Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

ILMU KALAM
MENGENAL DAN MEMAHAMI TENTANG KHALIFAH AHLUSSUNNAH
(AL-ASY’ARI DAN AL-MATURIDI)

DOSEN PENGAMPU:
AGUS MOH SHOLAHUDDIN,M.Pd

DISUSUSN OLEH:
1. AHMAD ARIS FIRMANSYAH NIM 230101126
2. SITI NURUL ISNA FAUZIYAH NIM 230101260
3. SYAFA’ATUN NISA NIM 230101072

PROGAM STUDI PENDIDKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUNAN GIRI BOJONEGORO
TAHUN AKADEMIKA 2023/2024
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Beragam aliran teologi yang berdiri memiliki sejarah yang cukup panjang, semuanya tidak
terlepas dari para pendirinya dan latar belakang yang menyertai sampai pada para pengikutnya
yang memiliki loyalitas terhadap aliran tersebut.
Makalah ini akan membahas tentang aliran Asy’ariyah yang berkembang pada abad ke-4
dan ke-5 atau ke-10 dan ke-11. Aliran ini merupakan salah satu aliran yang muncul atas reaksi
terhadap Mu’tazilah sebagai paham yang memprioritaskan akal sebagai landasan dalam
beragama. Ketidaksepakatan doktrin-doktrin Mu’tazilah tersebut memunculkan aliran
Asy’ariyah yang dipelopori oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ari. Doktrin-doktrin yang dikemukakan
beliau dan para pengikutnya merupakan penengah diantara aliran-aliran yang ada pada saat itu.
Pada perkembangan selanjutnya aliran ini banyak yang dianut oleh mayoritas umat islam
karena dianggap sebagai aliran Sunni yang mampu mewakili cara berpikir yang diharapkan umat
islam ditengah-tengah pergolakan hati akibat beberapa aliran yang datang lebih dulu.

B. Rumusan Masalah
1. Sejarah lahirnya Ahl al-Sunnah Khalaf (Asy’ari dan Maturidi)
2. Kerangka berfikir Ahl al-Sunnah Khalaf (Asy’ari dan Maturidi)
3. Pokok-pokok pemikiran kalam Ahl al-Sunnah Khalaf (Asy’ari dan Maturidi)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asy’ari
1. Sejarah Lahirnya al-Asy’ari
Nama Asy’ariyah sebagai suatu aliran dalam Ilmu Kalam berasal dari nama tokoh Imam
Abu Hasan al-Asy’ari yang nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan Ali Ibn Isma’il al-Asy’ari. Ia
lahir di kota Basrah (Irak) pada tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324 H / 935 M.
Dengan menyebut nama al-Asy’ari dibelakang namanya, benarlah bahwa Imam Abu Hasan al-
Asy’ari mempunyai hubungan darah dengan Abu Musa al-Asy’ari, seorang sahabat yang
menjadi hakam (perantara) dalam sengketa antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah bin Abi
Sufyan.
Pada usia remaja Abu Hasan Al-Asy’ari berguru kepada tokoh Mu’tazilah bernama Abu
Ali al-Jubbai. Oleh sebab itu ajaran-ajaran Mu’tazilah sungguh telah didalami oleh al-Asy’ari
sampai ke akar-akarnya. Malah dikatakan Abu Hasan al-Asy’ari menggeluti paham yang
terdapat dalam Mu’tazilah selama lebih kurang 40 tahun.
Tetapi oleh sebab-sebab yang kurang jelas, Abu Hasan al-Asy’ari meninggalkan paham
Mu’tazilah, dan kemudian membangun suatu sistem teologi sendiri yang kemudian dikenal
dalam sejarah pemikiran Islam dengan nama aliran Asy’ariyah. Diantara sebab yang sering
disebut dalam menjelaskan keluarnya Abu Hasan al-Asy’ari dari Mu’tazilah adalah mimpi
Asy’ari sendiri yang bertemu dengan Nabi Muhammad SAW beserta perdebatannya dengan Abu
Ali al-Jubbai tentang bagaiman kedudukan tiga orang, mukmin, kafir, dan anak kecil, kelak di
akhirat.
2. Kerangka Berfikir al-Asy’ari

Peristiwa perpindahan al-Asy’ari dari aliran Mu’tazilah kepada aliran Ahlu al-Sunnah wa
al-Jama’ah menimbulkan beberapa interpretasi dikalangan para pemikir terutama para ahli
teologi menurut Muhammad Abduh, al-Asy’ari mengambil jalan tengah (wasathan) antara
paham teksturalis (paham yang berpegang teguh pada arti lafaz dari suatu dalil naql) dengan
paham rasionalis (paham yang didasarkan atas pemujaan akal pikiran dan sering menggunakan
takwil dalam memahami dalil naql). Karena al-Asy’ari mengambil jalan tengah antara golongan
rasionalis dan golongan teksturalis, maka cara tersebut dapat diterima oleh mayoritas kaum
muslimin. Nurcholish Madjid dalam tulisannya menyatakan bahwa al-Asy’ari semula ingin
menengahi antara Qodari dan Jabari dengan teori kasab-nya, kemudian tampak menjadi Jabari.
Sebenarnya yang membuat paham al-Asy’ari menjadi Jabari adalah pengikutnya.

3.Pokok-pokok Pemikiran al-Asy’ari

Teologi Asy’ariyah dibangun oleh Abu Hasan Ali Ibn Isma’il Asy’ari yang lahir di
Basrah pada tahun 873 M dan wafat di Bagdad pada tahun 935 M. pada mulanya ia adalah murid
al-Jubbai dan termasuk salah seorang yang terkemuka dalam golongan Mu’tazilah. Abu Hasan
Ibn Isma’il Asy’ari adalah seorang yang pada mulanya penganut Mu’tazilah yang tangguh
sehinggah ia mendapatkan perintah dan kepercayaan untuk berdebat dengan orang-orang yang
merupakan lawan Mu’tazilah.
Ajaran Asy’ariyah ini muncul sebagai alternative yang menggantikan kedudukan ajaran
teologi Mu’tazilah yang sudah mulai ditinggalkan oleh orang sejak zaman al-Mutawakkil.
Diketahui bahwa setelah al-Mutawakkil membatalkan utusan al-Ma’mun yang menetapkan
aliran Mu’tazilah sebagai mazhab negara. Kemudian kedudukan aliran ini mulai menurun,
apalagi setelah al-Mutawakkil menunjukkan sikap penghargaan dan penghormatan terhadap Ibn
kambal sebagai lawan Mu’tazilah terbesar diwaktu itu.
Adapun ajaran teologi Asy’ariyah yang cukup terkenal diantaranya sebagai berikut.
1. Sifat Tuhan, menurut Asy’ari mustahil Tuhan mengetahui zat-Nya. Tuhan mengetahui
dengan pengetahuan dan pengetahuan-Nya itu bukanlah zat-Nya semua ini sejalan
keterangan ayat-ayat al-Qur’an yang umumnya dipahami oleh para mufasir.
2. Dalil adanya tuhan, menurut Asy’ari kita wajib percaya pada adanya Tuhan, karena
diperintakan Tuhan dan perintah ini kita tangkap dengan akal. Jadi akal itu bukanlah
sumber tetapi hanya sebagai alat untuk mempercayai adanya tuhan.
3. Perbuatan manusia, Asy’ari menolak paham Qadariyah dam menolak paham
Jabariyah, Asy’ari mengajukan paham kasab. Menurut Asy’ari, bahwa sesuatu
perbuatan terjadi dengan perantaraan daya yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia,
dan dengan demikian menjadi perolehan atau kasab baginya.
4.Pemakaian akal, segala kewajiban manusia hanya dapat diketahui melalu wahyu. Akal
tak dapat membuat sesuatu menjadi wajib dan tak dapat pula mengrtahui bahwa mengerjakan
yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wajib bagi manusia.
Sebagai pengikut Abu Hanifah yang banyak memakai rasio dalam pandangan
keagamaannya, al-Maturidi banyak pula memakai akal dalam system teologinya.Oleh karena itu
antara teologinya dan teologi yang ditimbulkan oleh al-Asy’ari terdapat perbedaan, sungguhpun
keduanya timbul sebagai reaksi terhadap aliran Mu’tazilah.Salah satu pengikut penting dari al-
Maturidi ialah Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi (421-493 H). Nenek al-Bazdawi adalah
murid dari al-Maturidi, dan al-Bazdawi mengetahui ajaran-ajaran al-Maturidi dan orang tuanya.
Al-Bazdawi sendiri mempunyai murid-murid dan salah seorang dari mereka ialah Najm al-Din
Muhammad al-Nasafi (460-537 H), pengarang buku al-‘Aqa ‘idal-Nasafiah.

B. Maturidi
1. Sejarah Lahirnya al-Maturidi
Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud al-Maturidi lahir di
Samarkand pada pertengahan kedua dari abad ke-9 M dan meninggal di tahun 944 M.
Tidak banyak diketahui mengenai riwayat hidupnya. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan
paham-paham teologinya banyak persamaannya dengan paham-paham yang dimajukan
Abu Hanifah. Sistem pemikiran teologi yang ditimbulkan Abu Mansur termasuk dalam
golongan teologi Ahli Sunnah dan dikenal dengan nama al-Maturidiah. Literatur
mengenai ajaran-ajaran Abu Mansur dan aliran Maturidiah tidak sebanyak literatur
mengenai ajaran-ajaran Asy’ariah. Buku-buku yang banyak membahas soal sekte-sekte
seperti buku-buku al-Syahrastani, Ibn Hazm, al-Baghdadi dan lain-lain tidak memuat
keterangan-keterangan tentang al-Maturidi atau pengikut-pengikutnya. mempunyai latar
belakang pendidikan yang dipengaruhi oleh sistem pemikiran teologi Hanafi, karena para
gurunya adalah murid dari Abu Hanafiah yang pahamnya bercorak rasional. Karenanya
Maturidiyah lebih bercorak liberal. Literatur mengenai ajaran-ajaran Abu Mansur dan
aliran Maturidiah tidak sebanyak literatur mengenai ajaran-ajaran Asy’ariah. Buku-buku
yang banyak.
2. Kerangka Berfikir al-Maturidi

Pada masa al-Maturidi, sedang menghangat perdebatan yang melibatkan ulama fikih dan
ahli hadis dengan kaum Mu’tazilah tentang masalah-masalah teologi. Al-Maturidi, seperti
juga al-Asy’ari, berusaha mengambil jalan tengah menghadapi kedua system pemikiran
antara kaum rasional Mu’tazilah yang sangat liberal dan pemikiran kaum tradisional
ortodoks yang ditegakkan oleh Ibn Hanbal dan pengikutnya. Ignez Gold Ziher memandang
bahwa sistem Asy’ariyah dan sistem Maturidiyah merupakan kecenderungan garis tengah
yang timbul sejak abad X M yang memungkinkan masuknya pengarus rasionalisme kedalam
pemikiran ortodoksi islam. Pengaruh tersebut tampak lebih jelas pada pemikiran
Maturidiyah. Al-Maturidi, pendiri aliran ini, ketimbang pendirian Asy’ariyah yang bercorak
lebih mendekati Mu’tazilah. Demikian pula pendapat-pendapat diantara kedua aliran teologi
ini, lebih banyak terdapat perbedaan daripada persamaannya sekalipun keduanya sama
menentang aliran Mu’tazilah.

1. Pokok-pokok Pemikiran al-Maturidi


Diantara pemikiran al-Maturidi yang penting adalah:
1. Sifat Tuhan. Menurut al-Maturidi Tuhan mempunya sifat-sifat. Tuhan mengetahui
dengan sifat ilmunya, bukan dengan zat-Nya. Tuhan berkuasa dengan sifat Qudrah-Nya,
bukan dengan zat-Nya. Pendapat ini sejalan dengan pendapat al-Asy’ari.
2. Perbuatan manusia al-Maturidi berpendapat, perbuatan manusia sebenarnya diwujudkan
oleh manusia itu sendiri, sekalipun kemauan atau kehendak untuk berbuat itu merupakan
kehendak Tuhan, tapi perbuatan itu bukanlah perbuatan Tuhan. Dalam hal ini al-Maturidi
sependapat dengan Mu’tazilah.
3. Al-Qur’an. Menurut al-Maturidi, al-Qur’an adalah kalam Allah yang Qadim, bukan
diciptakan sebagaimana paham Mu’tazilah. Untuk ini, al-Maturidi sepaham dengan al-
Asy’ari.
4. Kewajiban tuhan. Al-Maturidi berpendapat Tuhan mempunyai kewajiban-kewajiban
tertentu. Pendapat ini sejalan dengan Mu’tazilah.
5. Muslim yang berdosa besar. Ia berpendapat seperti pendapat al-Asy’ari bahwa muslim
yang melakukan dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula berada pada tempat
diantara dua tempat (al-Manzilah Bain al-Manzilahtain), sebagaimana paham Mu’tazilah.
6. Janji tuhan, baik janji memberikan pahala kepada orang yang berbuat baik maupun
ancaman siksa bagi yang berbuat jahat, menurut al-Maturidi, mesti terjadi. Tuhan akan
melaksanakan janji itu, tuhan tidak akan mungkir terhadap janjinya. Pendapat ini sejalan
Mu’tazilah.

Dari beberapa pendapat al-Maturidi diatas nampak seakan-akan ak-Maturidi berada ditengah,
antara Mu’tazilah dan Asy’ari. Sebagian pendapatnya dekat dengan al-Asy’ari sebagian lain
dengan Mu’tazilah. Meskipun demikian, ia tidak dimasukkan kedalam kelompok Mu’tazilah,
tetapi dikategorikan sebagai, bahkan tokoh utama, Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Asy’ariyah sebagai suatu aliran dalam Ilmu Kalam berasal dari nama tokoh Imam Abu
Hasan al-Asy’ari yang nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan Ali Ibn Isma’il al-Asy’ari. Ia lahir
di kota Basrah (Irak) pada tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324 H / 935 M. Al-Asy’ari
mengambil jalan tengah antara golongan rasionalis dan golongan teksturalis, maka cara tersebut
dapat diterima oleh mayoritas kaum muslimin. Ajaran Asy’ariyah ini muncul sebagai alternative
yang menggantikan kedudukan ajaran teologi Mu’tazilah yang sudah mulai ditinggalkan oleh
orang sejak zaman al-Mutawakkil. Diketahui bahwa setelah al-Mutawakkil membatalkan utusan
al-Ma’mun yang menetapkan aliran Mu’tazilah sebagai mazhab negara.
Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud al-Maturidi lahir di Samarkand
pada pertengahan kedua dari abad ke-9 M dan meninggal di tahun 944 M. Tidak banyak
diketahui mengenai riwayat hidupnya. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan paham-paham
teologinya banyak persamaannya dengan paham-paham yang dimajukan Abu Hanifah. Sistem
pemikiran teologi yang ditimbulkan Abu Mansur termasuk dalam golongan teologi Ahli Sunnah
dan dikenal dengan nama al-Maturidiah. Al-Maturidi, seperti juga al-Asy’ari, berusaha
mengambil jalan tengah menghadapi kedua system pemikiran antara kaum rasional Mu’tazilah
yang sangat liberal dan pemikiran kaum tradisional ortodoks yang ditegakkan oleh Ibn Hanbal
dan pengikutnya. al-Maturidi diatas nampak seakan-akan ak-Maturidi berada ditengah, antara
Mu’tazilah dan Asy’ari. Sebagian pendapatnya dekat dengan al-Asy’ari.
SARAN
Dengan nengetauhi materi tersebut kita sebagai manusia bisa mengetauhi aliran kalam
tersebut semoga Allah merahmati ilmu yang kita dapat ketika memepelajari ini.
DAFTAR PUSTAKA
Rozak Abdul 2011, Ilmu kalam, Bandung , Pusat Setia Nasional Harun, 1986, teologi
islam ,Jakarta,UI Press.
http://choimaarif.blogspot.co.id/2016/10sejarah-berdiri-dan-berkembangnya-al.html
http;//library.walisongo.ac.id/digilib/download.php?id=3207

Anda mungkin juga menyukai