Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ASPEK POLITIK DAN KELEMBAGAAN ISLAM

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Keislaman

Dosen Pengampu : Dr. Eko Siswanto, M.HI.

Disusun oleh kelompok 8 :


1. Desi Novianti ( 1860101233199 )
2. Muhammad Latif Nawawi ( 1860101233211 )
3. Novia Zulfa Ilsyaturohmah ( 1860101233216 )

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU
HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
OKTOBER 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
serta karuninya-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas
kelompok untuk mata kuliah Studi Keislaman yang berjudul “Aspek Politik dan
Kelembagaan Islam” ini dengan tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa sepenuhnya makalah ini tidak terlepas tentunya jauh dari kata
sempurna karena terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki, tapi tentunya
bertujuan untuk menjelaskan poin-poin laporan ini sesuai dengan pengetahuan yang kami
peroleh. Dari google, maupun dari sumber-sumber yang lain, mungkin dalam laporan ini ada
kesalahan yang belum kami ketahui. Semoga semuanya memberikan manfaat bagi kita, bila
ada kesalahan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Tulungagung, 17 September 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................................i

KATA PENGANTAR...........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................4

A. Latar Belakang...............................................................................................................4

B. Rumusan Masalah..........................................................................................................4

C. Tujuan Penulisan............................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................5

A. Pengertian Politik............................................................................................................5

B. Aspek Politik...................................................................................................................5

C. Perkembangan Politik Dalam Islam................................................................................6

D. Pengertian Kelembagaan Islam.......................................................................................8

BAB III PENUTUP...............................................................................................................12

A. KESIMPULAN.............................................................................................................12

B. SARAN..........................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................13
A. Latar Belakang BAB 1
PENDAHULUAN

Sejak zaman rasululloh agama islam tidak terfokus mengenai perihal akhirat
saja tetapi juga mengurusi masalah duniawi diantaranya politik. Dalam
perkembanganya setelah wafatnya rosululloh terjadi perpecahan yang akhirnya timbul
tiga golongan politik dan dari tiga golongan itu pemahaman aliranya masih ada
sampai sekarang.
Lembaga pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai
keberhasilan proses pendidikan karena lembaga berfungsi sebagai mediator dalam
mengatur jalannya pendidikan. Dan pada zaman sekarang ini tampaknya tidaklah
disebut pendidikan jika tidak ada lembaganya.
Keluarga, masjid, pondok pesantren dan madrasah merupakan lembaga-
lembaga pendidikan islam yang mutlak diperlukan di suatu negara secaraumum atau
disebuah kota secara khususnya, karena lembaga-lembaga itu ibaratmesin pencetak
uang yang akan menghasilkan sesuatu yang sangat berharga,yang mana lembaga-
lembaga pendidikan itu sendiri akan mencetak sumberdaya manusia yang berkualitas
dan mantap dalam aqidah keislaman. Olehkarena itu, dalam makalah ini kami akan
membahas masalah yang berkaitandengan lembaga pendidikan islam tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu aspek politik islam?
2. Bagaimana perkembangan politik islam?
3. Apa itu kelembagaan islam?
4. Bagaimana perkembangan kelembagaan islam?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian aspek politik islam.
2. Untuk mengetahui perkembangan politik islam.
3. Untuk mengetahui pengertian kelembagaan islam.
4. Untuk mengetahui perkembangan kelembagaan islam.

4
BAB 11
PEMBAHASAN

A. Pengertian Politik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “politik” diartikan dengan (1)
(pengetahuan) yang berkenaan dengan ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti sistem
pemerintahan dan dasar pemerintahan); (2) Segala urusan dan tindakan (kebijakan,
siasat dsb.) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negaralain; (3). Cara
bertindak (dalam menghadapi dan menangani suatu masalah).
Kata turunan dari kata “politik”, seperti “politikus” atau “politisi” berarti
orang yang ahli di bidang politik atau ahli ketatanegaan atau orang yang
berkecimpung di bidang politik. Kata, “politis” berarti bersifat politik atau
bersangkutan dengan politik, dan “politisasi” berarti membuat keadaan (perbuatan,
gagasan, dan sebagainya) bersifat politis.

B. Aspek Politik
Persoalan yang pertama-tama timbul dalam islam menurut sejarah bukanlah
persoalan bukanlah persoalan tentang keyakinan malahan persoalan politik. Lebih
lanjut Harun Nasution menjelaskan sewaktu nabi mulai menyiarkan agama islam di
Mekah beliau belum dapat membentuk masyarakat yang kuat lagi berdiri sendiri.
Umat islam diwaktu itu baru dalam kedudukan lemah, tidak sanggup menentang
kekuasaan yang dipegang kaum quraisy yang ada di Mekah. Akhirnya nabi bersama
sahabat dan umat islam lainnya, seperti diketahui terpaksa meninggalkan mekah dan
pindah ke yastrib atau lebih dikenal sebagai kota suci Madinah.
Dikota ini keadaan nabi dan umat islam mengalami perubahan yang besar,di
Madinah mereka mempunyai kedudukan yang baik dan segera merupakan umat yang
kuat dan dapat berdiri sendiri. Nabi sendiri menjadi kepala dalam masyarakat yang
baru dibentuk itu dan yang akhirnya menjadi suatu negara dengan kata lain di
Madinah nabi Muhammad bukan lagi hanya mempunyai sifat Rasul Allah, tetapi juga
mempunyai sifat kepala negara (Harun Nasution:1985, 92).

5
Jadi sesudah nabi wafat, beliau mesti diganti oleh orang lain untuk memimpin
negara yang beliau tinggalkan. Dalam kedudukan sebagai rasul beliau tentu tidak
dapat diganti. Sebagai yang kita ketahui penggantian ini disebut khalifah yang dimana
khalifah pertama ialah Abu bakar, kemudian setelah Abu bakar wafat, Umar bin
khatab selanjutnya menggantikan beliau sebagai khalifah kedua, dilanjut dengan
Utsman ibn Affan yang ketiga dan selanjutkan digantikan oleh Ali ibn Thalib sebagai
khalifah keempat dalam Khulafaur Rasyidin. Pasang surut politik Khulafa’ur Rasyidin
yang dikenal sistem demokrasi religius membawa kemajuan dalam umat islam yang
sangat pesat dan luas.

C. Perkembangan Politik Dalam Islam


Pada 622 M, sebagai pengakuan atas klaim untuk kenabian, NabiMuhammad
diundang untuk memerintah kota Madinah. Pada saat itu suku-suku arab lokal Aus
dan Khazraj didominasi kota dan berada dalam konflik konstan. Mereka melihat Nabi
Muhammad orang luar tidak memihak yang bias menyelesaikan konflik tersebut.
Nabi Muhammad akhirmya menyusun Piagam Madinah. Dokumen ini dibuat Nabi
Muhammad sebagai penguasa dan mengenalinya sebagai Nabi Allah. Undang-undang
Nabi Muhammad dibuat dan didirikan selama pemerintahannya. Berdasarkan ayat-
ayat suci al-Qur’an dan dianggap oleh umat islam sebagai Syariah atau hukum islam.
Nabi Muhammad memperluas pemerintahannya kekota Mekah dan kemudian
menyebar kesemenajung arab melalui jalan diplomasi serta penaklukan militer.
Setelah kematian Nabi Muhammad negara memerlukan pemimpin baru,
sehingga muncul istilah khalifah yang berarti “pengganti” dengan demikian kerajaan
islam dikenal sebagai kekhalifahan. Pada pertumbuhan kerajaan umayyah,
perkembangan politik islam pada periode ini mengalami perpecahan antara muslim
sunni dan muslim syiah, dimana mereka mengalami sengketa dalam memilih khalifah.
Muslim sunni percaya khalifah itu pilihan dan setiap amggota suku nabi, quraisy. Di
sisi lain syiah percaya khalifah harus keturunandalam garis nabi dan demikin semua
khalifah kecuali ali, adalah perampasan kekuasaan.
Al-Mawardi, seorang ahli hukum islam dari sekolah syafi’I, telah menulis
bahwa khalifah harus quraisy. Abu Bakar Al-Baqillani, seorang sarjana islam
Ashari dan pengacara Maliki, menulis bahwa pemimpin kaum muslim hanya harus
berasal dari mayoritas. Abu Hanifah an-Numan, pendiri madzhab Hanafi fiqh sunni,
6
juga menulis bahwa pemimpin harus berasal dari mayoritas. Para kandidat biasanya
berasal dari garis keturunan yang sama dengan almarhum pemimpin sebelumnya tapi
mereka tidak harus anak-anaknya. Orang-orangyang mampu memimpin dengan baik
lebih dipilih dibandingkan pewaris namun tidak efektif, memiliki sifat adil, berilmu,
sanggup mengadakan ijtihad, sehat mental dan fisik, berani dan tegas. Pemimpin
dipilih oleh orang-orang yang memiliki sifat adil, mengetahui syarat syarat yang
diperlukan menjadi khalifah dan kesanggupan untuk menentukan dengan bijaksana
siapa yang terbaik diantara calon-calon yang ada.
Namun kaum khawarij berpendapat bahwa yang berhak menjadi kepala negara
ialah semua orang islam dan cara penentuan dan pengankatannya dengan cara
pemilihan. Syi’ah sebaliknya, mereka berpendapat bahwa hanya keturunan ali yang
berhak menjadi kepala negara dan hak itu bersifat turun temurun. Sementara itu
timbul pula perbedaan paham tentang sifat dari kekuasaan kepala negara. Syiah dua
belas dan syiah fatimiah berkeyakinan bahwa Nabi Muhammad, sebelum beliau wafat
telah menentukan ali sebagai wasi yang memiliki arti pengganti Nabi Muhammad
yang kepadanya dilimpahkan Nabi sepenuh kepercayaan. Wasi setelah ali adalah
Hasan, kemudian Husein dan demikian seterusnya kepada cucu-cucu Nabi.
Imam mempunyai sifat kekudusan yang diwarisi dari nabi. Dalam arti ali
mewarikan dari nabi, Hasan dan Husein mewarisi dari ali dan seterusnya kepada
cucu-cucu beliau.
Di samping itu imam memiliki kekuasaan dalam membentuk suatu hukum.
Perbuatan-perbuatan serta ucapan-ucapan tidak bertentangan dengan syariat dengan
demikian bagi kaum syiah imam hampir sama sifat dan kekuasaanya seperti Nabi.
Imam dan Nabi sama-sama tidak bisa berbuat salah dan sama-sama bisa membuat
hukum. Perbedaannya terletak Nabi menerima wahyu sedangkan imam tidak.
Paham-paham tersebut sama-sama dianut oleh kaum syiah dua belas dan syiah
Ismailiyah. Sehubung dengan kesucian imam, mereka berpendapat bahwa jika
imam berbuat sesuatu kesalahan layaknya manusia, bagi mereka itu tidak merupakan
sebuah kesalahan. Imam mempunyai keilmuan batin denganilmu ini imam dapat
mengetahui hal-hal yang tidak diketahui manusia biasa.
Ahli sunnah tidak menerima pendapat paham tersebut bagi mereka ali dan
keturunannya adalah manusia biasa sama dengan kita.

7
D. Pengertian Kelembagaan Islam
1. Pengertian Lembaga Islam
Sebelum masuk ke dalam pembahasan mengenai pengertianlembaga Islam,
perlu diketahui bahwa ada beberapa istilah yang berhubungan dengan lembaga
sosial atau lembaga kemasyarakatan. Kata lembaga mengandung arti sama dengan
istilah dalam bahasa inggris yaitu Institution. Dalam Sosiologi kata Institution
sering dirangkai dengan kata social institution yang oleh Soerjono Soekanto
diterjemahkan dengan istilah “lembaga kemasyarakatan”. Istilah lain yang
diusulkan adalah “bangunan sosial” terjemahan dari bahasa jerman soziale
gebilde. Lembaga sosial didalam setiap masyarakat senantiasa saling pengaruh
mempengaruhi dan mempunyai hubungan yang bersifat fungsional. Suatu
lembaga pendidikan misalnya, senantiasa berkaitan dengan lembaga ekonomi,
hukum, agama dan seterusnya. Apabila terjadi hubungan yang dwifungsional
maka dapat diduga bahwa masyarakat akan mengalami kegoncangan.
dari data di atas dapat disimpulkan bahwa Lembaga memiliki3 pengertian
yaitu Pranata (Norma atau Aturan-aturan), Institusi (Tempat atau wadah) dan
Assosiasi (Perkumpulan atau Organisasi). Sehingga Lembaga merupakan Sebuah
wadah atau tempat yang berisi perkumpulan orang-orang dengan memiliki aturan-
aturan atau norma-norma untuk mencapai tujuan yang sama. Kemudian untuk
pembahasan yang lebih khusus lagi tentang lembaga Islam, bahwa pengertian
Lembaga Islam adalah sistem norma yang didasarkan pada ajaran Islam, yang
sengaja diadakan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam yang sangat beragam
mengikuti perkembangan zaman. Kebutuhan tersebut diantaranya adalah
kebutuhan keluarga, kebutuhan pendidikan, kebutuhan hukum, kebutuhan
ekonomi, politik, sosial, dan budaya.1

1
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1987), hlm 177.
2. Fungsi Lembaga Islam
Secara umum, lembaga Islam memiliki beberapa fungsi pokok, diantaranya
adalah :
a. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat muslim tentang bagaimana
mereka harus bersikap dalam menghadapi berbagai masalah yang
timbul dan berkembang di masyarakat,terutama kebutuhan yang menyangkut
kebutuhan pokok.
b. Memberikan pegangan kepada masyarakat bersangkutan dalam melakukan
pengendalian sosial menurut sistem tertentu yaitu sistem pengawasan tingkah
laku para anggotanya.
c. Menjaga keutuhan masyarakat.
Dari beberapa fungsi yang melekat pada lembaga sosial tersebut diatas, jelas
bahwa apabila seseorang hendak mempelajari dan memahami masyarakat tertentu,
maka ia harus memperhatikan dengan seksama lembaga yang terdapat dalam
masyarakat yang bersangkutan. Sehingga mereka akan lebih mudah dalam
menjalani kehidupannya dan tidak mengalami kesulitan.
Negara Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama
Islam, yang kurang lebih 88,09% mengaku beragama Islam. Oleh karena itu,
untuk memahami tingkah laku masyarakat yang ada di Indonesia, seyogyanya
harus dipelajari dan di perhatikan dengan seksama mengenai lembaga-lembaga
Islam yang mempengaruhi bahkan menentukan pola tingkah laku dan sikap hidup
umat Islam. Dan perlu digaris bawahi bahwa tanpa adanya pembelajaran yang
baik mengenai lembaga-lembaga Islam, orang tidak mungkin dapat memberikan
penilaian yang benar tentang umat Islam.
Perlu kita ketahui bahwa kesalahan para ahli ilmu sosial dari Barat yang
meneliti kemudian menulis tentang umat Islam terletak pada kenyataan bahwa
mereka pada umumnya tidak memahami lembaga Islam yang bersumber dari
ajaran Islam. Selain itu, metode yang mereka pergunakan tidak selaras dengan
ajaran Islam, karena tradisi dan filsafat yang mereka kembangkan dipengaruhi
oleh dua aliran pikiran, yaitu aliran Liberalis, Kapitalis dan aliran Marxis.2

2
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010). Hlm. 102.
Aliran kapitalis liberalis adalah aliran yang mengutamakan bendadan hanya
bersifat duniawi saja. Akal pikiran serta perasaan manusia yang dikembangkan
secara bebas dan otonom oleh aliran ini diputuskan hubungannya dengan sumber
samawi yaitu sumber yang berasal dari Tuhan.
Aliran yang berpaham sekuler ini melepaskan diri dari agama.Hal ini tentu
saja tidak sesuai dengan Islam yang lembaganya bersumber dari ajaran agama
Islam. Aliran yang kedua yaitu aliran Marxis adalah aliran yang tumbuh dan
kemudian menolak aliran pertama yang liberalis, kapitalis, dan sekuler serta
menolak segala sesuatu yang bersangkut pautdengan Tuhan, agama, dan akhirat.
Dari kenyataan diatas, maka diperlukan metodologi yang selaras dengan
ajaran Islam, yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan sejalan dengan
sumber ajaran Islam. Perkembangan selanjutnya, melihat hal-hal tersebut maka
banyak metodologi yang dikembangkan oleh para sarjana muslim sendiri. Karena
fungsinya yang sangat penting dalam masyarakat, dahulu lembaga Islam di
perkenalkan melalui kurikulum perguruan tinggi. Sebagai contoh yaitu pada
Sekolah Tinggi Hukum yang didirikan pada tahun 1925 di Batavia memasukkan
lembaga Islam kedalam kurikulumnya dengan nama Mohammedansche Recht
Instellingen van den Islam, yang artinya adalah Hukum Islam dan Lembaga-
lembaga Islam. Selain itu juga dahulu Sekolah Tinggi Hukum atau Recht
Hogescool yang menjadi cikal bakal Fakultas Hukum serta Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik (FISIP) dengan sadar mencantumkan lembaga-lembaga Islam
didalam kurikulumnya. Dengan maksud agar mereka yang bekerja di Hindia
Belanda yang penduduknya beragama Islam dapat memahami tingkah laku
masyarakat Islam.3

10

3
Soerjono Soekanto, Memperkenalkan Sosiologi, (Jakarta: Rajawali Pers, 1988), hlm 34
3. Macam-macam Lembaga islam
Dalam lingkungan masyarakat terbagai berbagai macam Lembaga Islam,
antara lain sebagai berikut:
a. Lembaga Politik Islam
Contoh: SDI (Serikat Dagang Islam), SI (Serikat Islam), PSII (Partai
Syarikat Islam Indonesia), MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia), Masyumi
(Majlis Syura Muslimin Indonesia), PPP (Partai Persatuan Pembangunan),
dll.
b. Lembaga Hukum Islam
Contoh: Adat, Peradilan Agama, Peraturan Daerah Syariah dll.
c. Lembaga Ekonomi Islam
Contoh: BAZ, Wakaf, Bank Syariah, Koperasi Pesantren, dll.
d. Lembaga Sosial Kemasyarakatan Islam
Contoh: Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persis, Al-Irsyad,dll.
e. Lembaga Pendidikan Islam
Contoh: Pesantren, Madrasah, Sekolah Islam, Perguruan Tinggi Islam, dll.
f. Lembaga Kesehatan Islam
Contoh: Rumah Sakit Islam, Pengobatan Alternatif Islami (Thibbun
Nabawy dan Ruqyah)
g. Lembaga Budaya/ Seni Islam
Contoh: LESBUMI (Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia/
Lembaga Seni dan Budaya Muslimin Indonesia), Lembaga Seni Bela Diri
(Islam).
h. Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam
Contoh: Lembaga Penelitian dan Pengembangan Islami.
i. Lembaga Keagamaan Islam
Contoh: Ulama’, Masjid, Dakwah, Kerohanian (Tarekat dan Majlis Dzikir)

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata atau istilah politik dalam kosakata bahasa Indonesia terambil dari bahasa
Ingris. Kata dan istilah tersebut bermakna segala hal yang berkaitan dengan
kekuasaan, terutama meliputi bagaimana ia diperoleh, digunakan dan
dipertanggungjawabkan, baik dalam skala terbatas seperti pada keluarga, masyarakat,
negara bahkan yang lebih luas lagi adalah antar negara. Sejak zaman rasululloh agama
islam tidak terfokus mengenai perihal akhirat saja tetapi juga mengurusi masalah
duniawi diantaranya politik. Dalam perkembanganya setelah wafatnya rosululloh
terjadi perpecahan yang akhirnya timbul tiga golongan politik dan dari tiga golongan
itu pemahaman aliranya masih ada sampai sekarang yaitu sunni, syiah, khawarij.
Agama merupakan suatu lembaga atau institusi penting yang mengatur
kehidupan rohani manusia. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin
berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah,
sehingga mencapai rohani yang sempurna kesuciannya. Selain itu kita juga
membutuhkan sebuah Lembaga. Lembaga yang kita butuhkan adalah Lembaga Islam.
Dalam makalah diatas telah dijelaskan pengertian dari Lembaga Islam yaitu suatu
sistem norma yang didasarkan pada ajaran Islam, yang sengaja diadakan untuk
memenuhi kebutuhan umat Islam yang sangat beragam mengikuti perkembangan
zaman.

B. Saran
Dari pembuatan makalah ini, kami berharap kepada pembaca agar tidakhanya
bersumber dari makalah ini saja untuk mengetahui pengertian aspek politik dan
kelembagaan islam. Kami mengharapkan kritik maupun saran bagi kami yang
bersifat membantu agar kami tidak melakukan kesalahan yang sama dalam
penyusunan makalah yang akan datang.

12
DAFTAR PUSTAKA

Nata, A. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Shufi. (2019, September 30). Aspek Politik dan Kelembagaan. From Scribd.

Soekanto, S. (1987). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta.

Soekanto, S. (1988). Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai