Anda di halaman 1dari 16

" KONSEP LAHIRNYA DAN PERKEMBANGAN ETIKA POLITIK ISLAM "

Diajukan Guna Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Politik Islam

Disusun Oleh Kelompok 3:

1. SAJAN WALI (202113028)

2. Devi Susanti (202113032)

3. Natasya Fahira (202113035)

Dosen Pengampu:

Zulfahmi, S. Sos. I., M. Pem. I

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARI'AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LHOKSEUMAWE


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT . Penerjemah segala tanya, penerang dalam segala
sudut kegelapan, pemilik kebenaran yang hakiki, penebar berbagai nikmat, terutama nikmat iman dan
Islam. Pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul "KONSEP LAHIRNYA DAN
PERKEMBANGAN ETIKA POLITIK ISLAM". Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah
SAW. Insan terpilih pembawa amanah bermuatan syari'ah untuk dipahami dan dilaksanakan segenap
muslim.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah "ETIKA POLITIK ISLAM".
Penulis sadar masih ada kekurangan dalam pembuatan makalah. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati, penulis mengharapkan penilaian, masukkan, maupun koreksi demi penyempurnaan
makalah ini, dan penulis juga berharap supaya tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga bagi
pembaca pada umumnya. Semoga menjadi sumbangsih untuk keperluan ilmu pengetahuan.

DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................................... ii

BAB I: PENDAHULUAN.............................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ...............................................................................

B. Rumusan Masalah............................................................................................

C. Tujuan Penulisan .............................................................................................

BAB II: PEMBAHASAN .............................................................................................

A. Konsep Lahirnya Etika Politik Islam .....................................................

B. Perkembangan Etika Politik Islam ..................................

BAB III: PENUTUP......................................................................................................

A. Keseimpulan ..................................................................................................

B. Saran ..............................................................................................................

Daftar Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Memperbincangkan persoalan etika politik adalah sesuatu yang sangat penting dalam Islam,
karena barbagai alasan, di antaranya:Pertama, politik itu dipandang sebagai bagian dari ibadah,
karena itu harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip ibadah. Misalnya, dalam berpolitik harus
diniatkan dengan lillahi taala. Dalam berpolitik, kita tidak boleh melanggar perintah-perintah
dalam beribadah, karena pelanggaraan terhadap prinsip-prinsip ibadah akan dapat merusak
"kesucian" politik itu sendiri.Kedua, etika politik dipandang sangat perlu dalam Islam, karena
politik itu berkenaan dengan prinsip Islam dalam pengelolaan masyarakat .Dalam berpolitik
sering menyangkut hubungan antar-manusia,misalnya saling menghormati, saling menghargai
hak orang lain, saling menerima dan tidak memaksakan pendapat sendiri untuk diikuti oleh
orang banyak.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep lahirnya dan perkembangan etika politik Islam ?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu agar
mengetahui tentang konsep lahirnya dan perkembangan etika politik Islam.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Konsep Lahirnya Politik Islam

Konsep lahirnya etika politik Islam bisa kita temukan dalam naskah Piagam Madinah, yang
merupakan salah satu sumber etika politik Islam itu sangat menarik untuk kembali dikaji dalam
konteks pandangan etika politik modern. Sebab dalam piagam ini dirumuskan gagasan-gagasan
yang kini menjadi pandangan hidup politik modern, seperti kebebasan beragama, hak setiap
kelompok untuk mengatur hidup sesuai dengan keyakinannya, kemerdekaan ekonomi antar
golongan, dan lain sebagainya.1 Lalu dalam konteks etika politik Islam tersebut terdapat nilai-
nilai akhlak yang cakupannya luas harus menjadi dasar dan pertimbangan tindakan-tindakan
serta legitimasi politik. Bahwa etika politik Islam merupakan suatu konsep yang disertakan
dengan prinsip etika dan akhlak, yang berlandaskan dasar-dasar keislaman dalam Al-Quran dan
As-sunnah, yang diimplementasikan ke dalam ranah politik sehingga akan menghasilkan
kemaslahatan masyarakat pada umumnya. Selain untuk mencapai kemaslahatan umat, Islam
juga menitikberatkan etika politik sebagai alat untuk mencapai politik yang bersih, sehingga
pada akhirnya kesuksesan politik tersebut membawa seseorang pada tercapainya kemuliaan di
sisi Allah SWT.2

Menurut Abdul Wahhab Khallaf dalam teori Islam-nya, etika politik lebih berperan pada
bagaimana cara mengelola Negara menuju kemaslahatan tanpa bersamaan dengan diskriminasi
terhadap golongan-golongan tertentu agar terhindar dari kemudaratan. Dengan kata lain
mengelola masalah-masalah umum demi kemaslahatan umat dengan menggunakan rambu-
rambu syari'at yang telah tertuang di dalam Al- Quran dan Hadits dan prinsip-prinsip
umumnnya baik dilihat dari segi pengaturan kehidupan, Perundangan-perundangan, keuangan
dan moneter, peradilan, eksekutif, masalah dalam negeri ataupun hubungan internasional.3

1
Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam, (Jakarta: Paramadina, 2009), h . xviii.

2
Achmad Farid, Prinsip Etika Politik Pemimpin Dalam Islam . Jurnal Dauliyah, Vol 4, No. 2 ( Juli 2019), h .
68.
3
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah dalam Kontekstualisasi Politik Islam, cet. Ke-1, jilid 1, (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2007), h . 5.
Dengan berlandasan pada hukum Islam, teori hukum Islam Al-Mawardi dianggap sesuai dengan
teladan yang dialaminya. Artinya, pemikiran politiknya berdasarkan pada teori politik yang
sesuai dengan prinsip hukum Islam. Etika politik Al-Mawardi bersandarkan pada Al-Quran dan
Al-Sunnah terlepas dari kondisi masyarakat yang dihadapi. Dalam konsep etikanya, Al-Mawardi
selalu menekankan keharusan seorang penguasa untuk selalu patuh dan berpegang teguh pada
nilai etika dan moral yang sudah dijelaskan dalam Al-Quran dan Sunnah. Dengan ini, Al-
Mawardi mencoba memberikan solusi terhadap perbaikan kondisi masyarakat sekaligus untuk
menjaga stabilitas politik.4

Dari beberapa prinsip ajaran Islam yang dapat dijadikan etika dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara diantaranya meliputi kekuasaan sebagai amanah, musyawarah, keadilan sosial,
persamaan, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Dalam konteks
kenegaraan, amanah dapat berupa kekuasaan ataupun kepemimpinan. Kekuasaan adalah
amanah, maka Islam secara tegas melarang kepada pemegang kekuasaan agar melakukan
penyalahgunaan kekuasaan yang diamanahkan kepadanya. Karena itu pemegang
kekuasaan/pemimpin wajib berlaku adil dalam arti sesungguhnya.5

Dari pemikiran pemikiran diatas dapat dilihat secara luas bahwa, politik dalam islam
merupakan amanah yang harus dijaga, dan terus diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan
beragama di hidup kita. Seperti yang dijelaskan bahwasannya kekuasaan merupakan suatu
amanah, dan amanah merupakan salah satu prinsip ajaran Islam yang dapat dijadikan etika
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Prinsip amanah tercantum dalam Al-Quran surah
An-Nisa ayat 58. “Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang Sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat".

4
Ibid, h. 38.
5
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), h.54.
B. Perkembangan Etika Politik Islam

Berkembangnya etika politik dalam Islam ini menumbuhkan suatu pola pikir dari ulama
maupun tokoh agama yang ada, salah satu pemikir politik, yaitu Mumtaz Ahmad dalam
bukunya yang berjudul State, Politics, and Islam, mejelaskan dengan tiga ciri penting sebuah
negara dalam perspektif Islam. Pemikirannya yaitu adanya masyarakat Muslim (ummah),
hukum Islam (syari’ah), dan kepemimpinan masyarakat Muslim (khilafah).6

Adanya perbedaan pola pikir dari pakar fiqih siyasah tentang adanya dasar hukum politik Islam.
Abdul Qadir Audah dalam bukunya Al-A’mal al-Kamilah: Al-Islam wa Audha’una al-Qanuniyah
(1994: 211-223) mensistematiskan prinsip-prinsip politik dalam Islam sebagai berikut:

1) Persamaan yang komplit;

2) Keadilan yang merata;

3) Kemerdekaan dalam pengertian yang sangat luas;

4) Persaudaraan;

5) Persatuan;

6) Gotong royong (saling membantu);

7) Membasmi pelanggaran hukum;

8) Menyebarkan sifat-sifat rahmatallil 'alamin;

9) Menerima dan mempergunakan hak milik yang dianugerahkan Allah;

10) Meratakan kekayaan kepada seluruh rakyat, tidak boleh menimbunnya;

11) Berbuat kebajikan dan saling menyantuni; dan

12) Memegang teguh prinsip musyawarah.7

6
Mutiara Fahmi Razali, Prinsip Dasar Hukum Politik Islam Dalam Perspektif Al-Qur'an. Jurnal Petita,
Volume 2, Nomor 1, April 2017, h. 51.
Dari semua asumsi pemikiran politik Islam dari macam sumber yang membahas pandangan
mereka, tetapi jika dilihat dari kajian penulis dengan penyelenggaraan hukum terhadap siyasah
yang ada dalam Al-Qur’an dapat di olah bahwa dasar politik Islam ialah :

1. Prinsip Kedaulatan

Prinsip kedaulatan yang ada memberi makna sebagai sesuatu yang daulat. Bersifat mutlak
dan memiliki kekuasaan yang legal adalah milik Allah SWT, lalu di berikan sebagai amanah dari-
Nya kepada manusia dan di emban sebagaimana mestinya. Prinsip kedaulatan atau al-
Hukmiyah dapat ditemukan dalam Al Quran Surat Yusuf ayat 40: “Kamu tidak menyembah yang
selain Allah kecuali hanya (menyembah) Nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu
membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang Nama-nama itu.
keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak
menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui".

2. Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan bisa kita lihat dalam Al-Qur’an surat An-Nisa:58 dan 135

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaikbaiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat".

Sebagaimana surat diatas menjelaskan, prinsip ini merupakan sebuah kunci


penyelenggaraan suatu negara. Keadilan dalam hukum berarti, keadilan tersebut mempunyai
kedudukan yang sama dan tidak membeda bedakan hak manusia. Ketika Rasulullah memulai
membangun negara Madinah, ia memulainya dengan membangun komitmen bersama dengan
semua elemen masyarakat yang hidup di Madinah dari berbagai suku dan agama. Prinsip

7
Ibid, h . 52.
keadilan dan persamaan dapat ditemukan dalam pasal 13, 15, 16, 22, 23, 24, 37, dan 40 dari
Piagam Madinah.8

3. Prinsip musyawarah dan Ijma’

Prinsip ini dapat kita lihat penerapannya dalam pemilihan umum di Indonesia. Prinsip ini
mengartikan bahwa semua keputusan yang diambil dalam berlangsungnya kemasyarakatan
harus melalui adanya persetujuan, musyawarah yang dilakukan oleh seluruh pihak yang
bersangkutan serta melalui proses yang transparan. Segala sesuatu yang diputuskan secara
otoriter merupakan sesuatu yang di larang dan tidak sesuai politik Islam. Sebab ketika hati
pemimpin keras, tidak mau menerima saran dan bermusyawarah, maka dipastikan rakyat akan
lari dari penguasa tersebut. Lari itu dapat berbentuk sikap tidak lagi memilih pemimpin atau
partai tersebut dalam pemilu yang akan datang atau bentuk lainnya.9 Prinsip ini dapat kita
temukan dalam surat Al-Imran ayat 159:

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.14 kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang bertawakkal kepada-Nya".

4. Prinsip Kesamaan

Kesamaan disini memiliki arti bahwa islam menerima adanya keberagaman dalam hal sosial
dan masyarakat, tetapi bukan berarti yang dimaksud adalah pluralitas yang membenarkan
seluruh ajaran agama yang ada. Karena Allah telah memberikan petunjuk ajaran pada surat Al-
Hujarat ayat 13: “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
8
Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan UUD 1945, Kajian Perbandingan Tentang Dasar Hidup
Bersama dalam Masyarakat Yang Majemuk, (Jakarta: UI Press, 1995), h. 78.
9
Rusjdy Ali Muhammad, Managemen Konflik dalam Kearifan Khazanah Ajaran Islam, Suatu
Pengantar dalam buku Mutiara Fahmi Razali, Pergolakan Aceh dalam Perspektif Syariat, cet
kedua, (Banda Aceh: Yayasan Pena,2014), h . x-xi.
yang paling taqwa”. Warga negara yang non-Muslim memiliki hak-hak sipil yang sama. Karena
negara ketika itu adalah negara ideologis, maka tokoh-tokoh pengambilan keputusan yang
memiliki posisi kepemimpinan dan otoritas (ulul amri), mereka harus sanggup menjunjung
tinggi syari’ah. Dalam sejarah politik Islam, prinsip dan kerangka kerja konstitusional
pemerintahan seperti ini, termaktub dalam Konstitusi Madinah atau “Piagam Madinah” pada
era kepemimpinan Rasulullah di Madinah, yang mengayomi masyarakat yang plural.10

Adanya tuduhan yang menyangkut namakan Islam, karena tidak menghormati dalam
bernegara umat beragama lain. Tetapi hal itu dikarenakan tidak memenuhi syarat dan
kualifikasi terhadap pemimpin oleh sebab itu mereka tidak di perbolehkan sesuai dengan
ketentuan yang ada.

5. Prinsip Hak dan Kewajiban Negara dan Rakyatnya

Menurut Subhi Mahmassani dalam bukunya Arkan Huquq al-Insan, beberapa hak warga negara
yang perlu dilindungi adalah: jaminan terhadap keamanan pribadi, harga diri dan harta benda,
kemerdekaan untuk mengeluarkan pendapat dan berkumpul, hak untuk mendapatkan
pelayanan hukum secara adil tanpa diskriminasi, hak untuk mendapatkan pendidikan yang
layak, pelayanan medis dan kesehatan, serta keamanan untuk melakukan aktivitas-aktivitas
ekonomi. Prinsip hak untuk hidup dapat kita temui di Al-Qur’an, tidak hanya mengandung nilai
nilai mulia yang dapat kita ikuti teladannya, tetapi juga mengandung prinsip prinsip hukum
politik islam.

Bisa kita lihat bahwa bukti Al-Qur’an berisi moral moral dan etika yang wajib kita teladani.
Isinya yang luas dan mejadi penengan dari segala masalah yang dihadapi umat manusia
sekaligus kerangka kehidupan keseluruhan dalam sebuah negara. Sebagaimana kita sebagai
umat beragama islam wajib dalam menerapkannya dan wajib pula mengamalkannuya dalam
kehidupan. Sesungguhnya Allah berfirman panah Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 72:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan

10
Mutiara Fahmi Razali,...., h . 57.
jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan
(kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindungmelindungi dan (terhadap)
orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, Maka tidak ada kewajiban sedikitpun
atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (akan tetapi) jika mereka meminta
pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan
pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. dan
Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan". 11

Etika politik yang ada memberikan moral bagi berlangsungnya pemerintahan dengan
mengacu keapda kemanusiaan, bukan untuk kepentingan Lembaga Lembaga terntentu maupun
kepentingan pribadi. Islam memberikan syariat yang sudah seharusnya di amalkan dengan
tetap terus berpacu pada ajaran ajaran Nabi Muhammad SAW. Politik yang berjalan harus
bersini nilai nilai etika yang tujuannya untuk kesejahteraan rakyat dengan tujuan keadilan
sosial. Adapun prinsip-prinsip etika politik dalam al-Qur’an adalah sebagai berikut:

1). Hubungan antara Kepala Negara dengan rakyat meliputi:

a).Kewajiban kepala negara:

(1). Bermusyawarah dengan warga (Q.S. 3: 159);

(2). Menandatangani keputusan terakhir (Q.S. 3: 159);

(3). Menegakkan keadilan (Q.S. 4: 58, 38: 26);

(4) Menjaga ketentraman (Q.S. 3: 110, 5: 33);

(5). Menjaga harta benda orang banyak (Q.S. 3: 161);

(6). Mengambil zakat (Q.S. 9: 103);

(7). Tidak membiarkan harta benda beredar pada orang-orang kaya saja (Q.S. 59: 7);

(8). Melaksanakan hukum Allah (Q.S. 5: 44, 45, 47-50); (9) golongan minoritas memiliki hak yang
sama dari segi undang-undang (Q.S. 2: 256, 5: 42-48; 10: 99, 60: 7-9).
11
Ibid, h . 58.
b. Kewajiban rakyat meliputi antara lain:

(1). Disiplin (Q.S. 59: 7); (2). Taat yang bersyarat (Q.S. 4: 59); (3). Bersatu di sekitar cita-cita
tertinggi (Q.S. 3; 103, 30: 31-32); (4). Bermusyawarah dalam persoalan orang banyak (Q.S. 42:
38); (5). Menjauhi kerusakan (Q.S. 7: 56, 13: 25); (6). Menyiapkan diri untuk membela negara
(Q.S. 8: 60, 9: 38-41, 61: 1); (7). Menjaga mutu moral atau semangat rakyat (Q.S. 4: 83); (8).
Menjauhi dari membantu musuh (Q.S. 60: 1, 9).

2). Hubungan Luar Negeri

Hal-hal yang bersangkut paut dengan:

a). Hubungan antara Negara Islam dan Negara kafir yang tidak memusuhi Islam (Q.S. 60: 7, 8);

b). Cinta damai (Q.S. 8: 61);

c). Menyerukan risalah Islam dengan hikmah (Q.S. 16: 125);

d). Tanpa paksaan dalam memeluk agama (Q.S. 2: 256);

e). Tidak menimbulkan kebencian (Q.S. 6: 108);

f). Meninggalkan sifat diktator dan merusak (Q.S. 28: 23).

Dalam keadaan berselisih:

(1). Setia pada perjanjian yang telah dibuat (Q.S. 5: 1, 9: 7);

(2). Patuh pada syarat-syarat perjanjian yang telah disepakati walaupun membahayakan (Q.S.
16: 91, 92);

(3). Menghadapi pengkhianatan dengan tegas (Q.S. 8: 58);

(4). Tidak memulai kejahatan (Q.S. 5: 2);

(5). Jangan berperang pada bulan haram (Q.S. 9: 36, 2: 217, 5: 2);

(6). Jangan berperang di tempat-tempat haram (Q.S. 2: 191);


(7). Memerangi bila diperangi (Q.S. 2: 190, 194);

(8). Tidak boleh lari ketika bertemu musuh (Q.S. 8: 51);

(9). Kecuali untuk mengatur siasat perang atau menggabungkan diri dengan pasukan lain (Q.S.
8: 16);

(10). Tidak boleh takut mati (Q.S. 3: 154, 156, 173);

(11). Tidak boleh menyerah (Q.S. 47: 35, 2: 192-193);

(12). Hati-hati terhadap tipu daya orang-orang kafir dan munafik (Q.S. 4: 77-78, 3: 165-168);

(13). Sabar dan mengajak sabar (Q.S. 3: 200);

(14). Menghormati hak-hak untuk bersikap netral dalam peperangan (Q.S. 4: 90);

(15). Persaudaraan manusia sejagat (Q.S. 4: 1, 49: 13).12

12
Ayi Sofyan, Etika Politik Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2012), h. 75-76.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Etika politik yang berlaku sudah seharusnya tidak menyulitkan proses berlaku. Sistem yang
seharusnya berjalan harus memiliki nilai-nilai luhur yang berisi nilai kebajikan, sosialis, keadilan,
musyawarah dan mufakat. Tetapi terkadang system politis di masyarakat lebih mementingkan
kepentingan pribadi dibanding kepentingan rakyatnya. Padahal jika kita telaah, justru rakyatlah
yang berpegang teguh atas kekuasaan yang di amanahkan kepada pemimpin negara. Seseorang
pemimpin semestinya mengabdikan pekerjaannya kepada masyarakat, dan harus dapat
memutuskan suatu masalah dalam pemerintahan dengan keputusan yang adil, dan tidak
mementingkan kepentingan sendiri. Oleh sebab itu, setiap kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan oleh seorang pemimpin harus didasarkan kepada peraturan-peraturan dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam politik yang harus dipatuhi oleh semua pihak. Hubungan
yang ada antara warga negara dengan seorang pemimpin seharusnya berjalan dengan
harmonis. Tidak semerta-merta harus mendasarkan dengan hubungan kelembagaan, serta
agama yang dianut oleh pemimpin tersebut. Harmonisnya hubungan antar pemimpin dan
masyarakatnya juga harus tercipta rasa kepercayaan diantar keduanya. Sehingga pemimpin
yang ideal harus memiliki pengetahuan yang luas, baik berupa tulisan tangan ataupun
ketajaman intelektual.
B. Saran

Kami menyadari tentunya masih ada kekurangan dan kesalahan baik ejaan atau bahasa dari
penulisan dan penyajian makalah ini. Oleh sebab itu, kami mengharapkan masukan dari dosen
dan para pembaca guna kesempurnaan makalah yang akan datang. Kami sebagai penulis
meminta maaf jika ada kesalahan dan kekurangan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Mumtaz. (1986). State Politics and Islam, American Trust Publications.

Audah, Abdul Qadir. (1994). Al-A’mal al-Kamilah: Al-Islam wa Audha’una al-Qanuniyah.

Farid, Achmad. Prinsip Etika Politik Pemimpin Dalam Islam, Jurnal Dauliyah, Vol 4, No. 2 ( Juli
2019).

Iqbal, Muhammad. (2007). Fiqh Siyasah dalam Kontekstualisasi Politik Islam, cet. Ke-1, jilid 1,
Jakarta: Gaya Media Pratama.

Khallaf, Abdul Wahab. (1988). Al Siyasah al Syar’iyyah fi Syuun ad dusturiyah wal kharijiah wal
Maliyah, Kuwait: Dar Al Qalam.

Madjid, Nurcholish. (2009). Cita-cita Politik Islam, Jakarta: Paramadina.

Muhammad, Rusjdy Ali. (2014). Managemen Konflik dalam Kearifan Khazanah Ajaran Islam,
Suatu Pengantar dalam buku Mutiara Fahmi Razali, Pergolakan Aceh dalam Perspektif Syariat,
cet kedua, Banda Aceh: Yayasan Pena.

Rapar, Jan Hendrik. (1998). Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Kanisius.

Razali, Mutiara Fahmi. Prinsip Dasar Hukum Politik Islam Dalam Perspektif Al-Qur'an. Jurnal Petita,

Volume 2, Nomor 1, April 2017.


Sofyan, Ayi. (2012). Etika Politik Islam, Bandung: Pustaka Setia.

Sukardja, Ahmad. (1995). Piagam Madinah dan UUD 1945, Kajian Perbandingan Tentang
Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Yang Majemuk, Jakarta: UI Press.

Anda mungkin juga menyukai