Disusun oleh :
KELAS B
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai . Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik baik pikiran
maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca . Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................
a. Latar Belakang...........................................................................................................
b. Rumusan Masalah......................................................................................................
c. Tujuan Masalah..........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................
DAFTAR PUSAKA.............................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak masa klasik, dinamika pemikiran dan gerakan islam selalu dipengaruhi oleh konfigurasi
politik penguasa. Artinya ada pemikiran dan gerakan menjadi “mazhab” penguasa dan
sebaliknya, ada yang dilarang bahkan dibungkus dengan menjaga “stabilitas”. Mengamati
dinamika pemikiran dan gerakan islam di Indonesia sangat menarik karena ada sejumlah
paradoks dan gesekan yang cukup tajam terutama pasca reformasi sehingga dengan bergulir era
reformasi membutuhkan pembacaan ulang terhadap pemikiran dan gerakan islam indonesia,
karena berbagi pemikiran dan gerakan islam yang pada mulanya terbungkam oleh kekuatan orde
baru kembali mucul dan berusaha membangkitkan kembali romantisme masa lalu. Berbagai
farian pemikiran dan gerakan ke islaman diindonesia sebenarnya bisa ditelusuri akar-akarnya
secara jelas sehingga dapat dipettakan menjadi dua arus pemikiran yang sangat dominan yakni
literalisme dan liberalisme.
Pemahaman islam literal dan gejala fundamentalisme islam cenderung menafikkan pluralisme
pemahaman keagamaan dan pluralisme agama.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
PEMBAHASAN
Postmodernisme secara umum dikenal sebagai antitesis dari modernisme. Yang muncul pada
tahun 1917 ketika seorang filsuf Jerman, Rudolf Pannwitz menggunakan istilah itu untuk
menangkap adanya gejala nihilisme kebudayaan Barat modern. Federico de Onis sekitar tahun
1930-an menggunakan dalam sebuah karyanya untuk menunjukkan reaksi yang muncul dari
modernisme.
Istilah ‘’pos’’ menurut kubu Postmodermisme, adalah kematian modernisme yang mengusung
klaim kesatuan representasi, humainisme, antroposentrisme, dan linirietas sejarah guna memberi
jalan bagi pluralisme representasi, anthihumanisme, dan diskontuinitas.
Pada awalnya gerakan modernisme lahir dari gerakan ‘’rasionalisai’’ dan kebebasan ijtihad
agama. Gerakan ini kemudian menginspirasi berdirinya Muhammadiyah di Indonesia, dan
gerakan modernisme lahir di Indonesia sabagai respon modernitas barat.
B. Islam Liberal
latar belakang pemikiran liberal Islam mempunyai akar yang jauh sampai di masa keemasan
Islam (the golden age of Islam). Teologi rasional Islam yang dikembangkan oleh Mu'tazilah dan
para filsuf, seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd dan sebagainya, selalu dianggap telah
mampu menjadi perintis perkembangan kebudayaan modern dewasa ini.
Pokok-pokok gagasan kalangan modernis-liberalis ini, yang nantinya akan dikritik secara keras
oleh kaum fundamentalis Islam, khususnya seperti ditulis oleh Nader Saiedi dalam pandangan-
pandangan mereka perihal: Pertama, keyakinan akan perlunya sebuah filsafat dialektis; kedua,
keyakinan akan adanya aspek historisisme dalam kehidupan sosial keagamaan; ketiga,
pentingnya secara kontinu untuk membuka kembali pintu ijtihad yang dulu sempat tertutup atau
justru ditutup oleh fatwa ulama; keempat, penggunaan argumen-argumen rasional untuk iman;
kelima, perlunya pembaruan pendidikan; dan keenam, menaruh simpati dan hormat terhadap
hak-hak perempuan, dan non-Muslim.
Islam kultural dalam pandangan umum adalah Islam yang mewujudkan dirinya secara substantif
dalam lembaga-lembaga kebudayaan dan peradaban Islam lainnya; pendeknya, Islam minus
politik. Dalam pemahaman umum, Islam kultural adalah Islam dakwah, Islam pendidikan, Islam
seni, dan seterusnya. Sebaliknya, Islam politik adalah Islam yang muncul atau ditampilkan
sebagai kerangka atau basis ideologi politik, yang kemudian menjelma dalam bentuk partai
politik (cf. Gulalp 1999).
Gagasan Islam Kultural awalnya adalah untuk menjawab kebuntuan akses politik umat Islam
Indonesia yang ditutup oleh rezim tiran Orde Baru. Bagi Orde Baru, Islam politik adalah
ancaman bagi stabilitas politik yang telah dibangun sebelumnya, oleh kerana itu, cara yang
paling efektif dengan melakukan tekanan-tekanan politik, seperti melarang rehabilitasi Partai
Masyumi (Lukmanl Hakiem, 1993).
D. Postradisionalisme Islam
Dalam konteks pembaruan ini, sumbangan sistem IAIN dalam mereformasi Islam benar-benar
penting. Pembentukan IAIN, yang diawali dengan IAIN Syarif Hidayatullah di Ciputat Jakarta
dan IAIN Sunan Kalijaga pada tahun 1960, secara tidak langsung memberi kesempatan pertama
bagi mayoritas keluaran pesantren untuk menempuh studi di jenjang perguruan tinggi. Sejak
tahun 1960-an IAIN tetap mempertahankan ketertutupannya dengan model al-Azhar.
Tradisi dalam kamus besar bahasa Indonesia mempunyai dua arti yaitu adat kebiasaan turun
temurun yang masih dijalankan masyarakat dan penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang
telah ada merupakan cara yang paling baik dan benar. Sedangkan penjelasan Muhammad Abed
Al-Jabiri tentang tradisi terbagi menjadi empat bagian, yaitu: 1) tradisi maknawi (al-turats al-
maknawi), yang berupa tradisi pemikiran dan budaya, 2) tradisi material (al-turats al-ma’adi),
seperti monumen dan benda-benda masa lalu, 3) tradisi kebudayaan, yaitu segala sesuatu yang
kita miliki dari masa lalu kita, 4) tradisi kemanusiaan universal, yakni segala sesuatu yang hadir
di tengah kita, namun berasal dari masa lalu orang lain.
Maka setiap muslim harus berusaha melibatkan dirinya dalam jihad sesuai dengan kemampuan
dan tuntunannya, berjihad dapat kita aplikasikan dalam beberapa hal,seperti:
1) Berjihad memerangi hawa nafsu, amarah yang suka menyimpangkan manusia dari
perbuatan baik kepada perbuatan buruk, dari akhlak terpuji kepada akhlak tercela .
3) Berjihad dalam memerangi segala bentuk ancaman yang membahayakan kemudahan umat,
seperti ancaman masyarakat, dll.
4) Berjihad memerangi keterpurukan umat, baik dari segi intelektual maupun muammalah.
5) Berjihad mengantisipasi serta mengimbangi tipu daya politik dan diplomasi kaum kafir
dalam uapaya memurtadkan umat islam, menjauhkan umat dari ajaran islam, dan memecah
belahkan umat islam agar mudah menjadi santapan mereka.
Apabila kita ingin menyelenggarakan dialog antar agmayang efektif, kita tidak boleh lagi
menghidupkan memori-memori kebencian dan permusuhan yang diwariskan oleh masa silam
dalam ingatan kita sebagai penggantinya, kita harus membangun pemikiran positif yang bergerak
ke arah pembangunan pemikiran positif yang bergerak kearah pembangunan masa depan baru
yang lebih cerah dan mampu membuat dunia menikmati perdamaian.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa dengan berjalannya waktu dan
perkembangnya zaman,islampun mengalami perkembangandengan munculnya gerakan –
gerakan seperti Post Modernisme dan NeoModernisme Islam, Islam Liberal, Islam
Kultural, Post Tradionalisme Islam,menunjukkan adanya perkembangan keberagaman
dalam pemikiran paracendekiawan muslim baik yang tradisonal maupun modern/
kontemporer. Inilah dinamika dalam Islam yang harus disikapi dengan inklusif dan
bijaksana.
DAFTAR PUSAKA
Barton, Greg, “Indonesia’s Nurcholish Madjid and Abdurrrahman Wahid as Intelectual Ulama: The
Meeting of Islamic Traditionalism and Modernism in Neo-Modernist Thought”, dalam Islam and
Christian Muslim, CSIC, Birmington, Vol. 8, No. 3, 1999.
Effendi, Bahtiar, Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktek Politik Islam Indonesia. Jakarta:
Paramadina, 1998.
Hamzah, Imran dan Anam, Chairul (ed), Abdurrahman Wahid Diadili Kiai-Kiai. Surabaya: PT Jawa Pos,
1989.
Narwoko, J. Dwi – Suyanto, Bagong (ed.), Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Prenada
Media Group, 2006.
Sodik, Mochammad, Gejolak Santri Kota Aktivis Muda NU Merambah Jalan Lain. Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2000.
Zubaedi, Islam dan Benturan Antarperadaban, Dialog Filsafat Barat dengan Islam, Dialog Peradaban, dan
Dialog Agama. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.