bad Al-Jauhani pernah belajar
kepada Hasan Al-Bashri, dan banyak penduduk Basrah yang mengikuti
alirannya.
 Ghailan Ad-Dimasyqi
Sepeninggal Ma'bad, Ghailan Ibnu Muslim al-dimasyqy yang
dikenal juga dengan Abu Marwan. Menurut Khairuddin al-Zarkali
dalam Sirajuddin Zar menjelaskan bahwa Ghailan adalah seorang
penulis yang pada masa mudanya pernah menjadi pengikut Al-Haris
Ibnu Sa'id yang dikenal sebagai pendusta. Ia pernah taubat terhadap
pengertian faham qadariyahnya dihadapan Umar Ibnu Abdul Aziz,
namun setelah Umar wafat ia kembali lagi dengan mazhabnya.
Dialah yang mengibarkan pengaruh cukup besar seputar masalah-
masalah takdir sekitar tahun 98 H. Dan juga dalam masalah ta'wil, ta'thil
(mengingkari sebagian sifat-sifat Allah) dan masalah irja. Para salaf pun
menentang pemikirannya itu. Termasuk diantara yang menentangnya adalah
Khalifah Umar bin Abdil Aziz. Beliau menegakkan hujjah atasnya, sehingga
Ghailan menghentikan celotehannya sampai Umar bin Abdul Aziz wafat.
Namun setelah itu, Ghailan kembali meneruskan aksinya. Ini merupakan ciri
yang sangat dominan bagi ahli bid'ah, yaitu mereka tidak akan bertaubat dari
bid'ah. Sekalipun hujjahnya telah dipatahkan, mereka tetap kembali menentang
dan kembali kepada bid'ahnya. Ghailan ini akhirnya dihukum mati setelah
dimintai taubat namun menolak bertaubat pada tahun 105 H. Dia mati dihukum
oleh Hisyam 'Abd al-Malik (724-743). Sebelum dijatuhi hukuman mati
diadakan perdebatan antara Ghailan dan al-Awza'i yang dihadiri oleh Hisyam
sendiri.
2. Ajaran pokok Qadariyah
 Allah SWT, tidak menciptakan amal perbuatan manusia melainkan
manusia lah yang menciptakannya dan karena itu lah maka manusia
akan menerima pembalasan baik (surga) atas segala amal baiknya, dan
menerima balasan buruk (neraka) atas segala perbuatan buruknya. Dan
karena itulah Allah berhak di sebut adil.
 Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu maha esa atau satu dalam
ati bahwa Allah tidak memiliki sifat azali, seperti ilmu, kudrat, hayat,
mendengar dan melihat yang bukan dengan zat nya sendiri. Menurut
mereka Allah SWT, itu mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan
melihat dengan zatnya sendiri.
 Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui
mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak
menurunkan agama. Sebab, katanya segala sesuatu ada yang memiliki
sifat yang menyebabkan baik atau buruk.
c. Aliran asyariah
Aliran Asy'ariyah adalah paham akidah yang mana di nisbatkan kepada
Abul Hasan Al-Asy'ari. Nama lengkapnya adalah Abul Hasan Ali Ismail Bin
Abi Basyar Ishaq Bin Salim Bin Ismail Bin Abdillah Bin Musa Bin Bilal Bin
Abi Burdah Amir Bin Abi Musa Al-Asy'ari. Kelompok Asy'ariyah
menisbahkan pada namanya sehingga dengan demikian ia menjadi pendiri
madzhab Asy'ariyah.
Asy'ariyah mengambil dasar keyakinan dari kulla bilyah,yaitu pemikiran
dari Abu Muhammad Bin Kullah dalam meyakini sifat-sifat allah. Kemudian
mengedepankan akal diatas tekstual ayat dalam memahami Al-qur'an dan
Hadits.Aliran Asy'ariyah disebut juga sebagai aliran Ahli Sunnah yang dimana
kemunculannya mengatasi berbagai faham yang berkembang di kalangan umat
islam dan menjadi penengah berbagai persoalan pemikiran umat.

 Tokoh-tokoh Aliran Asy'ariyah


Tokoh-tokoh besar yang mempunyai andil dalam menyebarluaskan dan
memperkuat madzhab ini adalah sebagai berikut :
 Abu Hamid Al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Muhammad Bin Ahmad Al-
Ghazali,lahir di thus pada tahun 450 H.Al-Ghazali adalah tokoh islam
yang beraliran Ahli sunnah wal jama'ah paham teologi yang dimajukan
boleh dikatakan tidak berbeda dengan paham-paham Asy'ari.Menurut
Al-Ghazali Allah adalah satu-satunya sebab bagi alam. Ia ciptakan
dengan kehendak dan kekuasaannya,karena kehendak Allah adalah
sebab bagi segala yang ada.
 Al-Qodhi Abu Bakar Al-Baqillani
Nama lengkapnya adalah Muhammad Bin Thayyib Bin
Muhammad Bin Ja'far Bin Al-Qasim,beliau ahli ushul fikih,lahir di
bashrah dan menetap di bagdad. Menurut Al-Baqillani Tuhan adalah
gerak yang terdapat pada diri manusia,adapun bentuk atau sifat dari
gerak tersebut dihasilkan oleh manusia sendiri.
 Al-Imam Al-Haramaen Al-Juwaini
Nama lengkapnya adalah Abu Al-Ma'ali Abd Al-Malik Bin Abu
Muhammad Abdullah Bin Yusuf Bin Abdullah Bin Yusuf Bin
Muhammad Bin Hayyuyah Al-juwaini.Menurut nya bahwa tangan
Tuhan harus diartikan kekuasaan Tuhan. Mata Tuhan diartikan
penglihatan Tuhan. Dan wajah Tuhan diartikan wujud Tuhan. Dan
duduk di atas tahta kerajaan diartikana Tuhan berkuasa dan maha tinggi.
 As-Sanusi
Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad Bin Yusuf.
Ajarannya yaitu membahas sifat wajib,mustahil,dan jaiz Allah serta 4
sifat wajib dan muntasil rasul.
 Doktrin Ajaran Aliran Asy'ariyah
 Tuhan dan sifat-sifatnya
Tuhan memiliki sifat sebagaimana disebut di dalam Al-
Qur'an,yang disebut sebagai sifat-sifat yang azali,qadim,dan berdiri di
atas zat tuhan.
 Keadilan
Allah itu adil,Dia harus menyiksa orang yang salah dan memberi
pahala kepada orang yang berbuat baik. Menurutnya,Allah tidak
memiliki keharusan apapun karena ia adalah penguasa mutlak.
 Qadimnya Al-Qur'an
Al-Asy'ari dihadapkan pada dua pandangan ekstrim dalam
persoalan qadimnya Al-Qur'an. Mu'tazilah yang mengatakan bahwa Al-
qur'an di ciptakan oleh makhluk sehingga tidak qadim,serta pandangan
madzhab hambali menyatakan bahwa Al-Qur'an adalah kalam
Allah.Zahiriyah bahkan berpendapat bahwa semua huruf,kata,dan bunyi
Al-Qur'an adalah qadim, Sedangkan Asy'ari berpendapat bahwa
walaupun Al-Qur'an terdiri atas kata-kata,huruf dan bunyi,semua itu
tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim.
 Melihat Allah
Al-Asy'ari mengatakan bahwa Allah itu dapat dilihat di
akhirat,tetapi tidak dapat digambarkan. Kemungkinan ru'yat dapat
terjadi manakala Allah sendiri yang menyebabkan dapat dilihat atau
bilaman ia menciptakan manusia untuk melihat-Nya.
 Kedudukan orang yang berdosa
Al-Asy'ari berpendapat bahwa orang mukmin yang berbuat dosa
besar adalah orang mukmin yang fasik,seabab iman tidak mungkin
menghilang karena dosa selain kufr.
 Kebebasan dalam berkehendak
Al-Asy'ari menyatakan bahwa manusia tidak berkuasa
menciptakan sesuatu,tetapi berkuasa untuk memperoleh sesuatu
perbuatan.
 Akal dan Wahyu dan kriteria baik dan buruk
Al-Asy'ari mengutamakan wahyu,sementara mu'tazilah
mengutamakan akal. Al-Asy'ari berpendapat bahwa baik dan buruk
harus berdasarkan pada wahyu,sedangkan mu'tazilah mendasarkan pada
akal.
 Pengaruh Aliran Asy'ariyah
Pengaruh ajaran Asy'ariyah tidak lepas dari beberapa hal:
Kepintaran toko sentralnya yaitu imam Al-Asy'ari dan keahliannya dalam
perdebatan dengan basis keilmuan yang sangat dalam. Dan disamping itu,ia
adalah seorang yang saleh dan taqwa sehingga mampu menarik simpati banyak
orang. Tokoh-tokoh Asy'ariyah tidak hanya ahli dalam bidang
argumentasi,namun juga menghasilkan karya-karya ilmiyah yang menjadi
referensi hingga saat ini
 Perkembangan Aliran Asy'ariyah
Pikiran-pikiran imam al- Asy'ari, merupakan jalan tengah antara
golongan-golongan berlawanan atau antara aliran rasionalis dan tekstualis.
Dalam mengemukakan dalil dan alasan ia juga memakai dali-dalil akal dan
dalil naqli bersama-sama. Sesudah ia mempercayai isi al-qur'an dan hadis, ia
juga mencari alasan-alasan dari akal pikiran untuk memperkuatnya. Jadi ia
tidak menganggap bahwa akal pikiran sebagai hakim atas nash agama untuk
menakwilkan dan melampaui ketentuan arti lahirnya, melainkan sebagai
penguat arti lahir nash tersebut. Ia tidak meninggalkan cara yang lazim dipakai
oleh filsafat dan logika, sesuai dengan alam pikiran dan selera masanya.
d. Aliran syi’ah

Inti ajaran Syi’ah adalah berkisar masalah khilafah, jadi masalah politik
yang hakhirnya berkembang dan bercampur dengang masalah-masalah agama.
Ajaran-ajarannya yang terpenting yang berkaitan dengan khilafah ialah Al-
Ishmah, Al-mahdi, At-Taqiyyah, dan Ar-Raj’ah.
Kaum Syi’ah memiliki 5 pokok pikiran utama yang harus dianut oleh
para pengikutnya diantaranya yaitu at Tauhid, al ‘Adl, an Nubuwah, al Imamah
dan al Ma’ad.
 At tauhid
Kaum Syi’ah meyakini bahwa Allah Swt itu Esa, tempat bergantung
semua makhluk, tidak beranak dan tidak diperanakkan dan juga tidak serupa
dengan makhluk yang ada di bumi ini.
 Al-adl
Kaum Syi’ah memiliki keyakinan bahwa Allah memiliki sifat Maha
Adil. Tuhan selalu melakukan perbuatan yang baik dan tidak melakukan
apapun yang buruk.Tuhan juga tidak meninggalkan sesuatu yang wajib
dikerjakanNya.
 An-nubuwwah
Kepercayaan kaum Syi’ah terhadap keberadaan Nabi juga tidak berbeda
halnya dengan kaum muslimin yang lain. Menurut mereka Allah mengutus
nabi dan rasul untuk membimbing umat manusia. Rasul-rasul itu memberikan
kabar gembira bagi mereka-mereka yang melakukan amal shaleh dan
memberikan kabar siksa ataupun ancaman bagi mereka-mereka yang durhaka
dan mengingkari Allah Swt.
 Al-imamah
Bagi kaun Syi’ah imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama
sekaligus dalam dunia.Ia merupakan pengganti Rasul dalam memelihara
syari’at, melaksanakan hudud (had atau hukuman terhadap pelanggar hukum
Allah), dan mewujudkan kebaikan serta ketentraman umat. Bagi kaum Syi’ah
yang berhak menjadi pemimpin umat hanyalah seorang imam dan itu hanya
ada pada keturunan Nabi Muhammad.
 Al-ma’ad
Secara harfiah al ma’dan yaitu tempat kembali, yang dimaksud disini
adalah akhirat. Kaum Syi’ah percaya sepenuhnya bahwa hari akhirat itu pasti
terjadi. Menurut keyakinan mereka manusia kelak akan dibangkitkan, jasadnya
secara keseluruhannya akan dikembalikan ke asalnya baik daging, tulang
maupun ruhnya. Dan pada hari kiamat itu pula manusia harus
memepertanggungjawabkan segala perbuatan yang telah dilakukan selama
hidup di dunia di hadapan Allah Swt. Pada saaat itu juga Tuhan akan
memberikan pahala bagi orang yang beramal shaleh dan menyiksa orang-orang
yang telah berbuat kemaksiatan.

 Pengaruh pemikiran syi’ah dalam dunia islam


Syi’ah bukanlah kata atau nama yang asing di telinga, karena nama ini
sangat sering kita dengar. Nama ini juga tidaklah berbahaya seperti yang
pernah pernah diutarakan oleh beberapa pendapat, melainkan menunjukkan
tradisi keilmuan yang tinggi sebagaimana yang dikembangkan. Kesemua fakta
ini menunjukkan kenyataan terjadinya proses peleburan antara Syi’ah dengan
kebudayaan di tiap-tiap tempat, di antaranya ialah Indonesia yang sudah
berlangsung sejak masuknya Islam ke nusantara
Keberhasilan Revolusi Islam Iran yang terinspirasi dari doktrin-doktrin Islam
Syiah, dalam banyak hal menghembuskan angin perubahan. Tidak hanya di
dalam negeri Iran, peta politik di Timur Tengah, namun juga memberikan
pengaruh yang tidak sedikit pada pergulatan pemikiran di Indonesia. Tentang
pengaruh revolusi Iran, Dr Richard N Frye, ahli masalah Iran di Universitas
Harvard, berkomentar: "Revolusi Islam di Iran bukan hanya titik-balik dalam
sejarah Iran saja. Revolusi itu juga merupakan satu titik-balik bagi rakyat di
seluruh negara- negara Islam, bahkan bagi massa rakyat di dunia ketiga"
Pemikiran tokoh-tokoh di balik Revolusi Islam Iran, seperti Ayatullah
Khomenei, Syahid Muthahari, Dr. Ali Syariati, dan Allamah Thabathabai serta
merta menjadi kiblat politik alternatif bagi cendekiawan dan para pemikir Islam
di Indonesia. Karenanya, tidak mengherankan jika kita dengan mudah
menemukan intelektual Indonesia dengan begitu fasih mengutip transkrip-
transkrip pemikiran Ali Syari'ati, Muthahhari atau pemikir-pemikir Syi'ah
lainnya. Bukan hanya Jalaluddin Rahmat yang mendapat gelar Syi’ah hanya
karena menamakan yayasan yang didirikannya: Yayasan Muthahhari. Amien
Rais pernah menerima gelar Syi'ah juga, karena dalam banyak kesempatan, ia
sering mengutip Ali Syari'ati bahkan juga menyempatkan diri menerjemahkan
karya tulis Ali Syariati. Masuknya karya-karya para pemikir Iran di Indonesia
menjadi oase bagi banyak intelektual Indonesia. Kajian filsafat, misalnya, yang
dalam diskursus pemikiran Syi’ah tidak pernah terputus.

e. Aliran muktazilah
Mu'tazilah sebagai salah satu aliran dalam islam yang lahir sehubungan
dengan persoalan dosa besar yang dihadapi oleh golongan khawarij dan
Murji'ah. Khawarij mengatakan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir
dalam arti keluar dari Islam. Oleh karena itu wajib dibunuh. Muncul aliran
Murji'ah yang menegaskan bahwa orang yang buat dosa besar tetap mukmin
dan bukan kafir. Persoalan dosa yang dilakukannya terserah kepada Allah
SWT. Mu'tazilah tidak menerima pendapat tersebut. Mereka yang berbuat dosa
besar bukan kafir tetapi pula bukan mukmin (posisi diantara dua posisi).
Pandangan-pandangan inilah yang memberikan corak bagi masing-masing
aliran tersebut.
Mu'tazilah dalam pandangan tersebut yang dipelopori oleh Washil Ibn
'Atha', yang dalam perkembangan selanjutnya dikenal sebagai kaum rasionalis
Islam karena membahas persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat
filosofis dari persoalan-persoalan yang dibawa kaum khawarij dan Murji'ah.
Mu'tazilah sebagai salah satu aliran yang berciri rasional dan filosofis
selalu mengedepankan rasio (akal) dalam memberikan bantahan terhadap
lawan-lawannya. Mu'tazilah pada fase-fase perkembangan selanjutnya
merangkum asas-asas pemikiran dalam bentuk global yang terkenal dengan
istilah al-usul al Khamsah. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh Ibn Sai'id
dan Usman al-Za'farany. Yang kemudian oleh Abu Huzail dipadukannya
dengan pengetahuannya tentang filsafat dan setelah dirasa sudah mulai matang
lalu dituliskan sebuah buku yang berjudul Usul al Khamsah sebagai suatu
karya monumental dan merupakan pegangan para pengikut Mu'tazilah.
Kemudian oleh Harum Nasution di istilahkan sebagai "Pancasila Mu'tazilah".
Usul al Khamsah yang merupakan ilmu dasar utama yang harus di
pegang oleh setiap orang mengaku dirimya sebagai pengikut Mu'tazilah dan ini
telah merupakan kesempatan mereka semua. Kelima dasar utama di maksud
adalah sebagai berikut :
 Al Tauhid
 Al-'Adlu
 Al-Wa'du wa Al-wa'id
 Al-Manzilat Bain Al-Manzilatain
 Al-Amr bi Al-Ma'ruf Wa Al-Nahyi'an Al-Munkar

Secara harfiah, Al Usul Al Khamsah yang berarti lima pokok atau lima
asas. Lima asa tersebut menjadi pegangan kaum Mu'tazilah karena orang yang
di akui menjadi pengikut atau penganut Mu'tazilah hanyalah orang yang
mengakui dan menerima kelima asas tersebut.
f. Aliran ahlussunnah wal jamaah
Ajaran Ahlusunnah Wal-Jamaah menggunakan prinsip
tawassuth, tawazun, I‟tidal dan iqtishad. Tawassuth artinya
menselaraskan antara dua sumber nash dan penalaran. Ahlusunnah
Wal-Jamaah berpijak pada nash, baik al-Qur‟an maupun as-Sunnah,
dengan pendekatan yang dapat memuaskan tuntutan penalaran dan
tanpa penjabaran yang terlalu jauh terhadap makna yang tersurat dari
bunyi teks. Sedangkan Tawazun mengandung arti selalu
mempertimbangkan kebenaran sebuah sumber. Begitu juga dalam
menggunakan penalaran, harus mengacu pada syarat-syarat tertentu
sehingga kesalahan dalam penalaran bisa terhindari. I‟tidal mempunyai arti
tegak, lepas dari penyimpangan ke kanan dan ke kiri, dan tidak condong pada
kehendak hati. Dan Iqtishad artinya sederhana, tidak berlebihan dan mudah
difahami.
Sebagai faham Ahlusunnah Wal-Jamaah yang menggunakan
system bermadzhab, maka perilaku keagamaan bagi setiap penganut
faham Ahlusunnah Wal-Jamaah mempunyai konsep-konsep sebagai berikut :
 Dalam bidang aqidah
 Dalam bidang syari’ah
 Dalam bidang akhlak/tasawuf
DAFTAR PUSTAKA
https://republika.co.id/berita/61241/sejarah-munculnya-aliran-teologi-dalam-islam

https://juraganberdesa.blogspot.com/2019/11/pokok-ajaran-dan-dasar-syiah.html#:~:text=Kaum
%20Syi'ah%20meyakini%20bahwa,yang%20ada%20di%20bumi%20ini.&text=Kaum%20Syi'ah
%20memiliki%20keyakinan%20bahwa%20Allah%20memiliki%20sifat%20Maha%20Adil.

https://www.kompasiana.com/ainun49411/5bb4d935c112fe044063ecd2/ajaran-dasar-teologi-mu-
tazilah?page=all#section3

http://digilib.uinsby.ac.id/10953/5/bab%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai