Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM


DOSEN PENGAMPUH : DR. MUHAMMAD SUAIB TAHIR, M.A.

SEJARAH MU’TAZILAH DAN ALIRANNYA SERTA


PEMIKIRANNYA

Oleh ;
Tri Surya Putra : 2386131090
Abdul Baari Al Muthi : 2386131094
Ahmad Al farisi : 2386131097

ILMU AL- QUR’AN DAN TAFSIR


PASCASARJANA UNIVERSITAS PTIQ
JAKARTA 2023
SEJARAH MU’TAZILAH DAN ALIRANNYA SERTA PEMIKIRANNYA

History of the Mu’tazilah and Sects and Thoughts

‫اترخي املعزتةل ومدارسها وأفاكرها‬


Tri Surya Putra Yusran Gani
Universitas PTIQ Jakarta
Abdul Baari Al Muthi
Universitas PTIQ Jakarta
Ahmad Alfarisy
Universitas PTIQ Jakarta

Abstrak
Jurnal ini akan mengurai tentang salah satu aliran teologi tertua dalam Islam yaitu Mu’tazilah.
Aliran teologi ini mempunyai sejarah yang menarik dibahas yang mana pencetus aliran ini
adalah seseorang yang lahir di kota Madinah, akan tetapi mengembangkan ajarannya di kota
Bashrah. Adapun pemikiran yang populer dari ajaran ini adalah Ushul al-Khomsah, yang
apabila seseorang tidak mengakui ajaran ini, maka tidak patut disebut sebagai golongan
Mu’tazilah. Aliran ini juga memiliki banyak tokoh-tokoh besar yang mewarnai corak pada
teologi ajaran Mu’tazilah mulai dari Washil bin Atha’ sampai Hisyam bin Amr al-Fuwati.
Jurnal ini mengunakan metode kualitatif deskriptif dalam membahas point-point yang berada
dalam jurnal ini serta merangkum data-data yang ditemukan dari sumber yang kredibel dan
menjabarkannya secara singkat dan tepat.

Kata Kunci: Mu’tazilah, Sejarah, Tokoh, dan Pemikiran.

Abstract
This journal will describe one of the oldest theological schools in Islam, namely the Mu'tazilah.
This theological school has an interesting history to discuss, where the originator of this school
was someone who was born in the city of Medina, but developed his teachings in the city of
Basrah. The popular idea of this teaching is Ushul al-Khomsah, which is that if someone does not
acknowledge this teaching, then they do not deserve to be called a Mu'tazilah. This sect also has
many great figures who colored the theology of Mu'tazilah teachings, from Washil bin Atha' to
‫‪Hisyam bin Amr al-Fuwati. This journal uses a descriptive qualitative method in discussing the‬‬
‫‪points in this journal as well as summarizing the data found from credible sources and explaining‬‬
‫‪it briefly and precisely.‬‬

‫‪Keywords: Mu'tazilah, History, Figures and Thoughts.‬‬


‫املاخص‬
‫ستصف هذه اجملةل واحدة من أقدم املدارس الالهوتية يف اإلسالم‪ ،‬ويه املعزتةل‪ .‬ولهذه املدرسة الالهوتية اترخي مثري لالهامتم‪ ،‬حيث‬
‫أن مؤسس هذه املدرسة هو خشص ودل يف املدينة املنورة‪ ،‬لكنه طور تعالميه يف مدينة البرصة‪ .‬والفكرة الشائعة لهذا التعلمي يه أصول‬
‫امخلاسية‪ ،‬ويه أن من ال يعرتف هبذا التعلمي فإنه ال يستحق أن يسمى معزتةل‪ .‬كام أن لهذه الطائفة العديد من الشخصيات العظمية اليت‬
‫لونت عقائد املعزتةل‪ ،‬من واشل بن عطاء إىل هشام بن معرو الفوطي‪ .‬تستخدم هذه اجملةل املهنج الوصفي النوعي يف مناقشة النقاط‬
‫‪.‬الواردة يف هذه اجملةل ابإلضافة إىل تلخيص البياانت املوجودة من مصادر موثوقة ورشهحا إبجياز ودقة‬

‫‪.‬اللكامت ادلاةل ‪ :‬املعزتةل‪ ،‬اترخي وخشصيات وأفاكر‬


Pendahuluan
Sejarah telah mencatat bahwa perpecahan umat Islam sebagian besar
dipengaruhi oleh perbedaan pandangan pada suatu persoalan subtansi agama. Ini telah
dicontohkan adanya perpecahan pada umat Islam pasca meninggalnya Nabi
Muhammad SAW, zaman khulafaurrosidin, bani Umayyah dan bani Abbasiyah. Umat
Islam semakin mengeneralisasi pada saat perbedaan pemikiran dan pandangan telah
masuk dalam ranah teologi, dan hukum.1
Perpecahan umat Islam tidak berhenti pada ranah pemikiran namun juga telah
masuk pada ranah action, bukan hanya perbedaaan pendapat namun juga berbeda
aliran, dan diperparah lagi perbedaan itu berkahir dengan pertumpahan darah. 2 Dari
rangkaian diatas maka penulis mencoba mengurai kembali sejarah penyebab
perpecahan umat Islam dalam sudut pandang salah satu aliran yang fenomenal dalam
sejarah pemikiran Islam agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap generasi
selanjutnya.

Sejarah Munculnya Aliran Mu’tazilah


Sejarah munculnya aliran Mu’tazilah muncul di kota Bashrah, pada abad ke 2
Hijriyah, tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik
Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. 3 Pelopornya adalah seorang
penduduk Bashrah mantan murid al-Hasan al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’
al-Makhzumi al-Ghozzal yang lahir di Madinah tahun 700 M, kemunculan Mu’tazilah
diawali dari problematika teologis yang terjadi di abad tersebut, salah satunya
mengenai status orang mukmin yang melakukan dosa besar, apakah ia tetap mukmin
atau kafir.4
Masalah status mukmin yang berdosa besar tersebut muncul di forum ketika
dipertanyakan oleh seorang peserta kepada Hasan al-Bashri di pengajiannya. Disaat
Hasan al-Bashri masih berfikir untuk menjawab, secara spontan salah seorang peserta
pengajian yang bernama Washil ibn Atha’ memberikan jawaban. Menurut pendapat

1
Ignaz Goldziher, Mazhab Tafsir: dari klasik hingga modern. Yogyakarta, eLSAQ Press, 2010 h.
129
2
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam : Pemikiran Kalam. Jakarta: Perkasa, 1990. h. 23
3
Al-Syahrastani, Al-Milal wa al-Nihal. Cairo Mesir: Musthafa al-babi alHalabi, 1961. h. 125
4
Harun Nasution, Teologi Islam ,Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI Press,
1986. h. 76
saya katanya, orang mukmin yang berbuat dosa besar maka statusnya tidak lagi
mukmin sempurna namun juga tidak kafir sempurna. Dia berada di antara dua posisi
yang disebutnya al-Manzilah bayn al-Manzilatain. Sesudah mengemukakan pendapat
tersebut, Washil ibn Atha’ langsung meninggalkan forum pengajian Hasan al-Bashri
dan diikuti oleh temannya yang bernama ‘Amr ibn Ubaid. Mereka langsung menuju
salah satu tempat lain di dalam masjid tersebut.5
Melihat tindakan Washil dan temannya itu, Hasan al-Bashri pun berkomentar
dengan kata : I’tazala ‘Anna Washil, (Washil telah memisahkan diri dari kita). 6
Semenjak itulah Washil dan kawannya dinamai dengan sebutan Mu’tazilah. Peristiwa
yang diceritakan di atas dinilai oleh banyak ahli sejarah sebagai faktor utama penyebab
lahirnya aliran Mu’tazilah.
Ada pula versi lain sebagaimana dijelaskan oleh al-Baghdadi bahwa Washil dan
temannya ‘Amr ibn ‘Ubaid diusir oleh Hasan al-Basri dari majelisnya karena adanya
perbedaan pendapat antara mereka tentang masalah qadar dan orang mukmin yang
berdosa besar. Keduanya kemudian menjauhkan diri dari Hasan al-Bashri dan mereka
pun disebut dengan kaum Mu’tazilah karena pendapat mereka memisahkan diri dari
pendapat umat Islam pada umumnya tentang mukmin yang berdosa besar.7
Istilah Mu’tazilah sebenarnya sudah pernah muncul satu abad sebelum
munculnya Mu’tazilah yang dipelopori oleh Washil ibn Atha. Sebutan Mu’tazilah
ketika itu merupakan julukan bagi kelompok yang tidak mau terlibat dengan urusan
politik, dan hanya menekuni kegiatan dakwah dan ibadah semata. 8 Secara khusus
sebutan Mu’tazilah itu ditujukan kepada mereka yang tidak mau ikut peperangan, baik
perang Jamal antara pasukan Sayyidina Ali ibn Abi Thalib dengan pasukan Siti Aisyah,
maupun perang Siffin antara pasukan Saidina Ali ibn Abi Thalib melawan pasukan
Mu’awiyah. Kedua peperangan ini terjadi karena persoalan politik. 9
Jika Mu’tazilah pertama muncul berkaitan dengan masalah politik, maka
Mu’tazilah yang kedua, yang muncul satu abad kemudian, lebih disebabkan karena
persoalan agama semata. Mu’tazilah inilah yang kemudian menjadi salah satu aliran
Kalam dalam pemikiran Islam.
5
Abu Zahrah. Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah. Cairo Mesir: Dar al-Fikr al- ‘Araby, 2004. h. 56
6
Al-Syahrastani. Al-Milal wa al-Nihal. Cairo Mesir : Mushthafa al-Halaby , 1961. h.48.
7
Al-Baghdadi. al-Farq bayn al-Firaq. Cairo : Maktabah Ali Sabih 1996, h. 20.
8
Ahmad Amin. Zhuhr al-Islam. Cairo Mesir: Maktabah al-Nahdah, 1975. h.7.
9
Ahmad Amin. Fajr al-Islam. Beirut Lebanon: Dar al-Kutub al-Araby, 1969), h.290.
Tokoh-tokoh Mu’tazilah dan Pemikirannya
1. Wasil bin Atha
Wasil bin Atha adalah orang pertama yang meletakkan kerangka dasar ajaran
Muktazilah. Ada tiga ajaran pokok yang dicetuskannya, yaitu paham almanzilah bain
al-manzilatain, paham Qadariyah yang diambilnya dari Ma’bad dan Gailan, dua tokoh
aliran Qadariyah, dan paham peniadaan sifat-sifat Tuhan. Dua dari tiga ajaran itu
kemudian menjadi doktrin ajaran Muktazilah, yaitu almanzilah bain al-manzilatain
dan peniadaan sifat-sifat Tuhan.10
2. Abu Huzail al-Allaf
Ia lebih populer dengan panggilan al-Allaf karena rumahnya dekat dengan
tempat penjualan makanan ternak. Gurunya bernama Usman al-Tawil salah seorang
murid Washil ibn Atha. Abu Huzail al-Allaf adalah seorang filosof Islam. Ia
mengetahui banyak falsafah yunani dan itu memudahkannya untuk menyusun ajaran-
ajaran Muktazilah yang bercorak filsafat. Ia antara lain membuat uraian mengenai
pengertian Nafy as-sifat yaitu meniadakan sifat tuhan, dan meletakkan dasar ajaran as-
Salah wa al-Aslah yang bagi Muktazilah merupakan nilai hakikat kebenaran yang tidak
bersandar kepada teks maupun tradisi profetik, tetapi hanya sebatas ditentukan oleh
mekanisme nalar dan akal sepenuhnya.11
3. Abu Ali Muhammad ibn Ali al-Jubba’i
Dilahirkan di Jubba sebuah kota kecil di propinsi Chuzestan Iran tahun 135 H
dan wafat tahun 267 H. Panggilan akrabnya ialah Al-Jubba’i dinisbahkan kepada
daerah kelahirannya di Jubba. Ia adalah ayah tiri dan juga guru dari pemuka
Ahlussunnah Waljamaah Imam Abu Hasan al-Asy’ari. Al-Jubba’i menerangkan bahwa
Tuhan tidak mempunyai sifat; kalau dikatakan Tuhan berkuasa, berkehendak, dan
mengetahui, berarti Ia berkuasa, berkehendak, dan mengetahui melalui esensi-Nya,
bukan dengan sifat-Nya. Lalu tentang kewajiban manusia, ia membaginya ke dalam
dua kelompok, yakni kewajiban-kewajiban yang diketahui manusia melalui akalnya

10
Ali Mushthafa al-Ghuraby, Tarikh al-Firaq al-Islamiyah wa Nasy’atu al-Ilmi alKalam ‘Inda al-
Muslimin. (Cairo Mesir: Mathba’ah Muhammad Ali Shabih wa Auladi, 1958), h.74-76.
11
Abdul Rozak, Anwar, Rosihan. Ilmu Kalam Bandung : CV. Pustaka Setia 2009. h.78
(wãjibah aqliah) dan kewajibankewajiban yang diketahui melalui ajaranajaran yang
dibawa para rasul dan nabi (wãjibah syar’iah).12
4. Ibrahim ibn Sayyar ibn Hani al-Nazham
Ia lebih populer dengan sebutan al-Nazham. Pendapatnya yang populer adalah
mengenai keadilan Tuhan. Karena Tuhan itu Maha Adil, Ia tidak berkuasa untuk
berlaku zalim. Dalam hal ini berpendapat lebih jauh dari gurunya, al-Allaf. Kalau Al-
Allaf mangatakan bahwa Tuhan mustahil berbuat zalim kepada hamba-Nya, maka an-
Nazzam menegaskan bahwa hal itu bukanlah hal yang mustahil, bahkan Tuhan tidak
mempunyai kemampuan untuk berbuat zalim. Ia berpendapat bahwa pebuatan zalim
hanya dikerjakan oleh orang yang bodoh dan tidak sempurna, sedangkan Tuhan jauh
dari keadaan yang demikian. Ia juga mengeluarkan pendapat mengenai mukjizat al-
Quran. Menurutnya, mukjizat al-quran terletak pada kandungannya, bukan pada uslūb
atau gaya bahasa dan balāgah (retorika)-Nya. Ia juga memberi penjelasan tentang
kalam Allah SWT. Kalam adalah segalanya sesuatu yang tersusun dari huruf-huruf dan
dapat didengar. Karena itu, kalam adalah sesuatu yang bersifat baru dan tidak Kadim. 13
5. Abu Usman Amr bin Bahar bin Mahbub al-Kinani
Atau yang lebih dikenal dengan nama al-Jahiz. ia menjadi seorang ilmuwan
muslim yang menguasai banyak bidang ilmu pengetahuan, seperti hadits, kalam,
filsafat (terutama pemikiran Aristoteles), kesastraan, sejarah, ilmu hewan, ilmu
tumbuhan, dan segala yang berhubungan dengan kehidupan manusia. Oleh sebab itu
dalam tulisan-tulisannya dijumpai paham naturalism atau kepercayaan akan hukum
alam yang oleh kaum muktazilah disebut Sunnah Allah, yang antara lain menjelaskan
bahwa perbuatan-perbuatan manusia tidaklah sepenuhnya diwujudkan oleh manusia
itu sendiri, malainkan ada pengaruh hukum alam.14
6. Mu’ammar bin Abbad
Mu’ammar bin Abbad adalah pendiri Mu’tazilah aliran Baghdad. pendapatnya
tentang kepercayaan pada hukum alam sama dengan pendapat al-jahiz. Ia mengatakan
bahwa Tuhan hanya menciptakan benda-benda materi, Adapun al-aradh atau
accidents, sesuatu yang datang pada benda-benda itu adalah hasil dari hukum alam.

12
Ignaz Goldziher, Mazhab Tafsir: dari klasik hingga modern. Yogyakarta, eLSAQ Press, 2010. h.
150
13
Abdul Rozak, Anwar, Rosihan. Ilmu Kalam Bandung : CV. Pustaka Setia 2009. h. 80
14
Daif, Syauqi. Tarikh al-Adab al-‘Arabi: al-‘Asr al-‘Abbasi. Cairo: Dar al-Ma‘arif 1998. h.91
Misalnya, jika sebuah batu dilemparkan ke dalam air, maka gelombang yang dihasilkan
oleh lemparan batu itu adalah hasil atau kreasi dari batu itu, bukan hasil ciptaan
Tuhan.15
7. Bisyr ibn al-Mu’tamir
Ajarannya yang masyhur menyangkut pertanggung jawaban perbuatan
manusia.
Anak kecil baginya tidak dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya di akhirat
kelak, karena ia belum mukalaf. Dan Seorang yang berdosa besar kemudian bertobat,
lalu mengulangi lagi berbuat dosa besar, akan mendapat siksa ganda, meskipun ia
telah bertobat atas dosa besarnya yang terdahulu.16
8. Abu Musa al-Mudrar
Al-Mudrar dianggap sebagai pemimpin Muktazilah yang sangat ekstrim, karena
pendapatnya yang mudah mengkafirkan orang lain. Menurut Syahrastani, al-Mudrar
menuduh kafir semua orang yang mempercayai keqadiman Al-Quran. Ia juga menolak
pendapat bahwa di akhirat Allah SWT dapat dilihat dengan mata kepala. 17
9. Hisyam bin Amr al-Fuwati
Al-Fuwati berpendapat bahwa apa yang dinamakan surga dan neraka hanyalah
ilusi, belum ada wujudnya sekarang. Alasan yang dikemukakan adalah tidak ada
gunanya menciptakan surga dan neraka sekarang karena belum waktunya orang
memasuki surga dan neraka.18

Lima Doktrin Pokok (al-Ushul al-Khamsah)

1. At-Tauhid
Al-Tauhid, yaitu mengesakan Tuhan. Dalam mengesakan Tuhan, kaum
Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat-sifat yang berdiri sendiri
di luar zat, karena akan berakibat banyaknya yang qadim. Mereka juga menolak sifat-
sifat jasmaniyah (antropomorfisme) bagi Tuhan karena akan membawa tajsim dan
tasybih.19
15
Al-Baghdadi, Abdul Qahir. Al-Farqu Bain l-Firaq. Cairo Mesir: Maktabah Ali Sabih 2001. h. 78
16
Madkour, Ibrahim. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Jakarta PT. Bumi Aksara, 2009. h. 46
17
Joesoef Sou’yb. Peranan Aliran Iktizal dalam Perkembangan Pikiran Islam. Jakarta: Pustaka Al-
Husna, 1982. h. 57
18
Abdul Rozak, Anwar, Rosihan. Ilmu Kalam Bandung : CV. Pustaka Setia 2009. h.78
19
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam III. Cairo Mesir, al-Nahdhah al-Mishriyah, 1966. h. 21
2. Al- Adlu
Ajaran dasar Mu’tazilah yang kedua adalah al-adl, yang berarti Tuhan Maha
Adil. Adil ini merupakan sifat yang paling gamblang untuk menunjukkan
kesempurnaan, karena Tuhan Maha sempurna dia pasti adil. Faham ini bertujuan ingin
menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut pandang manusia. Tuhan
dipandang adil apabila bertindak hanya yang baik dan terbaik. Begitupula Tuhan itu
adil bila tidak melanggar janjinya.20
Dengan demikian Tuhan terikat dengan janjinya. Dan Merekalah golongan yang
mensucikan Allah daripada pendapat lawannya yang mengatakan: bahwa Allah telah
mentakdirkan seseorang itu berbuat maksiat, lalu mereka di azab Allah, sedang
Mu’tazialah berpendapat, bahwa manusia adalah merdeka dalam segala perbuatan dan
bebas bertindak, sebab itu mereka di azab atas perbuatan dan tindakannya. Inilah yang
mereka maksud keadilan itu.21
Ajaran tentang keadilan berkaitan dengan beberapa hal, antara lain :
a. Perbuatan manusia.
Manusia menurut Mu’tazilah melakukan dan menciptakan
perbuatannya sendiri, terlepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan.
Manusia benar-benar bebas untuk menentukan pilihannya.Tuhan hanya
menyuruh dan menghendaki yang baik. Konsep ini memiliki konsekuensi
logis dengan keadilan Tuhan, yaitu apapun yang akan diterima manusia di
akhirat merupakan balasan perbuatannya di dunia.
b. Berbuat baik dan terbaik.
Maksudnya adalah kewajiaban Tuhan untuk berbuat baik, bahkan
terbaik bagi manusia. Tuhan tidak mungkin jahat atau aniaya karena itu
akan menimbulkan persepsi bahwa Tuhan tidak maha sempurna. Bahkan
menurut al-Nazham, salah satu tokoh Mu’tazilah konsep ini berkaiatan
dengan kebijaksanaaan, kemurahan dan kepengasihan Tuhan.
c. Mengutus Rasul.
Mengutus Rasul kepada manusia merupakan kewajiaban Tuhan
karena alasan berikut ini :

20
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam III. Cairo Mesir, al-Nahdhah al-Mishriyah, 1966. h. 21
21
Thahir Taib, Abd.Mu‟in. Ilmu Kalam. Jakarta : Penerbit Widjaya. 1986. h.103
1) Tuhan wajib berbuat baik kepada manusia dan hal itu tidak
dapat terwujud kecuali dengan mengutus Rasul kepada
mereka.
2) Al-Qur’an secara tegas menyatakan kewajiban Tuhan untuk
belas kasih kepada manusia .Cara terbaik untuk maksud
tersebut adalah dengan pengutusan rasul.
3) Tujuan di ciptakannya manusia adalah untuk beribadah
kepadaNya dengan jalan mengutus rasul.22
3. Al-Wa’ad wa al-Wa’id
Ajaran ini berisi tentang janji dan ancaman. Tuhan yang Maha Adil tidak akan
melanggar janjinya dan perbuatan Tuhan terikat dan di batasi oleh janjinya sendiri. Ini
sesuai dengan prinsip ajaran yang ke dua yaitu al-Adlu.
Dan ajaran ketiga ini tidak memberi peluang bagi Tuhan selain menunaikan
janjinya yaitu memberi pahala orang yang taat dan menyiksa orang yang berbuat
maksiat, ajaran ini tampaknya bertujuan mendorong manusia berbuat baik dan tidak
melakukan perbuatan dosa.23
4. Al-Manzilah bain al-Manzilatain
Al-Manzilah bain al-Manzilatain adalah tempat di antara dua tempat. Kaum
Mu’tazilah berpendapat bahwa orang mukmin yang berdosa besar, statusnya tidak lagi
mukmin dan juga tidak kafir, ia berada di antara keduanya. Doktrin inilah yang
kemudian melahirkan aliran Mu’tazilah yang digagas oleh Washil ibn Atha. 24
5. Al-Amr bi al-ma’ruf wa al-Nahyi ‘an al-munkar
Ajaran ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. Ini
merupakan konsekuensi logis dari keimananan seseorang. Pengakuan keimanan harus
dibuktikan dengan perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orang berbuat baik
dan mencegahnya dari kejahatan. Ini merupakan kewajiban dakwah Mu’tazilah.
Perbedaan mazhab Mu’tazilah dengan mazhab lain mengenai ajaran kelima ini terletak
pada tata pelaksanaanya. Menurut Mu’tazilah jika memang diperlukan kekerasan
dapat ditempuh untuk mewujudkan ajaran tersebut.

22
Al-Nasysyar Ali Sami. Nasy’ah al-Fikr al-Falsafi fil Islam I. Cairo: Darul Ma’arif, 1966. h. 45
23
Al-Ghuraby Ali Musthafa. Tarikh al-Firaq al-Islamiyah Wa Nasy’ah al-‘Ilmi al-Kalam ‘Indal
muslimin. Mesir Cairo: Mathba’h Muhammad Ali Sabih wa Awladih, 1958. hal. 68
24
Thahir Taib, Abd.Mu‟in. Ilmu Kalam. Jakarta : Penerbit Widjaya. 1986. h.84
Kesimpulan
Berdasarkan penjabaran penilitian yang kami lakukan, maka dapat kami
simpulkan pada Jurnal kami yang berjudul, “Sejarah Mu’tazilah dan Alirannya serta
Pemikirannya” bahwa:
1. Lahirnya Mu’tazilah diawali dari permasalahan politik di abad pertama setelah Nabi
SAW meninggal, kemudian puncaknya ketika muncul permasalahan teologis pada 1
abad setelahnya yaitu pada tahun 105-110 hijiriyah, yang dipelopori oleh Washil ibn
Atha yang menegmukakan pendapat mengenai pelaku dosa besar di depan jama’ah
Hasan al-Bashri.
2. Aliran Mu’tazilah setidaknya memiliki 9 tokoh yang berpengaruh dengan ciri khas
pemikirannya sendiri yaitu;
a. Washil ibn Atha ; al-Manzilah bain al-Manzilatain
b. Abu Huzail al-Allaf ; Nafy as-Sifat
c. Al-Jubbai ; Wajibah Aqliyah dan Wajibah Syariyyah.
d. Al-Nazham ; Allah tidak mempunyai kemampuan berbuat dzalim dan
menurutnya al-Quran tidak qadim.
e. Al-Jahiz ; Paham Naturalism dan Sunnah Allah.
f. Mu’ammar bin Abbad ; al-Aradh.
g. Bisyr ibn al-Mu’tamir ; Pertanggung jawaban manusia.
h. Al-Mudrar ; Kekerasan dalam berdakwah.
i. Hisyam bin Amr al-Fuwati ; Surga dan Neraka berupa ilusi.
3. Mu’tazilah memiliki 5 pokok ajaran yang wajib diketahui dan dilaksanakan oleh para
pengikutnya yaitu, at-Tauhid, al-Adl, al Wa’d wa al-Wa’id, al-Manzilah bain al-
Manzilatain dan al-Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahy al-Munkar.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rozak, Anwar, Rosihan. Ilmu Kalam Bandung : CV. Pustaka Setia 2009.
Abu Zahrah. Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah. Cairo Mesir: Dar al-Fikr al- ‘Araby,
2004.
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam III. Cairo Mesir, al-Nahdhah al-Mishriyah, 1966.
Ahmad Amin. Fajr al-Islam. Beirut Lebanon: Dar al-Kutub al-Araby, 1969.
Ahmad Amin. Zhuhr al-Islam. Cairo Mesir: Maktabah al-Nahdah, 1975.
Al-Baghdadi, Abdul Qahir. Al-Farqu Bain l-Firaq. Cairo Mesir: Maktabah Ali
Sabih 2001.
Al-Ghuraby Ali Musthafa. Tarikh al-Firaq al-Islamiyah Wa Nasy’ah al-‘Ilmi al-
Kalam ‘Indal muslimin. Mesir Cairo: Mathba’h Muhammad Ali Sabih wa Awladih, 1958.
Al-Nasysyar Ali Sami. Nasy’ah al-Fikr al-Falsafi fil Islam I. Cairo: Darul Ma’arif,
1966.
Al-Syahrastani, Al-Milal wa al-Nihal. Cairo Mesir: Musthafa al-babi alHalabi,
1961.
Daif, Syauqi. Tarikh al-Adab al-‘Arabi: al-‘Asr al-‘Abbasi. Cairo: Dar al-Ma‘arif
1998.
Harun Nasution, Teologi Islam ,Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan.
Jakarta: UI Press, 1986.
Ignaz Goldziher, Mazhab Tafsir: dari klasik hingga modern. Yogyakarta, eLSAQ
Press, 2010. h. 150
Joesoef Sou’yb. Peranan Aliran Iktizal dalam Perkembangan Pikiran Islam.
Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1982.
Madkour, Ibrahim. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Jakarta PT. Bumi Aksara,
2009.
Thahir Taib, Abd.Mu‟in. Ilmu Kalam. Jakarta : Penerbit Widjaya. 1986.
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam : Pemikiran Kalam. Jakarta: Perkasa, 1990.

Anda mungkin juga menyukai