Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ISLAM DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KONTEMPORER

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Islamic Worldview

Dosen Pengampu:

Hambari Nursalam, M.IRKH

Disusun Oleh:
Muhamad Iqbal Firdaus (181105020020)
Alfian Januaryanto (1811050200--)
Surya

FAKULTAS AGAMA ISLAM


PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
2020

1
2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja serta syukur atas segala nikmat yang tercurahkan kepada kita
sebagai hamba Tuhan yang memberi kita kesempatan untuk menghirup kembali udara yang
bebas. Yang memberi kita kemampuan untuk membaca, yang mengajarkan kita lewat
perantara-perantara-Nya seperti al-qolam.

Tak lupa dan luput pula, shalawat serta salam, kita haturkan kepada baginda kita, kanjeng
nabi Muhammad saw., sang pembawa rahmat untuk seluruh alam.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.

Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “Islam dan Pemikiran-Pemikiran
Kontemporer” ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Bogor,  26 Mei 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................. i

Daftar Isi........................................................................................................................ ii

BAB I Pendahuluan...................................................................................................... 1

A. Latar Belakang.................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................ 1
C. Tujuan Masalah................................................................................................ 2

BAB II Pembahasan..................................................................................................... 3

A. Pengertian Pemikiran Kontemporer............................................................... 3


B. Klasifikasi Model Kecenderungan Pemikiran Islam Kontemporer............ 3
C. Hubungan Islam dengan Perdaban Barat...................................................... 5

BAB II Penutup............................................................................................................. 7

A. Kesimpulan........................................................................................................ 7

Daftar Pustaka.............................................................................................................. 8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kemenangan gerakan demokratisasi di Eropa Timur dan terpecahnya Uni
Soviet menjadi negara-ncgara kecil, secara tidak langsung menjadikan Islam sebagai
salah satu kekuatan transnasional dengan satu milyar lebih pemeluk yang memenuhi
hamper seluruh penjuru dunia. Eksistensi Islam sebagai agama dunia dan kekuatan
ideologis yang dianut oleh seperlima penduduk dunia dengan vitalitas serta
kekuasaannya yang terus berkembang dari Afrika sampai ke Asia Tenggara, telah
menimbulkan perasaan takut dikalangan masyarakat Barat, yang menurut istilah
Esposito sebagai “ancaman”.
Dalam melakukan telaah terhadap pemikiran Islam, pertama-tama harus
dilihat kembali pada masa para sahabat. Dari sana terlihat bahwa Sahabat Nabi
Muhammad SAW. Yang paling kreatif dalam berfikir adalah tokoh yang kemudian
menjadi khalifah kedua yakni Umar bin Al-khattab (856-644). Kraetifitas pemikiran
Umar memberikan kesan kuat, sekalipun beriman teguh, ia tidak bersikap dogmatif.
Umar adalah seorang beriman sekaligus intelektual, yang dengan intelektualitasnya
itu ia menjadi orang yang berani mengemukakan ide-ide dan melaksanakan berbagai
tindakan inovatif yang sebelumnya tidak dicontohkan nabi. Bahkan kadang-kadang
ide dan tindakan itu secara sepintas lalu tampak tidak sejalan, kalau tidak malah
bertentangan dengan pengertian harfiyah al- Kitab dan al-Sunnah.
Setelah khalifah keempat (Ali), yang juga seorang intelektual muncul
sejumlah aliran dengan episteme dan wacana sendiri-sendiri. Misalnya timbul aliran
Ahl al-Sunnah wa al-jamaah (golongan Sunni), yang menjadi panutan mayoritas
umat. Kelompok ini behadapan dengan Khawarij yang secara teologis berpandangan
bahwa seorang Muslim yang berdosa besar adalah kafir. Selain dari pada itu, jiga
muncul kaum Syi’ah dan Murji’ah. Golongan Murji’ah berpendapat bahwa
penuilaian terhapat seorang Muslim pendosa besar – apakah ia masih Muslim atau
telah menjadi kafir, harus ditunda sampai hari kemudian dan urusannya diserahkan
kepada Allah SWT. Disamping itu, ada paham jabariah, faham keterpaksaan manusia
dihadapan Tuhan.1

1
Hasri, “Studi Kritis Pemikiran Pemikir Islam Kontemporer”, Kelola: Jurnal of Islamic Education Management,
Vol. 1 No. 1 (Oktober, 2016), Hlm. 33-34

1
Di sisi lain, muncul golongan Mu’tazilah yang beraliran rasionalis yang
memandang akal mempunyai kedudukan yang sama dengan wahyu dalam
memahami Agama. Selanjutnya golongan Mu’tazilah menjadi perintis bagi
tumbuhnya disiplin baru dalam kajian Islam (ilmu al-kalam) khususnya dalam bentuk
pemikiran apologetic menghadap agama-agama lain dengan lawan mereka sendiri di
kalangan umat Islam. Dalam perkembangannya kaum Mu’tazilah menjadi sangat
dekat dengan kaum yang berpendapat bahwa manusia sepenuhnya mempunyai
kemampuan memilih dan menentukan tindakannya sendiri, baik atau buruk.
Dalam perkembangan selanjutnya, yaitu pada awal-awal abad ke-20,
pemikiran-pemikiran tentang kebangkitan umat Islam semakin mencuat ke
permukaan. Pemikiran tersebut pada intinya merupakan upaya dan perjuangan
menegakkan cita- cita Islam sebagaimana diakselerasikan pada akhir abad ke 20 ini
yang secara normative akan dapat memberikan suatu kepastian hidup di masa depan.2

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud pemikiran kontemporer?
2. Klasifikasi model kecenderungan pemikiran Islam kontemporer?
3. Bagaimana hubungan Islam dengan peradaban Barat modern?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui dan memahami apa yang dimkasud pemikiran kontemporer
2. Mengetahui dan memahami macam-macam model pemikiran islam
kontemporer
3. Mengetahui hubungan islam dengan peradaban barat modern

BAB II
PEMBAHASAN
2
Hasri, “Studi Kritis Pemikiran Pemikir Islam Kontemporer”, Kelola: Jurnal of Islamic Education Management,
Vol. 1 No. 1 (Oktober, 2016), Hlm. 33-34

2
A. PENGERTIAN PEMIKIRAN KONTEMPORER
Menurut KBBI pemikiran adalah sesuatu yang diterima seseorang dan
dipakai sebagai pedoman sebagaimana diterima dari masyarakat sekeliling. Menurut
KBBI kontemporer adalah pada waktu yang sama; semasa; sewaktu; pada masa kini.
Jadi pemikiran kontemporer adalah pemikiran modern atau masa kini yang sedang
berkembang dan diterima oleh masyrakat sekeliling untuk dijadikan sebuah
pedoman. Pemikiran islam kontemporer, yaitu pembacaan secara radikal terhadap
bangunan epistemologi keilmuan dan bangunan nalar tradisi, budaya dan peradaban,
dengan mengambil yang otentik (al-as}âlah) dan struktur terdalam (bunyah),
sehingga bisa ditransformasikan ke masa kini.3

B. MODEL KECENDERUNGAN PEMIKIRAN ISLAM KONTEMPORER


Mencermati perkembangan pemikiran Islam kontemporer, setidaknya ada
lima tren besar yang dominan. Pertama, fundamentalistik, kelompok pemikiran yang
sepenuhnya percaya kepada doktrin Islam sebagai satu-satunya alternatif bagi
kebangkitan umat dan manusia. Mereka ini dikenal sangat commited dengan aspek
religius budaya Islam. Bagi mereka, Islam sendiri telah cukup, mencakup tatanan
sosial, politik dan ekonomi sehingga tidak butuh segala metode maupun teori-teori
dari Barat. Garapan utama mereka adalah menghidupkan Islam sebagai agama,
budaya sekaligus peradaban, dengan menyerukan kembali kepada sumber asli (al-
Qur`an dan al-sunnah) dan menyerukan untuk mempraktekkan ajaran Islam
sebagaimana yang dipraktekkan Rasul dan khulafa al-râsyidîn. Sunnah-sunnah Rasul
harus dihidupkan dalam kehidupan modern dan itulah inti dari kebangkitan Islam.4
Kedua, tradisionalistik (salaf), kelompok pemikiran yang berusaha untuk
berpegang teguh pada tradisi-tradisi yang telah mapan.7 Bagi kelompok ini, seluruh
persoalan umat telah dibicarakan secara tuntas oleh para ulama pendahulu, sehingga
tugas kita sekarang hanya menyatakan kembali apa yang pernah dikerjakan mereka,
atau paling banter menganalogkan pada pendapatpendapatnya. Namun demikian,
berbeda dengan kaum fundamental yang sama sekali menolak modernitas dan
membatasi tradisi hanya pada khulafa’ al-râsyidîn yang empat, kelompok tradisional
justru melebarkan tradisi sampai pada seluruh salaf al-shâlih dan tidak menolak

3
Mohammad Muslih, “Pemikiran Islam Kontemporer, Antara Mode Pemikiran dan Model Pembacaan”, Institut
Studi Islam Darussalam Gontor, Vol. 8 No. 2 (Oktober, 2012), hlm. 348
4
M. Abid Al-Jabiri, dkk, “Pemikiran Islam Kontemporer”, (Yogyakarta: Repository UIN Malang 2003), hlm. 1

3
pencapaikan modernitas, karena apa yang dihasilkan oleh modernitas, sains dan
teknologi, bagi mereka, tidak lebih dari apa yang pernah dicapai umat Islam pada
masa kejayaan dahulu. Sedemikian, sehingga mereka masih mau “mengadopsi”
peradaban luar, tapi dengan syarat bahwa semua itu harus diislamkan lebih dahulu.
Karena itu, garapan mereka – khususnya dikalangan sarjananya— adalah islamisasi
segala aspek kehidupan. Mulai dari masalah etika sampai ilmu pengetahuan dan
landasan epistemologinya yang akan diserap harus diislamkan, agar seluruh gerak
dan tindakan umat Islam adalah islami.5
Ketiga, reformistik, yaitu kelompok pemikiran yang berusaha merekontruk
ulang warisan-warisan budaya Islam dengan cara memberi tafsiran-tafsiran baru.
Menurut kelompok ini, umat Islam sesungguhnya telah mempunyai budaya dan
tradisi (turâts) yang bagus dan mapan. Namun, tradisi-tradisi tersebut harus dibangun
kembali secara baru (i`âdah buniyat min al-jadid) dengan karangka modern dan
prasyarat rasional agar bisa tetap survaif dan diterima dalam kehidupan modern.
Karena itu, kelompok ini berbeda dengan kalangan tradisional yang tetap menjaga
dan melanggengkan tradisi masa lalu seperti apa adanya.6
Keempat, post-tradisionalistik, yaitu kelompok pemikiran yang berusaha
mendekonstruksi warisan-warisan budaya Islam berdasarkan standar-standar
modernitas. Kelompok ini, pada satu segi, tidak berbeda dengan kelompok kedua,
reformistik, yaitu bahwa keduanya sama-sama mengakui bahwa warisan tradisi Islam
sendiri tetap relevan untuk era modern selama ia dibaca, diinterpretasi dan difahami
sesuai standar modernitas. Namun, bagi post-tradisionalistik, relevansi tradisi Islam
tersebut tidak cukup dengan interpretasi baru lewat pendekatan rekonstruktif
melainkan harus lebih dari itu, yakni dekonstruktif. Inilah perbedaan utama diantara
keduanya. Bagi kaum post-tra, seluruh bangunan pemikiran Islam klasik (turâts)
harus dirombak dan dibongkar, setelah sebelumnya diadakan kajian dan analisa
terhadapnya. Tujuannya, agar segala yang dianggap absolut berubah menjadi relatif
dan yang ahistoris menjadi histories.7
Kelima, modernistik, yaitu kelompok pemikiran yang hanya mengakui sifat
rasional-ilmiah dan menolak cara pandang agama serta kecenderungan mistis yang
tidak berdasarkan nalar praktis. Menurut kelompok ini, agama dan tradisi masa lalu

5
M. Abid Al-Jabiri, dkk, “Pemikiran Islam Kontemporer”, (Yogyakarta: Repository UIN Malang 2003), hlm. 2
6
M. Abid Al-Jabiri, dkk, “Pemikiran Islam Kontemporer”, (Yogyakarta: Repository UIN Malang 2003), hlm. 4
7
M. Abid Al-Jabiri, dkk, “Pemikiran Islam Kontemporer”, (Yogyakarta: Repository UIN Malang 2003), hlm. 5

4
sudah tidak relevan dengan tuntutan zaman, sehingga ia harus dibuang dan
ditinggalkan. Karakter utama gerakannya adalah keharusan berpikir kritis dalam
soal-soal kemasyarakatan dan keagamaan, penolakan terhadap sikap jumûd
(kebekuan berfikir) dan taqlîd. 19 Yang masuk dalam kelompok ini umumnya adalah
para tokoh muslim yang banyak mengkaji dan dipengaruhi pemikiran Maxisme
(aspek intelektualitasnya dan bukan idiologinya), seperti Kassim Ahmad, Thayyib
Tayzini, Abd Allah Arwi, Fuad Zakaria, Zaki Nadjib Mahmud, dan Qunstantine
Zurayq. Di tanah air, kalangan Muhammadiyah sering mengklaim diri sebagai
golongan modernis.8

C. HUBUNGAN ISLAM DENGAN PERADABAN BARAT


Hubungan Islam dengan Barat dalam sejarah panjangnya diwarnai dengan
fenomena kerjasama dan konflik. Kerjasama Islam dan Barat paling tidak ditandai
dengan proses modernisasi dunia Islam yang sedikit banyak telah merubah wajah
tradisional Islam menjadi lebih adaptatif terhadap modernitas. Akan tetapi sejak abad
ke-19, gema yang menonjol dalam relasi antara Islam dan Barat adalah konflik.
Ketimbang memunculkan kemitraan, relasi Islam dan Barat menggambarkan
dominasi- subordinasi.
Pasang surut hubungan Islam dan Barat adalah fenomena sejarah yang perlu
diletakkan dalam kerangka kajian kritis historis untuk mencari sebab-sebab pasang
surut hubungan itu dan secepatnya dicari solusi yang tepat untuk membangun
hubungan tanpa dominasi dan konflik di masa-masa mendatang. Barat selama ini
dicurigai sebagai pihak yang telah memaksakan agenda-agenda “pembaratan” di
dunia Islam. Dampak yang ditimbulkan adalah semakin terpinggirkannya peran
ekonomi, politik, sosial dan budaya Islam dalam panggung sejarah peradaban dunia.9
Tidak hanya itu, Islam semakin tersudut dengan berbagai cap yang
dilontarkan Barat terhadap Islam, mulai dari cap fundamentalis sampai teroris.
Tentunya berbagai cap itu terselubung kepentingan tingkat tinggi (high interest)
untuk membuat semakin terpojoknya Islam sehingga mudah untuk dijinakkan lagi-
lagi demi kepentingan globalnya.

8
M. Abid Al-Jabiri, dkk, “Pemikiran Islam Kontemporer”, (Yogyakarta: Repository UIN Malang 2003), hlm. 6-7
9
Hasri, “Studi Kritis Pemikiran Pemikir Islam Kontemporer”, Kelola: Jurnal of Islamic Education Management,
Vol. 1 No. 1 (Oktober, 2016), Hlm. 45-46

5
BAB III

PENUTUP

6
A. KESIMPULAN
1. Pemikiran kontemporer adalah pemikiran modern atau masa kini yang
sedang berkembang dan diterima oleh masyrakat sekeliling untuk
dijadikan sebuah pedoman.
2. Perkembangan pemikiran Islam kontemporer yang luar biasa saat ini,
sesungguhnya, dapat diklasifikasikan dalam 5 model kecenderungan yakni
fundamentalis, tradisionalis, reformis, postradisionalis dan moderinis.
3. Pasang surut hubungan Islam dan Barat adalah fenomena sejarah. Barat
selama ini dicurigai sebagai pihak yang telah memaksakan agenda-agenda
“pembaratan” di dunia Islam. Tidak hanya itu, Islam semakin tersudut
dengan berbagai cap yang dilontarkan Barat terhadap Islam, mulai dari cap
fundamentalis sampai teroris. Tentunya berbagai cap itu terselubung
kepentingan tingkat tinggi (high interest) untuk membuat semakin
terpojoknya Islam.

DAFTAR PUSTAKA

7
Hasri. 2016. Studi Kritis Pemikiran Pemikir Islam Kontemporer. Kelola: Jurnal of
Islamic Education Management. Vol. 1 No. 1.

Muslih, Mohammad. 2012. Pemikiran Islam Kontemporer, Antara Mode Pemikiran dan
Model Pembacaan. Institut Studi Islam Darussalam Gontor. Vol. 8 No. 2

Al-Jabiri, M. Abid. 2003. Pemikiran Islam Kontemporer. Yogyakarta: Repository UIN


Malang.

Anda mungkin juga menyukai