PERSPEKTIF ISLAM
Makalah ini disusun untuk memenuhi penugasan mata kuliah pendidikan agama islam.
Disusun oleh:
MUH TAUFIQ PURWOKO
NPM 211030015
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr,wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “POLITIK DAN
NASIONALISME DALAM PERSPEKTIF ISLAM” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak SALIM
SAPUTRA, S.Pd.I., M.Pd.I. pada mata kuliah PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “POLITIK DAN
NASIONALISME DALAM PERSPEKTIF ISLAM” bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak SALIM SAPUTRA, S.Pd.I., M.Pd.I, selaku
Dosen PENDIDIKAN AGAMA ISLAM yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
saya menyadari makalah yang saya ketik ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
saya mohon maaf sebesar-besarnya dan kritik juga saran yang membangun akan saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum wr,wb.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..…3
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………..4
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………….4
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….……….………12
3
BAB I
PENDAHULUAN
Kenyataan politik di bawah kolonialisme Belanda menyadarkan aktivis gerakan Islam dan
gerakan nasionalis sebelum masa kemerdekaan. Dari kesadaran itulah lahir berbagai gerakan
Islam, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).Walaupun ‘berbaju’ gerakan
kultural, tapi lingkup pembahasan di kalangan mereka bersifat politis. Tidak heranlah jika
para tokoh mereka juga berwajah nasionalis. Dalam lingkungan gerakan-gerakan Islam di
luar Indonesia muncul orang-orang seperti Jamaluddin al-Afghani, yang menyuarakan
pentingnya arti kemerdekaan bagi kaum muslimin sendiri. Demikian juga halnya dengan
berbagai gerakan Islam di negeri kita waktu itu. Apa lagi ketika H.O.S. Tjokroaminoto di
Surabaya mengambil menantu Soekarno di tahun dua puluhan. Soekarno yang waktu itu
sudah “terbakar” melihat nasib bangsa-bangsa terjajah, mulai mencari bentuk perjuangan
politik untuk kemerdekaan bangsanya. Memang, dalam waktu sepuluh-dua puluh tahun baru
tampak hasilnya, tetapi bagaimanapun juga kiprah para pemuda itu menunjukkan arah yang
jelasmenolak penjajahan dan menuntut kemerdekaan Kongres Pemuda 1928 nyata-nyata
menunjukkan hal itu. Ini sekaligus merupakan pantulan hasrat kemerdekaan dari berbagai
orang muda yang berasal dari berbagai daerah. Mereka mecita-citakanapa yang dikemudian
dikenal sebagai Republik Indonesia. Mereka kemudian memimpin pembentukan apa yang
kemudian hari dikenal dengan nama Bangsa Indonesia.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Di samping gerakan keislaman tradisional di atas, tidak sedikit pula gerakan
pembaharuan yang bergerak di bidang dakwah dan pendidikan. Telah disinggung sebelumnya
Sumatera Thawalib. Namun gerakan pembaharuan Islam yang lebih luas melebihi gerakan
Sumatera Thawalib, terjadi di Jawa dengan lahirnya organisasi yang bernama
Muhammadiyah, didirkan di Yogyakarta pada tanggl 18 Nopember 1912.K.H.Ahmad Dahlan
(lh.1868), pendiri Muhammadiyah pernah belajar di Mekah, ketika dua kali memperoleh
kesempatan menunaikan ibadah haji (terakhir 1902). Baliau adalah pengagum Ibnu Taimiyah,
sekaligus pengikut ide-ide pembaharuan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha lewat Tafsir
Al-Manar, serta ide-ide perjuangan Jamaluddin Afghani lewat majalah Al-`Urwat al-Wutsqa.
Ide-ide pembaharuan dan gerakan menentang kolonial Barat ditanamkan melalui madrasah
Muhammadiyah yang didirikannya. Beliau menfokuskan diri pada amal sosial sebagai bentuk
khas perjuangannya, sampai Bung Karno pernah menjulukinya “Sepi ing pamrih, rame ing
gawe” (sedikit bicara tapi banyak kerja). Watak seperti ini pula yang menjadi jati diri
Muhammadiyah yang didirikannya itu.Dari kalangan kaum intelektual, banyak tertarik pada
Muhammadiyah, di antaranya ialah Bung Karno sendiri, karena paham keagamaannya yang
bercorak rasional. Sejalandengan itu, Muhammadiyah juga memperbanyak sekolah moderen
dengan spirit pembaharuan dan kemerdekaan. Untuk hal ini, Muhammadiyah menggalak-kan
pula kegiatan kepanduan bernama “Hizbul Wathan” pada tahun 1920, yang pernah dibina
oleh Sarbini dan Panglima Besar Sudirman.Tak dapat dipungkiri, tokoh-tokoh
Muhammadiyah banyak terlibat secara pribadi dalam Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII) di
bawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto, dan sebahagian lagi dalam Partai Nasional Indonesia
(PNI) pimpinan Bung Karno. Bersama dengan pejuang nasionalis lain, Muhammadiyah
sangat gigih memperjuangkan pendidikan bagi kaum pribumi. Muhammadiyah juga sangat
menentang kebijaksanaan Belanda yang tidak adil dalam masalah keagamaan, dan tak kalah
pentingnya, Muhammadiyah mendukun gerakan kebangsaan untuk lahirnya Parlemen
Indonesia.Memasuki era Jepang, kepemimpinan organisasi Muhammadiyah berada di tangan
K.Bagus Hadikusumo menggantikan K.H.Mas Mansyur. Sebagai anggota Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI), beliau banyak berjasa dalam perumusan Mukadimah
Undang-Undang Dasar 1945, dan bersama tokoh Islam lainnya, Wahid Hasyim,
H.AgusSalim dan Kasman Singodimejo tidak keberatan dicoretnya tujuh kata: ”dengan
kewajibanmenjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dari teks Pancasila sehingga
menjadi:Ketuhanan Yang Maha Esa.Mirip dengan Muhammadiyah, lahir pula gerakan Islam
yang bernama Persatuan Islam(PERSIS), didirkan oleh K.H. Zamzam pada tanggal 17
September 1923 di Bandung.Pimpinan PERSIS yang paling populer ialah A. Hassan yang
bergabung sejak tahun 1926,beliau pernah aktif surat menyurat dengan Bung Karno ketika
Bung Karno dibuang Ke Ende.Organisasi ini juga mengutamakan aspek pendidikan, sekolah
atau pesantren, dan kegiatan dakwah Islam secara luas. Dalam berbagai aktifitasnya, gerakan
ini membangun kesadaran umat untuk pembaharuan sosial dan kemerdekaan bangsa.
Sebelumnya, semangat yang sama juga telah diemban oleh Mathla’ul-Anwar, yang lahir
pada tahun 1905 di Menes Jawa Barat. Organisasi ini didirikan oleh K.H.M.Yasin, juga
banyak mendirikan sekolah-sekolah sebagai media penyebaran wacana pembaharuan
sosial.Di bidang politik, di bawah kepemimpinan K.H.Abdurrahman, organisasi ini
bekerjasama dengan Sarekat Islam (S.I) dalam menentang Belanda.
6
Gerakan Islam yang paling spektakuler karena kedekatannya kepada kaum tradisional
Islam, bahkan menjadi pengawal kaum tradisional, ialah Jamiah Nahdhatul Ulama (NU).
Organisasi kaum ulama ini, memelihara hubungan kultural dengan masyarakat awam dengan
tetap memberi peluang bagi berlakunya sejumlah tradisi yang tidak bertentangan dengan
prinsip akidah. Bahkan peninggalan tradisi leluhur, dibiarkan tumbuh dengan baju keIslaman,
dalam kemasan baru acara-acara selamatan. Warisan peradaban lama, seperti candi,dibiarkan
terpelihara dengan baik, mencontoh nasionalisme Islam di Mesir yang membiarkan piramid-
piramid berdiri kokoh di tengah padang pasir. Maka tak salah jika dikatakan bahwa gerakan
kultural NU ini sangat bercorak ke-Indonesiaan, sehingga paham kebangsaan menjadi jati
dirinya.
Di antara sekian tokoh NU yang aktif dalam perjuangan kemerdekaan, tercatat nama
K.H.Wahid Hasyim, putera pendiri NU, Hasyim Asy`ari, proaktif dalam Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Bahkan beliau juga menjadi salah satu anggota Panitia
Sembilan yang merumus secara final dasar negara Republik Indonesia, Pancasila. Lebih
hebat lagi, kalangan intelektual di luar pesantren mendirikan perkumpulan kepemudaan yang
diberi nama Jong Islamieten Bond (JIB) pada tanggal 1 Januari 1925 di Jakarta. Anggota JIB
pada umumnya berasal dari pelajar dan alumni dari MULO dan AMS dipelopori oleh
Samsurijal, yang sebelumnya adalah Ketua Jong Java. Kongres I JIB di Yogyakarta (1925)
yang memilih Samsurijal menjadi Ketua Umum, juga menetapkan Kasman Singodimejo
sebagai salah seorang komisaris. Kemudian pada Kongres JIB tahun 1929 di Jakarta, Kasman
Singodimejo terpilih menjadi Ketua. Kasman brsama Muhammad Rum tercatat sebagai
alumni dari kepanduan Natipij (National Indonesische Padvinderij) yang dibentuk oleh JIB.
2.3 MENYATUKAN PERJUANGAN ISLAM DENGAN GERAKAN NASIONALIS
Kebangkitan nasionalisme di Indonesia pada awal abad ke-20 Masehi berawal dari
kemunculan organisasi-organisasi pergerakan nasional di Indonesia. Salah satu organisasi
pergerakan nasional yang teguh dalam memeperjuangkan hak-hak masyarakat pribumi adalah
Sarekat Islam.
Pada awalnya, Sarekat Islam adalah organisasi dagang bernama Sarekat Dagang Islam (SDI)
yang didirikan oleh K.H Samanhudi pada 16 Oktober 1905. Samanhudi mendirikan Sarekat
Dagang Islam dengan tujuan untuk menggalang kerja sama antara pedagang Islam demi
memajukan kesejahteraan pedagang Islam pribumi.Selain itu, Samanhudi juga ingin
meruntuhkan dominasi pedagang-pedagang etnis China di sektor perekonomian Indonesia.
Pada tahun 1912, H.O.S Tjokroaminoto mengubah nama organisasi Sarekat Dagang Islam
menjadi Sarekat Islam. Perubahan nama tersebut bertujuan agar keanggotaan organisasi tidak
hanya terbatas pada golongan pedagang, namun juga terbuka bagi seluruh umat Islam di
Indonesia.
Pada masa kepemimpinan H.O.S Tjokroaminoto, arah organisasi Sarekat Islam merambah di
bidang sosial, politik dan pemerintahan. Sarekat Islam selalu menyuarakan semangat
perjuangan Islam dalam perlawanan terhadap kolonialisme dan Imperialisme. Cita-cita
Sarekat Islam berhasil mendapat simpati masyarakat pribumi dan berkembang hingga ke
desa-desa pedalaman. Rakyat pedesaan menganggap Sarekat Islam adalah wadah dalam
perjuangan melawan struktur kekuasaan lokal. Dalam buku Sejarah Indonesia Modern: 1200-
2004 (2005) karya M.C Ricklefs, Sarekat Islam semakin berkembang pesat pada tahun 1912.
7
Keanggotaan Sarekat Islam tidak hanya berasal dari Jawa, namun meluas hingga pulau
Sumatera, Sulawesi, dan Maluku.
8
kehadiran ormas-ormas Islam sebagai kekuatan civil society sangat relevan dan
penting.Peran-peran ormas itu perlu ditegaskan kembali, mengingat saat ini mulai dampak
penurunan peran terutama di kalangan generasi muda. Banyak generasi muda yang tidak
memahami dan mengenal ormas-ormas Islam padahal orang tua mereka dahulunya adalah
aktivis-aktivis ormas. Pewarisan peran strategis ormas pun mengalami kendala karena
semakin jauhnya aktivitas-aktivitas generasi muda Islam dari ormas-ormas ini.Tokoh-tokoh
ormas Islam hendaknya bisa menjadi panutan dan sumber inspirasi bagi generasi-generasi
Islam di Indonesia. Kegigihan dan keikhlasan mereka dalam berjuang dengan
mendedikasikan waktu, dana dan tenaga guna menghidupkan organisasi dan memberdayakan
masyarakat dapat menjadi contoh penting bagi lahirnya sosok-sosok baru generasi Islam
mendatang yang tangguh. Peran mereka di masa lalu menjadi penting untuk diingat kembali
agar bangsa ini tidak melupakan peran tokoh-tokoh Islam dan bagaimana mereka berjuang
melalui ormas dan lembaga-lembaga yang mereka dirikan guna membangun Indonesia secara
tulus dan ikhlas.Meskipun tanpa mendapatkan bantuan dari pemerintah tokoh-tokoh ormas
ini terus menerus berjuang dan membangun organisasi guna memberikan pengajaran dan
pemberdayaan masyarakat. Para pemimpin ormas terkenal dengan independensi dan
kemandirian. Sebagaian dari mereka mengandalkan dari kemampuan sendiri dalam
membiayai kegiatan-kegiatan organisasi. Ormas-ormas yang bercirikan masyarakat pedesaan
biasanya ditopang oleh usaha-usaha pertanian dan perkebunan sementara yang bercirikan
masyarakat urban lebih banyak mengandalkan pada usaha-usaha perdagangan dan
perusahaan mandiri. Inilah peran-peran yang tidak mungkin dilakukan oleh orang-orang yang
tidak memiliki kesetiaan dan tanggung jawab besar bagi keberlangsungan negara dan bangsa
Indonesia.Ke depan ormas-ormas Islam memiliki banyak tantangan yang harus
dihadapi.Perubahan-perubahan perlu untuk dilakukan agar kehadiran ormas-ormas ini tetap
relevan dan diminati oleh generasi muda Islam di Indonesia. Tantangan-tantangan yang harus
dihadapi antara lain berkenaan dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat,
terputusnya generasi muda Islam dengan ormas, menurunnya otoritas ulama dan persoalan
sinergitas antara ormas-ormas di Indonesia.Perkembangan teknologi informasi yang
sedemikian pesatnya harus dapat dimamfaatkan oleh ormas-ormas Islam agar tetap bertahan
memenuhi kebutuhan masyarakat muslim di Indonesia. Perkembangan media sosial (sosial
media) yang menjadi media alternative hendaknya memacu mereka dalam menciptakan
model dakwah yang bisa diakses banyak orang. Eksistensi ulama dan cita-cita keumatan
ormas-ormas Islam harus mampu disosialisasikan dalam bentuk yang lebih ringan oleh
mereka yang terbiasa aktif di dunia maya. Itu dapat dilakukan dengan memperbanyak media-
media alternatif untuk berdakwah baik melalui blog, facebook,twitter, maupun bentuk media
lainnya yang lebih praktis dan mudah diakses.Apabila para ulama tidak mampu menyediakan
informasi memadai di dunia maya maka generasi-generasi baru ini akan mencari dan
mendapatkan sumbersumber tentang Islam dari tautan-tautan yang salah. Setiap saat orang
dapat mengunggah dan mengunduh materi yang tidak semuanya dapat
dipertanggungjawabkan. Ormas-ormas Islam harus fokus pada dakwah baru ini agar generasi
Islam tidak semakin menjauh dari nilai-nilai Islam dan mengikuti budaya populer yang sering
bertentangan dengan tatanan nilai dalam Islam.Perkembangan budaya populer saat ini telah
menciptakan budaya baru bagi generasi muda muslim di Indonesia yang berpotensi pada
melemahnya otoritas ulama/kyai ormas. Ini terjadi apabila ormas-ormas Islam tidak mampu
lagi memenuhi kebutuhan keislaman generasi baru tanpa melakukan terobosan dalam gerakan
dakwah. Untuk terus bertahan dan menempatkan otoritas keagamaan dan moral ulama maka
9
harus dikembangkan model-model dakwah baru yang menyentuh lapisan masyarakaott
generasi baru ini. Jika umat dengan mudah menjadi sumber-sumber referensi agama dari
sumber-sumber yang tidak dapat dipercaya terutama di mediamedia sosial dan internet maka
dapat dipastikan hubungan antara ulama dan umat akan terputus. Akibatnya para ulama dari
ormas-ormas Islam akan kehilangan otoritas dan semakin lama semakin terenduksi.Untuk
menjadi ormas Islam yang memiliki otoritas yang kuat, ormas Islam di samping harus
memiliki independensi dalam hal pendanaan juga harus membangun kembali jaringan-
jaringan umat yang melibatkan generasi-generasi muda sebagai penerus ideology dan
perjuangan ormas Islam. Semangat untuk menyatukan dan mensinergikan ormas-ormas Islam
terdahulu harus terus dikembangkan, mengingat saat ini potensi perpecahan umat karena
perbedaan ideology dan politik sangat mudah sekali terjadi.Tokoh-tokoh ormas di masa lalu
memiliki hubungan yang sangat dekat satu sama lain, baik lewat hubungan pertemanan,
pendidikan maupun perkawinan maka saat ini ormas-ormas Islam harus membangun basis itu
kembali. Rendahnya tingkat kohesi antar ormas-ormas di Indonesia, salah satunya disebabkan
karena rendahnya hubungan pertemanan dan interaksi sosial di antara mereka. Kesempatan
untuk saling mempelajari, memahami dan bekerjasama antar ormas hendaknya bisa dibangun
dan dipupuk terus. Salah satunya adalah dengan mempelajari sejarah dan kontribusi ormas-
ormas Islam di Indonesia secara integral dan komperehensif
10
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
• Islam merupakan agama yang universal, agama membawa misi rahmatan lil
alamin serta membawa konsep kepada ummat manusia mengenai persoalan yang
terkait dengan suatu sistem sperti konsep politik, perekonomian, penegakan
hukum, dan sebagainya
• Kebangkitan gerakan Nasionalisme Islam di Indonesia ditandai dengan lahirnya
sejumlah gerakan dalam bentuk madrasah, pesantren, organisasi sosial dan partai
politik, yang bertujuan untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa.
• Kebangkitan nasionalisme di Indonesia pada awal abad ke-20 Masehi berawal dari
kemunculan organisasi-organisasi pergerakan nasional di Indonesia.
• Perkembangan dakwah Islam yang dilakukan oleh ormas Islam mengalami
peningkatan pada decade 1990-an dan membuka peluang mereka untuk
berkontribusi kepada bangsa melalui pengembangan di bidang ekonomi,
pendidikan, budaya, teknologi dan politik.
3.2 SARAN
• Pertama, perubahan masyarakat dan politik pada hari ini telah membawa umat
islam ke tengah medan politik yang lebih mencabar. Ini ditambahkan oleh
meluasnya pengaruh demokrasi dan meningkatnya peran umat islam di negara
negara, maka untuk mengelakkan umat islam dari terlibat dan berperan aktif
dalam politik adalah hampir mustahil. Gerakangerakan politik nasionalis perlu
melihat perkembangan ini sebagai satu informasi dan tidak boleh mengongkong
diri dengan satu pandangan yang keras (syadid) sehingg menyebabkan kelompok
islam sebagai kumpulan pemilih terbesar tidak mendukungi gerakan politik.
Gerakan Islam mesti lebih terbuka dan bersedia menghadapi peran politik dalam
menentukan kuasa politik pemerintahan dalam sistem demokrasi ini. Oleh karena
Islam tidak mengharamkan secara mutlak tentang peran aktif dalam politik.
11
DAFTAR PUSTAKA
12