Disusun Oleh:
SEMARANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beragam aliran teologi yang berdiri memiliki sejarah yang cukup panjang,
semuanya tidak terlepas dari para pendirinya dan latar belakang yang
menyertai sampai pada para pengikutnya yang memilki loyalitas terhadap
aliran tersebut.
Makalah ini akan membahas tentang aliran Asy’ariyah yang berkembang
pada abad ke-4 dan ke-5/ke-10 dan ke-11. Aliran ini merupakan salah satu
aliran yang muncul atas reaksi terhadap Mu’tazilah sebagai paham yang
memprioritaskan akal sebagai landasan dalam beragama. Ketidak sepakatan
terhadap doktrin-doktrin Mu’tazilah tersebut memunculkan aliran Asy’ariyah
yang dipelopori oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ari. Doktrin-doktrin yang
dikemukan beliau dan para pengikutnya merupakan penengah diantara aliran-
aliran yang ada pada saat itu.
Al-Asy’ariyah adalah pengikut Abu Hasan Ali bin Isma'il al-Asy’ari, yang
kemudian berkembang menjadi salah satu aliran teologi yang penting dalam
Islam, selanjutnya dikenal dengan aliran al-Asy’ariyah, yaitu nama yang
dinisbahkan kepada Abu Hasan al-Asy’ari sebagai peletak dasar-dasar aliran
ini. Al-Asy’ari hidup antara tahun 260-324 H. atau lahir akhir abad III dan
awal abad IV H.1
Pada abad ini dikenal ada tiga aliran dalam peta sejarah pemikiran Islam,
yaitu pertama, Aliran Salafiah, yang dipelopori oleh al-Imam Ahmad bin
Hanbal. Aliran ini dikenal sangat tekstual, yaitu menjadikan nash sebagai
satu-satunya poros dan alat dalam memahami aqidah-aqidah Islam. Kedua,
Aliran Filosof Islam yang memahami aqidah-aqidah Islam dan membelanya
harus berdasarkan akal dan naql dengan bertolak pada kebenaran-kebenaran
akal sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Ketiga, aliran Mu'tazilah,
aliran yang memadukan antara akal dan naql dengan tetap menjadikan akal
sebagai penentu bila lahiriah nash bertentangan dengan kebenaran-
1
Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah. juz VII. (Beirut: Dar al-Fikr. 1996), Cet. I, hal
581
1
2
2
Muhammad Imarah, Tarayat al-Fikr al-Islamiy, (Cairo: Dar al-Syuruq, 1991), hal 165
3
Ibid, hal 171
3
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Timbulnya Aliran Al-Asy’ariah?
2. Bagaimana Riwayat Hidup Abu Al-Hasan al-Asy’ari dan Pemikirannya?
3. Bagaimana Riwayat Hidup Al-Baqillani dan Pemikirannya?
4. Bagaimana Riwayat Hidup Al-Juwaini dan Pemikirannya?
5. Bagaimana Riwayat Hidup Al-Ghazali dan Pemikirannya?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Sejarah Timbulnya Aliran Al-Asy’ariah
2. Untuk mengetahui Riwayat Hidup Abu Al-Hasan al-Asy’ari dan
Pemikirannya
3. Untuk mengetahui Riwayat Hidup Al-Baqillani dan Pemikirannya
4. Untuk mengetahui Riwayat Hidup Al-Juwaini dan Pemikirannya
5. Untuk mengetahui Riwayat Hidup Al-Ghazali dan Pemikirannya
BAB II
PEMBAHASAN
4
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Cet.V, (Jakarta:
UI-Press, 1986), hal 66
5
Hamka Haq, Dialog: Pemikiran Islam (Makassar: Yayasan Al-Ahkam, 2000), hal 12
4
5
6
Yudian Wahyudi Asmin, Aliran dan Teory Filsafat Islam, (Jakart: Bumi Aksara, 1995), hal 65
7
Umar Hasyim, Apakah Anda Termasuk Golongan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Surabaya: PT.
Bina Ilmu, 1986), hal 66
6
12
Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah (Jakarta: Pena Pundi Aksara,
2002), hal 579
9
13
Abdullah Musthafa Al-Maraghi, Al-Fath al Mubin fi Tabaqat al-Ushuliyyin, juz 1 (Cairo: Abd
al-Hamid Hanafi, t.t)hal 233
14
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1996), hal 129
10
15
A. Hanafi, Pengantar Theologi Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1980), hal.115
16
Ibid., hal.117
11
17
Abdurrahman Dahlan dan Ahmad Qarib, Aliran Politik dan..., hal 215
18
Yudian Wahyudi Asmin, Aliran .., hal.87
12
menjunjung tinggi argumentasi akal, bahkan pergi lebih jauh dari al-
Baqillani.
2. Pemikiran Al-Juwaini
a. Fungsi akal dan wahyu
Tidak jauh berbeda dengan umumnya kaum Asy’ari. al-Juwaini
memandang akal tidak mampu menjangkau adanya kewajiban-
kewajiban, baik dan buruk dalam syariat atau hukum Tuhan sebelum
turunnya wahyu. Semua hal tersebut hanya bisa didapat melalui
perantaraan wahyu Tuhan. Namun demikian, al-Juwaini tidak
selamanya sependapat dengan al-Asy’ari, dia berpendapat bahwa baik
dan buruk yang tidak berhubungan dengan pahala dan dosa dapat
dijangkau oleh akal. Dengan demikian, fungsi akal bagi al-Juwaini
tidak selamanya bersifat konfirmatif atas informasi yang didatangkan
wahyu, tetapi juga bersifat informatif. Sebaliknya wahyu juga tidak
selamanya berfungsi informatif, tetapi terkadang bersifat konfirmatif.
b. Perbuatan Manusia
Bagi al-Juwaini, manusia bebas dalam menetukan kehendak dan
perbuatannya. Daya yang ada pada manusia menurutnya mempunyai
efek. Tetapi efeknya serupa dengan efek yang terdapat antara sebab dan
musabab. Wujud perbuatan bergantung pada daya yang ada pada
manusia. Wujud daya itu bergantung pula pada sebab lain dan wujud
sebab itu bergantung pula pada sebab lain lagi dan demikian seterusnya
sehingga sampai kepada sebab dari segala sebab yaitu Tuhan.19
Jadi menurut al-Juwaini, manusia punya andil dalam mewujudkan
perbuatannya, sebab daya yang ada pada manusia mempunyai efek saat
terjadi perbuatan. Sehingga perbuatan yang dilakukan oleh manusia
bukanlah perbuatan Tuhan, tetapi perbuatan manusia sendiri.
c. Sifat-sifat Tuhan
Al-Juwaini membagi sifat-sifat Tuhan menjadi dua kelompok, yakni
:
19
Abdurrahman Dahlan dan Ahmad Qarib, Aliran Politik dan..., hal 230
13
23
Ibid, hal 131
24
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1986), hal.83
15
25
Muhammad Yasin Nasution, Manusia menurut.., hal 134
26
Karsidi Diningrat, Sekte-Sekte .., hal.150
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah ini ditarik suatu kesimpulan bahwa secara
histories timbulnya aliran al-Asy’ariah disebabkan oleh karena kuatnya
keinginan untuk kembali pada pemahaman yang semula yaitu pemikiran
Ahlussunnah Waljamaah, tapi juga dalam pemikirannya al-Asy’ari masih
menggunakan metode yang digunakan oleh kaum Mu’tazilah, yaitu
menggunakan kemampuan akal menganalisis nash-nash al-Qur’an.
Kaum Mu’tazilah selalu mengedepankan akal pikiran untuk memahami
wahyu, berangkat dari akal kemudian wahyu. Tapi al-Asy’ari sebaliknya
mengedepankan wahyu dibanding akal, menggunakan akal seperlunya saja.
Sehingga tidak heran al-Asy’ari dalam pemikirannya selalu
mengkompromikan pemahaman Ahlussunnah Waljammah dengan kaum
rasionalis tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada setiap pokok-pokok
pemikirannya.
Riwayat hidup tokoh-tokoh Asy’ariyah diantaranya, pertama, Muhammad
bin Thayyib bin Muhammad bin Ja'far bin al-Qasim, yang lebih dikenal
dengan al-Qadhi Abu Bakr al-Baqillani, di samping sebagai mutakkalim,
beliau juga ahli ushul fikih, lahir di Bashrah dan menetap di Baqdad. Kedua,
Al-Iman al-Juwaini yang juga dikenal dengan nama Imam al-Haramaen,
mempunyai nama lengkap Abu al-Ma'ali Abd al-Malik bin Abu Muhammad
Abdullah bin Yusuf bin Abdullah bin Yusuf bin Muhammad bin Hayyuyah
al-Juwaini. Seorang ahli ushul dan fikih, beliau bermazhab Syafi'i. Ketiga,
Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali, beliau bergelar Hujjat al-
Islam dan Zain al-Din al-Syarif, Thusiy dan dipanggil dengan Abu Hamid,
beliau lahir di Thus tahun 450 H. Beliau hidup dalam keluarga yang sangat
sederhana tapi teguh dalam prinsip-prinsip Islam.
16
17
B. Saran
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua, dan menjadikan kita
semua golongan orang-orang yang terus belajar. Karena semakin kita banyak
belajar, maka kita akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat bagi kita juga
orang lain. Dengan mempelajari dan mengetahui sejarah pemikiran Islam
tentang Al-Asy’ariyah yang ada dalam makalah ini, kita semakin bisa untuk
berfikir lebih maju dalam menyikapinya, karena pengetahuan yang kita dapat
dari makalah ini dapat dijadikan sebagai pegangan dan bahan referensi dalam
kehidupan kita selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Asmin, Yudian Wahyudi. 1995. Aliran dan Teory Filsafat Islam. Jakart: Bumi
Aksara
Dahlan Abdurrahman dan Ahmad Qarib. 1996. Aliran Politik dan Aqidah dalam
Islam. Jakarta: Logos Publishing House
Mudhofir, Ali. 1996. Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
18