Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam tercurahkan kepada Rasullah
SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu meyelesaikan tugas makalah ini
untuk memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam. Agama sebagai sistem kepercayaan dalam
kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama yang
telah berkembang selama empat belas abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti,
baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran keagamaan maupun realitas social, politik, ekonomi
dan budaya.
Adapun isi makalah yang kami bahas dalah politik Islam yang dimana menurut Ahmad
Syafi’i Ma’arif mengatakan bahwa politik Islam adalah upata untuk menjadikan prinsip-prinsip
dasar (doktrin) Islam sebgai acuan dalam membuat kebijakan politik, yaitu untuk kepentingan
seluruh bangsa tanpa melihat perbedaan agama dan keyakinan hidup.
Dalam menyusun makalah ini, kami merasa masih banyak kekurangan baik dalam teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan dari semua pihak demi penyempurnaan
penulisan makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga penulisan makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami maupun rekan-rekan, sehingga dapat menambah pengetahuan kita
bersama.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................2
BAB 1...........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................3
1. Latar Belakang.................................................................................................................................3
2. Rumusan Masalah...........................................................................................................................3
3. Tujuan..............................................................................................................................................4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Politik dalam bahasa arab di sebut sisa ya.dalam kamus lisanul Arab disebutkan bahwa
kata siyasah bermakna mengurus sesuatu dengan kiat-kiat yang membuatnya baik atau berarti
pengurusan suatu perkara hingga menjadi baik. Pemikiran politik adalah aplikasi rasio manusia,
seperti halnya pemikiran lain yang dilakukan untuk mengatur urusan-urusan kehidupan. Ia di
hasilkan dari penyusunan premis-premis yang telah diketahui untuk mendapatkan konklusi-
konklusi yang belum di ketahui.
Di setiap negara memiliki sistem politik yang berbeda-beda. Namun, Islam memiliki
aturan politik yang bisa membuat negara itu adil. Dalam Al-Quran memang aturan politik tidak
disebutkan, tetapi sistem politik pada zaman Rasullullah SAW sangatlah baik. Hal ini
disebabkan oleh faktor-faktor yang mendorong masyarakat untuk menjalankan syariah Islam di
Indonesia adalah sebuah negara Islam terbesar di dunia, namun bila di katakan negara Islam,
dalam prakteknya Islam kurang di terapkan dalam sistem pemerintahan baik itu politik maupun
demikrasinya, hal itu berpengaruh besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia di Indonesia,
terutama pada sistem yang berlaku dalam pemerintahan Indonesia, contoh kecil adalah maraknya
korupsi yang di sebabkan oleh kurangnya trasparan pemerintahan di Indonesia
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi politik Islam dan pendapat para ahli?
2. Apa tujuan dan landasan politik islam?
3. Bagaimana sejarah Politik Islam?
4. Apa saja Asas-asas Politik Hukum Islam?
5. Dimanika Politik Hukum Islam di Indonesia?
6. Apa saja nilai-nilai dasar sistem politik Islam?
7. Apa itu system politik islam?
8. Bagaimana imlementasi politik islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari sistem politik Islam dan pendapat para
ahli.
2. Untuk mengetahui Apa tujuan dan landasan politik islam.
3. Untuk mengetahui Bagaimana sejarah Politik Islam.
4. Untuk mengetahui Apa saja Asas-asas Politik Hukum Islam.
5. Untuk mengetahui Dimanika Politik Hukum Islam di Indonesia.
6. Untuk mengetahui Apa saja nilai-nilai dasar sistem politik Islam.
7. Untuk mengetahui apa itu system politik islam
8. Untuk mengetahui bagaimana implementasi politik islam dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
BAB II
PEMBAHASAN
Politik Islam ialah aktivitas politik sebagian umat Islam yang menjadikan Umat Islam
sebagai acuan nilai dan basis solidaritas berkelompok. Pendukung berpolitikan Islam ini belum
tentu seluruh umat Islam (pemeluk agama Islam), karenanya maka dalam kategori politik dapat
disebut sebagai kelompok politik Islam, juga menekankan simbolisme kegamaan dalam
berpolitik, seperti menggunakan lambang Islam, dan istilah-istilah keIslaman dalam peraturan
dasar organiasi, khittah perjuangan,serta wacana politik.
Dalam aspek politik perlu dicatat bahwa semasa Nabi, beliau telah mendirikan tatanan
sosial politik Islam di Madinah. Namun, setelah lebih dari tiga abad kemudian, para pemikir
hukum baru merumuskan teori politik mereka secara lebih sistematis. Diantara mereka yang
cukup popular adalah al-Mawardi dan alGhazali. Menurut Al-Mawardi konsep politik Islam
didasarkan atas adanya kewajiban mendirikan lembaga kekuasaan, karena ia dibangun sebagai
pengganti kenabian untuk melindungi agama dan mengatur dunia. Dengan demikian, seorang
imam di satu pihak adalah pemimpin agama, dan di lain pihak pemimpin politik.
Menurut Azyumardi Azra, ada dua pandangan besar tentang hubungan Islam dan politik.
Pertama, melihat politik sebagai bagian integral dari agama. Dalam hal ini, Islam mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan siyasah (politik). Muslim yang meyakini pandangan ini
berpendapat, umat Islam harus terlibat dalam politik praksis, untuk menegakkan sistem politik
Islam, bahkan Negara Islam. Kedua, pendapat bahwa politik memang bagian dari agama (Islam),
tetapi antara keduanya ada perbedaan karakter yang sangat esensial. Islam bersifat ilahiah,
berasal dari wahyu, sakral dan suci. Sedangkan politik berkenaan dengan kehidupan profan,
kehidupan duniawi yang kadang-kadang melibatkan trik-trik yang manipulatif. Lebih lanjut,
Azyumardi Azra mengingatkan kepada para ulama untuk sebaiknya tidak terlibat dalam wilayah
politik, integritas keulamaan serta muru’ah-nya harus dijaga jika tidak ingin kehilangan harga
dirinya sebagai ulama.
Sedangkan Ibn Al-Qayyaim mengartikan Fiqh Siyasah adalah segala perbuatan yang
membawa manusia lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari kemudharatan, serta
sekalipun Rasullah tidak menetapkannya dan bahkan Allah menetapkannya pula. Dari pengertian
di atas dapat disimpulkan bahwa Fiqh Siyasah adalah hukum yang mengatur hubungan penguasa
dengan rakyatnya. Pembahasan di atas dapat diartikan bahwa politik Islam dalam kajian Islam
disebut Fiqh Siyasah.
Dalam ayat ini besi dijadikan sebagai lambang kekuasaan politik.Ayat tersebut juga
menjelaskan bahwa misi para Rasul adalah menciptakan kondisi yang didalamnya masa rakyat
akan dapat dijamin keadilan sosialnya sejalan dengan norma-norma yang telah dicanangkan al-
Qur‟an yang memberikan perintah-perintah yang jelas untuk menmcapai kehidupan yang benar-
benar berdisiplin.
ALI-IMRAN : 110. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli
Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
AL-MAIDAH:8 Hai orang-orang yang beriman, hendaknya kamu menjadi manusia yang lurus
karena Allah, menjadi saksi yang adil dan janganlah kebencianmu terhadap satu kaum
menyebabkan kamu tidak adil. Bersikaplah adil, karena adil itu lebih dekat kepada takwa dan
bertakwlaah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah sangat mengetahui yang kamu lakukan.
Prinsip keadilan dalam Islam, harus selalu dikaitkan dengan fungsi kekuasaan, yakni
kewajiban menerapkan kekuasaan Negara dengan adil, jujur, dan bijaksana.Kewajiban
menyelenggarakan Negara untuk mewujudkan suatu tujuan masyarakat yang adil, makmur dan
sejahtera di bawah keridhoan Allah.
AL-HAJJ 41. (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi
niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan
mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan
Agaknya telah menjadi jelas bagi siapapun yang merenungkan ayat-ayat ini bahwa tujuan
Negara yang dikonsepkan oleh al-Qur‟an tidaklah negatif, tetapi positif.Tujuan Negara tidak
hanya mencegah rakyat untuk saling memeras untuk melindungi kebebasan mereka dan
melindungi seluruh bangsanya dari invasi asing.Negara ini juga bertujuan untuk
mengembangkan sistem keadilan sosial yang berkeseimbangan yang telah diketengahkan Allah
dalam kitab suci al-Qur‟an. Untuk tujuan ini, kekuasaan politik akan digunakan demi
kepentingan itu dan bilamana diperlukan, semua sarana propaganda dan persuasi damai akan
digunakan, pendidikan moral rakyat juga akan dilaksanakan, dan pengaruh sosial maupun
pendapat umum akan dijinakkan. Tujuan dibentukn
Tujuan dibentuknya Negara adalah untuk mensejahterakan seluruh warga Negara, bukan
warga individu. Dengan kesejahteraan semua masyarakat, maka kesejahteraan individu tercapai
dengan sendirinya. Tujuan Negara yang lainnya adalah bagaimana Negara bisa memanusiakan
manusia, dan tujuan Negara sama dengan tujuan hidup manusia yaitu agar mencapai
kebahagiaan.
Tujuan Negara dan kewajiban kepala Negara dapat disimpulkan bahwa dalam menjalin
hubungan antara penguasan dan rakyatnya, kesetiaan tidak diberikan kepada “orang” tetapi
kepada suatu cita-cita (konsep) yang dikristalkan oleh syariat.Inti pemikiran kenegaraan berkisar
pada pandangan bahwa syariat adalah kekuasaan tertinggi dalam sebuah Negara. Oleh karena itu
seluruh tujuan yang hendak dicapai Negara dan tugas apa yang menjadi kewajiban kepala
Negara atau imam, ditentukan oleh ideal-ideal yang dibawakan oleh syariat.
Tugas lain dari Negara adalah menegakkan keadilan melalui badan peradilan, yang dalam
ilmu politik disebut arbitrator. Oleh karena itu, merupakan tugas kepala Negara untuk merekrut
orang yang cerdas dan potensial sebagai pembantunya, sebaliknya menjauhkan orang-orang
bodoh dan zalim dari pemerintahannya.Tujuan merujuk pada sebuah ideal yang harus dijelmakan
oleh Negara, dengan menggunakan organisasi pemerintah yang dilengkapi dengan kekuasaan.
Tujuan daripada Negaranegara yang berbeda berdasarkan filosofi,situasi-kondisi, dan sejarah
dari masingmasing Negara yang terbentuk itu.
Tujuan Negara adalah Negara itu sendiri. Kata Hegel, Negara adalah person yang
mempunyai kemampuan sendiri dalam mengejar pelaksanaan umum, ia memelihara dan
menyempurnakan diri sendiri. Maka kewajiban tertinggi manusia adalah menjadi warga Negara
sesuai dengan undang-undang. Augustinus menyatakan bahwa tujuan Negara adalah
dihubungkan dengan cita-cita manusia hidup di alam kekal yaitu sesuai yang diinginkan Tuhan.
1) mencapai kekuasaan politik, maksudnya Negara identik dengan penguasa. Karena itu, tujuan
Negara ialah membangun kekuasaan secara efektif. Penguasa (pemerintah) menggunakan
kekuasaan untuk memaksakan kepentingannya. Setiap kekuasaan berkehendak untuk
mempertahankan dan memperluas kekuasaan, setelah kekuasaan kuat (langgeng-absolut),
maka penguasa itu cenderung menjadi korup, tiran, dan despotic (semena-mena dan kejam).
2) Memelihara keamanan, maksudnya dengan kehadiran Negara, sudah selayaknya bisa
diperoleh jaminan perlindungan Negara terhadap serangan dari luar terhadap kelompok,
individu-individu, dan komponen yang berada dalam Negara itu sendiri.
3) Ketertiban dalam Negara (Internal order). Tertib dikonstruksikan sebagai sebuah sistem di
mana memungkinkan untuk disusun perkiraan yang layak tentang apa yang akan dilakukan
dalam bidang sosial dan siapa yang akan melakukan. Didalam masyarakat yang tertib,
terdapat pembagian kerja dan tanggung jawab atas peraturan terhadap segenap petugas
Negara. Terdapat pula badan-badan, prosedur dan usaha yang dimengerti serta diterima oleh
segenap warga Negara, dan yang dianggap dilaksanakan untuk memajukan kebahagiaan
bersama.
4) Keadilan (juctice). Kesejahteraan hanya akan terwujud dalam sistem dimana terdapat saling
pengertian dan prosedur-prosedur yang memberikan kepada setiap orang yang telah disetujui dan
dianggap patut. Keadilan mengumpamakan adanya sistem nilai dalam perhubungan individu,
agar setiap orang memperoleh bagiannya berdasarkan nilai itu.
5) Kebebasan (freedom), merupakan tujuan negara yang sangat essensial. Kebebasan disatu sisi
dipahami sebagai kesempatan mengembangkan dengan bebas hasrat individu akan ekspresi,
sementara kebebasan juga harus disesuaikan dengan gagasan kemakmuran umum.
6) Mencapai kemakmuran material, merupakan tujuan inheren dalam bangunan negara karena
Negara sebagai organisasi masyarakat berupaya menggalang pemenuhan kebutuhan material
secara terstruktur melalui pemerintahannya.Dari tujuan mencapai kemakmuran ini melahirkan
tipikal Negara yang berbeda, yaitu : (1) Polizei Staat, yaitu mencapai kemakmuran Negara/raja;
(2) Formale Rechstaat, yaitu mencapai kemakmuran individu; dan (3) Material Rechstaat, yaitu
mencapai kemakmuran rakyat (Social service- Negara kesejateraan)
7) Mempertinggi moralitas (promotion of morality) dalam hal ini maksud pokok Negara adalah
memelihara moral diantara rakyatnya.
Sebelum Nabi Muhammad mulai menyampaikan wahyu di Mekah, orang-orang Arab dalam
keadaan perpecahan kronis. Setiap suku yang banyak jumlahnya di Jazirah Arab memiliki
hukum sendiri dan selalu berperang dengan kelompok suku lainnya. Hampir tidak mungkin bagi
bangsa Arab untuk bersatu dan itu berarti mereka tidak dapat membangun peradaban dan
pemerintahan yang memungkinkan mereka mendapat tempat di dunia. Hijaz seperti dikutuk
sebagai tempat barbarisme yang biadab dan jauh dari peradaban. Setelah ajaran Islam datang,
semuanya berubah dan bangsa Arab saat itu menjadi pusat peradaban dunia.
Hijaz merupakan tempat diutusnya Nabi Muhammad, yang membentang di antara dataran
tinggi Nejed dan daerah pantai Tihamah, serta mempunyai tiga kota utama, yaitu Mekah, Yatsrib
(kemudian berubah nama menjadi Madinah), dan Thaif. Bangsa Arab yang menjadi penduduk
terbesar di Hijaz terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu Arab Baduwi (komunitas Arab yang
bertempat tinggal di gurun-gurun dan hidup nomaden) dan Arab Hadlari (komunitas Arab yang
bermukim di kota). Kedua kelompok ini terdiri dari berbagai kabilah dan suku, sehingga sering
terjadi konflik di antara suku-suku tersebut.
Konflik antara suku terjadi karena pola struktur pada masyarakat Arab berdasarkan
organisasi klan yang seluruh anggota keluarga di dalam suku tersebut diikat oleh pertalian darah.
Pertalian darah ini menimbulkan rasa solidaritas yang kuat di antara anggota suku yang
melahirkan sikap loyalitas penuh terhadap kesatuan suku. Sikap ini menimbulkan solidaritas
kelompok yang dalam istilah Arab disebut ‘ashabiyah. Menurut Ibn Khaldun, ‘ashabiyah di
kalangan bangsa Arab justru mengandung konotasi positif, karena menimbulkan rasa persatuan,
kerja sama, dan tolongmenolong yang sangat kuat dalam suatu kelompok sehingga setiap
anggota dalam kelompok tersebut bersedia mengorbankan jiwa raganya demi kepentingan
kelompok dan seluruh anggotanya. Karena itu, dalam mendirikan sebuah negara peranan,
‘ashabiyah sangat menentukan.
Di antara beberapa suku Arab yang paling menonjol dan menguasai wilayah Arab adalah
suku Quraisy. Kata Quraisy sendiri artinya adalah keterhimpunan, kekuatan, dan kesucian dari
hal-hal buruk. Kata Quraisy pada mulanya adalah gelar dari an-Nadhr bin Kinanah, yang
merupakan kakek Nabi yang ketiga belas. Nabi Muhammad adalah Ibnu (putra) Abdullah, Ibnu
Abdul Muthalib, Ibnu Hasyim, Ibnu ‘Abdi Manaf, Ibnu Qushayy, Ibnu Kilab, Ibnu Murrah, Ibnu
Ka’ab, Ibnu Lu’ayy, Ibnu Ghalib, Ibnu Fihr, Ibnu Malik, Ibnu an-Nadhr, Ibnu Kinanah, Ibnu
Khuzaimah, Ibnu Mudrikah, Ibnu Ilyas, Ibnu Mudhar, Ibnu Nazar, Ibnu Ma’ad, dan Ibnu Adnan.
Inilah nasab Rasulullah yang disepakati, selebihnya masih diperselisihkan. Telah disepakati di
kalangan ahli nasab dan silsilah bahwa Adnan adalah putra Nabi Isma’il a.s. bin Nabi Ibrahim
a.s.
An-Nadhr bin Kinanah diberi gelar Quraisy karena kemampuannya menghimpun suku-suku
yang bertebaran. Ia memiliki bakat administrator yang pandai berdiplomasi. Bakat an-Nadhr
menurun ke salah satu keturunannya, Qushayy, kakek Nabi yang keempat. Qushayy pernah
menjadi pemimpin tertinggi dalam suku Quraisy yang amat disegani dan dihormati. Ia berhasil
mempersatukan suku Quraisy dari berbagai daerah yang terpencar di Jazirah Arab. Karena itu,
ada pula yang mengatakan bahwa Quraisy juga merupakan gelar untuk Qushayy, yang dikenal
sebagai Quraisy dari lembah. Bahkan, Qushayy dianggap sebagai pendiri kekuasaan Quraisy atas
wilayah Mekah. Hal ini terjadi ketika Qushayy berhasil menyingkirkan kabilah Khaza’ah, yang
ketika itu memegang kekuasaan atas Ka’bah, melalui peperangan yang hebat.
Selain suku Quraisy, ada beberapa suku lain yang tinggal di wilayah Arab, di antaranya suku
Mudzar, suku Rabi’ah, suku ‘Iyadl, suku Anmar, suku Hawazin, suku Kinanah, suku
Khuzaimah, suku Ghathfan, suku Tamim, dan lain-lain. Dengan kehidupan yang terdiri atas
berbagai suku, struktur sosial yang heterogen, dan tidak adanya sistem politik yang tertata serta
tidak dilengkapi perangkat penegak hukum, keamanan, sehingga konflik di antara suku tidak
dapat dihindari.
Rasulullah lahir, tumbuh, dan menyebarkan ajaran Islam di tengah badai perpecahan internal
suku Quraisy yang sudah akut. Masyarakat Arab saat itu, meskipun menjunjung tinggi nilai
kepahlawanan, namun prestise seseorang lebih ditentukan unsur kapital, akses sosial, dan
banyaknya pengikut. Beliau hadir di tengah masyarakat yang sangat materialistik yang bertumpu
di atas pilar kapitalisme, ditambah lagi dengan sifat badui yang sulit diatur, dengan landasan
moral paganisme yang sudah berurat berakar.
Menghadapi realitas masyarakat seperti itu tidak membuat Rasulullah patah semangat.
Bahkan, ketika orang-orang kafir Quraisy meminta kepada beliau untuk menghentikan dakwah
dengan kompensasi harta dan jabatan, beliau tetap teguh dalam menyebarkan ajaran Islam.
Dakwah Rasulullah dalam menyebarkan ajaran Islam pada awalnya dilaksanakan di Mekah,
kemudian dilanjutkan di Yatsrib (Madinah). Menurut Haikal, pada periode Mekah umat Islam
belum memulai kehidupan bernegara dan Nabi sendiri ketika itu tidak bermaksud mendirikan
suatu Negara. Misi Nabi selama di Mekah terfokus pada tiga hal utama sebagai berikut. Pertama,
mengajak manusia agar meyakini bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Allah swt.,
percaya kepada malaikat, rasul, hari kemudian, dan hal-hal yang berkaitan dengan rukun iman.
Kedua, mengajarkan kepada manusia nilainilai kemanusiaan yang tinggi agar mereka tidak
tertipu oleh godaan hidup duniawi yang menyilaukan. Ketiga, mengajak manusia untuk
mendekatkan diri kepada Allah swt.
Dalam konteks berdirinya negara Islam, periode dakwah di Mekah merupakan tahap
pembentukan fondasi melalui pembersihan keyakinan dan menumbuhkan keimanan kaum
muslimin. Perjuangan Nabi belum sampai pada pembentukan instrumen sebuah negara, karena
institusi politik yang menopang sistem sosial dan ekonomi belum dibentuk. Selain karena agenda
dakwah di Mekah belum mengarah pada pembentukan institusi politik, kondisi bangsa Quraisy
yang masih kuat dalam mempertahankan status quo juga tidak memungkinkan untuk berdirinya
sistem ketatanegaraan yang bersendi pada ajaran Islam.
Dengan kondisi demikian, Nabi Muhammad harus mengalihkan pandangan dan harapan baru
pada masyarakat lain yang lebih memungkinkan untuk kemajuan dan kesuksesan dakwah Islam.
Namun, ketika beliau mengalihkan pandangan dan harapan ke masyarakat suku Tsaqif sebelah
timur laut Mekah, yaitu Tha’if, hasilnya setali tiga uang dengan harapan yang diletakkan pada
masyarakat Mekah, bahkan beliau mendapatkan perlakuan yang sangat kejam dan tidak
manusiawi. Adanya penolakan, penganiayaan, dan pengusiran penduduk Mekah dan masyarakat
Thaif, tampaknya dakwah Islam mengalami stagnasi.
Dengan kondisi demikian, Nabi Muhammad harus mengalihkan pandangan dan harapan baru
pada masyarakat lain yang lebih memungkinkan untuk kemajuan dan kesuksesan dakwah Islam.
Namun, ketika beliau mengalihkan pandangan dan harapan ke masyarakat suku Tsaqif sebelah
timur laut Mekah, yaitu Tha’if, hasilnya setali tiga uang dengan harapan yang diletakkan pada
masyarakat Mekah, bahkan beliau mendapatkan perlakuan yang sangat kejam dan tidak
manusiawi. Adanya penolakan, penganiayaan, dan pengusiran penduduk Mekah dan masyarakat
Thaif, tampaknya dakwah Islam mengalami stagnasi.
Selah kita mengetahui tentang pengertian dan penamaan politik Islam dalam Islam adalah
Fiqh Siyasah. Maka akan dibahas mengenai bidang-bidang Fiqh Siyasah, Fiqh Siyasah terbagi
menjadi empat bagian menutur Pulungan, yaitu :
a. Siyasah Dusturiyah
Siyasah Dusturiyah menurut tata bahasanya terdiri dari dua suku kata yaitu Siyasah itu
sendiri serta Dusturuyah. Arti Siyasah dapat kita lihat di pembahasan pembahasan di atas,
sedangkan Dusturiyah adalah undang-undang atau peraturan. Secara pengertian umum Siyasah
Dusturiyah adalah keputusan kepala negara dalam mengambil keputusan atau undang-undang
bagi kemaslahatan umat.
Sedangkan menurut Pulungan Siyasah Dusturiyah adalah hal yang mengatur atau
kebijakan yang diambil oleh kepala negara atau pemerintah dalam mengatur warga negaranya.
Hal ini berarti Siyasah Dusturiyah adalah kajian terpenting dalam suatu negara, karena hal ini
menyangkut hal-hal yang mendasar dari suatu negara. Yaitu keharmonisan antara warga negara
dengan kepala negaranya.
Fiqh Siyasah Dusturiyah mencakup bidang kehidupan yang sangat luas dan kompleks,
secara umum meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Persoalan dan ruang lingkup (Pembahasan)
Membahas tentang iman, rakyat, hak dan kewajibannya, permasalahan Bai’at, Waliyul
Ahdi, perwakilan dan persoalan Ahlul Halli Wal Aqdi.
2. Persoalan imamah, hak dan kewajibannya
Imamah atau iman di dalam Al-Quran pada umumnya, kata-kata iman menunjukan kepada
bimbingan kepaada kebaikan, firman Allah:
Artinya : dan orang-orang yang berkata: “ya tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-
istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami iman bagi
orang-orang yang bertakwa.
3. Persoalan rakyat, statusnya dan hak-haknya
Rakyat terdiri dari Muslim dan no Muslim, adapun hak-hak rakyat, AbuA’la al-Maududi
menyebutkan bahwa hak-hak rakyat adalah sebagai berikut:
a) Perlindungan terhadap hidupnya, hartanya dan kehormatannya.
b) Perlindungan terhadap kebebasan pribadi.
c) Kebebasan menyatakan pendapat dan keyakinan.
d) Terjamin kebutuhan pokok hidupnya, dengan tidak membedakan kelas dan kepercayaan.
Abdul Kadir Audah menyebutkan dua hak, yaitu : hak persamaan dan hak kebebasan,
beraqidah, berbicara, berpendidikan dan memiliki. Sedangkan kewajiban rakyat adalah untuk
taat dan membantu serta berperan serta dalam program-program yang digariskan untuk
kemaslahatan bersama. Apabila kita sebut hak iman adalah ditaati dan mendapatkan bantuan
serta partisipasi secara sadar dari rakyat, maka kewajiban dari rakyat untuk taat dan membantu
serta dalam program-program yang digariskan kemaslahatan bersama.
4. Persoalan Bai’at
Bai’at (Mubaya’ah), pengakuan mematuhi dan menaati iman yang dilakukan oleh Ahl Al-
Hall Wa Al-Aqdi dan dilaksanakan sesudah permusyawaratan. Diaudin Rais mengutip pendapat
Ibnu Khaldun tentang Bai’at ini dan menjelaskan:
“Adalah mereka apabila mem Bai’at-kan sesorang amir dan mengikat perjanjian, mereka
meletakkan tangan-tangannya untuk menguatkan perjanjian.”
5. Persoalan Waliyul Ahdi
Imama itu dapat terjadi dengan salah satu cara dari dua cara : Pertama dengan pemilihan Ahl
Al-Hall Wa Al-Aqdi dan kedua dengan janji (Penyerahan kekuasaan) imam yang sebelumnya.
Cara yang kedua yang dapat dimaksudkan dengan Waliyaul Ahdi. Hal ini didaarkan pada: Abu
Bakar r.a menunjuk Umar ra. Yang kemudian kaum Muslimin menetapkan keimanan (imamah)
umar dengan penunjukan Abu Baka tadi.
6. Persoalan perwakilan dan Ahlul Halli Wal Aqdi
7. Persoalan Wuzaroh (Kementerian) dan perbandinganya
Ulama mengambil dasar-dasar adanya kementerian (Wuzarah) dengan dua alasan, pertama:
firman Allah dalam surah At-Thaha 29-32 yang artinya “Dan jadikanlah untukku seorang wazir
dari keluargaku, yaitu harun, saudaraku. Teguhkanlah kekuatanku dengan dia, dan jadikanlah dia
sekutu dalam urusanku.” Dan kedua karena alasan yang bersifatnya praktis, yaitu iman.
a) Siyasah Maliya
Arti kata Maliyah bermakna harta benda, kekayaan, dan harta. Oleh karena ituSiyasah Maliyah
secara umum yaitu pemerintahan yang mengatur mengenai keuangan negara. Djazuli
mengatakan bahwa Siyasah Maliyah adalah hak dan kewajiban kepala negara untuk mengatur
dan mengurus keungan negara guna kepentingan warga negaranya serta kemaslahatan umat. Lain
halnya dengan Pulungan yang mengatak bahwa Siyasah Maliyah meliputi hal-halyang
menyangkut harta benda negara (kas negara), pajak, serta Baitul Mal.
Dari pembahsan diatas dapat kita lihat bahwa siyasah maliyah adalah hal-halyangmenyangkut
kas negara serta keuangan negara yang berasal dari pajak, zakat baitul mal serta pendapatan
negara yang tidak bertentangan dengan syari‟at Islam
2.3 Dasar-dasar Fiqih Siyasah Maliyah, di antaranya sebagai berikut:
Beberapa prinsip tentang harta, antara lain:
Masyarakat tidak boleh menggangu dan melarang pemilikan mamfaat selamatidak
merugikan orang lain atau masyarakat itu sendir.
Karena pemilikan manfaat berhubungan dengan hartanya, maka boleh bagi pemilik
memindahkan hak miliknya kepada pihak lainnya, misalnya dengan jalan menjualnya,
mewasiatkannya, menghibahkannya, dan sebagainya. Pada pokoknya pemilikan manfaat itu
kekal tidak terikat oleh waktu
1. Dasar-dasar keadilan social
Diantara landasan yang menjadi keasilan social di dalam Islam:
a. Kebebasan rohania yang mutlak.
Yakni kebebasan rohania yang di dasarkan kepada kebebasan rohaniamanusia dari
tidak beribadah kecuali kepada Allah, tidak ada yang kuasa kecualidaripada Allah.
b. Persamaan kemanusian yang sempurna.
Yakni prinsip-prinsip persamaan di dalam Islam yang di dasarkan kepadakesatuan jenis
manusia di dalam kejadiannya dan di dalam tempat kembalinya, didalam kehidupannya, di
dalam matinya, di dalam hak dan kewajibannya dihadapan undang-undang, di hadapn allah, di
dunia dan di akhirat.
2. Tanggung jawab social yang kokoh:
Diantaranya meliputi:
3. Hak milik
Islam telah menetapkan adanya hak milik perseorangan terhadap hartayang di hasilkan
dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum syara‟. HanyaIslam memberikan batasan-
batasan tentang hak milik perseorangan ini agarmanusia mendapat kemaslahatan dalam
pengembangan harta dalam menafkahkandan dalam perputaranya.
4. Zakat
Meskipum manusia ini berbeda suku berbangsa-bangsa, berbeda warnakulit, berbeda tanah
air bahkan berbeda agama, akan tetapi merupakan satukesatuan manusia karena sama-sama
makhluk Allah, sama bertempat tinggal dimuka bumi ini.
Al-Adalah (Keadilan)
Ajaran islam mewajibkan penegakan keadilan baik terhadap diri sendiri,keluarga, tetangga,
bahkan terhadap musuh sekalipun kita wajib bertindak adil.Banyak ayat-ayat yang berbicara
tentang keadilan antara lain:
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuatkebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamudapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nisa : 135)
Al-Musawah (persamaan)
Manusia memiliki hal-hal kemanusian yang sama, untuk mewujudkankeadilan adalah mutlak
mempersamakan manusia dihadapan hokum kerjasamainternasional sulit dilaksanakan apabila
tidak di dalam kesederajatan antar Negaradan antar Bangsa.
Karena kehormatan manusia inilah, maka manusia tidak boleh merendahkan manusia
lainnya. Kehormatan manusia ini berkembang menjadi kehormatan terhadap satu kaum atau
komunitas dan bisa di kembangkan menjadisuatu kehormatan suatu bangsa atau negara.
Al-Musawah (persamaan)
Manusia memiliki hal-hal kemanusian yang sama, untuk mewujudkankeadilan adalah mutlak
mempersamakan manusia dihadapan hokum kerjasamainternasional sulit dilaksanakan apabila
tidak di dalam kesederajatan antar Negaradan antar Bangsa.
Karena kehormatan manusia inilah, maka manusia tidak boleh merendahkan manusia
lainnya. Kehormatan manusia ini berkembang menjadi kehormatan terhadap satu kaum atau
komunitas dan bisa di kembangkan menjadisuatu kehormatan suatu bangsa atau negara.
1) Persoalan internasional.
2) Persoalan teritorial.
3) Persoalan nasionality dalam fiqih Islam
4) Masalah penyerahan penjahat.
5) Masalah pengasingan dan pengusiran.
6) Masalah perwakilan, tamu-tamu Negara, orang-orang dzimi.
Hubungan Internasional dibagi menjadi dua yaitu hubungna Internasionaldalam waktu damai
yang di dalamnya mengenai politik, ekonomi, kebudayaan,dan kemasyarakata, dan hubungan
internasional dalam waktu perang.
b) Siyasah Harbiyah
Harbiyah bermakna perang, secara kamus Harbiyah adalah perang, keadaandarurat atau
genting. Sedangkan makna Siyasah Harbiyah adalah wewenang ataukekuasaan serta peraturan
pemerintah dalam keadaan perang atau darurat.
Dalam kajian Fiqh Siyasahnya yaitu Siyasah Harbiyah adalah pemerintah ataukepala negara
mengatur dan mengurusi hala-hal dan masalah yang berkaitandengan perang, kaidah perang,
mobilisasi umum, hak dan jaminan keamanan perang, perlakun tawanan perang harta rampasan
perang dan masalah perdamaian.
Konsekuensi dari asas bahwa hubungan Internasional dalam Islam adalah perdamaian saling
membantu dalam kebaikan, maka:
Perang tidak dilakukan kecuali dalam keadaan darurat. Sesuai dengan persyaratan darurat
hanya di lakukan seperlunya.
Orang yang tidak ikut berperang tidak boleh diperlakukan sebagai musuh.
Segera menghentikan perang apabila salah satu pihak cenderung kepda damai.
Memperlakukan tawanan perang dengan cara manusiawi.
Islam sebagai sebuah agama yang mencakup persoalan spiritual dan politik telah
memberikan konstribusi yang cukup signifikan terhadap kehidupan politik di Indonesia. Pertama
ditandai dengan munculnya partai-partai yang berasaskan Islam serta para nasionalis yang
berbasis umat Islam. Kedua ditandai dengan sikap proaktifnya tokoh-tokoh politik Islam dan
umat Islam terhadap keutuhan negara. Negara Republik Indonesia sejak proses kemerdekaan,
masa-masa mempertahankan kemerdekaan, masa pembangunan hingga sekarang masa reformasi.
Dalam Islam, untuk mencapai tujuan tidak menghalalkan segala cara. Tujuan yang baik dan
mulia harus diraih dengan cara-cara yang baik dan mulia pula. Itulah sebabnya, di dalam kajian
ruang lingkup siyasah Islam, mencakup di dalamnya etika berpolitik. Untuk mewujudkan budaya
politik etis dalam kehidupan masyarakat, perlu dihidupakan pendidikan politik dan pembelajaran
politik bagi masyarakat. Di sini peran para ulama dan para intelektual menjadi satu keniscayaan,
dan terutama peran pemerintah dan partai politik. Nilai universal dalam berpolitik adalah
amanah, jujur, adil, toleransi dan tanggung jawab.
Nilai-nilai universal tersebut harus menjadi materi penting dalam pendidikan politik
masyarakat. Pelaksanaan pendidikan politik bisa melalui pendekatan budaya, agama maupun
lembaga formal. Semua sarana harus dipergunakan secara seimbang terpadu dan maksimal agar
demokrasi dan masyarakat madani segera terwujud di muka bumi indonesia. Demokrasi ditengah
kebodohan politik masyarakat hanya melahirkan tirani mayoritas dan anarkisme minoritas.
Masyarakat madani akan lahir ditengah masyarakat yang tercerahkan secara keilmuan.
BAB III
PENUTUP