MAKALAH
Disusun Oleh :
Kelompok 11
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai
dengan waktu yang ditentukan. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan
kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW, beserta keluarga dan
sahabatnya.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam yang
membahas mengenai aliran dan organisasi dalam islam. Kami menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi
penyusunan bahasa ataupun teknik penulisannya. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun, khususnya dari dosen
pengampu mata kuliah ini guna menjadi acuan bagi kami untuk lebih baik lagi
dalam menyusun makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada khususnya bagi mahasiswa dan masyarakat pada
umumnya.
ii
DAFTAR ISI
Kesimpulan …………………………………………………………….. 20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Meninggalnya Rasulullah Saw sebagai figur sentral bagi umat Islam berdampak
pada munculnya Persoalan Politik Praktis, yakni siapa yang berhak menjadi
pengganti beliau sebagai pelanjut pemerintahan atau kepemimpinan. Baik sebagai
pemimpin agama maupun pemimpin negara. Pemimpin agama Islam (sebagai
Nabi) dan pemimpin negara (kepala negara Madinah). Sebagai Nabi semua umat
sepakat, bahwa formal kenabian tidak bisa wariskan, dan sedangkan yang bisa dan
harus dilaksanakan adalah menentukan siapa pengganti memimpin dan
membimbing umat sebagai amiril mukminin (pemimpin umat Islam). Maka mulai
saat itu terjadilah dua kelompok umat Islam, yang satu sedang merawat jenazah
Rasulullah (5-7 orang dari keluarga nabi), yang satunya adalah kelompok para
tokoh sahabat (Muhajirin dan Anshar), menyelenggarakan Musyawarah Besar
Luar biasa untuk menentukan siapa yang paling berhak untuk menjadi pengganti
Rasullullah SAW. Ada beberapa persoalan yang dihadapi oleh umat Islam
semenjak meninggal nya sang Rasul tgl 12 Rabiul awal 632 M. Yang pertama dan
monumental adalah persoalan politik, selanjutnya persoalan aqidah (teologi),
kemudian baru persoalan syariat atau fiqih dan persoalan akhlak atau tasawuf.
Dan akumulasi dari keempat persoalan inilah aliran pemikiran dalam Islam
muncul.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
1. Persoalan politik
Terbunuhnya Utsman bin affan yang berasal dari suku Qurays yang
dilukiskan sebagai orang yang dermawan. Kedermawanannya terbukti ketika ia
ia pernah memberikan 940 ekor unta,60 ekor kuda dan 10.000 dinar untuk
perang tabuk.Ia juga sangat berjasa dalam pengkodifikasian Al qur’an mejadi
mushaf sebagaimana yang dibaca oleh jutaan umat islam di dunia. Utsman
diangkat menjadi khalifah melalui musyawarah yang dilakukan oleh Utsman
bin Affan, Ali bin Abi thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam dan
Saad bin abi waqash. Dan yang terpilih menjadi khalifah untuk menggantikan
umar adalah Utsman. Setelah Utsman wafat kekhalifahan berpindah ke tangan
Ali bin abi Thalib, namun pengangkatan ali menjadi khalifah tidak dalam
kondisi yang menguntungkan karena ia diangkat dalam kondisi yang tidak
stabil. Tak heran jika rongrongan terhadap kekalifahannya berdatangan mulai
dari Thalhah, Zubair dan Muawiah. Tantangan keras muncul dari Muawiyah
yang menuduh Ali terlibat dalam terbunuhnya Utsman. Perseteruan tersebut
akhirnya melahirkan perang shiffin Kekisruhan politik akibat terbunuhnya
Utsman pada tahun 35 H berlanjut di masa Ali. Kekisruhan ini mencapai
klimaks dengan meletusnya perang jamal(35 H/656M). Antara pasukan ali
dengan pasukan Aisyah yang dibantu oleh Zubair dan Thalhah yang disusul
dengan perang shiffin (36 H/657 M) antara pihak Ali dan Muawiyah.
Dalam arbitrase ini diangkat dua orang sebagai arbitrer yaitu Amr bin ash (dari
pihak Muawiyah) dan Abu Musa Al asy’ari (dari pihak Ali).diantara keduanya
ada kemufakatan untuk menjatuhkan kedua pemuka itu,Ali dan Muawiyah.Abu
Musa mengumumkan tentang penjatuhan kedua orang yg saling bertentangan
tersebut. Namun Amr bin ash hanya menyetujui penjatuhan Ali dan menolak
penjatuhan Muawiyah. Muncul dua aliran lagi dalam teologi islam yaitu
Qadariyah yang berpandangan bahwa manusia mempunyai kebebasan dan
kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatanya, dan Jabariyah
yang beranggapan bahwa Tuhan telah mentakdirkan manusia sejak
awal,manusia tidak memiliki kehendak dan Qudrah. Muncul lagi aliran
mu’tazilah yang beranggapan bahwa pelaku dosa besar tidak mukmin juga tidak
kafir namun berada di posisi tengah-tengah (al manzilah bayna al manzilatayn)
yakni posisi antara mukmin dan kafir. Teologi baru dimotori oleh Abu Hasan al
asy’ari,pada mulanya ia pengikut mu’tazilah namun kemudian meninggalkan
3
aliran tersebut kemudian membentuk aliran asyari’ah(935H).Teologi baru lagi
juga didirikan oleh Abu mansyur Al Maturidi (944H) yang selanjutnya terkenal
dengn aliran Maturidiyah. Perkembangan selanjutnya saat ini yang tersisa
hanya aliran Maturidiyah dan asyari’ah saja,yang terkenal dengan ahlu sunah
wal jama’ah.Aliran Maturidiyah banyak dianut umat islam yang bermahzab
Hanafi sedangkan aliran asyari’ah banyak di anut oleh islam sunni lainnya. Para
ulama’ yang tekstual tetapi tidak politis cenderung berpendapat, bahwa
orangorang yang beriman tetapi tidak berpegang pada hukum Allah, tidak bisa
di sebut Kafir,mereka mukmin yang fasiq. Mereka berdosa besar. Nasib mereka
di akhirat kelak fii masyiatillah (terserah Allah) tidak di surga dan tidak di
neraka. Senada dengan itu, orang-orang yang fatalistis (jabariyah), juga muncul,
mereka berpendapat, bahwa kondisi apapun di dunia ini adalah berdasarkan
kehendak mutlak Allah SWT, termasuk nasib manusia. Manusia hanyalah
wayang dan Allah adalah dalangnya. Sebagai mana firman Allah SWT :
“Dan Allah lah yang telah menciptakan kalian dan perbuatan kalian”. (QS. As
Shofat 96) Sedangkan kaum qadariyah yang cenderung rasional justru
berpendapat sebaliknya. Bahwa kondisi apapun yang di alami oleh manusia
adalah semata-mata karena ulah perbuatan manusia itu sendiri. Manusia, bebas
dan mampu membuat nasibnya sendiri. Sebagai mana firman Allah SWT :
اِنَّ اللّٰهَ ََل يُغَ ِّي ُر َما ِّبقَ ْو ٍم َحتّٰى يُ َغ ِّي ُر ْوا َما ِّبا َ ْنفُس ِِّّه ْم
“Sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum, sampai mereka mau
merubah nasibnya sendiri.” (QS. Ar Ro’d 11) Mereka adalah kelompok minor
elite dalam Islam yang terkenal dengan sebutan kaum muktazilah. Persoalan
teologi yang terus berkembang sehingga melahirkan banyak aliran pemikiran
yang muncul, baik di zaman klasik, seperti jabariyah, qadariyah, murji’ah.
Maupun zaman pertengahan, seperti; Muktazilah, Asy’ariah, maturidiah, ahli
Sunnah wal jama’ah. Demikian juga di era modern dan kontemporer.
4
C. Persoalan Fiqih (pemahaman syariat Islam)
5
D. Persoalan Hegemoni Barat.
Penyebab dan akar Sejarah timbulnya berbagai aliran keagamaan dan politik
dan sosial dalam Islam, adalah adanya dominasi dan hegemoni barat atas wilayah
sosial politik umat Islam. Setelah sekitar dua abad bangsa barat menjajah umat
Islam, umat Islam mulai bangkit dan tersadarkan akan pentingnya kebangkitan
umat Islam. Mulai dari Turki dan Mesir yang berhubungan dan berhadapan
langsung dengan bangsa barat. Turki berhadapan dengan Italia dan Mesir
berhubungan dengan Prancis (Ekspedisi Napoleon Bonaparte). Para ulama’
terbelalak melihat peradaban yang jauh lebih tinggi daripada peradaban umat.
Padahal mereka sangat yakin pada Sabda nabi : “Al Islam ya’lu wala Yu’laa
‘alaih” (Islam adalah adalah peradaban tertinggi, tidak ada yang
mengunggulinya). Tatkala umat Islam masih tertidur lelap di dalam selimut
penjajahan barat, khususnya; Portugis, Inggris, Spanyol, dan Belanda. Para ulama’
Islam Mesir khususnya Sayyid Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh dan
Rasyid Ridha, berjuang keras, menggelorakan kebangkitan umat Islam. Demikian
juga para Sultan dan Khalifah Dinasti Usmaniyah di Turki, menggelorakan
semangat kebangkitan melawan kolonialisme barat. Maka terjadilah kebangkitan
umat Islam di hampir seluruh penjuru dunia, atas prakarsa para sultan dan ulma’
pemimpin umat. Termasuk kesultanan-kesultanan di wilayah Nusantara (kawasan
Asia tenggara). Mulai kesultanan Aceh (samudra pasai) sampai dengan kesultanan
Ternate dan Tidore. Kesultanan di Pulau Jawa sampai di kepulauan Sulu dan
Mindanao. Semuanya bangkit melawan hegemoni dan penjajahan bangsa barat
(Belanda, Inggris, Portugis dan Spanyol). Maka akhirnya muncul organisasi dan
Jam’iyyah pergerakan dengan berbagai macam warna warni keislamannya. Dalam
skala internasional, muncul Pan Islam, Ikhwanul muslimin, Wahabi dll.
Sedangkan di Indonesia, muncul Serikat Dagang Islam, Budi Utomo, Al
Khoiriyah, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama’ dll. Semua organisasi dan
Jam’iyyah pergerakan tersebut tujuan utamanya adalah merebut kembali
kemerdekaan dari tangan kolonialisme bangsa barat.
6
ALIRAN DAN PAHAM DALAM ISLAM PERIODE ALAM
1. Aliran Khawarij
Khawarij adalah salah satu sekte yang memberi banyak pengaruh terhadap
gerakan ekstremisme dalam tubuh Islam. Keberadaan mereka sempat mengubah
potret ajaran Islam yang rahmatan lil alamin menjadi wajah yang intoleran dan
penuh kebencian terhadap sesama Muslim. Tulisan ini secara berseri akan
mengupas secara mendalam sejarah kaum Khawarij mulai dari embrionya di masa
Rasulullah, gerakan politik beserta tokohnya, aksi-aksi terorismenya dan paham
keagamaannya. Aliran Khawarij muncul pada tahun (35-40 H / 665-660 M).
Pengetahuan tentang sejarah kaum Khawarij adalah hal penting untuk membaca
beberapa kasus di masa modern yang mempunyai kemiripan dengan pola-pola
gerakan Khawarij di masa lalu. Dengan demikian, pembaca akan mendapatkan
gambaran utuh tentang apa dan bagaimana nalar ekstremisme berkembang di
tubuh minoritas umat Islam.
Para sejarawan berbeda pendapat tentang siapa sebenarnya yang layak disebut
sebagai Khawarij. Terjadi perpecahan di internal kaum Muslimin pasca-
pembunuhan Khalifah Utsman di mana secara umum umat terbagi menjadi dua,
yaitu kubu Ali Bin Abi Thalib, sang khalifah keempat pengganti Utsman dan
kubu oposisi yang terdiri dari kelompok Ummul Mukminin Aisyah dan kelompok
Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
7
Sebagian besar pengaji sejarah Islam mendefinisikan Khawarij sebagai kelompok
yang keluar dari barisan pendukung khalifah Ali Bin Abi Thalib setelah terjadinya
arbitrase (tahkim) tersebut (Ali as-Shallabi, Fikr al-Khawâraij was-Syî’ah Fî
Mîzân Ahl as-Sunnah wa al-Jamâ’ah, halaman 16; Abdul Hamid Ali Nasir,
Khilâfah Ali bin Abî Thâlib, halaman 297). Kelompok Khawarij tak segan
menganggap Mu’awiyah sebagai orang kafir dengan alasan telah menentang
Khalifah yang sah, tetapi juga mengafirkan Ali dengan alasan mau menerima hasil
arbitrase. Dengan demikian, semua golongan yang ada dianggap kafir kecuali diri
mereka sendiri.
َّ َّواا َّكمنَّاحررججَّي َّيسم، كلَّمنَّخرجَّعلىَّاإلمم َّاحق َّاحي َّافقت َّاحمامع َّعله َّسماىَّخمجيهم
احصقمب َّعلىَّاألئا َّاحراشدسنَّيجَّكمنَّبعدهمَّعلىَّاحتمبعهنَّحهمَّبإحممنَّجاألئا َّي َّكلَّزممن
"Setiap orang yang keluar menentang pemimpin yang sah yang telah diputuskan
oleh masyarakat disebut sebagai Khawarij, baik penentangan itu terjadi di masa
sahabat terhadap para Khulafaur Rasyidin atau terjadi setelah mereka terhadap
para tabiin yang baik dan para pemimpin di setiap zaman". (as-Syahrastani, al-
Milal wan-Nihal, juz I, halaman 114).
Dengan definisi seperti ini, maka Khawarij bisa dikatakan tetap ada hingga saat
ini. Seluruh kelompok pemberontak dan separatis di suatu negara masuk dalam
kategori Khawarij sebab mereka menentang pemimpin yang sah. Dalam kedua
definisi di atas, tampak bahwa sebenarnya khawarij adalah sebuah gerakan politik
bukan gerakan agama sebab sorotan utamanya adalah masalah kepemimpinan
politik, namun kemudian gerakan ini memakai isu-isu agama sebagai propaganda
utama untuk melawan pemerintah. Dari penentangannya terhadap pemerintah
inilah mereka mendapat nama Khawarij yang secara harfiah berarti “orang-orang
yang keluar”. Ibnul Jauzi mencatat bahwa para Khawarij tak henti-hentinya selalu
keluar untuk menentang pemerintah (Ibnul Jauzi, Talbîs Iblîs, halaman 86).
8
Dalam perkembangannya, Khawarij dikenal dengan berbagai nama atau julukan
yang berbeda. Di antaranya adalah: al-Haruriyah—mereka disebut demikian
sebab markas mereka yang pertama berada di daerah Harura’. Di Harura’ inilah
generasi pertama dari Khawarij tinggal dan menyusun kekuatannya. Mereka juga
dikenal dengan nama as-Syurâh yang secara harfiyah berarti “para pembeli” sebab
di antara jargon mereka adalah “kami membeli surga dengan diri kami”. Selain itu
juga ada julukan al-Muhakkimah sebab mereka mempunyai slogan “tak ada
hukum kecuali milik Allah”. Selain julukan yang netral dan bahkan sepintas
terkesan positif ini, mereka juga dikenal dengan julukan al-Mariqah yang berarti
kelompok yang menjauh dari agama sebab keberadaan mereka selalu diidentikkan
dengan orang-orang yang oleh Nabi Muhammad disebut menjauh dari agama
seperti melesatnya anak panah dari busurnya (Abul Hasan al-Asy’ari, Maqâlat al-
Islâmiyyîn, halaman 127-128).
Seluruh julukan itu mereka terima kecuali julukan terakhir sebab meskipun
seluruh Muslim lain menganggap mereka menyimpang dari agama, tetapi menurut
mereka sendiri justru sebaliknya orang-orang lainlah yang telah menyimpang dan
keluar dari agama.
2. Aliran Murji’ah
Aliran Murji'ah adalah golongan yang terdapat dalam Islam yang muncul dari
golongan yang tak sepaham dengan Khawarij. Ini tercermin dari ajarannya yang
bertolak belakang dengan Khawarij. Pengertian Murji'ah sendiri berasal dari kata
arja'a yaitu menunda ataupun menangguhkan atau juga penangguhan keputusan
atas perbuatan seseorang sampai di pengadilan Allah SWT kelak. Jadi, mereka tak
mengkafirkan seorang Muslim yang berdosa besar, sebab yang berhak
menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa hanyalah Allah SWT,
sehingga seorang Muslim, sekalipun berdosa besar, dalam kelompok ini tetap
diakui sebagai Muslim dan punya harapan dan kesempatan untuk bertobat.
Secara garis besar, ajaran-ajaran pokok Murji'ah adalah:
1. Pengakuan iman cukup hanya dalam hati. Jadi pengikut golongan
ini tak dituntut membuktikan keimanan dalam perbuatan sehari-
hari. Ini merupakan sesuatu yang janggal dan sulit diterima
kalangan Murji'ah itu sendiri, karena iman dan amal perbuatan
dalam Islam merupakan satu kesatuan yang harus selaras dan
berkesinambungan.
9
2. Selama meyakini 2 kalimah syahadat, seorang Muslim yang
berdosa besar tak dihukum kafir. Hukuman terhadap perbuatan
manusia ditangguhkan, artinya hanya Allah yang berhak
menjatuhkannya di akhirat.
Tokoh utama golongan ini ialah Hasan Bin Bilal Muzni, Abu Sallat Samman dan
Dirar Bin Umar. Dalam perkembangan selanjutnya, golongan ini terbagi menjadi
kelompok moderat dipelopori Hasan Bin Muhammad Bin Ali Bin Abi Thalib,
Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa para ahli hadits sementara kelompok
ekstrem dipelopori Jahm Bin Shafwan.
10
bukan pada bagian lain dari tubuh manusia, sekalipun seseorang itu
menyembah berhala bagi Allah orang itu tetap seorang yang
sempurna keimanannya.
Seiring berjalan waktu Golongan Murji'ah Moderat sendiri telah hilang dalam
sejarah. Ajaran-ajaran mereka tentang iman, kafir dan dosa besar sebahagian telah
menyatu kedalam Golongan Ahlussunnah Wal Jama'ah. begitupula dengan
Murji'ah Ekstrem sendiri namun dalam kenyataanya masih ada penganut Islam
yang menjalankan ajaran-ajaran ekstrem walaupun tidak menamakan diri sebagai
golongan Murji'ah. (By : PIO)
● Al Mazahib Al Islamiyah - Abu Zahrah, Muhammad Ahmad (Kairo;
Maktabahul Adab,tt)
● Maqalat Al Islamiyyin Wa Ikhtilaf Al Mushallin (Konstantinopel;
Madrasah Al Ilahiyat, 1930)
● Al Faruq Baynul Firaq - Al Baghdadi (Kairo; Muktabahus
Subeih,t.p.,tt.)
● Kitab Al Milal Wal Nihal - Al Sahrastani, Muhammad Bin Abd Al
Karim (Kairo, 1951)
3. Aliran Mu’tazilah
Sekte Mu’tazilah adalah sebuah sekte yang mulai berkembang di awal abad kedua
Hijriah. Sekte ini diajarkan oleh Washil bin Atha’, seorang murid al-Hasan al-
Bashri yang memilih untuk menyimpang dari ajaran guru-gurunya. Di kemudian
hari, sekte yang ia dirikan dijuluki dengan sekte Mu’tazilah yang diambilkan dari
lafadz i’tazal (menyendiri/menyimpang) karena telah menyimpang dari paham
mayoritas umat Islam. Munculnya aliran ini pada abad ke 2 H, yaitu bermulanya
kelahiran tinakan Wasil bin Atha (700-750 M).
Pada mulanya, Mu’tazilah yang diajarkan Washil bin Atha’ hanya menyimpang
dengan penetapan empat kaidah saja, yaitu:
Pertama, menafikan semua sifat dzat Allah yang telah termaktub dalam Al-
Qur’an dan Hadits seperti ilm, qudrah, iradah, dan sesamanya. Misalnya, mereka
menganggap ilmu Allah tidak mungkin Qadim (dahulu) karena seandainya ilmu
Allah dahulu niscaya akan ada dua hal yang dahulu yaitu Allah dan ilmu Allah.
Hal ini mustahil karena tidak mungkin ada yang menyamai Allah dalam sifat
Qadim (dahulu).
11
sirna karena tidak ada yang abadi kecuali Dzat Allah. Seandainya Allah memiliki
ilmu niscaya Dia akan membutuhkan anggota tubuh sebagai tempat menyimpan
ilmu sebagaimana manusia yang membutuhkan otak dan hati sebagai tempat
menyimpan ilmu. Seandainya Allah membutuhkan ilmu-Nya yang ia ciptakan
untuk mengetahui niscaya Ia adalah Dzat yang membutuhkan kepada ciptaan-Nya
dan ini semua tidak mungkin secara akal.” Walhasil, mayoritas sekte Muktazilah
meyakini Allah mengetahui dengan dzatnya yang abadi tanpa melalui perantara
ilmu (al-Qadhi Abdul Jabbar, al-Mukhtashar fi Ushul ad-Din, Kairo: Maktabah
al-Wahbah Kairo, 1996, h. 212).
Pendapat ini disanggah oleh Ahlussunnah wal Jama’ah bahwa ilmu Allah adalah
bersifat Qadim (dahulu) karena seandainya ilmu Allah tidak bersifat Qadim
niscaya Allah awalnya tidak mengetahui kemudian menciptakan pengetahuan
sebagaimana manusia yang terlahir bodoh tidak mengetahui apa-apa kemudian ia
belajar dan memiliki ilmu. Hal ini tentu tidak mungkin karena pendapat
Mu’tazilah ini menetapkan sifat Naqish (kurang) kepada Allah.
Kedua, menetapkan bahwa kehendak Allah hanya seputar perkara yang baik
menurut akal manusia. Mereka meyakini bahwa Allah tidak boleh menghendaki
keburukan kepada makhluk-Nya karena hal tersebut bertentangan dengan sifat
Maha Penyayang dan Maha Pengasih yang dimiliki Allah. Selain itu, Allah juga
harus mengutus nabi dan rasul sebagai pengingat manusia atas perintah dan
larangan Allah serta balasan yang mereka dapatkan di hari kiamat. Sedangkan
seluruh keburukan yang dilakukan ataupun menimpa manusia adalah akibat dari
perbuatan mereka tanpa sedikit pun ada campur tangan dari Allah.
12
Pendapat ini disanggah oleh Ahlussunnah wal Jama’ah bahwa seluruh takdir yang
baik dan buruk adalah dari Allah serta perbuatan makhluk tidak lepas dari izin
kehendak-Nya. Seandainya ada perbuatan maksiat yang tidak dikehendaki Allah
terjadi niscaya Allah memiliki sifat lemah karena tidak mampu menggagalkan
maksiat yang tidak Dia kehendaki wujud. Oleh karena itu di sini perlu dibedakan
antara ridha dan kehendak-Nya. Ahlussunnah wal Jama’ah mencontohkan, ada hal
yang diridhai dan dikehendaki Allah terjadi seperti imannya sahabat Abu Bakar
dan ada hal yang tidak diridhai Allah tetapi dikehendaki Allah untuk terjadi
seperti kafirnya Abu Jahal.
Ketiga, menetapkan bahwa orang yang fasiq dan durhaka kepada Allah tidak
termasuk golongan orang yang beriman dan juga bukan termasuk golongan orang
kafir. Mereka berpendapat bahwa orang fasik dan ahli maksiat tidak dapat disebut
sebagai orang beriman. Karena hanya orang yang baik dan menjauhi maksiat yang
pantas disebut orang beriman. Di sisi lain, orang yang fasik dan ahli maksiat juga
bukan dari golongan orang kafir karena mereka telah membaca syahadat dan
masih beriman kepada Allah. Akan tetapi, nantinya orang yang fasik dan ahli
maksiat yang tidak mau bertaubat akan dihukum kekal di neraka dengan siksa
yang lebih ringan daripada yang didapatkan oleh orang-orang kafir. Sekte
Muktazilah menyebut kaidah ini dengan al-manzilah baina manzilatain. Mereka
mengambil dalil pendapat ini dari redaksi ayat:
ْٰۤ ُ ُ ْۤ
ٰ مجََّّۚ ُه ْمَّيِ ْه َه
مَّخ ِلد ُْجن ْ َجحىِٕكَ َّا
ِ صقٰ بُ َّاحن َط ْهـَٔت ٗ َّيَم َ َّجا َ َحم، َ و ِهئ
ِ ط ْ َّ ِب ٖ َّخ َ َّب َ َب ٰلىَّ َم ْنَّ َك
َ م
Padahal, menurut mayoritas ulama ahli tafsir redaksi perbuatan dosa (sayyi’ah)
yang dimaksud ayat ini adalah dosa kekafiran bukan sekadar perbuatan dosa besar
(Syekh Muhammad Thahir Ibnu Asyur, At-Tahrir wa at-Tanwir, Tunisia: Dar
Sahnun, 1997, vol. I, h. 581).
Keempat, menetapkan bahwa salah satu dari dua kelompok sahabat Nabi yang
bertikai di perang jamal sebagai orang fasik yang akan kekal di neraka selama
mereka tidak mau bertaubat dan menyesali perbuatannya. Mereka berpendapat
bahwa tidak ada dua kebenaran yang wujud dalam satu pertikaian. Pasti ada satu
kelompok yang salah dan berdosa dan ada satu kelompok yang benar. Selain itu,
13
mereka juga meyakini salah satu di antara dua golongan yang bertikai di antara
pengikut Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyyah sebagai orang yang tidak pantas
sebagai pemimpin umat Islam. Oleh karena itu, mereka tidak mendukung salah
satu dari keduanya sebagai pemimpin umat Islam. (Lihat kitab al-Milal wa an-
Nihal karya Abu Fattah Muhammad Abdul Karim asy-Syahrasytani, Kairo:
Muassasah al-Halabi, 1968, vol. I, h. 49).
Tentu hal ini tidak sesuai dengan pendapat Ahlussunnah wal Jama’ah yang
meyakini para sahabat sebagai orang-orang yang mulia karena dari pengajaran
para sahabatlah guru-guru kita terdahulu mempelajari agama Islam. Menuduh
para sahabat seperti sahabat Ali bin Abi Thalib dan sahabat Mu’awiyah sebagai
orang fasik berakibat fatal sebagaimana dalam Hadits disebutkan
4. Aliran Asy’ariah
Asy`ariyah adalah sebuah paham akidah yang dinisbatkan kepada Abul Hasan Al
Asy`ariy. Nama lengkapnya ialah Abul Hasan Ali bin Isma’il bin Abi Basyar
Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir
bin Abi Musa Al Asy’ari. Kelompok Asy’ariyah menisbahkan pada namanya
sehingga dengan de- mikian ia menjadi pendiri madzhab Asy’ariyah.Abu Hasan
Al Asya’ari dilahirkan pada tahun 260 H/874 M di Bashrah dan me- ninggal dunia
di Baghdad pada tahun 324 H/936 M. Ia berguru kepada Abu Ishaq Al Marwazi,
seorang fakih madzhab Syafi’i di Masjid Al Manshur, Baghdad. Ia belajar ilmu
kalam dari Al Jubba’i, seorang ketua Muktazilah di Bashrah.Al Asy’ari yang
semula berpaham Muktazilah akhirnya berpindah menjadi Ahli Sunnah. Sebab
yang ditunjukkan oleh sebagian sumber lama bahwa Abul Hasan te- lah
mengalami kemelut jiwa dan akal yang berakhir dengan keputusan untuk keluar
dari Muktazilah. Sumber lain menyebutkan bahwa sebabnya ialah perdebatan
anta- ra dirinya dengan Al Jubba’i seputar masalah ash-shalah dan ashlah
(kemaslahatan).Setelah itu, Abul Hasan memposisikan dirinya sebagai pembela
keyakinan-keya- kinan salaf dan menjelaskan sikap-sikap mereka. Pada fase ini,
karya-karyanya me- nunjukkan pada pendirian barunya. Dalam kitab Al Ibanah, ia
14
menjelaskan bahwa ia berpegang pada madzhab Ahmad bin Hambal.Abul Hasan
menjelaskan bahwa ia menolak pemikirian Muktazilah, Qadariyah, Jahmiyah,
Rafidhah, dan Murjiah. Dalam beragama ia berpegang pada Al-Qur’an, Sunnah
Nabi, dan apa yang diriwayatkan dari para shahabat, tabi’in, serta imam ahli
hadis.Munculnya kelompok Asy’ariyah ini tidak lepas dari ketidakpuasan
sekaligus kritik terhadap paham Muktazilah yang berkembang pada saat itu.
Kesalahan dasar Muktazilah di mata Al Asy’ari adalah bahwa mereka begitu
mempertahankan hu- bungan Tuhan-manusia, bahwa kekuasaan dan kehendak
Tuhan dikompromikan.Akidah ini menyebar luas pada zaman wazir Nizhamul
Muluk pada Dinasti Bani Saljuk dan seolah menjadi akidah resmi negara.Paham
Asy’ariyah semakin berkembang lagi pada masa keemasan madrasahAn
Nidzamiyah, baik yang ada di Baghdad maupun di kota Naisabur. Madrasah
Nizhamiyah yang di Baghdad adalah universitas terbesar di dunia.
Didukung oleh para petinggi negeri itu seperti Al Mahdi bin Tumirat dan
Nuruddin Mahmud Zanki serta sultan Shalahuddin Al Ayyubi. Pandangan
Asy’ariyah juga didukung fuqaha mazhab Asy Syafi’i dan mazhab Al Malikiyah
periode akhir-akhir. Sehingga wajar sekali bila dikatakan bahwa akidah
Asy’ariyah ini adalah akidah yang paling pop- uler dan tersebar di seluruh
dunia.Diantara tokoh aliran Asy’ariyah adalah, Abu Hasan Al Asy’ary, Imam
Ghazali (450-505 H/ 1058-1111M), Imam Fakhrurrazi (544-606H/ 1150-1210),
Abu Ishaq Al Isfirayini (w 418/1027), Abu Bakar Al Baqilani (328-402 H/950-
1013 M), dan Abu Ishaq Asy Syirazi (293-476 H/ 1003-1083 M.Didukung oleh
para petinggi negeri itu seperti Al Mahdi bin Tumirat dan Nuruddin Mahmud
Zanki serta sultan Shalahuddin Al Ayyubi. Pandangan Asy’ariyah juga didukung
fuqaha mazhab Asy Syafi’i dan mazhab Al Malikiyah periode akhir-akhir.
Sehingga wajar sekali bila dikatakan bahwa akidah Asy’ariyah ini adalah akidah
yang paling pop- uler dan tersebar di seluruh dunia.Diantara tokoh aliran
Asy’ariyah adalah, Abu Hasan Al Asy’ary, Imam Ghazali (450-505 H/ 1058-
1111M), Imam Fakhrurrazi (544-606H/ 1150-1210), Abu Ishaq Al Isfirayini (w
418/1027), Abu Bakar Al Baqilani (328-402 H/950-1013 M), dan Abu Ishaq Asy
Syirazi (293-476 H/ 1003-1083 M.
15
5. Aliran Syi’ah
Syiah adalah kenyataan sejarah umat Islam yang terus bergulir. Lebih dari 1000
tahun Syiah mengalami perjalanan sejarah tidak serta merta hadir dipanggung
perdebatan dan konflik sosial seperti saat ini. Sepanjang sejarah itu, konflik Syiah
selalu ada dalam dimensi - dimensi waktu yang berbeda dengan segala pernik
persoalan. Kapan Syiah itu muncul juga mengalami pertentangan. Ada yang
menilai bahwa Syiah sebenarnya adalah kelompok sempalan Islam buatan orang
Yahudi, Abdullah bin Saba Abdullah bin Sabasang Yahudi dituduh sengaja
membentuk kelompok baru dalam Islam untuk memecah belah dan
menghancurkan umat Islam.
Kelompok yang sependapat Syiah adalah rekayasa dari Abdullah bin Saba' yaitu
dari kelompok Sunni Sirajuddin Abas dalam bukunya l'itiqad Ahulssunnah Wal-
Jamaah menguraikan bahwa Abdullah bin Sabaadalah pendeta Yahudi dari
Yaman yang sengaja masuk Islam. Sesudah masuk Islam lantas ia datang ke
Madinah pada akhir masa kekuasan Khalifah Utsman bin Affanyaitu sekitar tahun
30 H. Akan tetapi hijrahnya Abdullah bin Sabatidak mendapat sambutan dari
kaum muslimin, sehingga ia dendam dan berupaya menghancurkan Islam dari
dalam dengan cara mengagung- agungkan Sayyidina Ali Sirajuddin Abbas,1992).
Pendapat yang menyatakan bahwa paham Syiah adalah buatan Yahudi mendapat
pertentangan dari pemikir Islam yang lain. Quraish Syihab dengan jelas
menyebutkan bahwa pendapat yang menyatakan Syiah adalah buatan (rekayasa)
Yahudi adalah tidak logis. Menurut Syihab Yahudi tidak mungkin dapat
mempengaruhi sahabat-sahabat Nabi saw Syihab menilai bahwa tokoh Abdullah
bin Saba sama sekali tidak. pernah ada, ia adalah tokoh fiktif yang sengaja
diciptakan oleh kelompok yang anti Syiah (Syihab 2007).
Dilihat dari data sejarah jika yang dimaksud dengan Syiah adalah kelompok yang
mendasarkan paham keagamaan pada Ali bin Abu Tholib dan keturunannya (ahlul
ba'it) maka cikal bakal kemunculan kelompok Syiah sudah ada sejak awal
kepemimpinan Islam pasca kerasulan Muhammad. Kemunculan kelompok Syiah
dipicu oleh perbedaan pandangan dikalangan para sahabat nabi dengan ahlul bait
(keluarga nabi) tentang siapa yang menggantikan kedudukan nabi setelah
meninggalnya.
Setelah terpilihnya Abu Bakar sebagai kholifah, muncul fakta ada sebagian dari
umat Islam yang berpendapat bahwa sebenarnya Ali bin Abi Thalib-lah yang
berhak memegang tampuk pimpinan Islam pada waktu ituKepercayaan ini
berpangkal pada pandangan tentang kedudukan Ali dalam hubungannya dengan
Nabi para sahabat dan kaum muslimin umumnya Ali adalah orang terdekat nabi
16
sebagai menantu dari anaknya Fatimah. Dalam perjuangan Islam Ali juga tidak
diragukan lagi pengorbanannya. Kuatnya keyakinan kelompok pendukung ali
peristiwa Ghodir Khumm setelah menjalankan haji terakhir nabi memerintahkan
pada Ali sebagai penggantinya dihadapan umat muslimdan menjadikan Ali
sebagai pelindung mereka (Tabbathaba'i1989).
Akan tetapi yang terjadi tidak seperti yang diinginkan oleh kelompok Syiah.
Menurut kalangan Syiah, ketika nabi wafat pada saat jasadnya terbaring belum
dikuburkan ada kelompok di luar ahlul bait berkumpul untuk memilih kholifah
bagi kaum muslimin dengan alasan menjaga kesejahteraan umat dan memecahkan
problem sosial saat itu. Mereka melakukan itu tanpa berunding dengan ahlul-bait
yang sedang sibuk dengan acara pemakaman. Sehingga Ali dan sahabat-
sahabatnya dihadapkan kepada suatu keadaan yang sudah tidak mungkin diubah
lagi ketika Abu Bakar didaulat menjadi khalifah pertama. (Thabathab'i, 1989: 39).
Ali bin Abi Thalib pada waktu itu cukup bersabar untuk menunggu saat yang
tepat sampai pada pergantian kholifah yang ketiga, Usman. Pada kepemimpinan
tiga kholifah tersebut kelompok Ali (ahlul bait). (Thabathab'i, 1989: 44).
Kepemimpinan Usman yang dinilai lemah membuat banyak kesulitan yang harus
dihadapi Ali ketika memimpin pemerintahan Islam. Semasa pemerintahan Ali
pemberontakan demi pemberontakan terus terjadi akibat dari intrik yang
dilancarkan oleh kelompok Mua’wiyah. Sampai pada akhirnya Ali harus mati
terbutuh di tangan kelompok Khawarij. Keinginan yang kuat dari kelompok
Muawiyah untuk menguasai pemerintahan Islam tidak pernah surut. Muawiyah
terus menjalankan aksi- aksinya untuk menyingkirkan kekuasaan dari Ahlul Bait.
Sampai pada akhirnya, Imam Hasan putra Ali menyerahkan kekuasaanya pada
Muawiyah karena Hasan tidak menginginkan adanya pertumpahan darah lagi.
Saat yang paling sukar bagi kelompok Syiah adalah dua puluh tahun masa
kekuasaan Muawiyah. Kaum Syiah pada waktu itu tidak memiliki perlindungan,
dan kebanyakan dari kaum Syiah dikejar-kejar oleh pemerintah. Keluarga Imam
Hasan dan Husain mati dibunuh dengan kejam, dibantai dengan seluruh pembantu
dan anak-anaknya. Penderitaan kelompok ahlul ba’it semasa pemerintahan
Muawiyah inilah yang menguatkan perjuangan kelompok Syiah menjadi sebuah
paham/aliran untuk terus bertahan menentang penguasa yang berbuat tidak adil
dan aniaya. (Shihab, 2007: 63-69; Thabathabai, 1989: 45-61).
17
ORGANISASI DAN KELOMPOK DALAM ISLAM YANG DILARANG
Jamaah islamiyah
Jamaah Islamiyah (JI) sudah sejak lama dituding menjadi pihak yang bertanggung
jawab atas berbagai tindakan terorisme. Salah satu peristiwa yang diduga
melibatkan kelompok tersebut adalah serangan mematikan berupa ledakan bom di
dua lokasi di Bali pada tahun 2002 lalu. Sebanyak 202 tewas dari serangan
tersebut.[1]
Kementerian Hukum dan HAM mencabut status badan hukum organisasi Hizbut
Tahrir Indonesia (HTI) pada Rabu, 19 Juli 2017 melalui Surat Keputusan Menteri
Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08. HTI dinilai menyebarkan paham
khilafah yang tak sesuai dengan Pancasila.[4][5]
18
Jamaah Ansharut Daulah
Pada 31 Juli 2018, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan
membekukan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) pimpinan Zainal Anshori
alias Abu Fahry alias Qomaruddin bin M. Ali. Hakim juga menyatakan JAD
sebagai organisasi terlarang.[6]
Sejak didirikan 20 April 2014, Organisasi Annas terbentuk atas dasar kebencian
kepada madzhab Syiah yang menurut mereka adalah aliran yang berbahaya.[butuh
rujukan] Keberadaan dan visi misi demikian, dianggap oleh negara bertentangan
dengan UUD 45 yang menyebutkan bahwa hak beribadah warga negara
dilindungi oleh negara.[butuh rujukan]Informasi pembubaran Annas sendiri
bersumber dari TR Kapolri yang ditandatangani oleh Waka Kabanintelkam Irjen
Pol Suntana.[9]
19
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kemunculan aliran dalam Islam dapat dijelaskan sebagai hasil dari perbedaan
interpretasi terhadap ajaran dan praktek agama. Faktor-faktor seperti persoalan
politik, persoalan Aqidah, persoalan Fiqih, dan persoalan Hegemoni Barat ini
membentuk keragaman dalam komunitas Muslim dan menghasilkan berbagai
aliran dan paham yang masih ada hingga saat ini. Contohnya seperti aliran
Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Asy’ariah, Syi’ah.
Ada berbagai alasan mengapa beberapa organisasi dan kelompok Islam dapat
dilarang oleh pemerintah di berbagai negara. Beberapa alasan umumnya meliputi:
Terorisme dan Kekerasan, Radikalisasi, Kegiatan Ilegal, Penentangan terhadap
pemerintah dll.
20
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/amp/yuil/551054d6813311d334bc657d/latar-
belakang-munculnya-aliran-dalam-islam
https://www.academia.edu/38772946/SEJARAH_MUNCULNYA_ALIRAN_DA
LAM_ISLAM
https://uinsgd.ac.id/fenomena-aliran-keagamaan-dalam-islam/
https://uinsgd.ac.id/fenomena-aliran-keagamaan-dalam-islam/
Aliran syi’ah
https://jurnalharmoni.kemenag.go.id/index.php/harmoni/article/download/253/211
21
indonesia-security-idUSKBN2940FM "Indonesia melarang kelompok Front
Pembela Islam garis keras" Periksa nilai |url= (bantuan). Diakses tanggal 30
Desember 2020.[pranala nonaktif permanen]
https://www.liputan6.com/news/read/4446539/tak-hanya-fpi-ini-6-ormas-lain-
yang-juga-dibubarkan-pemerintah
22