Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Sistem Politik Islam


(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Agama
Oleh Ibu Prof. Dr. Novianty Djafri, S.Pd.I, M.Pd.I)

Oleh
Sukmawati
423421003

PRODI PENDIDIKAN IPA


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
2021
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT semata. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW., keluarganya, sahabatnya, serta setiap orang yang
mengikuti petunjuk serta ajarannya.
Berkat pertolongan dan petunjuk Allah, makalah yang berjudul Sistem Politik Islam ini saya buat
sebagai syarat untuk memenuhi tugas mandiri serta menambah pengetahuan dan wawasan.
Saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu saya
mengharapkan sumbang saran yang bersifat memperbaiki bagi makalah saya diperiode
berikutnya.Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak, dan selalu diberkahi oleh Allah
SWT.Wassalam,

Gorontalo, 24 Oktober 2021

Sukmawati

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
2.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
2.3 Tujuan ............................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Politik Islam .................................................................................... 2
2.2 Nilai-Nilai Dasar Sistem Politik Dalam Al-Qur’an .......................................... 6
2.3 Ruang Lingkup Pembahasan Siasah Dusturiyah .............................................. 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 12
3.2 Saran ................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Politik Islam merupakan aktivitas politik sebagian umat Islam yang menjadikan Islam
sebagai acuan nilai serta basis solidaritas berkelompok. Pendukung perpolitikan ini belum tentu
seluruh umat Islam. Itulah sebabnya, mereka yang pada kategori politik dapat disebut menjadi
kelompok Politik Islam, pula menekankan simbolisme keagamaan dalam berpolitik, seperti
menggunakan lambang Islam, dan istilah-kata keislaman pada peraturan dasar organisasi,
Nilai-nilai politik islam dilihat dari Al-Qur’an dan sunah Nabi, Umumnya Umat Islam
berbeda pendapat tentang ajaran politik dalam syariat Islam. Pendapat pertama menyatakan bahwa
Islam adalah agama sekaligus negara (din wa daulah). la merupakan agama yang sempurna dan
antara Islam dan negara merupakan dua entitas yang menyatu. Sebagai agama sempurna, Islam
bukan sekadar agama dalam pengertian Barat yang sekuler, tetapi merupakan suatu pola hidup
yang lengkap dengan pengaturan untuk segala aspek kehidupan, termasuk politik. Pendapat kedua
menyatakan bahwa Islam adalah agama dalam pengertian barat (sekuler), artinya agama tidak ada
hubungan dengan urusan kenegaraan atau sistem pemerintahan (politik). Pendapat ketiga
berpendirian bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem kenegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata
nilai dan etika yang digunakan sebagai dasar bagi kehidupan bernegara dan berpolitik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dali politik islam?
2. Apa nilai-nilai dasar politik yang terkandung dalam Al-Qur’an?
3. Apa yang di maksud dengan siasah dusturiyah?
4. Apa saja ruang lingkup yang ada pada siasah dusturiyah?

1.3 Tujuaan
1. Memahami ap aitu politik islam
2. Memahami nilai-nilai politik
3. Memahami nilai dasar politik yang terkandung pada Al-Qur’an
4. Memahami apa itu siasah dusturiyah
5. Memahami ruang lingkup yang ada pada siasah dusturiyah

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Politik Islam


Istilah politik Islam teridiri dari dua suku kata yaitu politik dan Islam. Kata politik berasal
dari bahasa latin yaitu politicos yang berarti hubungan antara warga dengan negara. Arti lain
politik yaitu berarti megemudi, mengendalikan dan mengatur. Secara istilah politik adalah
interaksi antara pemerintah dengan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan
keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam satu
wilayah tertentu. Dapat dipahami bahwa antara pemerintah dan rakyat memiliki sinergi dalam
membuat dan menjalankan keputusan bersama untuk terwujudnya sebuah kemashlahatan yang
diinginkan yang tinggal pada sebuah teritorial tertentu.
Sedangkan Islam adalah nama agama yang diturunkan Allah Swt kepada para Nabi dan
Rasul yang ditutup dengan kenabian Muhammad Saw dengan al-Qur'an dan Sunnah sebagai
sumbernya. Dapat dipahami bahwa politik Islam adalah sebuah sistem yang kelola dan
diimplementasikan dalam kehidupan untuk mengurusi umat. Terutama pada kebijakan yang tidak
diatur dalam nash sehingga terwujudnya kemashlahatan bagi umat. Jadi, yang menjadi sumber
utama dalam penetapan keuputusan atau penentu kebijakan yang berkaitan dengan
kemashalahatan umum adalah wahyu, yaitu: al-Qur'an dan Sunnah.
Politik Islam tidak bisa dipisahkan dengan agama Islam. Oleh sebab itu dasar dari politik Islam
adalah sumber ajaran Islam, yaitu: al-Qur'an, Sunnah dan Ijtihad. Berikut penjelasannya:
a. Al-Qur'an
Al-Qur'an merupakan sumber utama dalam politik Islam. Meskipun al Qur'an tidak
menjelaskan kata-kata politik secara ekplisit. Namun, keunirsalan ayat-ayat al-Qur'an
menggambarkan bagaimana seharusnya politik itu dijalankan dan apa yang harus diwujudkan dari
kegiatan politik tersebut. Al-Qur'an memandu manusia untuk menjalankan politik yang
merupakan tugas dalam kepemimpinan dengan baik dalam rangka menciptakan kemashlahatan,
baik hidup di dunia dan juga di akhirat. Namun, ketika manusia memegang tampuk
kempemimpinan mereka harus ingat bahwa kepemimpinan tersebut hanyalah sementara dan ia
hanya menjalankan mandat. Sebab masih ada kepemimpinan yang lebih tinggi dari kekuasaannya,
yaitu kekuasaan Allah Swt. Oleh sebab itu, Allah Swt berfirman:
Dalam Qs. Ali Imran ayat 26

‫قُل اللهم مٰ لك ْال ُم ْلك تُؤْ تى ْال ُم ْلك م ْن تش ۤا ُء وت ْنزعُ ْال ُم ْلك م َّم ْن تش ۤا ُء وتُعز‬
‫م ْن تش ۤا ُء وتُذل م ْن تش ۤا ُء ۗ بيدك ْالخي ُْر ۗ انَّك ع ٰلى ُكل ش ْيء قديْر‬
Artinya:
”Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang
yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau

2
muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkay, hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di
tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Al-Qur'an juga mengajarkan, dalam aktivitas politik hendaklah seseorang berupaya
menegakkan kebenaran dan keadilan. Jangan menggunakan politik untuk berbuat kerusakan
ataupun menyingkirkan kebenaran. Tanpa kebenaran masyarakat tidak akan percaya pada
pemerintahan dan tanpa keadilan masyarakat akan menuntut pemerintahan.
b. Sunnah
Sunnah Rasulullah Saw merupakan salah satu sandarang nilai dalam politik Islam. Baik
berupa perkataan, perbuatan ataupun ketetapan yang bersumber dari Rasullah Saw. Sebagai
utusan Allah Swt yang terkhir kepada umat manusia, Rasulullah merupakan suri tauladan yang
baik dalam berbagai hal dalam kehidupan. Pada hakikatnya politik dan Islam tidak dapat
dipisahkan, sehingga secara ringkas politik Islam/syari'ah dikatakan oleh Abdul Qadir adalah
politik yang membawa seluruh umat manusia kepada ketentuan ketentuan Islam.
Politik Islam merupakan aktivitas politik sebagian umat Islam yang menjadikan Islam
sebagai acuan nilai dan basis solidaritas berkelompok. Pendukung perpolitikan ini belum tentu
seluruh umat Islam. Itulah sebabnya, mereka yang dalam kategori politik dapat disebut sebagai
kelompok Politik Islam, juga menekankan simbolisme keagamaan dalam berpolitik, seperti
menggunakan lambang Islam, dan istilah-istilah keislaman dalam peraturan dasar organisasi,
khittah perjuangan, serta wacana Politik Model Islam Struktural bisa melalui Islam Politik (partai
politik) atau juga tidak melalui partai. Dengan kata lain, dalam Islam, politik itu memang harus
ada. Namun tetap mempunyai aturan dalam pelaksanaannya, karena politik Islam senantiasa
memegang teguh nilai-nilai moral dan tetap mementingkan kepentingan ummat daripada
kepentingan pribadi dan kekuasaan hanyalah alat yang digunakan untuk kemaslahatan umat.
Guna melengkapi dan memudahkan pemahaman pembaca, sebelum memasuki
pembahasan tentang pengertian poltik dalam perspektif Islam, terlebih dahulu akan disuguhkan
pengertian politik dalam terminologi yang berkembang saat ini. Secara umum telah banyak sekali
pengertian tentang politik yang diberikan para sarjana politik. Diantara pengertian politik tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Menurut Asad (1954), politik adalah menghimpun kekuatan; meningkatkan kualitas dan
kuantitas kekuatan; mengawasi dan mengendalikan kekuatan; dan menggunakan kekuatan, untuk
mencapai tujuan kekuasaan dalam negara dan institusi lainnya.
2. Dalam pandangan Abdulgani, perjuangan politik bukan selalu "de kunst het mogelijke" tapi
seringkali malahan "de kunst van onmogelijke" (Politik adalah seni tentang yang mungkin dan
tidak mungkin). Sering pula politik diartikan "machtsvorming en machtsaanwending" (Politik
adalah pembentukan dan penggunaan kekuatan).

3
3. Bluntschli (1935) memandang politik sebagai "Politik is more an art a science and to do with
the practical conduct or guidance of the state" (Politik lebih merupakan seni daripada ilmu tentang
pelaksanaan tindakan dan pimpinan (praktis negara)).
4. Isjwara (1967) mencatat beberapa arti tentang politik dari sejumlah ahli. Diantaranya adalah
Loewenstein yang berpendapat "Politik is nicht anderes als der kamps um die Macht" (politik
tidak lain merupakan perjuangan kekuasaan);
Politik Islam di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah.Oleh sebab itu, di dalam
buku-buku para ulama dikenal istilah siyasah syar'iyyah. Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata
sása yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan berertiQama 'alaiha wa radlaha
mendidiknya). wa adabbaha(mengurusinya, melatihnya, dan al-Siyasah juga berarti mengatur,
mengendalikan,mengurus,atau membuat keputusan,mengatur kaum, memerintah, dan
memimpinya. Secara tersirat dalam pengertian siyasah terkandung dua dimensi yang berkaitan
satu sama lain, yaitu:
1. "Tujuan" yang hendak di capai melalui proses pengendalian,
2. "Cara" pengendalian menuju tujuan tersebut
Secera istilah politik islam adalah pengurusan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan
syara'. Pengertian siyasah lainya oleh Ibn A'qil, sebagaimana yang dikutip oleh Ibnu Qayyim,
politik Islam adalah segala perbuatan yang membawa manusia lebih dekat kepada kemaslahatan
dan lebih jauh dari kemafsadatan, sekalipunRasullah tidak menetapkannya dan (bahkan) Allah
SWT tidak menentukanva. Pandangan politik menurut syara', realitanya pasti berhubungan
dengan masalah mengatur urusan rakyat baik oleh negara maupun rakyat. Sehingga definisi dasar
menurut realita dasar ini adalah netral. Hanya saja tiap ideologi (kapitalisme, sosialisme, dan
Islam) punya pandangan tersendiri tentang aturan dan hukum mengatur sistem politik mereka.Dari
sinilah muncul pengertian politik yang mengandung pandangan hidup tertentu dan tidak lagi
"netral". Dalil Berpolitik Dalam Islam Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik
(siyasah) dalam sabdanya :
"Adalah Bani Israil, mereka diurusi (siyasah) urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya).
Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun
akan ada banyak para khalifah." (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)
Jelaslah bahawa politik atau siyasah itu bermakna adalah mengurusi urusan masyarakat.
Rasulullah SAW. bersabda:
"Siapa saja yang bangun di pagi hari dan dia hanya memperhatikan urusan dunianya, maka orang
tersebut tidak berguna apa-apa di sisi Allah; dan barang siapa yang tidak memperhatikan urusan
kaum Muslimin, maka dia tidak termasuk golongan mereka (iaitu kaum Muslim). (Hadis Riwayat
Thabrani)

4
Politik dalam Pandangan Cendekiawan dan Ulama Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Siyasah
as-Syar'iyyah, hal 168 menjelaskan:
"Wajib diketahui bahwa mengurusi dan melayani kepentingan manusia merupakan kewajiban
terbesar agama dimana agama dan dunia tidak bisa tegak tanpanya. Sungguh bani Adam tidak
akan lengkap kemaslahatannya dalam agama tanpa adanya jamaah dan tidak ada jamaah tanpa
adanya kepemimpinan. Nabi bersabda: 'Jika keluar tiga orang untuk bersafar maka hendaklah
mereka mengangkat salah satunya sebagai pemimpin' (HR. Abu Daud). Nabi mewajibkan
umatnya mengangkat pemimpin bahkan dalam kelompok kecil sekalipun dalam rangka
melakukan amar ma'ruf nahi munkar, melaksanakan jihad, menegakkan keadilan, menunaikan
haji, mengumpulkan zakat, mengadakan sholat Ied, menolong orang yang dizalimi, dan
menerapkan hukum hudud."
Lebih jauh Ibnu Taimiyyah -mengutip Khalid Ibrahim Jindan berpendapat bahwa
kedudukan agama dan negara "saling berkelindan, tanpa kekuasaan negara yang bersifat
memaksa, agama berada dalam bahaya. sementara tanpa wahyu, negara pasti menjadi sebuah
organisasi yang tiranik."
menurut Donald Eugene Smith, Islam politik cenderung beroperasi di bawah asumsi
bahwa hubungan antara Islam dan politik bersifat organik atau tidak dapat dipisahkan. Inilah
konsep yang cenderung menyejajarkan yang pertama (Islam) dengan yang kedua (politik).
Hubungan keduanya secara struktural oleh sistem religius Islam yang formal. Asumsi ini
kemungkinan berkembang karena dua faktor historis. Pertama, pandangan para aktivis Islam
politik di Indonesia sendiri, yang sering kali menunjukkan kegairahan ideologis mereka, tampak
mempertegas kemenyatuan Islam dan politik. Kedua, anteseden-anteseden intelektual dalam
memahami hubungan antara Islam dan politik, sebagaimana dirumuskan oleh sebagian besar
teoretikus dalam bidang pemikiran politik Islam, menekankan ketakterpisahan yang sama antara
Islam dan politik. Kombinasi kedua faktor ini tentu saja memperkuat pandangan organik para
teoretisi di atas mengenai hubungan antara Islam dan politik.
Dalam asumsi ini, Islam dan politik dipandang sebagai dua hal yang secara formal saling
terkait. Apa yang diyakini sebagai kemenyatuan Islam dan politik ini tidak dapat dipahami dalam
pengertian etis atau moral, melainkan lebih banyak dalam pengertian skriptural. Oleh karena itu,
simbolisme politik Islam (yaitu ideologi Islam, partai politik Islam, dan unsur-unsur formal lain
yang membentuk batang tubuh politik Islam) menjadi penting. Dan ciri-ciri politik lain yang tidak
memiliki keterkaitan formal dengan Islam dianggap sebagai non-Islam. Demikian pula halnya
dengan ekspresi politik lain, walaupun pada prinsipnya mengandung substansi yang sama, akan
dipahami sebagai aspirasi-aspirasi politik non-Islam (atau setidaknya dianggap "netral agama").
Pada akhirnya, Islam politik di Indonesia dalam beberapa dekade mengalami perubahan ataupun
pergeseran. Perubahan corak Islam politik ini dipengaruhi situasi sosial, kultural, ekonomi, dan
politik yang ada.

5
Umat Islam berbeda pendapat tentang ajaran politik dalam syariat Islam. Pendapat pertama
menyatakan bahwa Islam adalah agama sekaligus negara (din wa daulah). la merupakan agama
yang sempurna dan antara Islam dan negara merupakan dua entitas yang menyatu. Sebagai agama
sempurna, Islam bukan sekadar agama dalam pengertian Barat yang sekuler, tetapi merupakan
suatu pola hidup yang lengkap dengan pengaturan untuk segala aspek kehidupan, termasuk politik.
Pendapat kedua menyatakan bahwa Islam adalah agama dalam pengertian barat (sekuler), artinya
agama tidak ada hubungan dengan urusan kenegaraan atau sistem pemerintahan (politik).
Pendapat ketiga berpendirian bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem kenegaraan, tetapi terdapat
seperangkat tata nilai dan etika yang digunakan sebagai dasar bagi kehidupan bernegara dan
berpolitik.
Kata politik berasal dari bahasa Latin Politicos atau politicus yang berarti relating to
citizen (hubungan warga Negara), keduanya berasal dari kata polis yang berarti kota. Dalam
bahasa arab politik disebut siyasah berasal dari kata sasa-yasusu-siyasatan yang berarti mengurus
kepentingan seseorang. Banyak tokoh mendefinisikan mengenai politik ini, di antaranya
dikemukakan oleh Rod Hague dan Andrew Heywood. Menurut Rod Hague: "Politik adalah
kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan
yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan perbedaan di
antara anggota-anggotanya".

2.2 Nilai-Nilai Dasar Sistem Politik Dalam Al-Qur’an


Nilai-nilai politik Islam yang dinyatakan secara tekstual dalam Al-Qur'an dan sunah Nabi,
serta kaidah-kaidah fikih yang dibangun di atasnya. Nilai-nilai politik Islam merupakan ketentuan
normatif yang mengikat kalangan penguasa, rakyat, ahli fikih, dan mujtahid, tanpa terkecuali.
Sebab, semua nilai-nilai politik Islam dilandaskan pada penegasan teks Al-Qur'an dan sunah Nabi.
Padahal keharusan berpegang pada ketentuan semacam itu sudah disepakati umat Islam sepanjang
masa. Sementara itu, kaidah-kaidah fikih yang digali dari nilai-nilai politik tersebut merupakan
aturan universal yang diekstraksikan dari ketentuan hukum partikular seperti kaidah "Kedaruratan
membolehkan hal-hal yang terlarang,
Nilai-nilai dasar system politik islam dalam al-Quran di bagi menjadi 3 yaitu:
1. Nilai-nilai fundamental yang menjadi sumber asal pelbagai nilai politik Islam adalah prinsip
dasar amar makruf dan nahi munkar. Ini merupakan prinsip dasar yang ditegaskan dalam Al-
Qur'an. Imam al-Ghazali menyebut amar makruf dan nahi munkar sebagai "sumbu terpenting
dalam agama. Ia adalah misi Allah dalam mengutus semua para nabi".
2. Nilai fundamental yang arti pentingnya menyertai amar makruf dan nahi munkar adalah
musyawarah (demokrasi). Ini disebutkan dua kali dalam Al-Qur'an. Salah satunya terdapat dalam
ayat Makkiyah yang diturunkan sebelum umat Islam mempunyai pemerintahan atau negara,
sebagai petunjuk betapa prisipilnya nilai musyawarah dalam bangunan Islam dan betapa nilai ini
menjadi bagian dari karakteristik Islam yang harus dipegangi umat Islam, baik sebagai

6
masyarakat yang tanpa negara maupun sebagai warga suatu negara seperti keadaan mereka di
Madinah. Pendapat yang tepat dari para ahli fikih adalah keharusan musyawarah "di awal" dan
"di akhir", yakni penguasa tidak dibenarkan meninggalkan musyawarah, dan bahwa musyawarah
itu mencakup semua persoalan-persoalan publik. Penentuan orang-orang yang terlibat dalam
musyawarah, cara atau mekanisme penyelenggaraan musyawarah, dan masa (periode)
keterlibatan mereka dalam pengaturan sistem musyawarah merupakan bagian dari rincian
persoalan yang diserahkan kepada ulil amri, dari tokoh agama, ahli hukum, dan para pemikir di
kalangan umat Islam.
3. Keragaman dan perbedaan politik adalah suatu kewajaran yang diterima aliran politik moderat
dalam belantika pemikiran Islam kontemporer. Keragaman atau pluralisme sejatinya mengandung
arti kesiapan menerima perbedaan: menerimanya secara nyata dan sedikit pun tidak berpikir untuk
mengingkarinya. Hal ini menjadi hak orang-orang yang berbeda, sehingga tidak seorang pun boleh
menghalanginya. Perbedaan itu adakalanya bersifat politik, ekonomi, keagamaan, kesukuan,
kebahasaan, dan sebagainya.
Nilai-nilai politik mengisyaratkan pula, "Wahai orang-orang beriman, ta'atilah Allah dan
ta'atilah Rasul dan pemimpin di antara kalian. Kemudian jika kalian berbeda pendapat tentang
sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul kalau kalian benar benar beriman kepada
kedua-Nya dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama bagi kalian" hal ini terkandung
dalam (QS. an-Nisa': 59).

‫س ْول واُولى ْاْل ْمر م ْن ُك ْم فا ْن‬


ُ ‫الر‬ ٰ ‫ٰيٰٓايها الَّذيْن ٰامنُ ْٰٓوا اط ْيعُوا‬
َّ ‫ّللا واط ْيعُوا‬
‫اّلل و ْالي ْوم‬
ٰ ‫س ْول ا ْن ُك ْنت ُ ْم تُؤْ منُ ْون ب‬
ُ ‫الر‬ ٰ ‫تناز ْعت ُ ْم ف ْي ش ْيء ف ُرد ْوهُ الى‬
َّ ‫ّللا و‬
‫اْلخ ۗر ٰذلك خيْر َّوا ْحس ُن تأْوي ًْل‬
ْٰ ࣖ
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri
(pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Ayat ini selain menjelaskan tentang perlunya mentaati Allah, Rasul dan para pemimpin,
juga apabila terjadi perbedaan pendapat dan tidak menemukan titik temu, maka jalan keluarnya
dikembalikan atau bertawakkal kepada-Nya, ini merupakan tanda orang yang beriman. Kemudian
dalam kaitan dengan memecahkan suatu masalah, Nabi melakukannya melalui mekanisme
musyawarah, hal ini sebagai salah satu penerapan ajaran demokrasi di masa modern.
Al-quran sebagai sumber ajaran utama dan pertama agama Islam mengandung ajaran
tentang nilai-nilai dasar yang harus diaplikasikan dalam pengembangan sistem politik Islam.
Nilai-nilai dasar tersebut adalah:

7
a. Keharusan mewujudkan persatuan dan kesatuan umat sebagaimana tercantum dalam Quran
Surat Al-mu'minun Ayat 52:

‫وا َّن ٰهذ ٰٓه ا ُ َّمت ُ ُك ْم ا ُ َّمةً َّواحدة ً َّوانا رب ُك ْم فاتَّقُ ْون‬
Artinya:
“Dan sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu,
maka bertakwalah kepada-Ku.”
b. Keharusan bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyah. Hal tersebut
sebagaimana ditegaskan dalam Quran Surat Al-imran Ayat 159:

‫ظا غليْظ ْالق ْلب ْل ْنفض ْوا م ْن‬


ًّ ‫ّللا ل ْنت ل ُه ْم ول ْو ُك ْنت ف‬
ٰ ‫فبما ر ْحمة من‬
‫ْف ع ْن ُه ْم واسْت ْغف ْر ل ُه ْم وشاو ْر ُه ْم فى ْاْل ْمر فاذا عز ْمت فتو َّك ْل‬
ُ ‫ح ْولك فاع‬
‫ّللا يُحب ْال ُمتوكليْن‬
ٰ ‫ّللا ۗ ا َّن‬
ٰ ‫على‬
Artinya:
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang
bertawakal”.

2.3 Ruang Lingkup Pembahasan Siasah Dusturiyah


Kata "dusturi" berasal dari bahasa Persia. Semula, artinya "seseorang yang memiliki
otoritas, baik dalam bidang politik maupun agama". Dalam perkembangan selanjutnya kata
dusturi digunakan untuk menunjukkan anggota kependetaan (pemuka agama) Zoroaster (majusi),
setelah mengalami penyerapan kedalam bahasa Arab, kata dustur berkembang
pengertiannyamenjadi asas, dasar, dan pembinaan. Menurut istilah, dustur berarti kumpulan
kaidah yang mengatur dasar dan hubungan kerja sama antara sesama anggota masyarakat dalam
sebuah negara, baik yang tidak tertulis (konvensi) maupun yang tertulis (konstitusi). Dengan
demikian, siyasah dusturiyah adalah bagian fiqh sivasah yang membahas masalah perundang-
undangan negara agar sejalan dengan syariat Islam. Artinya, Undang-Undang itu konstitusinya
mengacu dan mencerminkan prinsip-prinsip hukum Islam, yang digali dari Al-Qur'an dan As-
Sunnah, baik mengenai aiqdah, ibadah, akhlak, muamalah. maupun semuanya yang berhubungan
dengan ketatanegaraan. Prinsip prinsip yang diletakkan dalam perumusan Undang-Undang dasar
adalah jaminan atas hak asasi manusia setiap anggota masyarakat dan persamaan kedudukan
semua orang dimata hukum, tanpa membeda-bedakan stratifikasi sosial, kekayaan, pendidikan,

8
dan agama. Tujuan dibuatnya peraturan perundang-undangan untuk merealisasikan kemaslahatan
manusia untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Siyasah dusturiyah membahas masalah perundang-undangan negara, mengenai prinsip
dasar yang berkaitan dengan bentuk pemerintahan, aturan yang berkaitan dengan hak-hak rakyat
dan mengenai pembagian kekuasaan. Keseluruhan persoalan tersebut, dan persoalan fiqh siyasah
dusturiyah umumnya tidak dapat dilepaskan dari dua hal pokok. Pertama dalil-dalil, baik ayat-
ayat Al-Qur'an maupun hadis, dan ajaran Islam di dalam mengatur masyarakat. Kedua, aturan-
aturan yang dapat berubah karena perubahan situasi dan kondisi, termasuk di dalamnya hasil
ijtihad para ulama, meskipun tidak seluruhnya.
Sebagai petunjuk bagi manusia, Al-Qur'an menyediakan suatu dasar yang kokoh dan tidak
barubah bagi semua prinsip-prinsip etika dan moral yang perlu bagi kehidupan ini. Menurut
Muhammad Asad, Al Qur'an memberikan suatu jawaban komprehensif untuk persoalan tingkah
laku yang baik bagi manusia sebagai anggota masyarakat dalam rangka menciptakan suatu
kehidupan berimbang di dunia ini dengan tujuan terakhir kebahagiaan di akhirat. Ini berarti
penerapan nilai-nilai universal Al-Qur'an dan Hadis adalah faktor penentuan keselamatan umat
manusia di dunia sampai di akhirat.
Dari pengertian Siyasah Dusturiyyah di atas, ruang lingkup pembahasan siyasah
dusturiyyah sangat luas dan kompleks. Oleh karena itu, di dalam siyasah dusturiyyah hanya di
batasi dalam membahas pengaturan dan perundang-undangan. Meskipun demikian, ruang lingkup
Siyasah Dusturiyyah antara lain meliputi: persoalan dan ruang lingkup pembahasannya, persoalan
imamah, hak dan kewajibannya, persoalan rakyat, status dan hak-haknya, persoalan bai'at,
persoalan waliyul ahdi, persoalan perwakilan dan ahlul halliwal agdi, persoalan wuzaroh dan
perbandingannya.
Pada garis besarnya, obyek pembahasan sistem politik Islam meliputi:
a. Siyasah dusturiyah atau dalam fikih modern disebut Hukum Tata Negara.
b. Siyasah dauliyah atau biasa disebut Hukum Internasional dalam Islam.
c. Siyasah maaliyah yaitu hukum yang mengatur tentang pemasukan, pengelolaan, dan
pengeluaran uang milik negara.
1) Siyasah Dusturiyah
Siyasah dusturiyyah secara global membahas hubungan pemimpin politik dengan
rakyatnya serta institusi-institusi yang ada di negara itu sesuai dengan kebutuhan rakyat untuk
kemaslahatan dan pemenuhan kebutuhan rakyat itu sendiri. Biasanya yang dibahas meliputi:
a) Persoalan imamah, hak, dan kewajibannya;
b) Persoalan rakyat, status, hak, dan kewajibannya;
c) Persoalan bai'at:
d) Persoalan waliyyul 'ahdi;
e) Persoalan perwakilan;
f) Persoalan ahl al-halli wa al-'aqdi;

9
g) Persoalan pembagian kementerian perkembangan zaman ('Wizarah).
2) Siyasah Dauliyah
Siyasah Dauliyyah adalah sistem politik yang mengatur hubungan antar negara dalam
berbagai aspeknya; ekonomi, politik, budaya, militer, dan lain-lain.. Biasa juga disebut sebagai
hukum internasional dalam Islam. Dalam ajaran Islam, siyasah dauliyah (hubungan internasional)
berdasar pada:
a) Kesatuan umat Islami
b) Keadilan (al-'adalah)
c) Persamaan (al-musa'awah) d) Kehormatan manusia (karomah insaniyyah)
e) Toleransi (at-tasamuh)
f) Kerjasama kemanusiaan
g) Kebebasan dan kemerdekaan (al-hurriyyahi), meliputi:
(1) Kebebasan berpikir
(2) Kebebasan beragama
(3) Kebebasan menyatakan pendapat
(4) Kebebasan menuntut ilmu
(5) Kebebasan memiliki harta benda
(6) Kebebasan untuk membangun kehidupan rumah tangga.
Aturan perang dalam siyasah dauliyyah :
a) Pengumuman perang
b) Etika dan aturan berperang:
(1) Dilarang membunuh anak-anak dan wanita
(2) Dilarang mem nuh orang yang sudah tua apabila ia tidak ikut berperang.
(3) Tidak merusak pepohonan
(4) Tidak merusak binatang ternak
(5) Dilarang menghancurkan rumah ibadah semua agama
(6) Dilarang membunuh para ulama termasuk para tokoh agama lain.
(7) Bersikap sabar, ikhlas, dan berani dalam melakukan peperangan
(8) Tidak melampaui batas.
3) Siyasah Maaliyah
Siyasah maaliyah adalah sistem politik yang mengatur sumber-sumber keungan negara,
cara pendistribusian, dan penggunaannya, pertanggung jawaban, dan lembaga yang mengurus dan
mengawasinya. Sebagaimana dalam rumah tangga muslim tidak boleh ada sumber-sumber
kehidupan yang tidak halal, demikian juga di negara Islam tidak boleh ada sumber-sumber
kekayaan negara yang tidak halal. Barang yang tidak halal akan membawa ketidakberkahan.
Secara global yang menjadi objek pembahasan dalam siyasah maaliyyah adalah sekitar masalah-
masalah sebagai berikut:
a) Prinsip-prinsip kepemilikan harta; negara, lembaga, atau individu.

10
b) Tanggung jawab social yang kokoh, tanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap keluarga,
tanggung jawab terhadap masyarakat dan sebaliknya.
c) Eksplorasi sumber daya alam yang berwawasan lingkungan.
d) Zakat: zakat hasil bumi, emas, perak, ternak, perusahaan, dan zakat fitrah.
e) Harta karun.
f) Kharaj (pajak) tanah, perusahaan, kendaraan, bangunan, dan lain-lain.
g) Harta peninggalan dari orang yang tidak meninggalkan ahli waris.
h) Jizyah.
i) Ghanimah dan fa'i.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kata politik berasal dari bahasa latin yaitu politicos yang berarti hubungan antara warga
dengan negara. Politik Islam merupakan aktivitas politik sebagian umat Islam yang menjadikan
1Islam sebagai acuan nilai dan basis solidaritas berkelompok. Politik Islam merupakan aktivitas
politik sebagian umat Islam yang menjadikan Islam sebagai acuan nilai dan basis solidaritas
berkelompok. Nilai-nilai politik Islam yang dinyatakan secara tekstual dalam Al-Qur'an dan sunah
Nabi, serta kaidah-kaidah fikih yang dibangun di atasnya. Nilai-nilai politik Islam merupakan
ketentuan normatif yang mengikat kalangan penguasa, rakyat, ahli fikih, dan mujtahid, tanpa
terkecuali. Nilai-nilai politik Islam yang dinyatakan secara tekstual dalam Al-Qur'an dan sunah
Nabi, serta kaidah-kaidah fikih yang dibangun di atasnya. Nilai-nilai politik Islam merupakan
ketentuan normatif yang mengikat kalangan penguasa, rakyat, ahli fikih, dan mujtahid, tanpa
terkecuali. Sebab, semua nilai-nilai politik Islam dilandaskan pada penegasan teks Al-Qur'an dan
sunah Nabi.
Siyasah dusturiyah membahas masalah perundang-undangan negara, mengenai prinsip
dasar yang berkaitan dengan bentuk pemerintahan, aturan yang berkaitan dengan hak-hak rakyat
dan mengenai pembagian kekuasaan. Keseluruhan persoalan tersebut, dan persoalan fiqh siyasah
dusturiyah umumnya tidak dapat dilepaskan dari dua hal pokok. Pertama dalil-dalil, baik ayat-
ayat Al-Qur'an maupun hadis, dan ajaran Islam di dalam mengatur masyarakat. Kedua, aturan-
aturan yang dapat berubah karena perubahan situasi dan kondisi, termasuk di dalamnya hasil
ijtihad para ulama, meskipun tidak seluruhnya.

3.2 Saran
Saya sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat
jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu
pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Zawawi, 2015. Politik Dalam Pandangan Islam


Jurnal Ummul Qura. Vol.5, No.1, 85
Soko Nuril Gus, Rosyadi Khoerul. Ritual Gus Dur Dan Rahasia Kewaliannya. 2010 Yogyakarta:
Galangpress Center
Indrianto Nino. Pendidikan Agama Islam Interdisiplinter Untuk Perguruan Tinggi. 2020
Yogyakarta:
Group Penerbitan CV Budi Utama
Arif Mohammad. Moderasi Islam Dan Kebebasan Beragama Perspektif Mohamed Ytim &
Thaha Jbir AL-ALWANI. 2020 Yogyakarta:
Group Penerbitan CV Budi Utama
Indra, Hasbi. Pendidikan Islam Tantangan & Peluang Di Era Globalisasi. 2017 Yogyakarta:
Group Penerbitan CV Budi Utama
Syahdin. Pendidikan Agama Islam Kontemporer. 2021 Yogyakarta:
Yayasan Masyarakat Indonesia Baru (Yamba)

13

Anda mungkin juga menyukai