Disusun Oleh :
1
KATA PENGANTAR
2
Sehubungan dengan itu, ucapan terima kasih
disampaikan kepada Bapak Rektor, Wakil Rektor I, II, III,
Ketua LP2M, dan Kepala Puslitpen yang telah memberi
kesempatan untuk dapat melakukan tugas mulia ini.
Disampaikan pula rasa terima kasih kepada Wakil Dekan I,
II, dan III, Isteri (Dra. Hj. Asminah, MM.), anak-anak (Ana
Billah S.Sos, Annihlah, Salsabillah), dan semua fihak yang
banyak membantu dalam melakukan penelitian. Semoga
jasa-jasa mereka menjadi amal ibadah dan diterima oleh
Allah Swt. Amin!
Penulis,
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar – ii
Daftar Isi -- iv
BAB I Pendahuluan -- 1
4
BAB III Teologi Washil Ibn ‘Atha -- 31
BAB V Penutup -- 97
A. Kesimpulan -- 97
5
B. Saran-saran --100
6
1
PENDAHULUAN
7
atheis. Dalam merespon problematika itu, di dalamnya
1
Udi Mufradi Mawardi, Metodologi Para Teolog Islam
Abad VIII-X M., Serang: FUD Press, 2010, h. 10-14, 73.
8
hal teologisterlihat kontroversial, ia banyak mendapat
2
Udi Mufradi Mawardi, Teologi Dakwah Paradigma
Teolog Islam Abad VIII M.-X M. Dalam Berdakwah, Serang:
FUD Press, h. 6-7.
9
al-manzilatain”, sementara gurunya berpendapat
“Mu’tazilah”.
disebabkan zat-Nya.3
3
Udi Mufradi Mawardi, Metodologi Para Teolog Islam,
op. cit., h. 154.
10
Selain itu, ada lagi teori yang dimajukan
4
Ali Mustafa al-Ghurabi, Tarikh al-Firaq al-Islamiyah
wa Nasy’ah ‘Ilm al-Kalam ‘Inda al-Muslimin, Kairo: Matba’ah
Muhammad Ali Subaih wa Auladihi, tth., h.65, 97.
11
sehingga melahirkan konklusi yang mendiskreditkan
B. Perumusan Masalah
mencintai Tuhan?
12
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
13
memberikan kesan positif dan inspirasi bagi
E. Telaah Pustaka
14
sesuai dengan porsinya sebagai pencetus teologi
dan teologinya.
15
Namun demikian, semua itu dalam
belum dilakukan.
F. Metode Penelitian
16
sekunder.Sumber yang primer adalah buku Syarh al-
dan palsu?
17
generalisasi melalui penalaran induktif.Penulisan
G. Sistematika Penulisan
18
2
BIOGRAFI WASHIL IBN ‘ATHA
5
Udi Mufradi Mawardi, Metodologi para Teolog Islam,
op. cit.., h. 73.
6
Al-Qadhi ‘Abd al-Jabbar ibn Ahmad, Tabaqat al-
Muktazilah, Tahqiq Ali Sami al-Nasyar wa ‘Isam al-din
Muhammad T Mesir: Tpn, 1972.
19
sahaya. Jika ia masih tetap sebagai hamba sahaya
7
Al-Gurabi, op. cit., h. 75.
8
Abd al-Syattar Izzudin al-Rawi, Tsaurah al-‘Aql
Dirasah Filsafiah fi Fikr Mu’tazilah Baghdad, Baghdad: Dar al-
Syuun al-Tsaqafah al-‘Ammah, 1986, h. 50.
9
Ibid.
20
pada al-Qur’an dan al-Hadis. Kemudian, ia
10
Al-Gurabi, op. cit., h. 76, 102, lihat Abd al-Sattar
‘Izzudin al-Rawi, op. cit., h. 51.
21
tersimpul pada teologi rasionalistik, yang bersumber
dari wahyu.
11
Ibid., h. 77.
12
Ibid., h. 102.
22
untuk para lawannya, ia segera menulisnya dan
al-Jahl”.14
13
‘Abd al-Sattar ‘Izzudin al-Rawi, op. cit., h. 57
14
Ibid., h. 56, lihat al-Gurabi, op. cit., h. 78.
23
Buku yang pertama, berisi penjelasan dan
24
B. Hubungan Washil Ibn ‘Atha Dan Hasan al-Basri
15
Ibid., h. 41, lihat Harun Nasution, Ed. Ensiklopedi
Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992, h. 304-305.
25
orang tuanya pindah ke Basrah (Irak). Baik di
16
Ibid.
17
Ibid., lihat al-Gurabi, op. cit., h.42.
26
dengan kpribadian ulama Irak, yang banyak
18
Ibid.
19
Ibid., h. 42, 76.
27
hawa nafsu, tetapi karena berbeda dalam penafsiran
20
Ayat suci al-qur’an yang dijadikan dasar oleh Washil
ibn ‘Atha, QS.al-Nur: 4., sedangkan menurut Hasan al-Basri,
pelaku dosa tidak konsisten terhadap keimanannya, sehingga ia
munafik. Ibid., h. 46, 83.
21
Ibid., h. 82-84.
28
C. Spirit Kesufian Washil Ibn ‘Atha
22
Abd al-Sattar Izzudin al-Rawi, op. cit., h. 58.
23
Abu Zahrah, op. cit., h. 139.
24
Abd al-Sattar, op. cit., h. 50.
29
dikutip Abu Zahrah, seorang yang amat menyukai
perbuatan bajik.25
25
Abu Zahrah, loc. cit.
30
menghindari ketergantungannya dengan dunia dan
26
Al-Gurabi, op. cit., h. 76, 77, 78, 100.
27
Ignaz Goldziher, Pengantar Teologi Dan Hukum
Islam, Jakarta: INIS, 1991, h. 85.
31
kapada Amru ibn Ubaid: “Janganlah kamu tertipu oleh
28
Al-Gurabi, loc. cit.
32
jejak Rasul dalam berdakwah di jalan Allah, dan ia
29
Udi Mufradi Mawardi, Teologi Dakwah, op. cit., h. 82.
30
Al-Gurabi, op. cit., h. 102.
33
daerah-daerah territorial Islam. Sebagai yang dikatakan
Baidha Barat-Syam.31
31
Abd al-Sattar Izzudin al-Rawi, op. cit., h. 56.
32
Ibid., h. 57.
34
Islamiyah dari faham antropomorphisme dan serangan
33
Mahmud Ahmad Khafaji, Fi al-‘Aqidah al-Islamiyah
Baina al-Salafiyah wa al-Mu’tazilah Tahlil wa Naqd, Mekah:
Tpn, 1979, h. 43, 340, lihat Udi Mufradi Mawardi, Metodologo
Para Teolog Islam , op. cit., h.74.
35
dengan umat Islam, tetapi cenderung menghianati umat
Islam.34
34
Harun Nasution, dkk. Ensiklopedi Islam Indonesia,
Jakarta: Jembatan, 1992, h. 989.
35
Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, juz I, Beirut: Dar
al-Ma’rifah, 1980, h. 212.
36
Faham ini dimunculkan oleh Abdullah ibn Saba’ yang
sebelumnya penganut Yahudi, kemudian masuk Islam dan
mentuhankan ‘Ali ibn Abi Thalib. Abu Wafa’ al-Ganimi al-
Taftazani, ‘Ilm al-Kalam wa Ba’dha Musykilatihi, Cairo: Dar al-
Tsaqafah, 1979, h. 102-103
36
makhluknya, seperti dalam keyakinan mereka bahwa
37
Ibid.
38
Mahmud Ahmad Khafaji, loc. cit.
39
Al-Taftazani, op. cit., h. 104.
37
manusia yang sempurna. Adapun penyaliban terhadap
esensi ketuhanannya.40
40
Al-Syahrastani, juz I, op. cit., h. 222, 225.
41
Abu Zahrah, op. cit., h. 156, 157.
42
Harun Nasution, dkk.,op cit., h. 1010.
38
tabi’at, subtansi, ukuran, bentuk, jenis, perbuatan, dan
qadim.43
meninggal).44
43
Al-Syahrastani, juz I, op. cit. h. 244, 245.
44
Al-Gurabi, op. cit., h. 23-24.
45
Mahmud ahmad Khafaji, op. cit., h. 43.
39
Hasyawiyah, menurut al-Syahrastani, merupakan
Nya.47
46
Al-Syahrastani, juz I, op. cit., h. 105, 185.
47
Ibid., h. 104.
40
Bayaniyah, demikian Udi Mufradi Mawardi,
dirinya.48
48
Udi Mufradi Mawardi, Metodologi Para Teolog Islam,
op. cit., h. 74, lihat al-Syahrastani, juz I, op. cit., h. 152, 177, dan
178, lihat pula Abu al-Khair Muhammad Ayyub Ali, ‘Aqidah al-
41
Jadi, nampak jelas bahwa semangat dakwah
42
konsep teologisnya yang mengacu pada wahyu, akal,
dan consensus.49
49
Mahmud Ahmad Khafaji, op. cit., h. 42-43, lihat Abd
al-Sattar Izzudin al-Rawi, loc. cit., lihat pula al-Gurabi, op. cit., h.
102.
43
antaranya: “al-ma’rifah”, “al-fana’”, “al-baqa’”, “al-
50
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai
Aspeknya, jilid II, Jakarta: UI Press, 1986, h. 78-91.
44
lingkungan. Al-ittihad, bersatunya seorang sufi dengan
51
Ibid.
52
Ibid., h. 86.
45
warna rasionalis.53 Ia, sering tanpil dalam perdebatan
53
Goldziher, loc. cit.
54
Harun Nasution, dkk (ed.).,op. cit., h. 711.
55
Abd al-Sattar Izzudin al-Rawi, op. cit., h. 57, 58.
46
Bahkan dikatakan oleh al-Gurabi, ia sebagai pendiri
56
Al-Ghurabi, loc. cit.
47
terdiri dari kalangan para zahid yang mengasingkan
antropomorphisme Islam.
57
Goldziher, op. cit., h. 85-87, lihat Abu Zahrah, op. cit.,
h. 139, 152, 153, 156.
58
Ibid.
48
3
TEOLOGI WASHIL IBN ‘ATHA
Historis
59
Al-Gurabi, op. cit., h. 101.
49
jika kamu tidak beriman kepadamu maka biarkanlah
sebaiknya menjauh.60
60
Abd al-Sattar Izzudin al-Rawi, op. cit., h. 28.
61
Ibid.
62
Al-Gurabi, op. cit., h. 50.
50
Perkembangan selanjutnya, timbul persoalan
63
Ibid.
64
Ibid., h.45.
51
Basri, dan selanjutnya ia mendirikan majelis sendiri
65
Ibid, 41, 45, 80,.lihat Abd al-Sattar Izzudin al-Rawi,
op. cit., h. 29.
66
Ibid., h. 30-31., lihat firman Allah surat Maryam: 48.
52
Washil ibn ‘Atha seorang teolog pertama dari kalangan
67
Abu Zahrah, op. cit., h. 139.
68
Al-Gurabi, op. cit., h. 101.
53
sintesis antara akal dan wahyu.69 Teologi yang
golongan mereka.70
69
Ibrahim Mazkur, al-Mu’jam al-Wajiz,Tt.:Ma’jma’ al-
Lughah al-‘Arabiyah, 1994, h. 417.
70
Harun Nasution, dkk.(ed.), Ensiklopedi Islam,op. cit.,
h. 781.
71
Udi Mufradi Mawardi, Teologi Dakwah., op. cit., h. 12,
13., lihat al-Gurabi, op. cit., h. 78.
54
menjadi disiplin ilmu yang sistematis, metodologis,
‘Atha.72
72
Udi Mufradi Mawardi, Metodologi Para Teolog Islam,
op. cit., h. 10-13.
55
logis, dialektis, dan metafisis; di dalam Islam terkenal
73
Ibid., h.42, 73, 79, 226.
56
logika, dan dialektika, yang diakhiri dengan
kesimpulan teoritis.74
74
Ibid., h. 40, 120, lihat Abu Zahrah, op. cit., h. 144, 149,
lihat pula Mahmud Ahmad Khafaji, op. cit., h. 38, 46, 47.
75
Ibid., lihat pula ibid.
76
Contoh, kata “asad” dalam bahasa Arab mengandung
arti eksplisitnya adalah singa. Kata “asad” juga sering dipakai
terhadap seseorang pemberani yang merupakan arti metaforis dari
kata “asad”. Arti metaforis ini tidak dapat dipahami dari suatu
teks, kecuali apabila ada suatu indikasi yang menunjukkan bahwa
57
Menurut Washil ibn ‘Atha, dengan merujuk
58
wahyu, dapat dijumpai di awal ayat atau di akhir ayat
consensus.78
78
Ibid., h. 141-142.
59
sebagian amal kebajikannya masih ada. Orang yang
79
Udi Mufradi Mawardi, Metodologi Para Teolog Islam,
op. cit., h. 195., lihat Abu Zahrah, op. cit., h. 142, 143.
60
ayat 93 surat al-Nisa’.Siksanya lebih ringan dari orang
kebajikan.80
80
Mahmud Ahmad Khafazi, loc. cit., lihat Al-Gurabi, op.
cit., h. 83.
81
Ibid. h. 117.
61
orang yang di dalam hatinya “zaighun” (condong
tekstual.82
82
Ibid., h. 117, 125.
83
Ibid., h. 118, 119.
62
dengan arti implisit yang dimaksud oleh teks itu
sendiri.84
sisi kata, dari sisi makna, dan dari sisi kata dan makna.
84
Ibid.
63
tentang jumlah isteri yang dinikahi “masna”, “sulasa”,
85
Ibid., h. 127, 128
86
Ibid.
64
mengandung pengertian yang mendalam dan
tersembunyi.87
87
Ibid., h. 129.
65
dengan pendekatan logika dan filsafat, bukan dengan
pendekatan mistisisme.
88
Al-Syahrastani, juz I, op. cit., h. 46-49.
66
al-latifu al-khabir”, surat al-Baqarah: 163, “ila hu
67
dengan sendirinya. Sementara yang tidak terlepas dari
dan tidak ada batas, Dia tidak hancur, Dia Maha Kekal,
89
Udi Mufradi Mawardi, Metodologi Para Teolog Islam,
op. cit., h. 142, lihat ‘Abd al-Jabbar ibn Ahmad, Syarh al-Usul al-
Khamsah, Kairo: Matba’ah al-Istiqlal Qubra, 1965, h. 107, 110,
111.
68
ada pada makhluk-Nya, dan Dia tidak serupa dengan
90
Ibid., lihat al-Gurabi, op. cit., h. 156, 225.
69
ilmu dan ilmu-Nya adalah esensi-Nya. Dia Maha
lain.91
91
Ibid., h. 154, 155.
70
menjadikan, sedang kata “yakunu” (terjadi) diartikan
anfusihim”.93
92
Ibid., h. 155-157.
93
Ibid., h. 211, 212.
71
menentukan perbuatannya.Tuhan memberi daya yang
94
Ibid., h. 213, lihat Harun Nasution, Teologi Islam
Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI Press,
1986, h. 52-53, 104, lihat al-Gurabi, op. cit., h. 174, lihat pula al-
Syahrastani, juz I, op. cit., h. 54.
72
Natur itu disebut hokum alam atau sunnatullah yang
95
Ibid., lihat Abd Al-Jabbar ibn Ahmad, op. cit., h. 771..
73
daya manusia.96 Semua perbuatan manusia yang baik
terhadap makhluk-Nya.
96
Udi Mufradi Mawardi, Metodologi Para Teolog Islam,
op. cit. h. 215., lihat Harun Nasution, Teologi Islam, op. cit., h.
102-103.
97
Al-Syahrastani, juz I, op. cit., h. 55, 78., lihat Udi
Mufradi Mawardi, Metodologi para Teolog Islam, op. cit., h.
213-215.
74
adalah mukmin (Murji’ah).Ia berpendapat bahwa
75
Sebagai telah dijelaskan dalam corak teologi
76
pelaku dosa adalah bukan mukmin dan bukan kafir,
98
Ibid., h. 48, lihat ibid., h. 187, 195.
77
berarti berdosa dan hukumnya fasik.Apabila mereka
99
Al-Ghurabi, op. cit., h. 94.Lihat al-Syahrastani, juz I,
op. cit. h. 49.
78
khamsah. Seseorang dapat disebut sebagai penganut
al-munkar.100
antropomorphisme.101
100
Abd al-Sattar ‘izzudin al-Rawi, op. cit., h.33.
101
Ibid., h. 34
79
hal yang buruk.Tuhan tidak menciptakan perbuatan
faham Jabariyah.102
102
Ibid., h. 36.
103
Ibid., h. 44.
80
mengatakan bahwa pelaku dosa besar adalah kafir dan
104
Ibid.
105
Ibid., h. 46.
81
D. Washil Ibn ‘Atha Dalam Pandangan Ulama
106
Ibid., h. 100, 101, 103, lihat Abu Zahrah, op. cit., h.
146, 149,
82
Islamiyah, sehingga dapat menghentikan dan
107
Ibid.
108
Ibid.
109
Abu Zahrah, op. cit., h. 152.
110
Al-Baghdadi, al-Farq baina al-Firaq, Kairo:
Maktabah Subeih, tth, h. 114.
111
Abu Zahrah, loc. cit.
83
Malik dan imam Syafi’i bahwa kesaksiannya dalam
112
Abu Zahrah., loc. cit .
113
Al-Ghurabi, op. cit., h. 101.
84
filsafat Yunani (hellenisme) dan tersebarlah ilmu
114
Abu Zahrah, op. cit., h. 148-150.
85
konsekwensinya, mereka merasa lebih baik dan paling
benar.115
115
Ibid.
86
fihak lain. Firman Allah yang lain, surat al-Mu’minun:
kebinasaan.
87
umat manusia bersifat relative, dan apabila terdapat
88
4
TEOLOGI WASHIL IBN ‘ATHA
SEBAGAI MANIFESTO KECINTAAN
TERHADAP ALLAH
Integritas Diri
89
Tuhan, memiliki pengetahuan yang mendalam
116
Abd al-Sattar Izzudin al-Rawi, op. cit., h. 50-58, lihat
Abu Zahrah, op. cit., h. 139, lihat Pula Harun Nasution, Islam
Ditinjau dari Ber bagai Aspeknya, jilid II,op. cit., h. 78-80.
90
ditakuti.117 Hal yang dapat dipahami, bahwa zuhud
Majjah).
117
Ibid.
91
sanubari bukan dengan akal (al-‘ilm).118 Para sufi,
118
Ibid., h. 82.
119
Ibid.
92
sehingga melahirkan suatu pandangan yang logis,
120
Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab II, menurut
Abd al-Sattar, ketika Washil ibn ‘Atha bersembahyang terdapat
alat tulis, kemudian terlintas dalam pikirannya ayat yang dapat
dijadikan hujjah untuk keyakinannya, ia segera menulisnya dan
selanjutnya kembali untuk sembahyang.
121
W. Montgomery Watt, Pemikiran Teologi dan
Filsafat Islam, terjemahan Umar Basalin, Jakarta: P3M, 1979, h.
76.
93
penalaran rasional yang merupakan metodologi kaum
Jahmi.122
122
Ibid., h. 77., lihat Nurcholish Madjid, Islam Doktrin
dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah
Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan, Jakarta:
Paramadina, 1995, h. 207.
123
Ignaz Golziher, op. cit., h. 84.
94
Washil ibn ‘Atha’ disebut seorang mu’tazili, kata itu
124
Ibid.
95
dengan pikiran dan pertbuatan, sehingga menjadi
teologi Islam.
Ilmu
96
masa akhir dinasti Bani Umayyah (66 H.-131 H./685
125
Al-Ghurabi, op. cit., h. 74.
97
melakukan revolusi pemikiran dalam memahami
126
Abu Zahrah, op. cit., h. 147.
127
Al-Ghurabi, op. cit., h. 130-132.
98
menterjemahkan buku-buku administrasi perkantoran
128
Ibid.
129
Ibid.
130
Ibid., h. 135.
99
mengizinkan kepada ‘Abdullah ibn Muqafa untuk
131
Ibid., h. 134.
132
Ibid.
133
Ibid., h. 141.
100
menggaji penterjemah-penterjemah dari golongan
134
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai
Aspeknya, jilid I, Jakarta: UI Press, 1985., h. 68.
101
dialog Plato tentang jiwa, etika, dan politik, yang
135
Udi Mufradi, Teologi Islam Sejarah, Metodologi,
Aliran, dan Aplikasi, Serang: FUD Press, 2014, h. 39-40.
102
pengetahuan.136 Cendekiawan-cendekiawan Islam,
filsafat.137
136
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai
Aspeknya, jilid I, op. cit., h. 68-70.
137
Ibid., h. 71.
103
laku ular itu. Ia lakukan wawancara dengan tukang
138
Udi Mufradi, Teologi Islam Sejarah, Metodologi,
Aliran, dan Aplikasi, op. cit., h. 43, 44.
139
Harun Nasution, dkk. (ed.), Ensiklopedi Islam, op.
cit., h. 476, 477, 737.
140
Udi Mufradi, loc. cit.
104
Washil ibn ‘Atha juga banyak menulis buku-buku
keemasan.
Bangsa
141
Ibid., h. 39-47.
105
kegiatan praxis, sehingga Bani Umayyah menjadi
Arab.142
142
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai
Aspeknya, jilid I, op. cit., h. 62-62.
106
709 M.). Ia juga merubah nama mata uang
143
Ibid., h. 63-64..
144
Ibid.
107
Nasution, di masa inilah perhatian kepada ilmu
bahasa Arab.145
145
Ibid. h. 70.
146
Ibid. h. 70-71.
108
dari Sudan di Selatan sampai ke Kaukakus di Utara
sebagai alatnya.147
sistematis.148
147
Ibid.
148
Ibid..h. 71-73.
109
pada masa al-Makmun (198 H.-218 H./813 M.-833
149
Ibid., h. 70.
150
Ibid., h. 68.
110
para penterjemah, dan banyaknya para cendikiawan
151
Ibid.
152
‘Abd al-Sattar ‘Izzudin al-Rawi, op. cit., h. 125.
111
agar mencari ilmu pengetahuan,153 juga pada masa itu
153
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai
Aspeknya, op. cit., h. 71.
154
Al-Gurabi, op. cit., h. 30-35.
155
‘Abd al-Sattar ‘Izzudin al-Rawi, op. cit., h. 62.
112
kebudayaan dan filsafat.156 Bahkan ia menjadikan
156
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan
Sejarahnya, terjemahan Adang Affandi, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1991, h. 269.
157
‘Abd Sattar ‘Izzudin al-Rawi, op. cit., h. 86.
158
Syed Mahmudunnasir, op. cit., h. 274, 277.
113
Setelah al-Mu’tasim , tampuk kehalifahan
159
Ibid., h. 277-278.
114
yang statis, sehingga dapat menjadikan hidup yang
Hidup
115
faham irja’, yang kedua pendapat inididasarkan atas
116
dan diciptakan Allah.Manusia itu berbuat bukan
160
Udi Mufradi, Teologi Islam Sejarah, Metodologi,
Aliran, dan Aplikasi, op. cit., h. 140.
117
imannya.Iman, dalam beberapa firman Allah di atas,
dengan perbuatannya.161
161
Ibid., h. 135, lihat pula Harun Nasution, Islam
Ditinjau Dari Berbagai aspeknya, jilid II, op. cit., h. 34, 35.
118
diri bertanggungjawab atas apa yang telah
40).162
162
Ibid., h. 141, 142.
119
dalam menentukan perbuatannya. Jika sekiranya
efektif mempergunakannya.163
163
Ibid., h. 143.
120
itu, tentu saja tidak berarti manusia menyamai Tuhan
Tuhan.164
164
Ibid., h. 140, 142,143.
121
dengan alas an yang benar, dan tidak berzina,
165
Ibid., h. 130.
122
Sebagaimana teleh dijelaskan dalam bab III
123
apabila meninggal dunia tanpa tobat, maka dia kekal
166
Ibid.
124
menggunakan pendekatan akal pikiran. Oleh sebab
167
Udi Mufradi Mawardi,Teologi Pernikahan
Internalisasi Nilai-nilai Teologis Pasca Akad Nikah, Serang:
FUD Press, 2016, h. 49.
125
manusia, sebagaimana telah dijelaskan dalam surat
168
Udi Mufradi Mawardi, Teologi Islam Terapi
Mornitas, Serang: FUD Press, 2012, h. 40.
126
E. Teologi Rasional Dan Implikasinya Bagi
Kehidupan
127
tetapi juga berdimensi horizontal. Peranannya,
evaluator.169
169
Ibid., h. 38, 50.
128
tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
teologik.170
170
Ibid.
129
(pragmatism), dan bukan pula berdasarkan
171
Udi Mufradi Mawardi, Pola Hidup Pragmatis Dan
Materialistis Telaah Teologis tentang Kehidupan Masyarakat
Global, Serang: FUD Press, 2016, h. 61-96..
172
Ibid., h. 90.
130
dan al-Hadis sebagai way of life. Ia berorientasi pada
karimah.174
173
Ibid.
174
Ibid.
131
yang selanjutnya melakukan interpretasi, verifikasi,
kehidupan sehari-hari.176
175
Ibid.
176
Ibid.
132
yang lebih baik, dan memandang penghargaan
177
Ibid.
178
Ibid., h. 98.
133
kenikmatan yang dicapai dalam dirinya, raganya,
179
Ibid., lihat al-Raghib al-Asfihani, Mu’jam al-
Mufradat li Alfaz al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, tth., h 117.
180
Udi Mufradi Mawardi, Pola Hidup Pragmatis dan
Materialistis, op. cit., h. 100.
134
terhindar dari perbuatan keji dan zalim.181 Kata
181
Ibrahim Mazkur, al-Mu’jam al-Wajiz, tt: Majma’ al-
Lughat al-‘Arabiyah, 1994, h. 151.
182
Al-Raghib al-Asfihani, op. cit., h. 322.
183
Udi Mufradi Mawardi, Pola Hidup Pragmatis dan
Materialistis, op. cit., h. 103.
135
Menurut Ibrahim Mazkur, arti kata “aminan” secara
dan lainnya.186
184
Ibrahim Mazkur, op. cit., h. 25.
185
Al-Raghib al-Asfihani, op. cit., h. 21-22.
186
Al-Maturidi, Ta’wilat Ahl al-Sunnah, Cairo: Tpn,
1971, h. 281.
136
demikian Udi Mufradi Mawardi, mengandung arti
kemudahan.187
187
Udi Mufradi Mawardi, Pola Hidup Pragmatis dan
Materialistis, op.cit., h. 107.
137
dan penghambaan kepada Allah dengan merujuk
akhirat.188
188
Ibid., h. 100.
138
kata lain, tegasnya, iman mendidik seseorang untuk
merealisasikannya.189
dan indera.190
189
Nurcholish Madjid, Pintu-pintu Menuju Tuhan,
Jakarta: Paramadina, 1995, h. 8.
190
Udi Mufradi Mawardi, Pola Hidup Pragmatis dan
Materialistis, op. cit., h. 112.
139
Syu’ara: 88-89. Kata itu, demikian Udi Mufradi
191
Ibid., h. 114.
140
merupakan gambaran suatu suasana kehidupan yang
192
Ibid, h. 115.
141
rasional dan nilai-nilainya, serta menjadikannya
142
5
PENUTUP
A. Kesimpulan
143
seorang petapa, seorang wara’ yang patuh dan
antropomorphisme Islam.
144
dalam Islam yang bersifat metodologis, logis,
145
keyakinannya dengan pendekatan al-‘ilm
146
al-munkar” sebagai ajaran dasar yang kelima
Tuhan.
B. Saran-saran
147
obyektivitas. Islam sebagai suatu agama, menjunjung
ketenteraman.
148
DAFTAR PUSTAKA
149
Al-Baghdadi, al-Farq baina al-Firaq, Kairo:
Maktabah Subeih, tth.
Al-Gurabi, Ali Mustafa, Tarikh al-Firaq al-Islamiyah
wa Nasy’ah ‘Ilm al-Kalam ‘Inda al-
Muslimin, Kairo: Matba’ah Muhammad Ali
Subaih wa Auladihi, tth..
Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, juz I, Beirut:
Dar al-Ma’rifah, 1980.
Al-Taftazani, Abu Wafa’ al-Ganimi, ‘Ilm al-Kalam wa
Ba’dha Musykilatihi, Cairo: Dar al-
Tsaqafah, 1979.
Golziher, Ignaz, Pengantar Teologi Dan Hukum
Islam, Jakarta: INIS, 1991.
Izzudin al-Rawi, Abd al-Syattar, Tsaurah al-‘Aql
Dirasah Filsafiah fi Fikr Mu’tazilah
Baghdad, Baghdad: Dar al-Syuun al-
Tsaqafah al-‘Ammah, 1986.
Khafaji, Mahmud Ahmad, Fi al-‘Aqidah al-Islamiyah
Baina al-Salafiyah wa al-Mu’tazilah Tahlil
wa Naqd, Mekah: Tpn, 1979.
150
Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban
Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah
Keimanan, Kemanusiaan dan
Kemoderenan, Jakarta:Paramadina, 1995.
Mahmudunnasir, Syed, Islam Konsepsi dan
Sejarahnya, terjemahan Adang Affandi,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1991.
Mawardi, Udi Mufradi, Metodologi Para Teolog
Islam Abad VIII-X M., Serang: FUD Press,
2010.
_______, Teologi Dakwah, Paradigma Teolog Islam
Abad VIII M.-X M. Dalam Berdakwah,
Serang: FUD Press 2016.
_______, Teologi Islam Sejarah, Metodologi, Aliran,
dan Aplikasi, Serang: FUD Press, 2014.
_______, Teologi Islam Terapi Mornitas, Serang:
FUD Press, 2012,
_______, Teologi Pernikahan Internalisasi Nilai-
nilai Teologis Pasca Akad Nikah, Serang:
FUD Press, 2016.
151
_______, Pola Hidup Pragmatis dan Materialistis
Telaah Teologis tentang Kehidupan
Masyarakat Global, Serang: FUD Press,
2016.
Mazkur, Ibrahim, al-Mu’jam al-Wajiz, Tt.: Ma’jma’
al-Lughah al-‘Arabiyah, 1994.
Muhammad Ayyub Ali, Abu al-Khair, ‘Aqidah al-
Islam wa al-Imam al-Maturidi, Dakha’:
Muassasah al-Islamiyah, Bangladesh, 1983.
Nadvi, Muzafaruddin, Pemikiran Muslim dan
Sumbernya, Terjemahan Adang Affandi,
Bandung: Pustaka, 1984.
Nasution, Harun, dkk. Ensiklopedi Islam Indonesia,
Jakarta: Jembatan, 1992.
_______, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah
Analisa Perbandingan, Jakarta: UIPress,
1986.
Al-Qasimi, Jamaluddin, Tarikh al-Jahmiyah wa
Mu’tazilah, Beirut: Muassasah al-Risalah,
1979.
152
Al-Taftazani, Abu Wafa al-Ghanimi, ‘Ilm al-Kalam
wa Ba’dl Musykilatihi, Cairo: Dar al-
Tsaqafah li Taba’ah wa al-Nasyr, 1979.
Watt, W. Montgomery, Pemikiran Teologi dan
Filsafat Islam, terjemahan Umar Basalin,
Jakarta: P3M, 1979.
153