Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERKEMBANGAN TEOLOGI ISLAM KONTEMPORER

Sistem dan Corak Pemikiran Teologi dari Hasan Hanafi dan Malik ben Nabi
Disusun Untuk Memenuhui Tugas Perkembangan Teologi Islam Kontemporer

Oleh Kelompok 1:

1. KARIMANISA (2015010017)
2. AFRINAL ZIKRI (2015010024)

Dosen Pengampu :
Hj. Eliana Siregar, S.Ag, M.Ag

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
1444 H/2023

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan teologi Islam dari waktu ke waktu senantiasa mengalami pasang surut,
sesuai dengan tingkat perkembangan para ilmuan menganalisa ajaran-ajaran teologi dalam
Islam, karena beberapa ilmuan terdahulu menelaah teologi dengan cara pandang statis dan
fatalisme, sehingga menyebabkan berkembangnya cara pandang yang stagnan dan passif,
sedangkan perkembangan sosial kemasyarakatan, mengalami kompetisi yang tiada hentinya
dari waktu kewaktu, sehingga sangat dibutuhkan cara pandang teologi aktual dan mampu
menjawab berbagai tantangan Modern atau kontemporer.
Kemajuan Barat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, menimbulkan kegelisahan para
pemikir Islam kontemporer, keprihatinan yang dipicu oleh persoalan mengapa ilmu-ilmu
agama Islam termasuk Ilmu Kalam (teologi) masih berjalan di tempat, baik dari konstruk
epistimologi, Metodologi maupun muatan Isinya, padahal kehidupan manusia telah begitu
fantastisnya telah berubah, di samping problem yang dihadapi pemikiran kontemporer pun
juga telah berbeda dari zaman klasik Islam1.
Maka dari itu, maka al-Qur’an harus benar-benar dijadikan pedoman sebagai petunjuk,
sekaligus penjelas petunjuk itu. Sebagai analisa terhadap perbedaan haq dan batil (2: 185),
artinya: “(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang
bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di
bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan
tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya
kamu bersyukur.

1
Abbas, Abbas. "Paradigma dan Corak Pemikiran Teologi Islam Klasik dan Modern." Shautut Tarbiyah
21.1 (2015): 1-16.

2
Ayat tersebut ditafsirkan dengan an-Nisa’ 165. Artinya: “(mereka kami utus) selaku
rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan
bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. dan adalah Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Hal ini berarti bahwa sebelum rasul-rasul diutus, manusia
sudah pasti mempunyai hujah tentang baik dan buruk, sebab manusia memiliki akal, dengan
akal itu manusia bisa mengenal Allah, tetapi mereka lalai melakukan perenungan dengan
potensi akalnya, padahal mereka bisa melakukannya. Oleh karena kelalaiannya itulah maka
mereka menerima siksa dari Allah. Untuk itu, diutusnya rasul-rasul tersebut pada dasarnya
merupakan bagian dari upaya untuk mengingat manusia agar mereka melakukan
perenungan2.
Menurut catatan Armada Riyanto, pada tahun 1996 terbitlah Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 0359/U/1996 yang menegaskan pengakuan formal tentang
keberadaan ilmu teologi sebagai program studi. Oleh keputusan menteri ini, ilmu teologi
ditempatkan pada kedudukan yang sejajar dengan ilmu-ilmu sejarah, filsafat, religi,
antropologi budaya, dan seterusnya. Beberapa tahun kemudian, yaitu pada tahun 2003,
terbitlah UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Di dalam undang-undang ini dikenallah dua istilah kunci: “pendidikan agama” (Pasal 12
etc.) dan “pendidikan keagamaan” (Pasal 30). Istilah pendidikan agama menunjuk kepada
penyelenggaraan mata-kuliah atau pelajaran agama, di dunia persekolahan yang asumsi
pedagogisnya bersifat umum atau sekuler, dengan tujuan: pembentukan kompetensi iman,
takwa, akhlak mulia. Sedangkan, istilah pendidikan keagamaan menunjuk kepada jenis
persekolahan yang asumsi pedagogisnya didasarkan pada kekhasan suatu tradisi agama
tertentu, sebagaimana terwujud misalnya dalam keberadaan madrasah dan pesantren.
Undang-undang ini bermaksud memperbarui sistem pendidikan nasional dengan cara
menghapus diskriminasi terhadap “pendidikan keagamaan” supaya lulusan madrasah dan
pesantren dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi yang sifatnya umum 3.
Begitupun dengan perkembangan Teologi Islam pada abad Kontemprer ini, dengan
bahasan makalah ini tentang corak pemikiran teologi Hasan Hanafi dan Malik ben Nabi.

2
Nur Subi Isnaini, "Tafsir Ayat-Ayat Teologis dalam al-Muharrar al-Wajiz: Studi Kritis Atas Tuduhan
I’tizal terhadap Ibnu Athiyyah." Jurnal Studi Al-Qur'an 17.2 (2021): hlm.5-7.
3
Simon Rachmadi."Teologi, filsafat keilahian, dan spiritualitas: problematika lokus ilmu teologi dalam
sistem pendidikan nasional Indonesia." KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) 7.2 (2021): 275-
294.

3
Dalam Sejarah pembaharuan Islam, Hasan Hanafi dalam adalah salah seorang pemimpin
yang penting. Pemikirannya meninggalkan pengaruh, tidak hanya di tanah airnya yakni mesi
dan di dunia Arab lainnya, tetapi juga dunia Islam lain termasuk Indonesia. Pemikirannya
Hanafi membuka persepsi banya orang, bahwa kita umat Islam bisa menandingi Barat.
Peradaban Barat yang penuh dengan doktrin imperialisme, zionisme, dan kapitalisme harus
dilawan dengan pemikiran-pemikiran yang progresif, salah satunya adalah rekonstruksi
Teologi antroposentris. Terlepas apakah pemikiran besar Hanafi akan bisa direalisasikan
atau tidak, jelas gagasan Hanafi adalah langkah berani dan maju dalam upaya untuk
meningkatkan kualitas umat Islam dalam mengejar ketertinggalannya di hadapan Barat 4.
Begitu juga dengan Malik ben Nabi Menurut Bennabi fenomena beragama merupakan
fenomena yang sangat universal bagi kehidupan. Seperti halnya pendapat Bennabi yang
mengatakan bahwa fenomena agama adalah fenomena universal yang sudah ada sejak lama,
sebagai karakteristik kehidupan manusia. Dari manusia yang sangat primitif, hingga
manusia yang berperadaban tinggi, semuanya menunjukkan adanya ide mengenai
keagamaan. Sehingga agama merupakan fitrah bagi setiap manusia, baik secara individu
maupun masyarakat, karena peradaban tidak bisa terlepas dari peranan agama di dalamnya 5.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana riwayat hidup dari Hasan Hanafi dan Malik ben Nabi?
2. Bagaimana pokok pemikiran Keislaman Hasan Hanafi dan Malik ben Nabi?
3. Bagaimana butir-butir Pemikiran dari Hasan Hanafi dan Malik ben Nabi?
4. Bagaimana corak dan sistem pemikiran Hasan Hanafi dan Malik ben Nabi?
5. Bagaimana pengaruh pembaharuan dari Hasan Hanafi dan Malik ben Nabi?
C. BATASAN MASALAH
Dalam makalah ini, pemakalah hanya membahas yang dibatasi pada sistem dan corak
pemikiran teologi dari Hasan Hanafi dan Malik ben Nabi

4
Riza Zahriyal Falah, and Irzum Farihah. "Pemikiran Teologi Hassan Hanafi." Fikrah 3.1 (2015): 201-220.
5
Malik Bennabi. "The Relation of Religion, Science and Civilization, Malik Bennabi’s Perspective."

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. RIWAYAT HIDUP
1. Hasan Hanafi
Hassan Hanafi lahir pada tanggal 13 februari tahun 1935 di Kairo, Mesir tepatnya
di dekat Benteng Salahuddin, daerah perkampungan AlAzhar, di mana kota ini
merupakan tempat bertemunya para mahasiswa muslim dari seluruh dunia yang ingin
belajar, terutama di Universitas AlAzhar. Ia lahir dari leluhur Berber dan Badui Mesir. Ia
adalah seorang filosof dan teolog Mesir yang meraih sarjana muda dalam bidang filsafat
di Universitas Kairo pada tahun 1956. Pendidikan Hanafi diawali di pendidikan dasar di
Madrasah Sulayman Ghawish, tamat tahun 1948. Kemudian melanjutkan studinya di
Madrasah Sanawiyah “ Khalil Alga”, Kairo yang diselesaikannya selama empat tahun,
pada tahun 1952.
Sejak masih remaja kesadaran pertama yang tumbuh dalam diri Hanafi adalah
“kesadaran nasiona consciousness), l ” ( national pertumbuhan kesadaran ini terkait
dengan kenyataan situasi Mesir yang dalam perang ke II menjadi sasaran serangan
jerman. Semangat nas ionalisme yang membara mendorong Hanafi untuk terjun sukarela
membantu perjuangan Mesir dalam perang melawan Israel.
Menjelang akhir 1950 an merupakan masa bangkitnya “kesadaraan keagamaan
(religious consciousness) dalam diri Hanafi. Pemikirannya bertolak dari motif-motif
Islam. Pada masa inilah ia mengenal secara lebih mendalam pemikiran dan wacana Islam
yang berkembang di lingkungan gerakan Islam (harakah). Sejak itu Hanafi berkonsentrasi
mendalami pemikiran agama, revolusi, dan perubahan sosial.
Setelah tamat dari Universitas Kairo Mesir, ia melanjutkan pendidikannya di
Universitas Sorbonne Perancis. Ia mengambil spesialisasi Filsafat Barat Modern dan Pra
Modern. Di Perancis inilah Hanafi mematangkan filsafatnya. Di Perancis ini, Hanafi
merasakan sangat berarti bagi perkembangan pemikirannya, dan di Perancis inilah ia
berlatih berfikir secara metodelogis, baik melalui kuliah-kuliah ataupun bacaan karya-
karya orientalis. Orang yang berjasa dalam filosofis Hanafi adalah Jean Guitton, seorang
Guru Besar Ilmu Filsafat dan pentolan modernis Katolik Roma. Dialah yang memandu

5
Hanafi dalam pembacaan dan studi tentang filsafat Barat. Dia juga yang memberikan
panduan kepada Hanafi dalam hal-hal praktis, seperti bagaimana memberikan kuliah
umum dan metode-metode penelitian6.
2. Malik ben Nabi
Malik al-Hāj Umar ibn al-Khudhri ibn Musthofā ibn Nabi lahir di Kota Tebesar,
Konstantin, Aljazair pada tahun 1905. studinya di Costantine, Bennabi belajar kepada
seorang Mufti Konstantinopel, yaitu Syekh Mawlid bin Mahboub. Bukan hanya belajar
kepada para cendekiawan Muslim, akan tetapi ia jug belajar kepada cendekiawan Barat
seperti Monsieur Martin dan Bobreiter, dari mereka berdua didapatkannya ilmu tentang
Bahasa dan Etika Prancis serta cara berfikir Descartes. Kemudian Malik Bennabi
berteman baik dengan Hammudah bin Sa’i. Bersamanya Bennabi aktif dalam
keorganisasian serta kegiatan ilmiah. Sehingga bersamanya membuat Bennabi tertarik
pada filsafat, sosiologi, dan sejarah. Bahkan Bennabi sendiri mengakui bahawa
pemikirannya dipengaruhi juga oleh pemikiran Hammudah bin Sa’i.
Buah dari ketekunannya dalam membidangi filsafat, sosiologi serta sejarah,
Bennabi memiliki banyak karya, diantaranya adalah “al-Z} āhirah al-Qur’āniyyah”
sebagai karya pertamanya. Buku ini menggambarkan tentang apa yang terjadi di Eropa
yang kemudian memberikan pemahaman baru tentang peradaban Barat da
kehancurannya. Bennabi akhirnya wafat pada pada tanggal 31 Oktober 1973, dengan
meninggalkan koleksi ide-ide berharga dalam sebuah karya tulis tersebut. Dari karya-
karyanya itulah dapat dilihat bahwasanya Bennabi benar-benar seorang filsuf dan
sosiolog Muslim kontemporer yang fenomenal, dan ahli dalam kajian tentang peradaban 7.
B. POKOK PEMIKIRAN KEISLAMAN
1. Pokok Pemikiran keislaman Hasan Hanafi
Hanafi mengajukan konsep baru tentang teologi Islam, gunanya untuk
menjadikan teologi islam tidak sekedar dogma keagamaan, tetapi menjadikan sebagai
ilmu perjuangan sosial, dan keimanan berfungsi secara aktual sebagai landasan etik dan
motivasi tindakan manusia. Gagasan Hasan Hanafi yang terkait tentang teologi, berusaha

6
Ita Permata Sari. "Antroposentrisme Dalam Pemikiran Teologi Hassan Hanafi." (2020). Hlm 8-12.
7
Sujiat Zubaidi. Kharis Majid, and Abdullah Muslich Rizal Maulana. "Integrasi antara Agama dan Ilmu
Dalam Perspektif Malik Bennabi." Kalimah: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam 19.1 (2021): 49-63.

6
untuk mentrasformulasikan teologi tradisional yang bersifat teosentris menuju
antroposentris, dari tuhan kepada manusia, dari tektual kepada kontekstual, dari teori
kepada tindakan, dari taqdir menuju kehendak bebas. Pemikiran ini, didasarkan pada dua
alasan; pertama, kebutuhan akan adanya sebuah teologi yang jelas ditengah pertarungan
global diantara berbagai idiologi. Kedua, pentingnya teologi baru yang bukan hanya
bersifat teoritik, tetapi sekaligus juga praktis yang bisa mengujudkan sebuah gerakan
dalam sejarah.8 Untuk mengatasi kekurangan teologi klasik yang dianggap tidak
berkaitan dengan realitas sosial.
Hasan Hanafi menawarkan dua teori9. Pertama, analisa bahasa; dalam istilah
teologi klasik adalah warisan nenek moyang dalam bidang teologi, seolah-olah sudah
menjadi doktrin yang tidak bisa diganggu-gugat. Menurut Hasan Hanafi, istilah-istilah
dalam teologi sebenarnya tidak hanya mengarah pada yang transenden dan ghaib, tetapi
juga mengungkap tentang sifat-sifat dan metoda keilmuan yang empirik, rasional seperti
iman, amal dan imamah, yang historis seperti nubuwaah dan ada pula yang metafisik,
seperti Tuhan dan hari akhirat. Kedua, analisis realitas; menurut Hasan Hanafi, analisis
ini dilakukan untuk mengetahui latar belakang historis-sosiologis munculnya teologi di
masa lalu, dan pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat atau para penganutnya.
Selanjutnya analisis realitas berguna untuk m,enentukan stressing bagi arah dan orientasi
teologi kontemporer.
Untuk merealisasikan dua pikirannyaa tersebut, Hasan Hanafi menggunakan tiga
metode berfikir. Pertama dialektika. Hasan Hanafi menggunakan metode ini, ketika
sebelumnya menjelaskan tentang sejarah perkembangan pemikiran Islam. Hanafi
berusaha untuk menjelaskan kalam yang datang dari yang Maha tinggi. Yang dilakukan
Hasan Hanafi terhadah kalam klasik ini sama dengan apa yang dilakukan Marx terhadap
pemikiran Hegel. Menurut Marx pemikiran Hegel berjalan di kepalanya, untuk bisa
berjalan normal ia harus diturunkan ke kakinya.10 Artinya kalam klasik yang terlalu
theosentris harus dirobah menjadi nyata, harus bisa dipahami secara jelas11. Kedua

8
Ridwan, Reformasi. hal. 50.
9
Hanafi, “Agama, Ideologi dan Pembangunan”, hal. 408
10
Bertens, “Filsafat Abad XX Prancis”, Gramedia, Jakarta 1996, hal.235
11
Baullara,” Hasan Hanafi terlalu teoritis untuk dipraktekan dalam Islamika”, Idisi I Juni-september 1993,
hal. 21.

7
metode fenomenologi untuk menganalisis, memahami dan memetakan realitas-realitas
sosial, poltik dan ekonomi, realitas khazanah Islam dan tantangan Barat, yang kemudian
dibangunlah revolusi. “Sebagai bagian dari gerakan Islam di Mesir, katanya, saya tidak
punya pilihan lain kecuali menggunakan metode fenomenologi untuk menganalisa Islam
di Mesir”.12 Dengan metode ini, Hasan Hanafi ingin agar realitas Islam berbicara bagi
dirinya sendiri, bahwa Islam adalah Islam yang harus dilihat dari kaca mata Islam sendiri,
bukan dari Barat. Jika Islam dilihat dari Barat akan terjadilah ketimpangan 13. Ketiga
metode hermeunetik untuk menjelaskan gagasannyamengenai antroposentrisme-teologis;
dari wahyu kepada kenyataan, dari logos sampai praktis, dari pikiran tentang Tuhan
sampai pada manusia 14.
2. Malik ben Nabi
Bennabi telah membaca dan dipengaruhi oleh Muqaddimah
karya Ibn Khaldun, serta termotivasi oleh gagasan-gagasan yang ada di
dalamnya, namun perhatiannya terhadap sejarah Islam modern berkembang
dari pandangan-pandangannya sendiri yang kontemplatif. Dalam karyanya
yang berjudul Syurut al-Nahdhah, Bennabi menekankan gagasan bahwa setiap
peradaban harus melalui tiga tangga, yaitu: kelahiran (milad), puncak (awj),
dan keruntuhan (uful). Karena itu, seperti Ibn Khaldun, ia mengekpresikan
suatu keyakinan kepada proses “siklus‟ dalam peradaban. Ia benar-benar
mengetahui bahwa Ibn Khaldun sudah mengawali konsep „siklus‟ tersebut
dalam teorinya tentang „tiga generasi‟. Namun, ia menegaskan bahwa Ibn
Khaldun hanya membatasi pada peristilahan dan proses pemikiran pada
masanya, dan tidak mereduksi konsep tersebut dengan mengaplikasikannya
dalam skala negara (daulah). Bennabi memandang karya Ibn Khaldun hanya
sebagai teori tentang „evolusi negara‟ dan ia sendiri merasa bahwa konsep
tersebut secara tepat dan menguntungkan dapat diperluas mencakup semua
peradaban.

12
Ridwan, Reformasi Intelektua, hal. 22. Yang dikutip dari Hanafi, Dirasah al-Islamiyah, Al-Maktabah al-
Misriyah, Kairo, 1981, hal. 415
13
Hanafi, Muqaddimah fi ilm al-Istighrab, Dar al-Faniyah, Kairo 1981, hal. 63
14
Hanafi, Dialog Agama dan Revolusi, Pustaka Firdaus Jakarta, 1991, hal. 1

8
Seperti Ibn Khaldun, Bennabi berupaya menginterpretasikan sejarah
Islam secara umum dalam perspektif “teori siklus‟. Namun, Bennabi tidak
menggunakan gagasan Ibn Khaldun yang menegaskan bahwa kesatuan suku
Badui (‘ashabiyyah) dapat mengantarkan pada terbentuknya suatu negara yang
berpindah-pindah (istiqrar) akan menghasilkan kejayaan (sharaf) dan berakhir
dengan kehancuran (inhiyar). Sebagai gantinya, ia menguraikan pemikairan
Ibn Khaldun tersebut dan mengembangkan skematisasi tiga tangga peradaban
sebagai berikut: Pertama, spiritual. Dengan menerapkan pandangan teoritis ini terhadap
sejarah Islam, Bennabi menilai periode spiritual ini berawal dari titik ketika pesan Nabi
Muhammad saw diterima, dan berakhir pada perang Shiffin. Selama periode ini kerangka
pikir dan sikap masyarakat terhadap kehidupan sepenuhnya spiritual. Bennabi menunjuk
pada sebuah peristiwa sejarah untuk mendukung teorinya, baginya, hanya spirit yang
memberikan kepada manusia kesempatan untuk naik dan maju untuk membentuk
peradaban. Ketika jiwa itu hilang, peradaban akan runtuh, orang yang kehilangan
kemampuannya untuk naik, tidak dapat dituntun tetapi terjerumus kepada keruntuhan.
Kedua, rasional. Bennabi juga mencoba mengaplikasikan tangga ini pada sejarah
peradaban Islam. Baginya, masa Bani Umayyah mewujudkan tangga ini, yaitu ketika
manusia berhutang budi kepada temuan-temuan sistem desimal, penerapan metode
eksperimen pada pengobatan dan gagasan waktu matematis. Kemudian, ketika skala
nilai-nilai berubah dari tradisi-tradisi jiwa berakhir, kerja akal pun menjadi berhenti.
Ketiga, naluri. Secara teoritis periode ini menyerupai tangga fitrah (naluri), periode
sebelum munculnya agama dan gagasan-gagasan spiritual. Namun bagi Bennabi
pengertiannya berbeda, karena orang-orang fitrah lebih dapat menerima gagasan-gagasan
baru. Watak primitifnya yang meliputi moral dan orientasi hilang atau kacau pada jiwa
orang-orang yang berada di luar peradaban15.
C. BUTIR- BUTIR PEMIKIRAN TEOLOGI
1. Hasan Hanafi
Hasan Hanafi mencoba merekonstruksi teologi dengan cara menafsir ulang tema-
tema teologi klasik secara metaforis-analogis. Ada tiga pemikiran penting Hasan Hanafi
yang bewrhubungan dengan tema-tema kalam, dzat Tuhan, sifat-sifat Tuhan dan

15
T Rosowulan, "Teori peradaban: kajian atas filsafat sosial Malik Bennabi." (2017): 681-696.

9
ketauhidan. Menurut Hasan Hanafi, konsep tentang zat dan sifat Tuhan tidak menunjuk
pada ke-Maha-an dan kesucian Tuhan sebagaimana yang ditafsirkan para teolog. Tuhan
tidak butuh pensucian manusia, karena tampa manusia Tuhan tetap Yang Maha suci
dengan segala sifat kesempurnaan-Nya. 16
Hasan Hanafi berusaha mengubah tern-tern keagamaan dari yang spritual dan sakral
menjadi sekedar matrial, dari teologis menjadi antropologis. Hasan Hanafi melakukan ini
untuk mengalihkan pandangan umat Islam yang cenderung metafisik menuju sikap yang
lebih berorientasi pada realitas empirik. Menurut Hasan Hanafi Tuhan dalam Islam tidak
sekedar Tuhan langit, tetapi juga Tuhan bumi, sehingga berjuang dan membela dan
mempertahankan tanah kaum muslimin, sama dengan membela dan mempertahankan
kekuasaan Tuhan.
Hasan Hanafi menggunakan sifat-sifat Tuhan sebagai penjelas, seperti sifat: wujud,
sifat qidam, sifat baqa, sifat mukhalifatul lil-hawadits, sifat qiyamuhu bi-nafsih, dan sifat
wahdaniyah. Ia berpendapat wujud disini bukan menjelaskan wujud Tuahn, menurutnya
Tuhan tidak perlu pengakuan manusia, tampa manusia Tuhan tetap wujud. Wujud disini
memiliki makna tajribah wujudiyah, yaitu tuntutan pada manusia untuk mampu
menunjukan eksistensi dirinya.Sedangkan qidam ia artikan pengalaman masa lalu yang
mengacu pada akar keberadaan manusia di dalam sejarah. Qidam adalah dasar
pengalaman dan pengetahuan kesejarahan untuk digunakan dalam melihat realitas masa
depan, sehingga tidak akan lagi terjatuh dalam kesesatan, kesalahan dan taqlid.
Mengenai sifat baqa, yang berarti kekal, pengalaman manusia yang diperoleh dari
lawan kefanaan alam, merupakan tuntutan pada manusia untuk membuat dirinya tidak
cepat rusak atau binasa, untuk itu dapat dilakukan hal-hal yang konstruktif, dalam
perbuatan-perbuatan maupun pemikiran dan menjauhi tindakan-tindakan yang dapat
mempercepat kerusakan di bumi. 17 Sifat baqa adalah pelajaran bagi manusia untuk
menjaga senantiasa melestarkan alam lingkungan. Sifat mukhalifatul al-hawadits, yang
berarti berbeda dengan alam dan sifat qiyamuhu binnafsih, merupakan diskripsi tentang
titik tolak dan gerakan yang dilakukan secara terencana, dan penuh kesadaran untuk

16
Khalid al-Baghdadi, “Al-Iman wa al_islam, Hakekat Kitabivi, Istambul” 1986. hal. 21.
17
Ibid. hal. 137

10
mencapai sebuah tujuan akhir, sesuai dengan segala potensi dan kemampuan diri. 18
Selanjutnya sifat wahdaniyah yang berarti keesaan, merupakan pensucian Tuhan dari
kesyirikan, yang ditujukan kepada faham politheisme, tetapi lebih mengarah pada
eksperimentasi kemanusiaan tentang kesatuan. 19
2. Malik ben Nabi
Malik Bennabi pemikir Islam asal Algeria yang terkenal dengan idenya tentang asal-
usul bangsa, aspirasi kebangkitan (yang dicerakinkan dalam bukunya Prasyarat
Kebangkitan (Les conditions de la renaissance) (1948) dan teori peradaban banyak
terkesan dengan pandangan dan gagasan rasionalisme Ibn Khaldun. Beliau mengkagumi
kekuatan falsafah dan konsepsi sejarah Ibn Khaldun dan menyifatkannya sebagai sosok
penting dalam sejarah pemikiran dan tradisi rasional Islam. Beliau menyifatkan karya-
karya klasik Ibn Khaldun sebagai penzahiran rasionalisme Islam yang tulen. Ini terlukis
dalam penulisan dan pemikirannya yang prolifik. Bennabi mengkaji punca kejatuhan
tamadun seperti dinasti Almohad di Afrika Utara dan empayar Islam di Sepanyol, yang
telah menyingkirkan peranan Islam sebagai kuasa besar dunia. Kekalahan kepada
penjajah telah membelenggu dan mengikat pergerakan umat, yang ditewaskan oleh sikap
pemisif dan mengalah kepada imperialis dan kolonialis, dan diburukkan dengan masalah
kepincangan moral, kegawatan idea dan peradaban yang bankrup.
Analisis Bennabi mengarah kepada pencerahan dan revitalisasi ide, pemugaran
fikrah dan kelahiran falsafah rasional, kebangkitan budaya dan pemacuan tradisi akliah
yang segar. Dalam bukunya, Les Conditions de la renaissance,beliau mengupas tuntutan
memperbaharui tamadun dan budaya estetik, etika, melonjakkan semangat renaisan dan
kompetensi teknikel yang pragmatik yang mencambahkan masyarakat yang dinamik, dan
formulasi ide yang dapat berkembang. Dalam bukunya the Question of Culture (1954),
beliau menganalisis persoalan budaya yang pincang dan bobrok dalam masyarakat.
Menurutnya organisasi kehidupan dan pergerakannya malah pengherotan dan
stagnasinya, mempunyai hubungan yang rapat dengan sistem ide dalam masyarakat
tersebut. Teori dan falsafah rasional yang dibincangkannya menekankan kepentingan
Menjelmakan ijtihad dan menolak amalan taklid yang bobrok dan jahil, yang

18
Ibid. hal. 143
19
Ibid. hal. 309-311

11
memperbodohkan akal, kerana “kejahilan hakikatnya adalah kemusyrikan kerana ia
Tidak memupuk fikiran, tetapi memahat berhala”20.
D. PENGARUH TERHADAP KEMAJUAN ISLAM
Pengaruh teologi menjadi ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi masa kini yaitu, dengan
melakukan rekontruksi dan revisi, serta membangun kembali epistemologi baru yang lebih
signifikan yang bertujuan untuk menjadikan teologi tidak hanya sekedar dogma-dogma
keagamaan yang kosong. Langkah-langkah rekonstruktif itu ialah dengan transformasi sosial,
yang dimana muncul kaidah baru yang bisa mewakili realitas yang ada.
Teologi kontemporer berbeda dengan teologi Klasik yang merupakan bagian dari ilmu
kalam dan membahas tentang Tuhan dengan sifat-sifatNya dan hubungan manusia dengan
Tuhan, yang dimana dulu teologi disebut sama dengan akidah yang kemudian sekarang
disebut sebagai pandangan agama terhadap persoalan-persoalan yang muncul.

20
Ahmad Nabil Amir. "Pemikiran Ibn Khaldun Tentang Rasionalisme Islam: Suatu Penelitian Ringkas."
International Online Journal of Language, Communication, and Humanities 5.I (2022): 56-72.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di ats, maka dpat di simpulkan bahwa. Teologi kontemporer yang
bermaksud mendominasikan tauhid secara revolusioner (pembaharuan tauhid). Pemikiran ini
dilatar belakangi oleh keberhasilan Revolusi Islam. Teologi di dalam istilah kontemporer
merupakan rangkaian konsep teoritis tentang jawaban agama terhadap suatu persoalan
tertentu.
Teologi kontemporer berbeda dengan teologi klasik yang merupakan bagian dari ilmu
kalam dan membahas tentang Tuhan dengan sifat-sifatNya dan hubungan manusia dengan
Tuhan, yang dimana dulu teologi disebut sama dengan akidah yang kemudian sekarang
disebut sebagai pandangan agama terhadap persoalan-persoalan yang muncul. Teologi dalam
pengertian modern ialah istilah untuk konsep agama dalam menghadapi suatu persoalan
tertentu, misalnya ketidak adilan dan penindasan ditengah masyarakat maka jawaban agama
itu berupa teologi pembebasan.
B. Saran
Terdapat pada teologi Islam corak dari pemikiran Hasan Hanafi dan Malik ben Nabi
tidak hanya bisa dikenal di tanah airnya saja bahkan dunia Islam lain termasuk Indonesia
sangatlah mengenal kedua tokoh pimpinan ini. Bagaimana pengaruh pemikiran Hasan
Hanafi dan Malik ben Nabi di Indonesia, sebelumnya bisa kita lihat dari bagaimana
pandangan terhadap Islam di Indonesia, apalagi pada Zaman Kontemporer ini ketidak adilan
dan penindasan ditengah masyarakat maka jawaban agama itu berupa teologi pembebasan
Oleh karena itu, kritik dan saran-saran sangat berguna bagi penyusunan dan penyempurnaan
selanjutnya. Selain itu, dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menambah wawasan
keteologian dan ilmu pengetahuan baru yang bermanfaat bagi kita semua. Amin, ya rabbal
alamin.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abbas. (2015). "PARADIGMA DAN CORAK PEMIKIRAN TEOLOGI ISLAM KLASIK DAN
MODERN." Shautut Tarbiyah 21.1.

Amir, Ahmad Nabil. (2022). "PEMIKIRAN IBN KHALDUN TENTANG RASIONALISME


ISLAM: SUATU PENELITIAN RINGKAS." International Online Journal of
Language, Communication, and Humanities 5.I.

Al-Baghdadi, Khalid. (1986). “AL-IMAN WA AL_ISLAM, HAKEKAT KITABI VI,


ISTAMBUL”

Baullara. (1993). ”HASAN HANAFI TERLALU TEORITIS UNTUK DIPRAKTEKAN


DALAM ISLAMIKA”.

Bertens, (1996). “FILSAFAT ABAD XX PRANCIS”, Gramedia, Jakarta.

Falah, Riza Zahriyal and Farihah I. ( 2015). "PEMIKIRAN TEOLOGI HASSAN HANAFI."
Fikrah 3.1 (2015).

Hanafi, “AGAMA, IDEOLOGI DAN PEMBANGUNAN”.

Hanafi, (1981). “MUQADDIMAH FI ILM AL-ISTIGHRAB, DAR AL-FANIYAH, KAIRO”

Hanafi,( 1991).” DIALOG AGAMA DAN REVOLUSI”. Pustaka Firdaus Jakarta.

Isnaini, Subi Nur. ( 2021). "TAFSIR AYAT-AYAT TEOLOGIS DALAM AL-MUHARRAR


AL-WAJIZ: STUDI KRITIS ATAS TUDUHAN I’TIZAL TERHADAP IBNU
ATHIYYAH." Jurnal Studi Al-Qur'an 17.2.

Malik Bennabi. "THE RELATION OF RELIGION, SCIENCE AND CIVILIZATION, MALIK


BENNABI’S PERSPECTIVE."

Rachmadi, S. (2021). “TEOLOGI, FILSAFAT KEILAHIAN, DAN SPIRITUALITAS:


PROBLEMATIKA LOKUS ILMU TEOLOGI DALAM SISTEM PENDIDIKAN
NASIONAL INDONESIA”. KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama
Kristen), 7(2).

Ridwan, (1981) “REFORMASI INTELEKTUA”. Yang dikutip dari Hanafi, Dirasah al-
Islamiyah, Al-Maktabah al-Misriyah, Kairo.

Rosowulan, T.(2017). "TEORI PERADABAN: KAJIAN ATAS FILSAFAT SOSIAL MALIK


BENNABI”.

Sari, Ita Permata. (2020). "ANTROPOSENTRISME DALAM PEMIKIRAN TEOLOGI


HASSAN HANAFI”.

14
Zubaidi S. (2021). “ KHARIS MAJID, AND ABDULLAH MUSLICH RIZAL MAULANA.
"INTEGRASI ANTARA AGAMA DAN ILMU DALAM PERSPEKTIF MALIK
BENNABI." Kalimah: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam 19.1.

15

Anda mungkin juga menyukai