Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH SEJARAH MUNCULNYA PERSOALAN-PERSOALAN TEOLOGI ISLAM

DISUSUN OLEH:

NURUL KHAERINA (30500122001)

NENGSI REGINA (30500122042)

NUR QALBY (30500122034)

MIFTAHUL HASANAH (30500122002)

ISWANTO (330500122009)

JURUSAN STUDI AGAMA AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, rasa syukur atas kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pengantar Teologi Islam yang berjudul
“Sejarah Munculnya Persoalan-Persoalan Teologi Islam”

Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Dr. Hj. Marhaeni Saleh, M.Pd. yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk membawakan materi hari ini. Terima kasih juga
kami ucapkan kepada teman-teman kelas A dan B yang telah mendukung kami menyelesaikan
tugas ini dengan tepat waktu.

Semoga makalah “Pengantar Teologi Islam” ini dapat menambah wawasan para pembaca
maupun pendengar dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Gowa, 3 April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL……………………………………………………………………………………..………1
KATA PENGANTAR......................................................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................................................3
BAB 1..............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN............................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG..........................................................................................................................4
BAB 2..............................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..............................................................................................................................................5
A. Muhammad Menyandang Status Ganda...............................................................................................5
B. Pada Masa Khalafa’ al-rasyidinal-rasyidin...........................................................................................6
C. Peristiwa Tahkim..................................................................................................................................7
BAB III...........................................................................................................................................................10
PENUTUP......................................................................................................................................................10
A. Kesimpulan.........................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................................11
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Ilmu kalam merupakan ilmu mengenai akidah dengan menggunakan metode logika. Ilmu
kalam mengarahkan pembahasannya kepada segi-segi yang akan menjadi landasan pokok agama
islam seperti masalah nubuwah, kemahaesaan Tuhan, akhirat dan hal-hal yang berkaitan dengan
itu. Maka dari itu ilmu kalam merupakan kajian ilmu yang sangat penting dan terhormat dalam
tradisi keilmuan islam.

Ilmu kalam juga dapat disebut sebagai teologi Islam. Kalam merupakan kata-kata, kalau
dimaksud dengan kalam ialah sabda Tuhan maka teologi dalam islam disebut ilmu kalam, karena
terkait dengan sabda Tuhan atau al-Qur’an pernah menimbulkan pertentangan-pertentangan di
kalangan kaum muslimin di abad ke IX dan X Masehi, sehingga muncul penganiayaan dan
pembunuhan-pembunuhan terhadap sesama muslim dikala itu. 1

Sejarah ilmu kalam lahir karena terbunuhnya khalifah utsman bin Affan menjadi awal
keberangkatan dan perkembangan ilmu kalam. Pemikiran yang lahir disebabkan perbedaan
sebuah penafsiran yang berhubungam ketuhanan dan dosa besar.

Ali bin Abi Thalib dalam karyanya “Nahj al-balaghah” terdapat bukti-bukti rasional
pertama berkaitan dengan keesaan Tuhan, yang mengikuti di belakang al-Qur’an dan Hadist
yang di anggap peletak dasar ilmu kalam. Telah ada sejak abad pertama Islam, generasi sahabat
(komunitas awal) telah dihadapkan berbagai pertanyaan dan persoalan tentang hubungan antara
keaslian al-Qur’an dan legitimasi kekuasaan politik. 2

A. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana sejarah munculnya persoalan-persoalan dalam teologi Islam?
B. TUJUAN
Dapat mengetahui sejarah munculnya persoalan-persoalan teologi Islam.

1
M.Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Postmodernisasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009), h.79.
2
Seyyed Hossein Nasar, Intelektual Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009), h.5.
BAB 2
PEMBAHASAN

Sejarah munculnya Persoalan Teologi Islam (Ilmu Kalam) Dalam Sejarah perkembangan
pemikiran islam, ilmu kalam lahir lebih belakangan dibanding ilmu keislaman lainya, seperti
ilmu hadis dan ilmu fiqih. Ilmu kalam tidak lahir secara spontan, melainkan telah melalui proses
dan melintasi kurun waktu yang cukup panjang, didahului oleh munculnya berbagai persoalan
kalam secara persial. setiap suatu persoalan kalam muncul, pastilah muncul pula pendapat yang
berbeda bahkan saling bertentangan, yang pada gilirannya melahirnkan aliran. Sehingga aliran
kalam pun mendahului lahirnya ilmu kalam itu sendiri.3

Persoalan Kalam bukan yang pertama muncul dalam dunia sepeninggal Rasulullah Saw.
dan bukan pula sebagai hasil perenungan langsung terhadap masalah-masalah teologis yang
termuat dalam sistem akidah islam. bermuara dari kemelut politik yang kemudian merambat
kemasalah kalam. Bagaimana fenomena dan pergumulan politik ini ke kemudian berujung pada
dinamika kalam maka akan diuraikan secara ringkas yaitu sebagai berikut:
A. Muhammad Menyandang Status Ganda

Muhammad Saw lahir sebagai nabi dan rasul, untuk mengembangkan misi atau risalah
menyampaikan dan menjelaskan Islam kepada umat manusia. diawal misi kenabian dan
kerasulannya, 13 tahun pertama pada periode mekkah, Muhammad Saw. memusatkan dakwah
menyeru umat kepada akidah, tauhid, mengajak kaumnya agar berimann dan menyembah hanya
kepala Allah Swt.

Islam periode mekkah merupakan fase awal dari rangkaian dinamika perkembangan ajaran
yang diterima nabi Muhammad saw. yang diwarnai dengan sejumlah rintangan dan tantangan.
kultur masyarakat arab yang kontradiktif dengan ajaran baru yang dibawanya, menyebabkan misi
suci ini sulit diterima oleh banyak kalangan. dengan demikian rasulullah menyampaikan agama
islam pada awalnya dengan sistem sembunyi-sembunyi dan beberapa lama kemudia rasulullah
baru menyebarkan Islam sejarah terang-terangan di mekkah.4

Setelah itu Rasulullah Hijrah ke madinah, dimana Madinah merupakan dari berbagai suku
bangsa. Dikalangan arab sendiri, terdapat persaingan dan perseteruan berkepanjangan antar
kelompok dan suku, terutama antara bani aus dan bani khasraj, menyebabkan suasana kehidupan
sosial politik dimadinah menjadi rawan konflik, selalu diwarnai saling curiga, dan masing-
masing kelompok berambisi untuk berkuasa.

3
Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 1.

4
Ahmadin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Pranadamedia Group, 2020), h. 13.
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, Madinah sangat memerlukan dan mengharapkan dan
memerlukan hadirnya seorang pemimpin yang dapat mempersatukan serta memenuhi harapan
semua golongan. fiqur yang diharpakan pun telah hadir. Dia adalah Muhammad Saw. semua
pihak bersedia dan gembira kepemimpinannya.5

Dalam menghadapi persoalan khilafah ini, muslimin terbagi kepada tiga golongan yakni
golongan muhajirin, anshar, dan bani Hasyim. Kaum Muhajirin sebagai komunitas Muslim yang
mula-mula, merasa lebih berhak untuk menggantikan rasulullah sebagai kepala negara. Kaum
Anshar yang berjasa memberikan tempat kondusif dan juga mengklaim sebagai yang lebih
menjabat khilafah. Sementara itu Bani Hasyim sebagai keluarga dekat rasulullah, pun merasa
lebih berhak daripada kelompok lainnya.
B. Pada Masa Khalafa’ al-rasyidinal-rasyidin

Pada pertemuan Saqifah Bani Sa’adah, hari kedua setelah nabi Muhammad saw wafat dan
jasad beliau masih di pembaringan, beberapa tokoh sahabat dari pihak ansar dan dua toko
muhajirin, Abu bakar dan umar, bersepakat memilih dan membaiat Abu Bakar sebagai Khalifah
pertama menggantikan Nabi Muhammad Saw. pemimpin negara islam dimana Abu bakar
dikenal sebagai sahabat paling baik dan utama setelah Rasulullah saw. 6 Setalah Abu Bakar Wafat
di gantikan Oleh Umar Bin Khattab, kemudian digantikan Usman bin Affan, lalu oleh Ali Ibn
Abi Thalib. Para Sahabat yang empat ini di dunia Islam, dikenal dengan julukan Khalafa’ al-
rasyidin.

Pada masa pemerintahan dua orang khalifah pertama, Abu Bakar dan Umar, rida
pemerintahan berjalan dengan baik dan situasi politik intern negara Islam sangat stabil. Namun
semua berubah semasa Kekhalifan Usman Bin al-A’ffan, situasi politik mulai berubah dalam
negeri mulai berubah terutama dalam waktu parohan kedua dan dua belas tahun masa
kekhalifahanya, memasuki periode enam tahun kedua perintahan usman dinilai tidak bijaksana.
Diantara faktor penyababnya adalah beliau dianggap terlalu lunak terhadap suadara-saudaranya,
yakni beliau mengangkat anggota keluarganya sebagai pejabat pemerintahan sehangga di masa
pemerintahan beliau dianggap melakukan nepotisme.7

5
Harun Nasution, Teologi islam, Aliran-Aliran, Sejarah, Analisis Perbandingan (Jakarta: UI Press, 1986), h. 3.

6
Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa Sejarah Penguasa Islam (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009), h.47.

7
Ahmad Zaini, “Mengurai Sejarah Timbulnya Pemikiran Ilmu Kalam dalam Islam”, Jurnal Akhlak dan Tasawuf , vol 1, no,1
(Januari-Juni, 2015), h. 2.
Kematian khilafh usman yang trategis ini menjadi benih perpecahan di kalangan muslimin,
suasana saling mencurigai muncul dan api dendam semakin berkobar, terutama dari pihak
keluarga Usman, yang tokoh sentralny adalah Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan. Ketika Ali bin Abi
Thalib terpilih dan dibai’at menggantikan Khalifah Usman yang mati terbunh, suasana politik
dunia Islam semakin keruh dan kisruh. Khalifah Ali menghadapi dua kubu yakni kubu
Muawiyah dan kubu Thalhah-Zubair.

Kubu Thalhah dan Zubair, yang didukung oleh Asiyah, menolak mengakui kekhalifahan Ali
dan berambisi untuk menduduki jabatan khalifah. Sementara Muawiyah ibn Abi sufyan, sebagai
Gubernur di damaskus ketika itu, juga tidak mau mengakui Ali sebagai Khalifah, Karena
dendam dan berambisi ia mengaku sebagai khalifah tandingan.

Oposisi dari pihak Thalhah dan zubair ini memuncuk dengan munculnya pemberontakan
pertama yang dilakukan yaitu insiden onta atau perang jamal dimana Aisyah ikut berperang
dengan menunggani onta. yang melatar belakangi terjadinya perangini dimana pihak thalhah
menuntut agar Ali menghukum para pembunuh Usman.8

Setelah terjadinya perang onta Ali selanjutnya menghadapi Kubu oposisi dari pihak
Muawiyah. Konflik politik dengan kubu ini tidak dapat pula diselesaikan secara damai melalui
perundingan berdasarkan semangat Ukhuwah Islamiah. Dua pasukan ini pun bertemu di medan
perang yaitu terkenal dengan perang Siffin.

Perang Siffin terjadi dikota siffin pada tahun 37 H. yang hamper saja dimenangkan oleh
khalifah Ali. Namun, atas inisiatif dan usulan panglima perang Muawiyah, Amr bin
Ashmengusulkan untuk mengacungkan al-Qur’an. Khalifah Ali mengatahui bahwa hal tersebut
adalah tipu muslihat, namun karena didesak oleh pasukannya, Khalifah menerima tawaran
tersebut.
C. Peristiwa Tahkim

Setelah pihak Ali menerima tawaran dari kubu muawiyah yaitu melakukan perdamaian
melalui tahkim, masing-masing pihak mengutus seorang wakil. Pihak Khalifah Ali menunjuk
Abu Musa Al-Asyari dan muawiyah menunjuk wakilnya Amr, Ibn al-Ash. Kedua hakim ini
mempunyai watak dan sikap yang sangat berbeda. Amr bin Ash dikenal dengan pandai siasat
sementara Abu Musa adalah orang yang lurus, rendah hati dan mengutamakan perdamaian.

Kedua toko pelaksana tahkim ini, menurut sejarah telah bersepakat untuk menurunkan
kedua tokoh, Ali dan Muawiyah, yang sedang bertikai. Ketika hasil siap diumukan di depan
khalayak, Amr ibn al-Ash pun mempersilahkan Abu musa Al-asyari sebagai yang paling tua,
untuk tampil dan mengumumkan hasil kesepakatan mereka.

8
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h.96.
Abu Musa Al-asyari menyampaikan hasil kesepakatan sesuai dengan dengan perundingan
namun ketika giliran Amr ibn Ash tidak mengumumkan sesuai apa yang telah diperundingkan.
toko yang licik ini hanya menyampaikan kesepakatan menurunkan Ali sebagai khalifah dan
menolak menurunkan Muawiyah. Bahkan ia, lebih dari itu, mengumumkan pengukuhan
muawiyah sebagai khalifah.

Walau hasil tahkim yang dinodai kelicikan ini sudah kelicikan ini sudah diumumkan,
namun khalifah yang sah sebenarnya adalah Ali ibn Abi Thalib, sedangkan Muawiyah tidak
lebih, hanya seorang gubernur yang membangkang. Namun kedudukan muawiyah yang menjadi
khalifah yang tidak resmi. Sehingga sepeninggal khalifah Ali pada tahun 661 M, kemudian
Muawiyah otomatis dan dengan mudah menjadi khalifah resmi pada saat itu.9

Perang yang diakhiri dengan tahkim (arbitrase) ini telah menyebabkan munculnya berbagai
golongan, yaitu Muawiyah, Syiah (Pengikut) Ali, Khawarij dan sahabat-sahabat yang netral.
Dari peristiwa yang diakibatkan oleh perseteruan dalam bidang politik akhirnya bergeser ke
permasalahan teks-teks agama tepatnya masalah teologi atau ilmu kalam.

Kaum Khawarij memandang Ali telah berbuat salah dan telah berdosa dengan menerima
arbitrase itu. Menurut mereka penyelesaian dengan cara arbitrase atau tahkim itu bertentangan
dengan al-Quran. Firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 44, “Dan barangsiapa yang tidak
menentukan hukum dengan apa yang telah diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang
kafir.”

Dengan landasan ayat al-Quran tersebut, mereka menghukum semua orang yang terlibat
dalam tahkim itu telah menjadi orang-orang kafir.Kafir dalam arti telah keluar dariIslam.Orang
yang keluar dari Islam di katakan murtad, dan orang murtad halal darahnya dan wajib dibunuh.
Maka dari itu mereka memutuskan untuk membunuh Ali, Muawiyah, Amr bin Ash dan Abu
Musa. Dan yang berhasil dibunuh hanya Imam Ali.10

Persoalan ini akhirnya menimbulkan tiga aliran Ilmu Kalam dalam Islam, yaitu sebagai
berikut:

1. Aliran Khawarij yang mengatakan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti
keluar dari Islam, atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.

2. Aliran Murjiah yang menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar tetap mukmin dan
bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya terserah kepada Allah untuk mengampuni atau
tidak mengampuninya.

9
11Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: dari Khawarij ke Buya Hamka hingga ke Hasan ke hasan Hanafi
(Jakarta: Prenadamedia Grroup, 2014), h. 89.

10
YunanYusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, hlm. 9-10.
3. Aliran Mu’tazilah yang tidak menerima pendapat-pendapat di atas. Bagi mereka, orang yang
berdosa besar bukan kafir, tetapi bukan pula mukmin. Orang yang serupa ini mengambil posisi di
antara ke dua posisi mukmin dan kafir, yang dalam bahasa Arab terkenal dengan istilah al-
manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi).11

Setelah ketiga aliran di atas, lalu muncul pula dua aliran Ilmu Kalam yang terkenal dengan
nama Qadariyah dan Jabariah. Menurut Qadariyah manusia memiliki kemerdekaan dalam
kehendak dan perbuatannya.Sebaliknya, Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai
kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.

Dari paparan sekilas ini, secara jelas dapat diketahui bahwa peristiwa tahkim berdampak
dan berimplikasi kepada tumbuhnya aliran-aliran dalam Ilmu Kalam.Khawarij, Murjiah dan
Mu’tazilah merupakan aliran yang pertama sekali muncul dalam sejarah peradaban
Islam.Kemudian muncul aliran Qadariyah dan Jabariyah.Kedua aliran ini kendatipun pada
awalnya muncul dengan membentuk aliran tersendiri, tetapi dalam perkembangannya tidak lagi
dapat disebut sebagai aliran. Paham Qadariyah dan Jabariyah kemudian memasuki aliran-aliran
Ilmu Kalam yang ada.

11 Abdul Rozakdan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2012, hlm. 35.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan yang telah diterangkan di atas mulai dari pengertian ilmu kalam dan latar
belakang lahirnya ilmu kalam maka dari itu penulis dapat menarik keseimpulan sebagai berikut:
Persoalan lahrinya ilmu kalam berawal dengan polemik politik ketika rasulullah wafat, dimana
umat muslim saat itu risau dikarenakan rasulullah meninggal tanpa meninggalkan pesan dan
wasiat siapa yang akan menggantikan beliau, sehingga disitulah umat muslim mulai berselisih
terkait yang akan menjadi pemimpin selanjutnya. Persoalan kalam pun memuncak pada masa Ali
bin Abi thalib yang memperdebatkan tentang orang yang berdosa besar adalah kafir.

Perkembangan Ilmu kalam sebagai Bidang ilmu dimulai pada masa bani Abbasiyah dimana
masyarakat dan mayoritas umat islam menerima ilmu kalam, karena dimana pada awalnya
mereka menganggap orang yang mempelajari ilmu kalam adalah bid’ah namun seiring
berjalanya waktu mereka menganggap bahwa ilmu kalam sangat penting untuk dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah M.Amin. Falsafah Kalam di Era Postmodernisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009.

Ahmadin. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Pranadamedia Group. 2020.

Anwar Abdul Rozakdan Rosihon. Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia. 2012.

As-Suyuthi Imam. Tarikh Khulafa Sejarah Penguasa Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2009.

Nasar Seyyed Hossein. Intelektual Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009.

Nasution Harun. Teologi islam, Aliran-Aliran. Sejarah. Analisis Perbandingan. Jakarta: UI Press,
1986.

Supriyadi Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam. Jakarta: Prenadamedia Group, 2015.

Yusuf Yunan. Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: dari Khawarij ke Buya Hamka hingga ke
Hasan ke hasan Hanafi . Jakarta: Prenadamedia Grroup. 2014.

Zaini Ahmad. Mengurai Sejarah Timbulnya Pemikiran Ilmu Kalam dalam Islam. Jurnal Akhlak
dan Tasawuf . vol 1. no.1. Januari-Juni, 2015.

Anda mungkin juga menyukai