Anda di halaman 1dari 15

SISTEM POLITIK ISLAM

Di Susun Oleh :

Rikza Qistosin 20032010015 (Ketua)

Deni 20032010029 (Anggota)

Moch. Yusuf Efendi 20032010034 (Anggota)

KELAS PARAREL A

FAKULTAS TEKNIK

UPN “VETERAN” JAWA TIMUR


DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………………………………………………………… i
Daftar isi ……………………………………………………………………….. ii

BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………………….. 1


1.1 Latar Belakang ……………………………….…………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………….... 2
1.3 Tujuan ……………………………………………………………………… 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….… 3


2.1 Pengertian Sistem Politik Islam ………………………………………….… 3
2.2 Sejarah Politik Islam …………………………………………………….…. 4
2.3 Paradigma Sistem Politik Islam ……………………………………………. 6
2.4 Prinsip-Prinsip Politik islam ………………………………………………... 7
2.5 Objek Kajian Sistem Politik Islam …………………………………………. 8
2.6 Kontribusi Umat Islam dalam Pepolitikan Indonesia ……………………… 11

BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………...…... 11


3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………… 11
3.2 Saran ……………………………………………………………………….. 11
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmatnya penyusun mampu
menyelesaikan tugas ini guna memenuhi tugas mata Kuliah Pendidikan Pancasila
yang berjudul “Upaya Mewujudkan Persatuan Bangsa dengan Menumbuhkan dan
Memperkuat Kesadaran Berbangsa dan bernegara”.
Dalam penyusunan tugas atau makalah ini tidak sedikit yang penyusun
hadapi. Namun penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi
ini tidak lain berkat bantuan teman seperjuangan, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang membalas budi baik
yang tulus dan ikhlas kepada pihak yang penyusun . Tak ada gading yang tak
retak, untuk itu penyusunpun menyadari bahwa makalah yang telah peyusun
susun dan kami kemas masih memiliki banyak kelemahan serta kekurangan-
kekurangan baik dari segi teknis maupun non-teknis. Untuk itu penulis membuka
pintu yang selebar-lebarnya kepada semua pihak agar dapat memberikan saran
dan kritik yang membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan
mendatang. Dan apabila di dalam makalah ini terdapat hal-hal yang dianggap
tidak berkenan di hati pembaca mohon dimaafkan.
BAB 1
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Islam adalah sebuah kepercayaan dan pedoman hidup yang menyeluruh.
Dalam Islam diajarkan pemahaman yang jelas mengenai hubungan manusia
dengan Allah (dari mana kita berasal), tujuan hidup (kenapa kita di sini), dan arah
setelah kehidupan (ke mana kita akan pergi). Muslim adalah orang yang memeluk
ajaran Islam dengan cara menyatakan kesaksiannya tentang keesaan Allah dan
kenabian Muhammad.
Di dalam wacana keIslaman terdapat perbedaab antara politik dan politik
Islam. Kata politik selalu dihubungkan dengan konsep-konsep dan tatanan
kehidupan masyarakat yang berakar pada keilmuan dan tradisi Barat. Sedangkan
istilah politik Islam adalah suatu istilah khas yang merujuk pada konsep-konsep
Islam terutama istilah-istilah yang muncul pada masa Nabi Muhammad dan para
pengikutnya. Praktek politik Islam dirujuk pada cara-cara bagaimana Nabi
Muhammad dan periode-periode setelahnya yangni pada periode Khulafaur
Rasyidin.
Namun demikian di dalam perkembangannya terjadi pergeseranpergeseran
pemikiran mengenai apakah terdapat konsep tentang politik Islam atau hanya
nilai-nilai Islam yang dipakai dalam menjalankan urusan Negara? Perbincangan
semacam ini terjadi di kalangan umat Islam sehingga se-olah-olah dapat
dipisahkan antara Islam dan Politik. Berbincangan lama yang kini menghangat
kembali adalah discourse menganai apakah ada hubungan antara Islam dan
politik. Perbincangan ini menjadi sangat penting karena dikaitkan dengan
maraknya diskusi-diskusi mengenai bentuk demokrasi sebuah tipologi bentuk
sistem pemerintahan yang dipakai oleh negara-negara Barat di negara Indonesia
yang berpenduduk mayoritas beragama Islam.
Perbincangan hubungan Islam dan politik melahirkan aliran-aliran yang
saling mengukuhkan pendapatnya masing-masing. Terdapat tiga aliran tentang
hubungan antara Islam dan politik. Aliran ini berpendirian bahwa Islam bukanlah
semata-mata agama dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan
antara manusia dengan Tuhan, sebaliknya Islam adalah satu agama yang
sempurna dan yang lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan
manusia termasuk kehidupan bernegara.

I.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dalam sistem politik islam.
2. Apa prinsip-prinsip dasan yang mendukung sistem politik islam dapat
berjalan dengan baik.
3. Apa kontribusi umat islam di indonesia.

I.3 Tujuan
1. Mengetauhi prinsip dasar politik islam.
2. Mengetauhi Bentuk siyasah di indonesia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Sistem Politik Islam


Politik Islam yang disebut juga sebagai “as-Siyāsah asy-Syar’iyyah”.
Secara bahasa terdiri dari dua kata “as-Siyāsah” dan  “asy-Syar’iyyah”. Dalam
buku berjudul “al-Madkhal ilā as-Siyāsah asy-Syar’iyyah” (1993: 13-53) Syekh
Abdul ‘Āhmad menjelaskan pengertian politik Islam beserta bidang kajiannya
dengan cukup lugas.
Kata “as-Siyâsah” diderivasi dari kata kerja: ً‫ ِسيَا َسة‬- ُ‫يَسُوْ س‬-‫اس‬
َ ‫ َس‬yang maknanya
berkisar pada: mengurusi, mengelola, mengatur sesuatu (sesuai) dengan
kemaslahatan (kepentingan). Menurut pendapat terkuat, kata ini bukanlah kata
asing yang diimpor dari bahasa selain Arab.
Sedangkan kata “asy-Syar’iyyah” secara bahasa berarti dinisbatkan pada
syariat. Kata “Syari’ah” berarti jalan, metode atau cara. Yang dimaksud di sini
adalah syariat Islam. Jadi, yang dimaksud dengan “as-Siyâsah asy-Syar’iyyah”
(Politik Islam) secara bahasa bermakna mengurus sesuatu sesuai kemaslahatan
(umat) berdasarkan syariat Islam.
Adapun makna politik Islam (as-Siyâsah asy-Syar’iyyah ) menurut istilah
‘fuqahā’ (ulama fikih) adalah membina (membangun atau mendasari) hukum
sesuai dengan tuntutan maslahat (kepentingan) umat yang tidak terdapat dalil
khusus dan rinci mengenainya.
Dengan ungkapan lain disebutkan bahwa yang dimaksud dengan politik
Islam adalah pemimpin yang mengatur urusan umat mewujudkan (merealisasikan)
maslahat (kepentingan) yang kembali kepada individu dan jemaah (masyarakat).
Bisa juga dikatakan, “Pemimpin mengurusi sesuatu untuk kemaslahatan yang
dilihatnya (untuk umat) terhadap sesuatu yang tidak terdapat nash secara khusus
dan pada urusan yang tidak permanen (tetap), tapi berubah-ubah (dinamis)
mengikuti perubahan situasi-kondisi, waktu, tempat dan maslahat-maslahat.
Setelah mengumpulkan beberapa pengertian ulama fikih, dapat disimpulkan
bahwa politik Islam adalah “Pengaturan urusan negara Islam  yang tidak terdapat
nash jelas mengenai hukumnya atau yang kondisinya berubah-ubah (dinamis)
yang mengandung kemaslahatan bagi umat dimana (kemaslahatan) itu sejalan
(sesuai) dengan hukum-hukum syariat dan dasar-dasarnya secara umum.”

II.2 Sejarah Politik Islam


Asal mula Islam sebagai gerakan politik telah dimulai sejak zaman nabi
Muhammad. Pada 622 M, sebagai pengakuan atas klaim kenabiannya,
Muhammad diundang untuk memimpin kota Medinah. Pada saat itu dua kaum
yang menguasai kota; Arab Bani Aus dan Bani Khazraj, berselisih. Warga
Medinah menganggap Muhammad sebagai orang luar yang netral, adil, dan
imparsial, diharapkan dapat mendamaikan konflik ini. Muhammad dan
pengikutnya hijrah ke Medinah, di mana Muhammad menyusun Piagam Madinah.
Dokumen ini mengangkat Muhammad sebagai pemimpin kota sekaligus
mengakuinya sebagai rasul Allah. Hukum yang diterapkan Muhammad pada saat
berkuasa berdasarkan Quran dan Sunnah (perilaku yang dicontohkan
Muhammad), yang kemudian dianggap kaum Muslim sebagai Syariah atau hukum
Islam, yang kini ingin ditegakkan oleh gerakan Islam hingga kini. Muhammad
mendapatkan banyak pengikut dan membentuk tentara. Pengaruhnya kemudian
meluas dan menaklukkan kota asalnya Mekkah, dan kemudian menyebar ke
seluruh Jazirah Arab berkat kombinasi diplomasi dan penaklukan militer.
Kini, banyak gerakan Islamisme atau Partai Islam tumbuh di kebanyakan
negara Demokrasi Islam atau negara dengan mayoritas berpenduduk Muslim.
Banyak pula kelompok Islam militan yang beroperasi di beberapa bagian dunia.
Istilah kontroversial Islam fundamentalis juga disebutkan oleh beberapa non-
Muslim untuk menggambarkan aspirasi keagamaan dan politik dari kelompok
Islam militan. Kini, istilah demokrasi Islam dan fundamentalisme Islam, kerap
tercampur aduk dalam beraneka ragam kelompok yang mengatasnamakan Islam
dan memperjuangkan gerakan Islam, yang masing-masing memiliki sejarah,
ideologi, dan konteks yang beraneka ragam pula.

II. 3 Paradigma Sistem Politik Islam


Ada tiga paradigma yang dianut oleh pengamat ataupun pelaku 'Islam
politik', yaitu paradigma pesimis radikal, paradigma utopian radikal, dan
paradigma optimis moderat. Kita mulai dengan yang pertama. Paradigma pesimis
radikal di wakili oleh pengamat politik semacam Oliver Roy, penulis buku The
Failure of Political Islam (Kegagalan Islam Politik).
Menurutnya, aktivis 'Islam politik' sebenarnya tidak atau kurang memahami
Islam, hanya mengikuti syahwat politik demi mengegolkan agenda-agenda me
reka sendiri. Artinya, mereka ini tanpa sadar mengkhianati umat Islam dan
membelakangi para ulama (anti-clerical). Roy menjuluki mereka neo-
fundamentalis yang tidak sama dengan kaum Islamis. Aktivis 'Islam politik'
kalaupun mereka menang pemilu dan berkuasa dapat dipastikan akan gagal
menjalankan pemerintahan yang adil dan berwibawa, sebaliknya justru bakal
membunuh de mokrasi, menindas rakyat, menghancur kan ekonomi, dan merusak
hubungan internasional. Demikian ramalan suram dari Roy, yang diamini oleh
dan mempengaruhi banyak pengamat termasuk Graham E Fuller dan Kikue
Hamayotsu.
Paradigma kedua yang utopian radi kal bercita-cita mendirikan sebuah ne gara
Islam, dan bukan sekadar berjuang mewujudkan aspirasi dan membela
kepentingan umat dalam bingkai demo krasi negara modern. Paradigma ini di
wakili, antara lain, oleh Abu 'l-A'la al- Maw dudi dan Sayyid Qutb yang menge de
pankan konsep negara bukan berda sar kan kebangsaan atau nasionalisme, akan
tetapi negara berdasarkan agama, bukan berdasarkan kedaulatan rakyat atau
demokrasi, akan tetapi berdasarkan hukum Allah atau Syari'ah. Gagasan ini tentu
saja dianggap utopian karena amat sukar –untuk tidak mengatakan musta hil–
direalisasikan pada zaman seka rang ini kecuali dengan revolusi politik yang
menumbangkan pemerintahan yang sedang berjalan. Itulah sebabnya gagasan ini
dijuluki radikal, sebagaimana lazimnya kelompok revolusioner disebut atau me
nye but diri mereka –for better or worse.
Paradigma optimis moderat tidak sependapat dengan Oliver Roy. Bagi
mereka, Islam dan politik tidak perlu di per tentangkan. Agama dan negara tidak
mesti dipisahkan. Politik Islam bukan dongeng, melainkan pengalaman dan peng
amalan lebih dari seribu tahun lamanya. Dan, karena itu, 'Islam politik' bukan
utopia atau angan-angan belaka. Bagi orang-orang seperti M Natsir, mi salnya,
Indonesia bukan negara sekuler. 'Islam politik' tidak harus menempuh jalan
revolusi. Sebaliknya, melalui caracara yang konstitusional 'Islam politik' dapat
dan mesti berkompetisi dengan kelompok lain dalam NKRI untuk samasama
merawat negeri dengan semangat fastabiqul khairat(berlomba-lomba meraih
kebaikan) dan amar ma'ruf nahi mungkar (commanding good and prohibiting
evil).

II. 4 Prinsip-Prinsip Politik Islam


Dalam setiap pemerintahan Islam harus mendasarkan pada prinsip-prinsip
politik dan perundang-undangan pada kitab al Qur’an dan as Sunnah yangkedua-
duanya menjadi sumber pokok dari perundang-undangan yaitu pokok pegangan
dalam segala aturan yang menyangkut seluruh aspek kehidupansetiap muslim.
Karena itu setiap bentuk peraturan perundang-undangan yangditerapkan oleh
pemerintah mengikat setiap muslim untuk mentaatinya.Berikut merupakan prinsip
dasar sistem politik islam :
Al-amanah.
Kekuasaan adalah amanah (titipan), maksudnya titipan tuhan.Amanah tidak
bersifat permanen tetapi sementara. Sewaktu-waktu pemilikyang sebenarnya
dapat mengambilnya.setiap yang diberi amanah akan dimintai pertanggung
jawaban. Nabi Muhamad Shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung
jawaban mengenai kepemimpinan dan rakyat yangdipimpinnya.[H.R Bukhari
No.4789]
Al-adalah.
Kekuasaan harus didasarkan pada prinsip keadilan. Kata ini sering digunakan
dalam al Qur’an dan telah dimanfaatkan secara terusmenerus untuk membangun
teori kenegaraan Islam. Prinsip keadilan banyaksekali ayat al Qur’an
memerintahkan berbuat adil dalam segala aspekkehidupan manusia seperti firman
Allah:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat
kebajikan,memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran danpermusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu, agarkamu dapat
mengambil pelajaran”[Q.S An-Nahl:90].
Ayat di atas memerintahkan umat Islamuntuk berbuat adil,
sebaliknyamelarang mengancam dengan sanksi hukum bagi orang-orang yang
berbuatsewenang-wenang, jadi kedudukan prinsip keadilan dalam sistem
pemerintahan Islam harus menjadi alat pengukur dari nilai-nilai dasar ataunilai-
nilai sosial masyarakat yang tanpa dibatasi kurun waktu. Kewajiban berlaku adil
dan menjauhi perbuatan dzalim, mempunyai tingkatan yang amattinggi dalam
struktur kehidupan manusia dalam segala aspeknya
Al- Hurriyah.
Al-hurriyah artinya kebebasan atau kemerdekaan. Adalahmerupakan nilai
yang juga amat diperhatikan oleh Islam, yang dimaksud disini bukan kebebasan
bagi warganya untuk dapat melakukan kewajibansebagai warga negara, tetapi
kebebasan di sini mengandung makna yang lebih positif, yaitu kebebasan bagi
warga negara untuk memilih sesuatu yang lebih baik, maksud kebebasan berfikir
untuk menentukam mana yang baik danmana yang buruk, sehingga proses berfikir
ini dapat melakukan perbuatanyang baik sesuai dengan hasil pemikirannya,
kebebasan berfikir dankebebasan berbuat ini pernah diberikan oleh Allah kepada
Adam dan Hawa serta iblis agar mereka turun dari surga.
Jadi maksud ayat tersebut di atas adalah kebebasan yang mempunyaiakibat
yang berbeda, barangsiapa yang memilih melakukan sesuatu perbuatanyang
buruk, maka iapun akan dibalas dengan keburukan sesuai dengan apayang telah
mereka lakukan.
Tabadul al-Ijtima.
Tabadul al-ijtima artinya tanggung jawab sosial. Siyāsah tidak lepas dari
tanggung jawab sosial. Secara individual, kekuasaan merupakansarana untuk
mendapatkan kesejahteraan bagi para pelakunya, mewujudkankesejahteraan
bersama. Tanggung jawab sosial dapat diwujudkan dalam bentuk pengaturan
pilantropi Islam dengan baik, misalnya, dalam membangun manajemen zakat,
infak, sedekah dan wakaf, atau dalam membuka lapangan kerjasecara luas dan
terbuka bagi semua lapisan masyarakat yang membutuhkannya.

II.5 Objek Kajian Sistem Politik Islam


Siyaasah dusturiyah (hukum tata negara). Materi yang dikaji tentangcara dan
metode suksesi kepemimpinan, kriteria seorang pemimpin,hukum mewujudkan
kepemimpinan politik, pembagiankekuasaan(eksekutif, legislatif, yudikatif),
instituisi pertahanankeamanan, institusi penegakan hukum(kepolisian), dan lain-
lainnya.
Siyaasah dauliyyah (hukum politik yang mengatur hubunganinternasional).
Objek kajiannya adalah hubungan antar negara islamdengan sesma negara islam,
hubungan negara islam dengan non-islam,hubungan bilateral dan multilateral,
hukum perang dan damai,genjatan senjta, hukum kejahatan perang, dan lain-lain.
Siyaasah maaliyah (hukum politik yang mengatur keuangan
negara).Kontens yang dibahas adalah sumber-sumber keuangan negara,distribusi
keuangan negara, perencanaan anggaran negara dan penggunaannya, pengawasan
dan pertanggung jawaban penggunaankeuangan negara dan pilantropi islam.

2.6 Kontribusi Umat Islam dalam Perpolitikan Nasional


Kontribusi umat Islam dalam perpolitikan nasional tidak bisa
dipandangsebelah mata. Di setiap masa dalam kondisi perpolitikan bangsa ini,
Islamselalu punya pengaruh yang besar. Sejak bangsa ini belum bernama
Indonesia,yaitu era berdirinya kerajaan-kerajaan hingga saat ini, pengaruh
perpolitikan bangsa kita tidak lepas dari pengaruh umat Islam.Salah satu
penyebabnya adalah karena umat Islam menjadi pendudukmayoritas bangsa ini.
Selain itu, dalam ajaran Islam sangat dianjurkan agar penganutnya senantiasa
memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi orang banyak, bangsa, bahkan
dunia. Penguasaan wilayah politik menjadi sarana penting bagi umat Islam agar
bisa memberikan kontribusi bagi bangsa ini.
a. Fase Sebelum Kemerdekaan
Pengaruh Islam terhadap perpolitikan nasional punya akar sejarahyang cukup
panjang. Jauh sebelum penjajah kolonial bercokol di tanah air,sudah berdiri
beberapa kerajaan Islam besar. Kejayaan kerajaan Islam ditanah air berlangsung
antara abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi.Kerajaan-kerajaan Islam tersebut
berjuang melawan penindasan dankedloliman penjajah yang dipimpin oleh tokoh
muslim. Diantara tokohmuslim pada era itu adalah Tuanku Imam Bonjol,
Pangeran Diponegoro,Tuanku Nan Ranceh, Sultan Badaruddin, dan lain-
lain.Selain itu, memasuki era pergerakan nasional, perjuangan melawankolonial
terpecah menjadi dua kelompok besar yaitu: Nasionalis Islami dan Nasionalis
Sekuler.
b. Fase Kemerdekaan
Peranan Islam dan umatnya tidak dapat dilepaskan terhadap pembangunan
politik di Indonesia baik pada masa kolonial maupun masakemerdekaan. Pada
masa kolonial Islam harus berperang menghadapiideologi kolonialisme sedangkan
pada masa kemerdekaan Islam harus berhadapan dengan ideologi tertentu macam
komunisme dengan segalaintriknya.Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah
secara tegas menyatakankalau pemimpin-pemimpin Islam punya andil besar
terhadap perumusan NKRI. Baik itu mulai dari penanaman nilai-nilai
nasionalisme hingga perumusan Undang-Undang Dasar Negara.Para pemimpin
Islam terutama dari Serikat Islam pernah mengusulkanagar Indonesia berdiri di
atas Daulah Islamiyah yang tertuang di dalamPiagam Jakarta. Namun, format
tersebut hanya bertahan selama 57 harikarena adanya protes dari kaum umat
beragama lainnya. Kemudian, padatanggal 18 Agustus 1945, Indonesia
menetapkan Pancasila sebagai filosofisnegara.
c. Era Orde Lama
Setelah kemerdekaan, para pemimpin menganjurkan suatu negarayang
mempunyai dasar keagamaan secara umum dan pemerintahanmengakui nilai
keagamaan yang positif, karena itu akan memajukankegiatan keagamaan, dalam
kerangka itulah Departemen Agama didirikan.Selain Departemen Agama, cara
lain pemerintah Indonesia dalammenyelenggarakan administrasi Islam ialah
mendirikan Majelis Ulama.Majelis Ulama ini pertama berdiri di daerah-daerah
karena diperlukan untukmenjamin keamanan. Majelis Ulama ini bergerak dalam
kegiatan-kegiatandi luar persoalan keamanan, seperti dakwah dan pendidikan
d. Era Orde Baru
Pemerintahan masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya
asas di dalam negara. Ideologi politik lainnya dipasung dan tidak boleh
ditampilkan, termasuk ideologi politik Islam. Hal ini menyebabkanterjadinya
kondisi depolitisasi politik di dalam perpolitikan Islam.Politik Islam terpecah
menjadi dua kelompok. Kelompok pertama disebut kaum skripturalis yang hidup
dalam suasana depolitisasi dan konflikdengan pemerintah. Kelompok kedua
adalah kaum subtansialis yangmendukung pemerintahan dan menginginkan agar
Islam tidak terjun kedunia politik.
e. Era Reformasi
Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu
rakyatIndonesia bersatu untuk menumbangkan rezim Soeharto.
Perjuanganreformasi tidak lepas dari peran para pemimpin Islam pada saat
itu.Beberapa pemimpin Islam yang turut mendukung reformasi adalah
KH.Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ketua Nahdatul Ulama. Muncul juga nama
Nurcholis Majid (Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari kalangan santri.Juga
muncul Amin Rais dari kalangan Muhamadiyah. Bertahun-tahunreformasi
bergulir, kiprah umat Islam dalam panggung politik pun
semakindiperhitungkan.Umat Islam mulai kembali memunculkan dirinya tanpa
malu dan takutlagi menggunakan label Islam. Perpolitikan Islam selama reformasi
juga berhasil menjadikan Pancasila bukan lagi sebagai satu-satunya asas. Partai-
partai politik juga boleh menggunakan asas Islam. Kemudian bermunculanlah
berbagai partai politik dengan asas dan label Islam. Partai- partai politik yang
berasaskan Islam, antara lain PKB, PKU, PNU, PBR,PKS, PKNU, dan lain-lain.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

III.1 Kesimpulan
1.Sistem politik Islam adalah sebuah aturan tentang pemerintahan yang
berdasarkan nilai-nilai Islam.
2. Secara garis besar politik Islam membahas masalah-masalahketatanegaraan
(siyasah dusturiyyah), hukum internasional (siyasahdauliyyah), dan hukum
yang mengatur politik keuangan negara (siyasahmaaliyyah).
3. Prinsip-prinsip dasar dari politik Islam adalah Al-Amanah (titipan), Al-Adalah
(prinsip keadilan), Al-Hurriyyah (kemerdekaan dan kebebasan),Al-
Musawah (kesetaraan, kesamaan), Tabadul al-Ijtima (tanggung
jawabsosial).
4. Umat Islam mempunyai peranan yang sangat penting, berjasa, dan tidakdapat
diabaikan dalam perjuangan di Indonesia.
5.Islam sebagai ajaran melawan penjajahan menanamkan “Ruhul Islam” yang
memuat Jihad fi Sabilillah, Ijin berperang dari Allah
SWT,Symbolbergrijpen, dan Khubul wathon minal Iman

III.2 Saran
Setelah penyusunan makalah ini, penyusun memberi saran kepada pembaca
sebagai umat Islam yang hidup dalam alam modern ini agar dapat berinteraksi
dengan politik Islam, karena akan memberikan pengalaman dantantangan baru
menuju masyarakat yang adil dan makmur. Berpolitik yang bersih dan sehat dan
sesuai ketentuan Islam akan menambah kepercayaanmasyarakat khususnya di
Indonesia bahwa memang Islam dapat mengaturseluruh aspek mulai ekonomi,
sosial, militer, budaya sampai dengan politik

Anda mungkin juga menyukai