Aliran- aliran dalam teologi Islam ini muncul setelah wafatnya Nabi Muhammad
saw. Di samping posisi beliau sebagai Nabi dan Rasul, beliau juga menduduki jabatan
sebagai pemimpin Negara, sehingga ketika beliau wafat komuniti masyarakat Madinah
sibuk memikirkan pengganti beliau untuk mengepalai Negara. Permasalahan ini sampai
mengganggu prosesi pemakaman beliau, dan mereka mengganggap pemakaman Nabi
merupakan soal kedua bagi mereka pada saat itu.
Sikap Ali yang menerima tawaran arbitrase (perundingan) dari Mu’awiyah dalam
perang Siffin tidak disetujui oleh sebagian pengikutnya yang pada akhirnya menarik
dukungannya dan berbalik memusuhi Ali. Kelompok ini kemudian disebut dengan
Khawarij ( orang-orang yang keluar ). Dengan semboyan La Hukma Illa lillah (tidak ada
hukum selain hukum Allah) mereka menganggap keputusan tidak bisa diperoleh melalui
arbitrase melainkan dari Allah. Mereka mencap orang-orang yang terlibat arbitrase
sebagai kafir karena telah melakukan “dosa besar” sehingga layak dibunuh.
Hal ini menandakan bahwa persoalan teologis dalam Islam berawal dari masalah
politik, sehingga memberikan pengaruh dan kesan besar terhadap perpecahan umat
Islam, bahkan dapat mempengaruhi tatanan kehidupan sosial masyarakat. Dan terkadang
masyarakat itu sendiri ikut langsung terlibat di dalam ranah politik, sehingga berbagai
kalangan dan tingkatan sosial di masyarakat bersaing untuk menjadikan pilihan politiknya
berkuasa.
Dengan tuduhan sesat dan menyesatkan kaum muslimin, Imam Ahmad bin
Hambal menerima penjara dan hukum pukulan dan cambukan. Dengan komitmen yang
tinggi dalam hati Imam Ahmad bin Hambal maka pada akhirnya aqidah kaum muslimin
terselamatkan dari tekanan dan pemaksaan penguasa yang menggunakan landasan
ideologi Mu’tazilah.
Dan yang menarik perhatian adalah ketika ada seseorang yang berkata kepada
imam Ahmad bin Hambal: “Semoga Allah menghidupkan engkau di atas Islam”, maka
beliau menjawab : “dan sunnah.” Ia berucap seperti itu karena ia mengerti bahwa umat
Islam telah berpecah dalam berbagai firqah, sekte dan kelompok, maka ia melengkapi
doanya dengan kata “dan sunnah”, yang maksudnya, ia dihidupkan di atas Islam dan
sunnah yang tidak dicampuri oleh berbagai macam bid’ah, termasuk di dalamnya politik.
Inilah contoh yang jelas ketika politik dan aqidah dicampuradukkan dan
dipolitikkan. Dan dari sini dapat dikatakan jika tidak terjadi perpecahan politik di kalangan
umat Islam niscaya kesatuan dan persatuan akan tercapai.
Namun perlu diingat bahwa ajaran sesat atau penyelewengan akidah ini bukanlah
suatu masalah dan problematika baru, melainkan telah muncul sejak sebelum wafat Nabi
Muhammad saw, di mana telah muncul beberapa orang yang mengaku dirinya sebagai
nabi selepas Rasulullah saw. Dan mereka menyebarkan ajaran-ajarannya kepada umat
Islam pada masa itu. Seperti yang tercatat dalam sejarah Islam, yaitu seseorang yang
bernama Musailamah, yang kemudian diberi gelaran sebagai al-Kazzab, Thalhah al-Asady
dari Kabilah Bani Asad, dan al-Aswad al-Anusi di Yaman.
Perlu disebutkan bahwa para sahabat Nabi Muhammad saw, menerima ajaran
aqidah dari Rasulullah saw dengan penuh ketaatan dan lapang dada (Sam’atan wa
Tha’atan), oleh karena itu, tidak pernah sedikitpun terlintas di dalam hati para sahabat
problema aqidah. Meskipun mereka terkadang bertanya kepada Rasulullah saw tentang
permasalahan agama, tapi hanya sekedar untuk mendapatkan petunjuk dan penjelasan
langsung dari Rasulullah saw.
Dalam hal ini, Ibu Abbas r.a berkata: ”Saya tidak pernah menemukan suatu kaum
yang lebih baik dari pada para sahabat Rasulullah saw, sebab mereka hanya bertanya
kepada Rasulullah saw seputar al-Qur’an, seperti: masalah hukum haid, haji, dan anak
yatim, dan mereka bertanya demi mendapatkan manfaat belaka”[2].
Disebutkan dalam buku-buku sejarah sekte-sekte teologi islam, bahwa asas ajaran
sesat pada awal kemunculannya dipelopori oleh tiga golongan, yaitu: Khawarij yang
muncul pada tahun 37 Hijriyah, Syi’ah dan Qadariyah. Dan ketiga golongan ini kemudian
berkembang pesat sehingga sebagian golongan-golongan teologi islam dihinggapi
penyakit kesesatan.(Bersambung)
Rujukan:
[1] Disebutkan dalam Encyclopedia Britannica bahwa golongan Syi’ah (sebagai
pendukung imam Ali), pada awalnya merupakan partai politik (Harakah as-Siyasiyyah)
kemudian berkembang menjadi gerakan Islam (Harakah al-Islamiyah). (vol.20) (Chicago ،
William Benton ،1968) p.393. gerakan Islam inilah yang dikenali kemudian sebagai “al-
Firaq al-Islamiyah”, “al-Firaq al-Kalamiyah” dan “at-Tayyarat al-Kalamiyah”, dan
berbagai ragam istilah lainnya.
[2] Ibnu Qayyim al-Jauziyah, al-I’lam, 1/71.
[3] Thasy Zadah, Miftahu as-Sa’adah wa Misbah as-Siyadah, 2/143.