Anda di halaman 1dari 32

siap tantang dunia

Sabtu, 20 April 2013

MAKALAH POLITIK ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Islam merupakan agama Allah SWT sekaligus agama yang terakhir yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril dengan tujuan untuk
mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi Allah SWT. Banyak cara yang
dilakukan oleh manusia untuk mencapai ketakwaan di sisi-Nya atau yang disebut juga dengan
kata “Politik”. Karena politik dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan
tertentu. Tidak sedikit masyarakat menganggap bahwa politik adalah sesuatu yang negatif
yang harus dijauhi. Padahal tidak semestinya selalu begitu, bahkan politik sangat dibutuhkan
dalam hidup beragama. Andai saja kita tidak mempunyai cara untuk melakukan pendekatan
kepada Allah SWT, maka dapat dipastikan kita sebagai manusia biasa juga tidak akan pernah
mencapai kata beriman dan takwa disisi-Nya, dikarenakan tidak akan pernah tercapai suatu
tujuan jika tidak ada usaha atau cara yang dilakukannya untuk mencapai tujuan tersebut.
Realita inilah yang harus kita ubah dikalangan masyarakat setempat, setidaknya dimulai dari
lingkungan keluarga, masyarakat, kemudian untuk bangsa dan negara kita.
Islam bukanlah suatu ilmu yang harus dipertandingnya dengan tulisan atau
dengan ceramah belaka tanpa diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Karena islam sangat
identik dengan sifat, pemikiran, tingkah laku, dan perbuatan manusia dalam kehidupan
sehari- hari untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan tujuan mencapai kebahagiaan hidup
di dunia dan akhirat. Tentunya untuk mencapai hal tersebut, kita harus mempunyai suatu cara
tertentu yang tidak melanggar ajaran agama dan tidak merugikan umat manusia. Banyak yang
beranggapan bahwa jika agama dimasukkan dalam suatu politik, maka agama ini tidak akan
murni lagi. Namun ada yang beranggapan lain, karena jika agama tidak menggunakan suatu
politik atau cara, maka agama tersebut tidak akan sampai pada tujuannya. Kalaupun pada
kenyataannya banyak yang tidak berhasil, mungkin cara yang digunakan belum sempurna
dan perlu menambahan ilmu.
Untuk itulah saya sangat berharap kepada pembaca semua, semoga setelah
membaca atau membahas makalah ini, kita semua mampu menjadikan agama islam agama
yang kembali sempurna untuk mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi-Nya,
Amin.

1.2. TUJUAN
1. Mengetahui definisi dari politik islam.
2. Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan politik islam.
3. Mengetahui prinsip-prinsip politik luar negeri di dalam islam.
4. Memahami kontribusi umat islam dalam perpolitikan nasional.
5. Dapat membandingkan politik yang terjadi pada saat sekarang dengan politik
menurut pandangan Islam.
6. Agar dapat mengetahui dan memahami tentang politik secara Islam.
7. Dengan mengetahui pandangan politik secara Islam agar kita lebih dapat
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita serta lebih mendapatkan posisi yang lebih baik
di hadapan AllahSWT.

1.3 RUMUSAN MASALAH


1. Apa pengertian dari dari politik islam?
2. Apa prinsip – prinsip politik luar negeri dalam islam?
3. Apa saja kontribusi umat islam dalam perpolitikan nasional?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Poltik Islam


Islam bukanlah semata agama (a religion) namun juga merupakan sistem politik
(a political sistem), Islam lebih dari sekedar agama. Islam mencerminkan teori-teori
perundang-undangan dan politik. Islam merupakan sistem peradaban yang lengkap, yang
mencakup agama dan Negara secara bersamaan (M.Dhiaduddin Rais, 2001:5).
Nabi Muhammad SAW adalah seorang politikus yang bijaksana. Di Madinah beliau
membangun Negara Islam yang pertama dan meletakkan prinsip-prinsip utama undang-
undang Islam. Nabi Muhammad pada waktu yang sama menjadi kepala agama dan kepala
Negara.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian politik sebagai kata benda ada tiga,
yaitu :
(1) pengetahuan mengenai kenegaraan (tentang sistem dan dasar pemerintahan)
(2) segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat dan sebagainya) mengenai
(3) kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah).

Politik itu identik dengan siasah, yang secara pembahasannya artinya mengatur.
Dalam fikih, siasah meliputi :
1. Siasah Dusturiyyah (Tata Negara dalam Islam)
2. Siasah Dauliyyah ( Politik yang mengatur hubungan antara satu negara Islam
lainnya) 3. Siasah Maaliyah (Sistem ekonomi negara)
Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi yang dapat mempersatukan kekuatan-kekuatan
dan aliran-aliran yang berbeda-beda di masyarakat. Dalam konsep Islam, kekuasaan tertinggi
adalah Allah SWT. Ekrepesi kekuasaan dan kehendak Allah tertuang dalam Al-Quran dan
Sunnah Rasul. Oleh karena itu penguasa tidaklah memiliki kekuasaan mutlak, ia hanyalah
wakil (khalifah) Allah di muka bumi yang berfungsi untuk membumikan sifat-sifat Allah
dalam kehidupan nyata. Di samping itu, kekuasaan adalah amanah Allah yang diberikan
kepada orang-orang yang berhak memilikinya. Pemegang amanah haruslah menggunakan
kekuasaan itu dengan sebaik-baiknya. Sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang telah
ditetapkan Al-Quran dan Sunnah Rasul.

2.2. Norma Politik dalam Islam


Dalam pelaksanaan politik, Islam juga memiliki norma-norma yang harus
diperhatikan. Norma-norma ini merupakan karakteristik pembeda politik Islam dari system
poltik lainnya. Diantara norma-norma itu ialah :
1. Poltik merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan, bukan dijadikan sebagai tujuan
akhir atau satu-satunya.
2. Politik Islam berhubungan dengan kemashlahatan umat.
3. Kekuasaan mutlak adalah milik Allah.
4. Manusia diberi amanah sebagai khalifah untuk mengatur ala mini secara baik.
5. Pengangkatan pemimpin didasari atas prinsip musyawarah.
6. Ketaatan kepada pemimpin wajib hukumnya setelah taat kepada Allah dan Rasul .
7. Islam tidak menentukan secara eksplisit bentuk pemerintahan Negara.

2.3. Kedudukan Politik Dalam Islam

Terdapat tiga pendapat di kalangan pemikir muslim tentang kedudukan politik dalam
syariatislam. Yaitu :

Pertama, kelompok yang menyatakan bahwa islamadalah suatu agama yang serbah
lengkap didalamnya terdapat pula antara lainsystem ketatanegaraan atau politik. Kemudian
lahir sebuah istilah yang disebutdengan fikih siasah (system ketatanegaraan dalam islam)
merupakan bagianintegral dari ajaran islam. Lebih jauhkelompok ini berpendapat bahwa
system ketatanegaraan yang harus diteladaniadalah system yang telah dilaksanakan oleh nabi
Muhammad SAW dan oleh parakhulafa al-rasyidin yaitu sitem khilafah.

Kedua, kelompok yangberpendirian bahwa islam adalah agama dalam pengertian


barat. Artinya agamatidak ada hubungannya dengan kenegaraan. Menurut aliran ini nabi
Muhammadhanyalah seorang rasul, seperti rasul-rasul yang lain bertugas
menyampaikanrisalah tuhan kepada segenap alam. Nabi tidak bertugas untuk mendirikan
danmemimpin suatu Negara.

Ketiga, menolak bahwaislam adalah agama yang serba lengkap yang terdapat
didalamnya segala sistemketatanegaraan, tetapi juga menolak pendapat bahwa islam
sebagaimana pandanaganbarat yang hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhan. Aliran
iniberpendirian bahwa dalam islam tidak teredapat sistem ketatanegaraan, tetapaiterdapat
seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.
Sejarah membuktikan bahwa nabi kecuali sebagai rasul, meminjam istilah harun
nasution, kepala agama, jugabeliau adalah kepala negara. Nabi menguasai suatu wilayah
yaitu yastrib yangkemudian menjadi madinah al-munawwarah sebagai wilayah kekuasaan
nabi sekaligusmanjadi pusat pemerintahannya dengan piagam madinah sebagai aturan
dasarkenegaraannya. Sepeninggal nabi, kedudukan beliau sebagai kepala negaradigantikan
abu bakar yang merupakan hasil kesepakatan tokoh-tokoh sahabat,selanjutnya disebut
khalifah. Sistem pemerintahannya disebut “khalifah”. Sistem“khalifah” ini berlangsung
hingga kepemimpinan berada dibawah kekuasaankhalifah terakhir, ali “karramah allahu
wajhahu”.

2.4. Demokrasi Dalam Islam


Kedaulatan mutlak dan keesaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan
peranan manusia yang terkandung Dalamkonsep khalifah memberikan kerangka yang
dengannya para cendikiawan belakanganini mengembangkan teori politik tertentu yang
dianggap demokratis. Didalamnyatercakup definisi khusus dan pengakuan terhadap
kedaulatan rakyat, tekanan padakesamaan derajat, manusia, dan kewajiban rakyat sebsgai
pengemban pemerintahan.
Demokrasi islam dianggap sebagaisistem yang mengekuhkan konsep-konsep islam
yang sudah lama berakar, yaitumusyawarah {syura}, persetujuan {ijma’}, dan penilaian
interpretative yangmandiri {ijtihad} .
Musyawarah, konsensus, dan ijtihadmerupakan konsep-konsep yang sangat penting
bagi artikulasi demokrasi islamdalam kerangka keesaan tuhan dan kewajiban-kewajiban
manusia sebagaikhalifah-nya. Meskipun istilah-istilah ini banyak diperdebatkan maknanya,
namunlepas dari ramainya perdebatan maknanya didunia islam, istilah-istilah inimemberi
landasan yang efektif untuk memahami hubungan antara islam dandemokrasi di dunia
kontemporer.

2.5. Masyarakat Madani


Masayarakat madani adalah masyarakat yang beradap, menjunjung tinggi nilai-
nilaikemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Karenaitu
didalam ilmu filsafat, sejak filsafat yunani sampai msaa filsafat islamjuga dikenal istilah
madinah atau polis, yang berarti kota yaitu masyarakatyang maju dan berperadaban.
Masyarakat madina menjadi simbol idealisme yangdiharapkan oleh setiap masyarakat.
Kata madani merupakan penyifatan terhadap kota madinah, yaitu sifat yang
ditunjukanoleh kondisi dan sisyem kehidupan yang berlaku di kota madinah . kondisi
dansistem kehidupan menjadi popular dan dianggap ideal untuk menggambaraknmasyarakat
yang islami, sekalipun penduduknya terdiri dari berbgai macamkeyakinan. Mereka hidup
dengan rukun, saling membantu, taat hukum, dan menujjukankepercayaan penuh terhadap
kepemimpinannya. aL-qur’an menjadi konstitusi untukmenyelesaikan berbagai persoalan
hidup yang terjadi diantara penduduk madinah.
Perjanjian madinah berisikesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling tolong-
menolong, menciptakankedamaian, dalam kehidupan social, menjadikan aL-qur’an sebagai
konstitu,menjadikan rasulullah SAW sebagai pemimpin yang ketaatan penuh
terhadapkeputusan-keputusannya, dan memberikan kebebaan bagi penduduknya untuk
memelukagama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
Masyarakat madani sebagai masyarakat ideal memiliki karakteristik sebagai berikut :
a) BerTuhan
b) Damai
c) Tolong-menolong
d) Toleran
e) Keseimbanagn antara hak dan kewajiban social
f) Berperadaban tinggi
g) Berakhlak mulia
2.6. Prinsip – Prinsip Politik Luar Negeri Dalam Islam (Siasah Dauliyyah)
Dalam Al-Quran, ditemui beberapa prinsip politik luar negeri dalam Islam, yaitu :
a. Saling menghormati fakta-fakta dan traktat-traktat, lihat QS.8:58, QS.9:4,
QS.16:91, QS.17:34.
b. Kehormatan dan Integrasi Nasional, lihat QS.16:92
c. Keadilan Universal (Internasional), lihat QS. 5:8.
d. Menjaga perdamaian abadi, lihat QS.5:61.
e. Menjaga kenetralan negara-negara lain, lihat QS.4:89,90.
f. Larangan terhadap eksploitasi para imperialis, lihat QS.6:92.
g. Memberikan perlindungan dan dukungan kepada orang-orang Islam yang hidup di negara.
lihat QS.8:72.
h. Bersahabat dengan kekuasaan-kekuasaan netral, lihat QS.60:8,9.
i. Kehormatan dalam hubungan Internasional, lihat QS.55:60.
j. Persamaan keadilan untuk para penyerang, lihat QS.2:195, QS.16:126, dan QS.42:40.

Prinsip-prinsip dasar siasyah dalam Islam meliputi antara lain :


1. Musyawarah.
2. Pembahasan Bersama.
3. Tujuan bersama, yakni untuk mencapai suatu keputusan.
4. Keputusan itu merupakan penyelesaian dari suatu masalah yang dihadapi bersama.
5. Keadilan.
6. Al-Musaawah atau persamaan.
7. Al-hurriyyah (kemerdekaan)
8. Perlindungan jiwa raga dan harta masyarakat .

Prioritas kebijakan luar negeri didasarkan pada nilai-nilai demokrasi modern didirikan
di dunia. Keterkaitan ini memungkinkan kita untuk memastikan dukungan internasional
dalam menyelesaikan prioritas kami. Berasal dari atas, kita merumuskan misi layanan
diplomatik dan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang penting dalam pemenuhan. Mendasar
melayani kepentingan nasional dan nilai-nilai berlabuh di Konsep Keamanan Nasional dan
dinyatakan dalam visi presiden yang mendorong tujuan menyeluruh dari kebijakan luar
negeri kita untuk meningkatkan keamanan dan status internasional Georgia, memastikan
Georgia 'tepat dan posisi terhormat dalam sistem hubungan internasional, dan memajukan
kepentingan negara di dunia yang semakin mengglobal.
Dalam dunia sekarang ini saling bergantung, keamanan nasional dan kemakmuran tidak
dapat dicapai dalam isolasi dari seluruh dunia. Untuk keamanan kami untuk menjadi abadi
kita perlu mendukung keamanan global; kemerdekaan dan kebebasan kita bergantung pada
penghormatan terhadap kedaulatan negara-negara lain di dunia; kesejahteraan dan
kemakmuran ekonomi negara-negara lain dan daerah akan mempengaruhi kesejahteraan
warga negara Georgia dan konsolidasi demokrasi di Georgia hanya dapat dicapai melalui
penguatan perkembangan demokrasi pada skala global. We will pursue foreign policy that is
conscious of these principles and faithful to these beliefs. Kami akan mengejar kebijakan luar
negeri yang sadar akan prinsip-prinsip ini dan setia kepada keyakinan ini.
Untuk mencapai visi ini, kebijakan luar negeri Georgia abad ke-21 akan berusaha untuk
mewujudkan tindakan internasional yang memajukan kepentingan nasional Georgia Georgia
dan warga negara, serta memberikan kontribusi untuk membangun masyarakat dunia yang di
dalamnya ada kedamaian dan keamanan abadi, sebuah memperluas demokrasi dan
kemakmuran abadi.
Deklarasi dan artikulasi nilai-nilai inti dari Kementerian sangat penting untuk mencapai
keunggulan organisasi dan pemenuhan misi dan tujuan kami.
Dalam melaksanakan kebijakan luar negeri, kita beristirahat di atas seperangkat nilai-nilai
konstan yang mencerminkan apa Dinas Luar Negeri Georgia dan para karyawan percaya.
Kami mendukung nilai-nilai ini sebagai standar tinggi sehingga para pegawai di
Kementerian, misi dan pelayanan konsuler luar negeri harus menjunjung tinggi dan
mengamati dalam pekerjaan mereka. We will ensure that higher performance standards are
achieved through integration of these values in achieving our priorities and goals as well as in
everyday work. Kami akan memastikan bahwa standar kinerja yang lebih tinggi dapat dicapai
melalui integrasi nilai-nilai ini dalam mencapai prioritas dan tujuan kita maupun dalam
pekerjaan sehari-hari.
Mereka akan membimbing strategi kami untuk rekrutmen, evaluasi, dan pelatihan
karyawan kami dan harus diinternalisasi oleh setiap anggota staf Dinas Luar Negeri.

2.7. Prinsip-prinsip dasar politik Islam


Sistem politik berdasarkan atas tiga (3) prinsip yaitu :
a) Hakimiyyah Ilahiyyah
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilandan kedaulatan hukum tertinggi
dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlakAllah.

Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhakdisembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah
segala puji di dunia dan di akhirat, danbagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-
Nyalah kamu dikembalikan. (Al-Qasas: 70)
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa pengertian-pengertian berikut:
○ Bahawasanya Allah Pemelihara alam semesta yang pada hakikatnya adalahTuhan yang
menjadi pemelihara manusia, dan tidak ada jalan lain bagi manusia kecuali patuh dan tunduk
kepada sifat IlahiyagNya Yang Maha Esa.
○ Bahawasanya hak untuk menghakimi dan meng adili tidak dimiliki olehsesiap kecuali
Allah. Bahawasanya hanya Allah sahajalah yang memiliki hak mengeluarkan hukumsebab
Dialah satu-satuNya Pencipta.
○ Bahawasanya hanya Allah sahaja yang memiliki hakmengeluarkan peraturan-peraturan
sebab Dialah satu-satuNya Pemilik.
○ Bahawasanya hukum Allah adalah suatu yang benar sebabhanya Dia sahaja yang
Mengetahui hakikat segala sesuatu dan di tanganNyalahsahaja penentuan hidayah dan
penentuan jalan yang selamat dan lurus.
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa arti bahwa terasutama kepada sistem politik Islam
ialah tauhid kepada Allah di segi Rububiyyahdan Uluhiyyah.

b) Risalah
Risalah bererti bahawa kerasulan beberapaorang lelaki di kalangan manusia sejak
Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammads.a.w adalah suatu asas yang penting dalam
sistem politik Islam. Melaluilandasan risalah inilah maka para rasul mewakili kekuasaan
tertinggi Allahdalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para rasul
meyampaikan,mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan
perbuatan.
Dalam sistem politik Islam, Allah telahmemerintahkan agar manusia menerima segala
perintah dan larangan Rasulullahs.a.w. Manusia diwajibkan tunduk kepada perintah-oerintah
Rasulullah s.a.w dantidak mengambil selain daripada Rasulullah s.a.w untuk menjadi hakim
dalamsegala perselisihan yang terjadi di antara mereka. Firman Allah:

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikanAllah kepada Rasul-Nya yang berasal dari
penduduk kota-kota maka adalah untukAllah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-
orang miskin danorang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya
beredar diantara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamumaka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah;
danbertakwalah kepada Allah. SesungguhnyaAllah sangat keras hukuman-Nya. (Al-Hasyr: 7)
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hinggamereka menjadikan
kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudianmereka tidak merasa
keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamuberikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya.(An-Nisa’: 65)

c) Khalifah
Khilafah bererti perwakilan. Kedudukan manusia di atas muka bumiini adlah sebagai
wakil Allah. Oleh itu, dengan kekuasaanyang telah diamanahkanini, maka manusia
hendaklah melaksanakan undang-undang Allah dalam batas yangditetapkan. Di atas landasan
ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemiliktetapi hanyalah khalifah atau wakilAllah
yang menjadi Pemilik yang sebenar.

Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di mukabumi sesudah mereka,


supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (Yunus: 14)

Seseorang khalifah hanya menjadi khalifah yang sah selama mana ia benar-benar
mengikuti hukum-hukum Allah. Ia menuntun agar tugas khalifah dipegang oleh orang-orang
yang memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Terdiri dari pada orang-orang yang benar-benar boleh menerima dan mendukung prinsip-
prinsip tanggng jawab yang terangkum dalam pengertian kkhilafah.
2.Tidak terdiri dari pada orang-orang zalim, fasiq, fajir dan lalai terhadap Allah
serta bertindak melanggar batas-batas yang ditetapkan olehNya.
3. Terdiridaripada orang-orang yang berilmu, berakal sihat, memiliki kecerdasan,
kearifanserta kemampuan intelek dan fizikal.
4.Terdiri daripada orang-orang yang amanah sehingga dapt dipikulkan tanggungjawab
kepadamereka dengan yakin dan tanpa keraguan.
Pemerintahan baru wajib di patuhi kalau politik dan kebijaksanaannya merujuk
kepada Al-Quran dan hadist atau tidak bertentangan dengan keduanya.
2.8. PRINSIP-PRINSIP UTAMA SISTEM POLITIK ISLAM
1) Musyawarah
Asas musyawarah yang paling utamaadldah berkenaan dengan pemilihan ketua
negara dan oarang-oarang yang akanmenjawat tugas-tugas utama dalam pentadbiran ummah.
Asas musyawarah yang keduaadalah berkenaan dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan
undang-undang yangtelah dimaktubkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Asas
musyawarah yangseterusnya ialah berkenaan dengan jalan-jalan bagi menetukan perkara-
perkarabaru yang timbul di dalangan ummah melalui proses ijtihad.

2) Keadilan
Prinsip ini adalah berkaitan dengankeadilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan
sistem ekonomi Islam. Dalampelaksanaannya yang luas, prinsip keadilan yang terkandung
dalam sistem politikIslam meliputi dan merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku
dalamkehidupan manusia, termasuk keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di antaradua
pihak yang bersebgketa di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangansuami isteri dan di
antara ibu bapa dan anak-anaknya.kewajipan berlaku adil danmenjauhi perbuatan zalim
adalah di antara asas utama dalam sistem sosial Islam,maka menjadi peranan utama sistem
politik Islam untuk memelihara asas tersebut.Pemeliharaan terhadap keadilan merupakan
prinsip nilai-nilai sosial yang utamakerana dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia
dalam segala aspeknya.

3) Kebebasan
Kebebasan yang diipelihara olehsistem politik Islam ialah kebebasan yang berterskan
kepada makruf dankebajikan. Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenaradalah tujuan
terpentingbagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta menjadi asas-asas utama
bagiundang-undang perlembagaan negara Islam.

4) Persamaan
Persamaan di sini terdiri daripadapersamaan dalam mendapatkan dan menuntut hak,
persamaan dalam memikultanggungjawab menurut peringkat-peringkat yang ditetapkan oleh
undang-undangperlembagaan dan persamaan berada di bawah kuatkuasa undang-undang.

5) Hak menghisab pihak pemerintah


Hak rakyat untuk menghisab pihakpemerintah dan hak mendapat penjelasan terhadap
tindak tanduknya. Prinsip iniberdasarkan kepada kewajipan pihak pemerintah untuk
melakukan musyawarah dalamhal-hal yang berkaitan dengan urusan dan pentadbiran negara
dan ummah. Hakrakyat untuk disyurakan adalah bererti kewajipan setiap anggota
dalammasyarakat untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran.
Dalampengertian yang luas, ini juga bererti bahawa rakyat berhak untuk mengawasi
danmenghisab tindak tanduk dan keputusan-keputusan pihak pemerintah.

2.8. TUJUAN POLITIK MENURUT ISLAM


Tujuan sistem politik Islam adalah untuk membangunkan sebuah sistem pemerintahan
dan kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk melaksanakan seluruh hukum syariat
Islam. Tujuan utamanya ialah menegakkan sebuah negara Islam atau Darul Islam. Dengan
adanya pemerintahan yang mendukung syariat, maka akan tertegaklah Ad-Dindan
berterusanlah segala urusan manusia menurut tuntutan-tuntutan Ad-Dintersebut. Para fuqahak
Islam telah menggariskan 10 perkara penting sebagai tujuankepada sistem politik dan
pemerintahan Islam:
1) Memelihara keimanan menurut prinsip-prinsip yang telahdisepakati oleh ulamak salaf
daripada kalangan umat Islam.
2) Melaksanakanproses pengadilan dikalangan rakyat dan menyelesaikan masalah
dikalanganorang-orang yang berselisih.
3) Menjagakeamanan daerah-daerah Islam agar manusia dapat hidup dalam keadaan aman
dandamai.
4) Melaksanakanhukuman-hukuman yang telah ditetapkan syarak demi melindungi hak-hak
manusia.
5) Menjaga perbatasan negara dengan pelbagai persenjataanbagi menghadapi kemungkinan
serangan daripada pihak luar.
6) Melancarkan jihad terhadap golongan yang menentang Islam.
7) Mengendalikan urusan pengutipan cukai, zakat, dan sedekahsebagaimana yang ditetapkan
syarak.
8) Mengatur anggaran belanjawan dan perbelanjaan daripadaperbendaharaan negara agar tidak
digunakan secara boros atau kikir.
9) Melantik pegawai-pegawai yang cekap dan jujur bagimengawal kekayaan negara dan
menguruskan hal-ehwal pentadbiran negara.
10) Menjalankan pengawalan dan pemeriksaan yangrapi dalam hal-ehwal awam demi untuk
memimpin negara dan melindungi Ad-Din.

2.9. Syarat Kepemimpinan Politik dalam Islam


Kepemimpinan politik dalam Islam harus memenuhi syarat-syarat yang telah
digariskan oleh ajaran agama. Penjelasan itu terdapat dalam surat An-Nisa’,(4):58-59. Pada
ayat itu disimpulkan bahwa terdapat beberapa syarat kepemimpinan politik dalam Islam
antara lain;
1. Amanah yaitu bertanggung jawab dengan tugas dan kewenangan yang diemban
2. Adil yaitu mampu menempatkan segala sesuatu secara tepat dan proporsional
3. Taat kepada Allah dan Rasul
4. Menjadikan quran dan sunnah sebagai referensi utama.

A. Hak Asasi Manusia dalam Pandangan Islam


1. Sejarah hak asasi manusia
Menurut Jan Materson dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB, Hak Asasi Manusia itu
adalah hak-hak yang melekat pada manusia, yang tanpa dengannya manusia mustahil dapat
hidup sebagai manusia.
Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa secara kodrati diberi hak dasar
yang disebut hak asasi, tanpa perbedaan antara yang satu dengan lainnya. Dengan hak asasi
tersebut, manusia dapat mengembangkan diri pribadi, peranan dan sumbangannya bagi
kesejahteraan hidup manusia.
Dilihat dari sejarahnya, (yang dipelajari orang sekarang) umumnya pakar di Eropa
berpendapat, bahwa lahirnya hak asasi manusia dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada
tahun 1215 di Inggris. Dari sinilah lahir doktrin raja tidak kebal hukum lagi. Dengan
demikian kekuasaan raja mulai dibatasi dan kondisi ini merupakan embrio bagi
lahirnya monarki konstituional yang berintikan kekuasaan raja hanya sebagi symbol belaka.
Kalau kita jujur kepada sejarah, sebenarnya hak asasi manusia sudah ada sejak abad
ke tujuh, tetapi betul-betul dipratekkandalam kehidupan. Pada zaman itu dikenal dengan
istilah perbudakan. Dengan lahirnya ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad,
perbudakan mulai dihapuskan dengan cara memerdekakan mereka dari budak.
Lahirnya magna charta diikuti dengan lahirnya Bill of Rihgts di Inggris pada tahun
1689. pada saat itu mulai ada peraturan yang berintikan bahwa manusia sama di muka
hokum. Perkembangan hak asasi selanjutnya ditandai munculnya “The American Declaration
of Independence” yang lahir dari paham Rousseau dan Monterquieu. Selanjutnya muncul
pada tahun 1789 “The French Declaration”, dimana hak-hak asasi lebih dirinci lahir yang
kemudian The Rule of Law.

B. Perbedaan prinsip antara konsep HAM dalam pandangan Islam dan Barat
Ada perbedaan prinsip antara hak-hak asasi manusia dilihat dari sudut pandangan
Barat dan Islam. Hak asasi manusia menurut pandangan Barat semata-mata bersifat
antroposentris, artinya segala sesuatu berpusat pada manusia. Sedangkan hak asasi manusia
menurut pandangan Islam bersifat teosentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada Tuhan.
Prinsip-prinsip hak asasi manusia yang tercantum dalam Universal Declaration of
Human Rights dilukiskan dalam berbagai ayat. Apabila prinsip-prinsip human rights yang
terdapat dalam universal declaration of Human Rights dibandingkan dengan hak-hak asasi
manusia yang terdapat dalam ajaran Islam, maka dalam Al-Quran dan As-Sunnah akan
dijumpai antara lain, prinsip-prinsip human rights :
1) Martabat manusia.
2) Prinsip persamaan.
3) Prnsip kebebasan menyatakan pendapat.
4) Prinsip kebebasan beragama.
5) Hak atas jaminan social.
6) Hak atas harta benda.

2.10 Kontribusi Umat Islam dalam Perpolitikan Nasional


Kekuasaan tanpa landasan moral, cepat atau lambat dipastikan akan berdampak buruk
bagi tatanan hidup berbangsa dan bernegara. Upaya untuk membangun dan memelihara
kebersa¬maan tinggal sekadar retorika, yang mencuat justru ego ego berkedok kemunafikan.
Posisi dalam struktur pemerintahan, tidak lagi dianggap sebagai amanah buat
memperjuangkan nasib rakyat, melainkan lahan basah untuk memanjakan hasrat priba¬di
atau kepentingan golongan.
Akibatnya, demi menduduki jabatan tertentu, orang tak segan segan menghalalkan
segala cara. Seperti mengeksploita¬si massa untuk unjuk kekuatan, political money untuk
merek¬rut dukungan, memanipulasi angka perhitungan dalam pemilu, dan lain sebagainya.
Bahkan kalau perlu rakyat dijadikan tumbal dalam rekayasa politik. Sehingga lambat laun
lahirlah sebuah citra negatif: politik itu kotor!
Mencermati peta perpolitikan di Indonesia, kalau mau jujur, masih jauh dari gambaran
menggembirakan. Nilai nilai kemanu¬siaan, etika moral, sering terabaikan. Dan, umat Islam
(penyandang predikat khalifah di muka bumi) sangat tidak layak untuk berdiam diri
menyaksikan wajah perpolitikan di negeri ini berlangsung corat marut. Harus ada rasa
tergugah untuk melakukan perubahan konstruktif.
Munculnya pemikiran reformis dan kreatif dalam penyam¬paian pesan pesan kemanusiaan
Islam inilah yang ingin diso¬sialisasikan Ahmad Syafii Maarif, dalam bukunya “Islam &
Politik, Upaya Membingkai Peradaban”.

Syafii Maarif, optimis Islam akan mampu memberi corak pertumbuhan dan
perkembangan masyarakat yang berwawasan moral. Asalkan Islam dipahami secara benar
dan realistis, tidak diragukan lagi akan berpotensi dan berpeluang besar untuk ditawarkan
sebagai pilar pilar peradaban alternatif di masa depan. Sumbangsih solusi Islam terhadap
masalah masalah kemanusiaan yang semakin lama semakin komplek ini, baru punya makna
historis bila umat Islam sendiri dapat tampil sebagai umat yang beriman. Menyikapi
tantangan tersebut, hal paling mendasar adalah bahwa umat Islam tidak boleh terpecah belah
oleh dua kutub pemikiran: antara ilmu agama dan ilmu sekuler. Dengan bekal perpaduan
spritual dan intelektual, maka posisi umat Islam yang semula berada di buritan, dimasa
mendatang dihar¬apkan menjadi lokomotif dalam membangun masyarakat bermoral yang
diback up kemantapan ontologi.
Kalau mau menelusuri sejauhmana pengaruh Islam terhadap perpolitikan di Indonesia, akar
sejarahnya boleh dikata cukup panjang. Sejak abad 13, sebelum para kolonial menceng-
keramkan kekuasaannya di Nusantara ini, kita sudah mengenal beberapa kerajaan Islam
seperti di Sumatera, Maluku, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan NTB. Namun yang paling
monumental adalah saat perdebatan seputar usul konstitusi Indonesia. Daulah Islamiyah
bersaing dengan Asas Pancasila. Format Piagam Jakarta, dengan tujuh kata kuncinya, yakni:
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya, hanya sempat
bertahan selama 57 hari. Sebab pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila dite-tapkan sebagai
dasar filosofis negara.
Langkah tersebut merupakan kompromi politik demi menja¬ga persatuan dan kesatuan,
mengingat bangsa ini sangat plural, meski mereka yang beragama Islam. Dengan bahasa
yang lugas, Syafii Maarif, penulis buku ini, menilai penamaan negara tidak terlalu
fundamental. Yang penting, dalam kehidupan kolektif cita cita politik Islam dilaksanakan.
Wawasan moral tentang kekuasaan itulah yang dimaksud aspirasi Islam. Bagi Islam, apa
yang bernama kekuasaan politik haruslah dijadikan “kendaraan” penting untuk menca¬pai
tujuan Islam seperti: penegakkan keadilan, kemerdekaan, humanisme egaliter, yang
berlandaskan nilai nilai tauhid.
Sayangnya, sejak Orde Lama hingga tumbangnya Orde Baru kelompok kelompok santri
yang tergabung dalam Muhammadiyah, Al Irsyad, Persis, Nahdhatul Ulama, Al Washliyah,
PUI (Persatuan Umat Islam), Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah), Nahdhatul Wathan,
Masyumi dan lain lain telah lumpuh secara politik dan ekonomi, sehingga kurang terlatih
untuk menjadi dewasa dalam peolitik nasional.
Di masa Orde Baru yang feodal serta otoritarian, teru¬tama anggota Korpri sekian lama
mental mereka terpasung, sehingga tak punya peluang untuk menawarkan pemikiran
alternatif. Mereka cenderung menjadi corong pemerintah. Tak heran, kalau dalam beberapa
pemilu Golkar selalu tampil sebagai pemenang.
Demikian pula, di era reformasi ini, banyak melahirkan politisi politisi karbitan yang
orientasi perjuangannya cuma untuk mengincar kursi jabatan. Mereka begitu gampang
berkoar mencaplok slogan “demi kepentingan bangsa dan negara”, padahal tujuan akhir tak
lain adalah untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Maka, dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya
bagi kita semua untuk berpikir jernih, serius, tidak terombang ambing oleh pernyataan
pernyataan politik yang a historis. Karena, semua itu penuh racun yang menghancurkan.
Golongan santri tidak boleh lagi bermain di wilayah pinggir sejarah, turut menari menurut
irama genderang yang ditabuh pihak lain. Oleh sebab itu, kita perlu menyiapkan para pemain
yang handal, berakhlak mulia, profesional, dan punya integritas pribadi yang tang¬guh dan
prima (hal 81).
Dengan begitu, umat Islam di negara ini diharapkan tidak lagi termarginalisasi. Politik
Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai rahmatan lil alamin, sehingga
tidak mudah dicap sebagai ekstremis atau sempalan. aliansyah jumbawuya
Reaksi:

Kontribusi agama Islam dalam kehidupan politik berbangsa dan bernegara ialah :
1) Politik ialah: Kemahiran
2) Menghimpun kekuatan
3) Meningkatkan kwantitas dan kwalitas kekuatan
4) Mengawasi kekuatan dan
5) Menggunakan kekuatan, untukmencapai tujuan kekuasaan tertentu didalamnegara atau
institut lainnya.
Kontribusi umat Islam dalam perpolitikan Nasional sudah dimulai semenjak masa
penjajahan (prakemerdekaan).

PENUTUP

A. Kesimpulan
Manusia diciptakan Allah dengan sifat bawaan ketergantungan kepada-Nya di
samping sifat-sifat keutamaan, kemampuan jasmani dan rohani yang memungkinkan ia
melaksanakan fungsinya sebagai khalifah untuk memakmuran bumi. Namun demikian, perlu
dikemukakan bahwa dalam keutamaan manusia itu terdapat pula keterbatasan atau
kelemahannya. Karena kelemahanya itu, manusia tidak mampu mempertahankan dirinya
kecuali dengan bantuan Allah.
Bentuk bantuan Allah itu terutama berupa agama sebagai pedoman hidup di dunia
dalam rangka mencapai kebahagiaan di akhirat nanti. Dengan bantuan-Nya Allah
menunjukkan jalan yang harus di tempuh manusia untuk mencapai tujuan hidupnya. Tujuan
hidup manusia hanya dapat terwujud jika manusia mampu mengaktualisasikan hakikat
keberadaannya sebagai makhluk utama yang bertanggung jawab atas tegaknya hukum Tuhan
dalam pembangunan kemakmuran di bumi untuk itu Al-Qur'an yang memuat wahyu Allah,
menunjukkan jalan dan harapan yakni (1) agar manusia mewujudkan kehidupan yang sesuai
dengan fitrah (sifat asal atau kesucian)nya, (2) mewujudkan kebajikan atau kebaikan dengan
menegakkan hukum, (3) memelihara dan memenuhi hak-hak masyarakat dan pribadi, dan
pada saat yang sama memelihara diri atau membebaskan diri dari kekejian, kemunkaran dan
kesewenang-wenangan. Untuk itu di perlukan sebuah system politik sebagain sarana dan
wahana (alat untuk mencapai tujuan) yaitu Politik Islam.

B. Saran
Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh, sudah sepatutnya memiliki
peran utama dalam kehidupan politik sebuah negara. Untuk menuju ke arah integrasi
kehidupan masyarakat, negara dan Islam diperlukan ijtihad yang akan memberikan pedoman
bagi anggota parlemen atau politisi dalam menjelaskan hujahnya dalam berpolitik. Dan
interaksi umat Islam yang hidup dalam alam modern ini dengan politik akan memberikan
pengalaman dan tantangan baru menuju masyarakat yang adil dan makmur. Berpolitik yang
bersih dan sehat akan menambah kepercayaan masyarakat khususnya di Indonesia bahwa
memang Islam mengatur seluruh aspek mulai ekonomi, sosial, militer, budaya sampai dengan
politik.
DAFTAR PUSTAKA

 Tim Dosen PAI UNP.2006.Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan TinggiUmum,hal


148-151
 M.Dhianddin Rais.2001.Teori Politik Islam, Jakarta: Gema Insani. Hal 4-6
 Rustam, Rusyja, Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Andalas Padang.Pendidikan
Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, hal 189-193
 Nurcholish Madjid, 1999. Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, Jakarta: Paramadina, 1999.
 Anwar, Fuadi, dkk. Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, Padang : 2008
 Lopa, Baharuddin, 1989, Al-Quran dan Hak Asasi Manusia, Yogyakarta
● Hasby, Subky, dkk.2007. BUKU DARAS.PPA Universitas Bramijaya ; Malang
Islam dan politik... semoga manfaat
PENGERTIAN POLITIK

Politik ialah cara dan upaya menangani masalah-masalah rakyat dengan seperangkat undang-
undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah hal-hal yang merugikan bagi
kepentingan manusia. (Salim Ali al-Bahnasawi, Wawasan Sistem Politik Islam [Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, Cet. I]). Sedangkan menurut Al-Farbi, politik dimulai saat berbicara tentang asal-usul
dan kemunculan negara atau kota. Masyaraka muncul dari keberadaan persatuan diantara
individu-individu saling membutuhkan satu sama lain. Dalam pengertian lain Politik adalah
proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud
proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya
penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal
dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional
maupun nonkonstitusional.
Politik pada dasarnya baik menurut tujuan semula, yaitu menciptakan suatu kedamaian,
kemaslahatan bagi semua warga masyarakat dalam suatu Negara dalam perebutan sebuah
kekuasaan atau minimalnya dalam penegakan hak dan kewajiban yang proporsional bagi setiap
pelaku-pelakunya, karena fungsi dari politik adalah merumuskan berbagai kepentingan, untuk
menyimpulkan suatu yang abstrak, memadukan berbagai kepentingan tersebut demi keefektifan
yang berlandaskan keadilan, juga sebagai alasan pembuatan sebuah kebijakan umum yang
dapat membuat proses berpolitik ataupun proses bernegara, berjalan tanpa pelanggaran hak
dan kewajiban. Fungsi politik juga menerapkan kebijakan tersebut dan mengawasi
pelaksanaannya
Tetapi dalam sejarah manusia, politik kebanyakan diasumsikan sebagai barang yang sangat
kotor. Pelaku-pelaku politik terkenal dengan kekejiannya dalam mencapai tujuannya yaitu
kekuasaan. Demi kepentingannya terwujud, mereka melakukan berbagai cara mulai dari
memaksa, merampas hak orang lain sampai membunuh satu sama lain. Tentunya masih ada
orang-orang yang baik yang mencoba berpisah dari golongan tersebut. Mereka mencoba
mengembalikan fungsi politik yang sebenarnya. Pergulatan antara yang baik dan yang buruk
tentu sudah menjadi suatu kewajaran, dan sudah pasti pengembalian fungsi itu membutuhkan
waktu yang tidak sedikit.
Dengan politik, di harapkan proses menuju kebebasan berpendapat menjadi lebih demokratis,
sehat, dan manusiawi. Karena sesungguhnya semua ilmu yang dikaji, semua peraturan yang
dibuat dimanapun dan kapanpun tentunya bertujuan untuk tidak menyalahi takaran hak dan
kewajiban yang dimiliki setiap manusia bahkan setiap makhluk Tuhan, karena pada dasarnya
selain menjadi seorang hamba Tuhan manusia juga ditugasi sebagai Pemimpin dunia ini, untuk
menjadikan dunia ini tempat yang nyaman dan aman untuk dihuni setiap makhluk Tuhan.
Akhirnya, bagaimana seharusnya setiap ilmu baik ekonomi, ilmu alam, sosial dan terutama ilmu
politik akan bisa dijalankan semestinya dan sebenar-benarnya jika setiap diri manusianya berani
mengatakan kebenaran itu benar, tanpa dipengaruhi berbagai kepentingan, pribadi, ras,
golongan, suku, agama dan kepentingan-kepentingan lain.

POLITIK DALAM ISLAM


Politik Islam ialah aktivitas politik sebagian umat Islam yang menjadikan Islam sebagai acuan
nilai dan basis solidaritas berkelompok. Pendukung perpolitikan ini belum tentu seluruh umat
Islam (baca: pemeluk agama Islam). Karena itu, mereka dalam kategori politik dapat disebut
sebagai kelompok politik Islam, juga menekankan simbolisme keagamaan dalam berpolitik,
seperti menggunakan perlambang Islam, dan istilah-istilah keislaman dalam peraturan dasar
organisasi, khittah perjuangan, serta wacana politik. Politik Islam secara substansial merupakan
penghadapan Islam dengan kekuasan dan negara yang melahirkan sikap dan perilaku (political
behavior) serta budaya politik (political culture) yang berorientasi pada nilai-nilai Islam. Menurut
Dr. Schacht Islam lebih dari sekedar agama, ia juga mencerminkan teori-teori perundang-
undangan dan poltik. Dalam ungkapan yang lebih sederhana, ia merupakan sistem peradaban
yang lengkap, yang mencangkup agama dan negara secara bersamaan.
Masyarakat dunia hari ini dihadapkan dengan dua pilihan: sistem demokrasi atau sistem
teokrasi, yang pertama produk sekular dan yang kedua produk 'agama'. Karena pilihan ini
diberikan oleh penguasa dunia yang memimpin dunia, pilihan ini menjadi polemik di kalangan
cendekiawan Muslim. Barat yang telah maju, setelah berusaha membebaskan diri dari
cengkraman 'agama' (gereja), tentunya akan bangga dengan kejayaannya sekarang dan melihat
penyebab kemajuannya adalah berkat keberhasilan sekularisasi di dunia Barat. Pada Hari ini,
dalam dunia yang serba-serbinya diwarnai dengan materialisme dan dualisme, pilihan ini
diberikan atas nama kemajuan dan pembangunan, pihak kedua hanya bisa menerima atau
menolak tentunya dengan konsekwensi; menyokong sebagai kawan atau menentang sebagai
lawan "you are either with us or you are against us" demikianlah seperti telah diungkapkan oleh
George W. Bush ketika melancarkan perang terhadap terorisme.
Pemikiran Barat telah lama dikongkong oleh cara berfikir dikotomis; agama atau sekular, dunia
atau akhirat, manusia atau Tuhan. Cara berfikir dikotomis ini lahir akibat daripada dualisme yang
merupakan elemen penting dalam sekularisme. Dengan metodologi seperti ini juga Abu Zayd
memberi dua alternative kepada umat Islam: al-khittaab al-dini (diskursus agama) atau
(diskursus sekular). Dengan segala keburukan yang ada pada diskursus agama (demikianlah
digambarkannya) maka bagi beliau pilihan satu-satunya adalah diskursus sekular. Dalam
framework berfikir Barat seperti ini tidak mungkin ada jalan keluar daripada dualisme; tidak ada
third alternative; tidak ada sistem yang dapat menggabungkan dunia dengan akhirat, agama
dengan keduniaan, produk manusia dengan produk Tuhan.
Seorang tokoh ilmuan di universitas Yordania, Fathi al-Durayni menyadari perbedaan konsep
agama dan implikasinya terhadap hubungan antara agama dan politik. Dalam bukunya, Khasa’is
al-Tashrii‘ al-Islami fi al-Siyasah wa al-Hukm, al-Durayni berpendapat bahwa Islam telah
menimbulkan satu revolusi terhadap konsep agama. Berbeda dengan agama lain, Islam
menghubungkan agama dengan politik, agama dengan sains, dunia dengan akhirat. Hal-hal
yang biasanya dilihat secara terpisah. Al-Durayni juga menjelaskan bahwa segala aktivitas
seorang Muslim terutamanya aktivitas politik dihitung sebagai ibadah.
Pandangan serupa juga dikemukakan oleh al-Qaradawi, yang menurut Kurzman adalah salah
seorang tokoh Islam Liberal. Beliau mengatakan bahwa terdapat hubungan simbiosis antara
Islam dengan politik sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan daripada hakikat Islam itu sendiri.
Penolakan dan pemisahan politik daripada Islam, menurut beliau merupakan satu kejahilan dan
miskonsepsi terhadap hakikat Islam.
Memang Rasulullah s.a.w. bukan diutus sebagai pemimpin politik, tetapi sebagai Rasul. Tetapi
perlu diketahui konsep kerasulan beliau tidak sebatas menyampaikan risalah Allah, yang paling
berat adalah menjadi contoh dan tauladan dalam melaksanakan Islam sebagai cara hidup (way
of life). Rasulullah membawa perubahan, karena Islam yang dibawanya, Islam yang mempunyai
'civilizing force'. Dalam masa yang singkat, beliau telah berhasil membuat perubahan dan
reformasi budaya, pemikiran dan sosio-politik bangsa Arab maju dan gemilang. Semua
perubahan ini terjadi karena beliau telah membuat perancangan dan program yang jitu dan
bijaksana. Ini dapat dilihat saat setelah beliau berhijrah, membina persaudaraan, membentuk
tatanan sosial dan membangun ekonomi, politik, sosial umat Islam di Madinah. Pengkaji-
pengkaji politik Islam setuju dengan pendapat prof. Muhammad Hamidullah yang mengatakan
piagam Madinah yang dirumus oleh Rasulullah adalah satu perlembagaan pertama di dunia
karena ia dicipta di masa dunia diperintah dengan sistem monarki tidak berperlembagaan dan
tidak mengenal kedaulatan undang-undang (supremacy of law). Ini tentunya bukan satu
kebetulan.
Sistem politik Islam memang sebagian besarnya merupakan ijtihad, al-Qur’an tidak menjabarkan
secara detail tentang bentuk pemerintahan, mekanisme dan pelaksanaan lapangan. Tetapi
cukup banyak prinsip-prinsip pemerintahan yang perlu dijadikan pedoman dalam berpolitik. Dan
ini sudah cukup untuk mewarnai sistem politik Islam dan membedakannya dengan sistem politik
sekular atau sistem pemerintahan yang despotik, teokratik dsb. Selain daripada prinsip dan garis
panduan yang diberikan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, Islam memberi kelonggaran untuk
memikirkan sendiri kaidah dan bentuk pemerintahan yang diinginkan sesuai tuntutan zaman.
Kelonggaran ini benar-benar mencerminkan dinamika Syari’ah dan rasionalitas Islam. Ia juga
sesuai dengan objektifitas syari’ah untuk menjaga kemaslahatan dan kepentingan manusia. Oleh
karena itu, tantangan para ilmuan Islam adalah untuk membangun teori politik Islam yang
berpijak pada kenyataan situasi dan kondisi hari ini tanpa membuang pedoman yang sudah
diberikan oleh nash-nash yang qat’I (teks-teks agama yang definitif).
Dalam menangani isu demokrasi para sarjana Muslim pada dasarnya terbagi kepada dua
golongan. Golongan radikal menolak demokrasi atas beberapa alasan terutamanya adalah
bahwa dalam sistem seperti ini kedaulatan mutlak diberikan kepada rakyat khususnya dalam
membuat undang-undang. Ini bertentangan dengan sistem politik Islam yang menuntut
kedaulatan mutlak diberikan kepada Allah dengan menjadikan Shari'ah sumber utama
perundangan (supremacy of the Shari'ah). Pengkritik keras demokrasi, seperti Mawdudi dan
Sayyid Qutb, setelah menolak demokrasi Barat tidak pula menjadikan teokrasi sebagai bentuk
pemerintahan Islam. Qutb menjelaskan bahwa Islam menolak sistem teokrasi yang pernah
berlaku di Barat pada era kegelapan. Karna kuasa Tuhan tidak boleh diwakili oleh satu golongan
yang mengklaim ada hubungan komunikasi dengan Tuhan.
Hubungan Islam dengan Politik
Islam –secara teologis- adalah suatu sistem nilai. Ajaran bersumber pada wahyu yang bersifat
Ilahiyah dan arena itu sekaligus besrsipat transenden. Akan tetapi, Islam sebagai pedoman
dan petunjuk yang mengatur kehidupan umat manusia –secara sosiologis- merupakan
fenomena peradaban, cultural, dan realitas sosial dalam kehidupan manusia.[1] Dalam
realitas kehidupan masyarakat, Islam tidak sekedar sebagai suatu kumpulan sistem dan nilai
ajaran yang bersifat universal, tetapi menampakkan diri dan mengejawantah dalam pola
hidup dan kehidupan institusi-institusi sosial dengan mendapat pengaruh dari dinamika
kehidupan lingkungannya.[2]
Sejarah umat manusia telah mencatat keterlibatan agama secara meluas dan
mendalam dalam ke dalam kehidupan manusia di dalam masyarakat, termasuk kehidupan
politik dan pemerintahan. Barangkali dapat dinyatakan bahwa umat Islam memulai hidup
bernegara (berpemerintahan), setelah Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, berhasil
membentuk masyarakat yang terdiri dari berbagai komunitas Islam yang berbeda dan
komunitas-komunitas Yahudi serta suku-suku Arab yang belum menerima Islam, dalam satu
kehidupan masyarakat Madinah.[3] Pada masa Nabi, kepemimpinan politik menyatu dengan
misi kenabiannya. Nabi Muhammad bukan hanya sebagai Rasul, tetapi juga sebagai kepala
Negara.[4] Hal ini dapat menunjukan dan mengisaratkan ada relevansi kehidupan beragama
dengan kehidupan bernegara (politik). Sebab Islam sebagai petunjuk kehidupan mengandung
dan meliputi aspek religius, aspek kultural, dan aspek politik, dan dalam realitas kehidupan
ketiganya saling ada keterkaitan, dan saling mencakup.
Hubungan antara agama dan politik secara umum dapat dilihat dan diamati dari
kedudukan agama dan perannya dalam kehidupan masyarakat. Menurut Watt, agama
mempunyai kedudukan sentral dalam kehidupan seseorang, karena agama memberikan tujuan
umum kehidupan dan membantu memusatkan energinya dalam usaha menempuh tujuan-
tujuan tersebut. Jika agama bagi seseorang diyakini tidak sekedar anutan dalam nama saja.
Maka: pertama,pemikiran keagamaanya akan membentuk kerangka intelektual dalam segala
kegiatannya; dan kedua, karena agama membawa kesadaran akan keadaan yang lebih luas,
diaman tujuan kehidupan seseorang telah diletakkan dan ditentukan, maka agama seringkali
menggerakan motif-motif kegiatannya. Jadi, tanpa motif-motif yang diberikan oleh agama
itu, kegitan-kegitan tersebut tidak akan dapat dilaksanakan.[5] Islam sejak awal mulanya
telah memilki relevansi dengan organisasi politik dan social di masyarakat, karena Islam
yang disebutkan di dalam Alqur’an dan Sunnah, yang dikenal umat salaf maupun khalaf
adalah Islam yang saling melengkapi dan utuh, yaitu Islam yang bermuatan rokhani, ahlak,
pemikiran, pendidikan, jihad, sosial, ekonomi, dan politik, sehingga politik dalam Islam
berhubungan erat dengan agama.[6] Munawir mengungkapkan bahwa dikalangan pemikiran
Islam sampai sekarang terdapat tiga aliran tentang hubungan Islam dan ketatanegaraan.[7]
Aliran pertama, berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam
pemikiran Barat, yakni hanya menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, sebaliknya
Islam adalah suatu agama yang sempurna dan yang lengkap dengan pengaturan bagi segala
aspek kehidupan bernegara. Para penganut aliran ini pada umunya berpendirian bahwa: 1)
Islam adalah agama yang serba lengkap. Didalamnya terdapat pula antara lain system
kenegaraan atau politik, oleh karenanya dalam bernegara umat Islam hendaknya kembali
kepada system ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu atau bahkan justru meniru system
ketatanegaraan Barat. 2) Sistem ketatanegaraan atau politik Islam yang harus diteladani
adalah system yang telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad dan oleh empat al-Khulafa al-
Rsyidun.
Aliran kedua, berpenderian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian barat,
yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliran ini Nabi
Muhammad hanyalah seorang Rasul biasa seperti halnya rasul-rasul sebelumnya, dengan
tugas tunggal mengajak manusia kembali kepada kehidupan yang mulia dengan menjunjung
tinggi budi pekerti luhur dan Nabi tidak pernah dimaksudkan untuk mendirikan dan
mengepalai suatu Negara.
Aliran krtiga, menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang serba lengkap
dan bahwa dalam Islam terdapat system kenegaraan. Aliran ini juga menolak anggapan
bahwa Islam adalah agama yang hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Maha
Penciptanya. Aliran ini beperpendirian bahwa dalam Islam tidak terdapat system
ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagai kehidupan bernegara.
Dalam konteks kehidupan politik, aliran yang pertama mendorong sejumlah
pemeluknya memepercayai bahwa Islam adalah sebuah totalitas yang padu yang menawarkan
pemecahan semua maslah kehidupan, sehingga dalam dunia kontemporer ini kita
menyaksikan sebagian kaum muslimin yang ingin mendasarkan seluruh kehidupan social,
ekonomi, dan politiknya pada ajaean Islam secara ekslusif. Sebagai ekspresi pandangan itu
dapat ditemukan dalam istilah-istilah simbolik seperti: revivalisme Islam, revolusi Islam, dan
fundamentalisme Islam. Pandangan holistic seperti tersebut di atas dapat menimbulkan
implikasi antara lain kecenderungan memahami Islam dalam pengertian yang literal, dengan
menekannkan aspek luarnya saja sehingga dapat mengabaikan dimensi konstektualnya.
Dalam praktek kehidupan politik menimbulkan gerakan yang bertujuan menjadikan Islam
harus menjadi dasar Negara, Hukum Islam harus menajadi konstitusi Negara, partai politik
haruslah partai Islam. Dengan pandangan semacam ini, maka pada Negara-negara nasional
modern yang mayoriats penduduknya muslim yang tidak meetakkan dasar Negara dan
poltiknya pada Islam ditempatkan dalam posisi yang berlawanan dengan Islam.
Aliran kedua, menimbulkan pandangan sekularisme, sebagai sikap yang tidak perduli
kepada agama, yang beranggapan bahwa tidak ada hubungan antara urusan agama dengan
urusan kenegaraaan. Kalangan muslim yang mengikuti pandangan ini berpendapata bahwa
Islam tidak meletakkan suatu pola baku tentang teori Negara atau system politik yang harus
dijalankan olehummah. Proses modernisasikehidupan masyarakat dengan cara penerimaan
secara bertahap pandangan sekuler yang membatasi agama dalam kehidupan pribadi saja
sambil mempergunakan model pembangunan dalam konsep Barat, termasuk keonsep politik
dan konsef pemerintahan. Basis Islam tradisional dan legetimasi masyarakat muslim
perlahan-lahan berubah dengan makin disekulerkannya ideologi, hokum dan lembaga-
lemabag Negara menurut model-model dari Barat. Akibat utama dari pandangan ini
timbulnya perpecahan umat Islam, sebab Islam dan sekularisme meruapakan dua hal yang
antagonistic, yang tidak dapat dikompromikan yang tampak dalam sisitem pendidikan dan
hokum. Apabila dalam proses sekularisasi dasar-dasar tradisional kekuasaan dan wewenang
para pemimpin agama terkikis.
Aliran ketiga, berusaha menjembatani pertentangan kedua aliran tersebut di atas.
Alirin ini mengakui bahwa di dalam Alqur’an terdapat berbagai ungkapan yang mengadung
nilai-nilai dan ajaran-ajaran yang bersifat etis, mengenai aktifitas social dan politik umt
manusia. Misalnya prinsip-prinsip keadilan, persamaan, persaudaraan, dan kebebasan serta
prinsip musyawarah. Dengan demikian sepanjang Negara berpegang pada prinsip-prinsip
seperti itu, maka mekanisme yang diterpkannya adalah sesuai dengan ajran Islam.
Berdasarkan aluran pemikiran seperti ini, maka pembentukan suatu Negara Islam dalam
pengertiaannya yang formal dan idiologis tidaklah menjadi begitu penting. Dengan mengikuti
alur pemikiran seperti ini, maka tidak beralasan (secara teologis) untuk menolak gagasan
politik bagi penerapan prinsisp-prinsip umum teori politik negara-negara modern. Sebab
penekannanya pada subtasi nilai islami, bukan pada bentuk Negara yang legal dan
formal,sehingga dengan pendekatan ini dapat digunakan untuk menghubungkan antara Islam
dan system politik modern,dimana negara bengsa merupkan salah satu unsur utama.
Menurut John LS Girling pergeseran gerak politik NU pasca Khittah dapat pula
dijelaskan dengan” kerangka perubahan system” yang diperkenalkan oleh……jhon dengan
menggunakan empat variable ( mekanisme) “perubahan peranan didalam suatu system
politik”. Dari uraian terdahulu ditemekukan berbagai indicator yang dapat membuktikan
kebenaran asumsi adaanya pergeseran gerak politik NU selama lima belas tahun terakhir
sebagai berikut.
Pertama, pergantian generasi (generesionel change) dalam kepengurursan PBNU
(baik syuriah maupun tanfiziyah), membawa perubahan wawasan pemikiran NU dalam
meresfon perjalanan kehidupan organisasi yang telah di lakukan selama ini, dan meresfon
tatangan masa depan kehiidupan modern bangsanya dengan melakukan orientasi pemikiran,
wawasan, sikap, dan langkah-langkah gerakan perjuangannya, yang melahirkan gerakan
politik cultural berdasarkan konsep kemabali ke Khittah 1926.
Kedua, persaingan antar klik (clique rivalry) yang berlangsung selama bergabung
PPP, pada satu sisi membawa pergeseran politik praktisnya, yaitu secara orgisatoris NU
menjadi “a-politik”, tidak terikat dengan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan
manapun, dan pada sisi lain memberikan hak kebebasan berpolitik kepada warganya melalui
organisasi politk yang ada, sehingga apabila sebelum Khittah secara organisatoris NU dapat
diintevikasikan secara kuat sebagai bagian dari PPP, maka pasca khittah anggapan tersebut
bergeser, NU seccara secarorganisatoris tidak kemana-mana, tetapi warga NU ada dimana-
mana (ada idorganisasi politik manapun). Sikap yang dipandang sebagai ambipalen ini
membawa dampak semakin jelas dan kuatnya pola risasi politik warga NU dan faksionalisasi
internal dikalangan ulama, politisi, dan aktifis NU yang menimbulkan persaingan antara
faksi. Keadaan ini kemudia membawa dampak pergeseran tersendiri pada perjalanan
perpolitikan NU dan warga NU pada era reformasi.
Ketigas, adanya tekanan-tekanan internal (internal pressure) berupa keinginana yang
kuat dari generasi pembaharu ( cedikia) NU, dibawah pengaurh kuat dari Abdurahman Whid
(yang akhirnya mendapt dukungan dari para ulama) berusaha melakukan pembaharuan dean
pada pihak lain terdapat kelompok konserpatif dan politisi yang bersebangan, memberikan
tekanan-tekanan tersediri dalam implemntasi khittah, sehinggaperjalanan NU sering sulit
diramlkan karena belajar dipersimpangan jalan. Dengan mempertimbagkan untung rugi,
maslahat dan mafsadatnya bagi kepentingsn organisasi dan umatnya, maka adanya perubahan
sikap politikdipandang sebagai jalan keluar untuk menghadapi dan mengatasi berbagai
kenestapaan yang diterima selama ini. Sebaliknya, tatkala tekanan internal dari warga NU
untuk memeiliki partai politik sendiri pada era reformasi menyebabkan PBNU berusaha
mebidangi pendirian Partai Kebangkitan Bangsa PKB. Selanjutnya, daya tarik menarik antara
faksi-faksi dikalangan NU setelah khittah untuk memenuhi tuntutan kepentingan dan aspirasi
politik mereka masing-masing, menimbulkan benturan gerakan timbale balik dari kutub
structural ke kutub cultural dan sebaliknya. Oleh karena itu NU melakukan refosisi kembali
dengan menampilkan dua wajah dalam gerakan politiknya secara komplementer seperti yang
terjadi sekarang ini.
Keempat, format politik dengan system kepartaian hegemonic yang dilakukan selama
pemerintahann orde baru telah melahirkan tindakan-tindakan pemerintah yang semakin
otoriter-rfresip, langkah-langkah defarpolisasi dan deidiologisasi, semuanya merupakan
factor yang memberikan tekanan-tekanan eksternal (eksternal fresure) pada kehidupan partai
dan oorganisasi-organisasi kemasyarakatan yang mempunyai masa yang besar seperti
NUpergeseran sikap NU menjadi “a-politik”pasca khittah tidak terlepas dari format politik
orde baru, demikian pula sebaliknya tatkala kebebsan dari pemerintah pada era reformasi. NU
kembali memaikan pranpolitiknya pada PKB
[1] Azyumadi Azra, pergolakan Politik Islam, dalam Rozikin Daman, Membidik NU, Yogyakarta, Gama Media,
2001, hlm. 1.
[2] Ibid
[3] Munawir Syadzali, Islam dan Tata Negara, dalam Ibid., hlm. 3.
[4] Harun Nasution dalam Ibid.,
[5] Montgomery Watt, Pergolakan Pemikiran Politik Islam (trj). Hamid Fahmi Zarkasyi dan Taufiq
Ibnu Syam), Jakarata, dalam Ibid.,
[6] Ibid.,hlm 4.
[7] Munawir Syadzali, op. cit., hlm. 1-2.
Media Islam Salafiyyah, Ahlussunnah wal
Jama'ah

almanhaj.or.id
 Home

ISLAM DAN POLITIK

ISLAM DAN POLITIK


Oleh
Syaikh Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah
Dalam urusan politik, Islam telah mensyari’atkan aturan yang paling sempurna dan adil. Islam
mengajari umatnya segala yang seharusnya dilakuan dalam berintraksi (muamalah) dengan
sesama Muslim atau dengan yang lainnya. Dalam peraturannya, Islam menggabungkan antara
rahmah (kasih sayang) dengan kekuatan, menggabungkan antara sikap lemah lembut dengan
kasih sayang terhadap semua makhluk sesuai kemampuan. Jika dengan lembut dan kasih
sayang tidak bisa, maka kekuatan yang dipergunakan, namun dengan penuh hikmah dan
keadilan, bukan dengan kezhaliman dan kekerasan, Allâh Azza wa Jalla berfirman:
‫َّللا ِإ َذا‬ ُ ‫ع ِن ْالفَحْ شَاءِ َو ْال ُم ْنك َِر َو ْالبَ ْغي ِ ۚ يَ ِع‬
ِ َّ ‫﴾ َوأ َ ْوفُوا بِعَ ْه ِد‬٩٠﴿ َ‫ظ ُك ْم لَعَلَّ ُك ْم تَذَ َّك ُرون‬ َ ‫ان َو ِإيتَاءِ ذِي ْالقُ ْربَ ٰى َويَ ْن َه ٰى‬
ِ ‫س‬ ِ ْ ‫َّللا يَأ ْ ُم ُر بِ ْالعَد ِْل َو‬
َ ْ‫اْلح‬ َ َّ ‫ِإ َّن‬
َ‫عا َه ْدت ُ ْم َو ََل ت َ ْنقُضُوا ْاْل َ ْي َمان‬
َ
Sesungguhnya Allâh menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allâh melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. Dan tepatilah perjanjian
dengan Allâh apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu,
sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allâh sebagai saksimu (terhadap
sumpah-sumpahmu itu). [an-Nahl/16:90-91]
Allâh Azza wa Jalla memerintahkan agar berlaku adil, menyayangi dan berbuat baik kepada
setiap orang. Disamping itu, Allâh Azza wa Jalla juga melarang perbuatan keji serta semua
tindak kezhaliman, baik yang berkaitan dengan nyawa, harta, kehormatan dan hak-hak
kemanusiaan.
Allâh Azza wa Jalla menyuruh umat manusia agar menepati janji dan melarang semua tindakan
yang melanggar penjanjian.
Semua perkara yang diperintahkan maupun yang dilarang, diantaranya ada yang wajib
dilaksanakan oleh kaum Muslimin, tanpa ada pilihan lain. Yaitu perkara-perkara yang langsung
disebutkan dan dijelaskan oleh Allâh Azza wa Jalla. Perkara-perkara ini masuk dalam firman
Allâh Azza wa Jalla :
‫ض ََل ًَل ُمبِينًا‬ َ ‫سولَهُ فَقَ ْد‬
َ ‫ض َّل‬ ُ ‫َّللا َو َر‬
َ َّ ‫ص‬ِ ‫سولُهُ أ َ ْم ًرا أ َ ْن يَ ُكونَ لَ ُه ُم ْالخِ يَ َرة ُ مِ ْن أ َ ْم ِر ِه ْم ۗ َو َم ْن يَ ْع‬
ُ ‫َّللاُ َو َر‬ َ َ‫َو َما َكانَ ِل ُمؤْ مِ ٍن َو ََل ُمؤْ مِ نَ ٍة إِذَا ق‬
َّ ‫ضى‬
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang Mukmin,
apabila Allâh dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan
(yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allâh dan Rasul-Nya maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata [al-Ahzâb/33:36]
Juga firman-Nya :
‫س ِل ُموا ت َ ْسلِي ًما‬ َ َ‫ش َج َر بَ ْينَ ُه ْم ث ُ َّم ََل يَ ِجدُوا فِي أ َ ْنفُ ِس ِه ْم َح َر ًجا مِ َّما ق‬
َ ُ‫ضيْتَ َوي‬ َ ‫فَ ََل َو َربِكَ ََل يُؤْ مِ نُونَ َحت َّ ٰى يُ َح ِك ُموكَ فِي َما‬
Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu
sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa
dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya. [an-Nisâ/4:65]
ۖ ‫ول إِ ْن ُك ْنت ُ ْم تُؤْ مِ نُونَ بِالل‬
ِ ‫س‬
ُ ‫الر‬
َّ ‫َّللا َو‬ ْ ‫ِه َو ْاليَ ْو ِم ْاْلخِ ِر َۖۖفَإِ ْن تَنَازَ ْعت ُ ْم فِي ش‬
ِ َّ ‫َيءٍ فَ ُردُّوهُ إِلَى‬
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allâh
(al-Qur’ân) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allâh dan hari
kemudian. [an-Nisâ/4:59]
َّ ‫َيءٍ فَ ُح ْك ُمهُ ِإلَى‬
ِ‫َّللا‬ ْ ‫اختَلَ ْفت ُ ْم فِي ِه مِ ْن ش‬
ْ ‫َو َما‬
Tentang sesuatu apapun yang kamu perselisihkan, maka putusannya (terserah) kepada Allâh
[asy-Syûra/42:10]
Semua jenis perkara di atas telah dikaji dan alhamdulillah semuanya sesuai dengan perinsip
keadilan dan hikmah serta selaras dengan kemaslahatan dan mampu menangkal mudharat.
PERKARA YANG BELUM JELAS
Disamping perkara-perkara yang telah disebutkan dengan jelas dan gamblang, adapula perkara-
perkara yang belum jelas. Dalam perkara-perkara yang masih belum jelas, baik dasar maupun
cara penerapannya, maka kaum Muslimin diperintahkan untuk bermusyawarah dan
menimbangnya dari semua sisi; Memperhatikan syarat serta kaidah-kaidahnya juga akibatnya.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
َّ ‫علَى‬
ِ‫َّللا‬ َ ‫َوشَا ِو ْرهُ ْم فِي ْاْل َ ْم ِر فَإِذَا‬
َ ‫عزَ ْمتَ فَت ََو َّك ْل‬
Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allâh. [Ali Imrân/3:159]

َ ‫َوأ َ ْم ُرهُ ْم ش‬
‫ُور ٰى بَ ْينَ ُه ْم‬
Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah diantara mereka [asy-Syûra/42:38]
Dalam permasalahan-permasalahan seperti ini, syari’at memberikan keleluasaan, setelah
meletakkan kaidah-kaidah yang cocok untuk setiap waktu dan tempat, meskipun keadaan
manusia telah berubah dan berkembang. Semua kaidah syari’at tersebut bila diterapkan dengan
baik dan benar, dalam masalah besar maupun kecil, maka akan mendatangkan kebaikan dan
menangkal keburukan. Namun, pengkajian dan penerapan kaidah-kaidah tersebut memerlukan
majelis atau lembaga yang diisi para Ulama yang memiliki kompetensi dan kafabelitas sebagai
Ulama. Anggota lembaga ini membahas semua permasalahan, satu persatu. Pembahasannya
mencakup semua sisi, memberikan diskripsi tentang suatu pemasalahan sebagaimana
mestinya, memperkirakan segala hal yang berhubungan dengannya, serta memperhatikan
maslahat yang ingin diraih dan metode termudah untuk mencapainya.
Lembaga itu juga membahas perkara-perkara yang berpotensi menimbulkan mudarat yang
harus ditangkal. Pembahasannya meliputi penyebab dan sumbernya, mencari metode untuk
menghilangkan mudharat, kemudian menghilangkannya secara keseluruhan atau meminimalisir
pengaruh negatifnya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
َ َ ‫َّللا َما ا ْست‬
‫ط ْعت ُ ْم‬ َ َّ ‫فَاتَّقُوا‬
Maka bertakwalah kamu kepada Allâh menurut kesanggupanmu [at-Thagâbun/64:16]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َ َ ‫إِذَا أ َ َم ْرت ُ ُك ْم بِأ َ ْم ٍر فَأْت ُ ْوا مِ ْنهُ َما ا ْست‬
‫ط ْعت ُ ْم‬
Dan apabila aku perintahkan kepada kalian sebuah perkara, maka lakukanlah sesuai dengan
kemampuan kalian
KAIDAH POKOK YANG AGUNG
Diantara ushûl syari’ah (kaidah pokok syari’at) adalah kaum Muslimin diperintahkan untuk
melaksanakan agama mereka, menunaikan hak-hak Allâh Azza wa Jalla dan menunaikan hak
para hamba; Kaum Muslimin juga diperintahkan menyatukan suara dengan melakukan segala
yang bisa menimbulkan rasa saling cinta dan bisa menghilangkan rasa iri dengki dan dendam.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
ْ َ ‫إِنَّ َما ْال ُمؤْ مِ نُونَ إِ ْخ َوة ٌ فَأ‬
‫ص ِل ُحوا بَيْنَ أَخ ََو ْي ُك ْم‬
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara, oleh sebab itu, damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu [al-Hujurât/49:10]
‫علَ ْي ُك ْم إِذ‬ ِ َّ َ‫َّللا َجمِ يعًا َو ََل تَف ََّرقُوا ۚ َوا ْذ ُك ُروا نِ ْع َمت‬
َ ‫َّللا‬ ْ َ ‫ف بَيْنَ قُلُوبِ ُك ْم فَأ‬
ِ ‫صبَحْ ت ُ ْم بِنِ ْع َمتِ ِه إِ ْخ َوانًا ْۖ َوا ْعت‬
ِ َّ ‫َص ُموا بِ َحب ِْل‬ َ َّ‫ُك ْنت ُ ْم أ َ ْع َدا ًء فَأَل‬
Berpegang teguh kamu dengan tali (agama) Allah dan janganlah kalian berpecah belah. Ingatlah
akan nikmat Allâh kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, lalu Allâh
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allâh, orang-orang yang
bersaudara [Ali Imrân/3:103]
Juga firman-Nya.
َ‫سولَهُ إِ ْن ُك ْنت ُ ْم ُمؤْ مِ نِين‬ َ َّ ‫ص ِل ُحوا ذَاتَ بَ ْي ِن ُك ْم َوأَطِ يعُوا‬
ُ ‫َّللا َو َر‬ ْ َ ‫َّللا َوأ‬
َ َّ ‫فَاتَّقُوا‬
“Oleh sebab itu bertakwalah kepada Allâh dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu; dan
taatlah kepada Allâh dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” [al-Anfâl/8:1]
Juga firman-Nya.
ُ‫مِن بَ ْع ِد َما َجا َءهُ ُم ْالبَ ِينَات‬ ْ ‫َو ََل ت َ ُكونُوا كَالَّذِينَ تَف ََّرقُوا َو‬
ْ ‫اختَلَفُوا‬
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah
datang keterangan yang jelas kepada mereka. [Ali Imrân/3:105]
Dan masih banyak lagi nash-nash lainnya yang mengisyaratkan pokok yang agung ini. Dengan
kaidah poko ini, kondisi kaum Muslimin akan stabil dan bisa terus meningkat kearah yang lebih
baik dan sempurna. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

ِ َ‫﴾ َو ََل ت َ ُكونُوا كَالَّذِينَ خ ََر ُجوا مِ ْن ِدي‬٤٦﴿ َ‫صابِ ِرين‬


‫ار ِه ْم‬ َّ ‫َّللا َم َع ال‬ َ ‫شلُوا َوت َ ْذه‬
ْ ‫َب ِري ُحكُ ْم َوا‬
َ َّ ‫صبِ ُروا ۚ إِ َّن‬ َ َّ ‫َوأَطِ يعُوا‬
َ ‫َّللا َو َرسُولَهُ َو ََل تَنَازَ عُوا فَت َ ْف‬
ٌ‫َّللاُ بِ َما يَ ْع َملُونَ ُمحِ يط‬ ِ َّ ‫يل‬
َّ ‫َّللا ۚ َو‬ َ ‫ع ْن‬
ِ ِ‫سب‬ َ َ‫صدُّون‬
ُ َ‫اس َوي‬ِ َّ‫ط ًرا َو ِرئ َا َء الن‬ َ َ‫ب‬
Dan taatlah kepada Allâh dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah! Sesungguhnya
Allâh beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang
keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta
menghalangi (orang) dari jalan Allâh. Dan (ilmu) Allâh meliputi apa yang mereka kerjakan. [al-
Anfâl/8:46-47]
Dalam ayat diatas Allâh memerintahkan untuk taat kepada-Nya dan Rasul-Nya dan Allâh
melarang adanya perselisihan yang akan menyebabkan tercerai berainya hati serta memantik
permusuhan yang mengakibatkan melemahnya kekuatan. Dalam ayat diatas Allâh juga
memerintahkan untuk memperbanyak dzikir dan bersabar, karena kedua hal tersebut sangat
membantu dalam segala urusan .
Allâh juga memerintahkan untuk selalu ikhlas dan jujur, dan melarang kebalikannya, seperti riyâ,
sum’ah, sombong, ujub, berkeinginan buruk serta berusaha menyesatkan manusia.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
َ ‫ط ْعت ُ ْم مِ ْن قُ َّوةٍ َومِ ْن ِربَاطِ ْال َخي ِْل ت ُ ْر ِهبُونَ بِ ِه‬
‫عد َُّو الل‬ َ َ ‫عد َُّوكُ ْم َۖۖ َوأ َ ِع ُّدوا لَ ُه ْم َما ا ْست‬
َ ‫ِه َو‬
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari
kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan
musuh Allâh dan musuhmu [al-Anfâl/8:60]
Dalam ayat di atas Allâh Azza wa Jalla memerintahkan untuk mempersiapkan kekuatan
semampunya. Kekuatan di sini mencakup kekuatan ide, politik, produksi dan persenjataan serta
semua yang bisa memperkuat diri dalam menghadapi musuh dan bisa membuat mereka gentar.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ُخذُوا حِ ْذ َر ُك ْم‬
Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran)
berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama! [an-Nisâ/4:71]
Maka lihatlah bagaimana ajaran-ajaran syariat ini menjadi sebab tunggal dan jalan yang paling
efektif dalam menjalankan politi dalam dan luar negeri. Ketahuilah! Sesungguhnya
kesempurnaan dan kebaikan ada pada segala tindakan yang mengikuti petunjuk syari’at.
Sebaliknya, semua kekurangan yang sudah terjadi atau yang dikhawatirkan itu ditimbulkan oleh
kelalaian dan sikap acuh terhadap syari’at.
ISLAM MENGAJARKAN PROFESIONALISME
Termasuk dalam siyâsah syar’iyah (politik syari’at) yaitu Allâh Azza wa Jalla menuntun para
hamba-Nya untuk berusaha merealisasikan maslahat umum dengan cara membagi
permasalahan tersebut dan menyerahkannya kepada yang berkompeten, orang yang mengerti
seluk beluk inti permasalahan dan tahu solusi dari permasalahan yang diembankan kepadanya.
Allâh berfirman:
َ َ‫ۖو ْلت َ ُك ْن مِ ْن ُك ْم أ ُ َّمةٌ يَ ْدعُونَ إِلَى ْال َخي ِْر َويَأ ْ ُم ُرونَ بِ ْال َم ْع ُروفِ َويَ ْن َه ْون‬
‫ع ِن ال‬ َ ْ ‫ُم ْنك َِر‬
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar [Ali Imrân/3:104]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:
َ ‫َۖو َما َكانَ ْال ُمؤْ مِ نُونَ ِليَ ْنف ُِروا كَافَّةً ۚ فَلَ ْو ََل نَف ََر مِ ْن ُك ِل ف ِْرقَ ٍة مِ ْن ُه ْم‬
‫طائِف‬ ِ ‫ِإلَ ْي ِه ْم لَعَلَّ ُه ْم يَحْ ذَ ُرونَ ة ٌ ِليَتَفَقَّ ُهوا فِي الد‬
َ ‫ِين َو ِليُ ْنذ ُِروا قَ ْو َم ُه ْم ِإذَا َر َجعُوا‬
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi
dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. [at-Taubah/9:122]
Dan tidak diragukan lagi, metode untuk merealisasikan kemaslahatan umum seperti ini
merupakan satu-satunya metode dalam mencapai kesempurnaan agama dan dunia.
DAKWAHKANLAH ISLAM!
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
َ ‫سنَ ِة َو َجاد ِْل ُه ْم بِالَّتِي ه‬
‫ِي أ‬ َ ‫ظ ِة ْال َح‬
َ ‫يل َربِكَ بِ ْالحِ ْك َم ِة َو ْال َم ْو ِع‬ َ ‫س ُن َۖا ْدعُ ِإلَ ٰى‬
ِ ِ‫سب‬ َ ْ‫ح‬
Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. [an-Nahl/16:125]
Ayat di atas mencakup seruan dakwah yang ditujukan kepada kaum Muslimin yang melakukan
kesalahan dalam sebagian ajaran agama, juga mencakup juga dakwah kepada orang-orang
kafir. Golongan pertama diajak untuk memperbaiki agama mereka, sedangkan golongan kedua
diajak untuk masuk Islam yang menjadi sumber kebaikan manusia.
Dakwah ini dilakukan dengan metode hikmah, maksudnya menggunakan cara dan sarana yang
paling tepat dan mudah untuk mendatangkan kebaikan atau menghilangkan keburukan atau
minimal menguranginya. Metode disesuaikan dengan waktu dan tempat serta kondisi obyek
dakwah dengan tanpa melanggar aturan syari’ah.
Dakwah juga dilakukan dengan mau’izhah hasanah (wejangan yang baik). Maksudnya adalah
dengan menjelaskan dan menerangkan hal-hal yang bisa memberi manfaat dan yang
mendatangkan mudarat, seraya mengingatkan buah yang akan diraihnya di dunia dan akhirat
jika menjalankan ajaran-ajaran agama yang penuh manfaat itu. Juga dibarengi dengan
penjelasan tentang berbagai keburukan yang mengiringi setiap yang dinyatakan berbahaya oleh
agama.
Allâh menyebutnya mau’izah hasanah karena isi dan metodenya hasanah (baik). Dakwan
dilakukan dengan cara lemah lembut, sabar dan santun. Kalaupun kondisi menuntut adanya
perdebatan dengan orang yang menentang, maka hendaknya dilakukan dengan cara yang baik.
Para penentang diajak agar menerima kebenaran; Diajak agar mengerti buah yang akan
dipetiknya jika mengikuti kebenaran dan mengerti dampak negatif dari sesuatu yang terlarang;
Penentang diberi penjelasan dan bantahan secukupnya terhadap syubhat-syubhat yang
dibawakannya. Semua ini dilakukan dengan perkataan yang lembut, dan penuh adab, tidak
dengan kasar, keras, saling mencerca dan mencela, karena mudharat yang akan timbul dari
metode yang salah sangatlah besar.
َ‫عزَ ْمت‬َ ‫ع ْن ُه ْم َوا ْست َ ْغف ِْر لَ ُه ْم َوشَا ِو ْرهُ ْم فِي ْاْل َ ْم ِر فَإِذَا‬ ِ ‫ظ ْالقَ ْل‬
ُ ‫ب ََل ْنفَضُّوا مِ ْن َح ْولِكَ فَاع‬
َ ‫ْف‬ َ ‫غلِي‬ ًّ َ‫َّللا ِل ْنتَ لَ ُه ْم َولَ ْو ُك ْنتَ ف‬
َ ‫ظا‬ ِ َّ َ‫فَبِ َما َرحْ َم ٍة مِ ن‬
ْ ِ َّ ‫علَى‬
ََّ ‫َّللا ۚ إِ َّن‬
َ‫َّللا يُحِ بُّ ال ُمت ََو ِكلِين‬ َ ‫فَت ََو َّك ْل‬
Maka disebabkan rahmat dari Allâh-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah
dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allâh. Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla mencintai orang-orang yang
bertawakkal (kepada-Nya) [Ali Imrân/3:159]
(Diangakat dari kitab ad-Din as-Shahih Yahullu Jami’a al-Masyakil)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XVII/1435H/2014. Diterbitkan Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-
858197 Fax 0271-858196]

25 Mei 2015 editor Al-Masaa'il : Politik Leave a Comment


← Islam Padukan Ilmu Syar’i Dan Dunia
Islam Dan Problematika Agama Dan Akidah →
CATEGORY

ARCHIVES

META
 Masuk
 RSS Entri
 RSS Komentar
 WordPress.org
Almanhaj.or.id | ISDN | BisaQu | DLDKilat
 TWITTER @ALMANHAJINDO
 TELEGRAM
 FACEBOOK
 GOOGLE+

Jika Orang Fasik Membawa Berita, Shalat Istikharah Sesuai Sunnah, Doa Sholat
Mayit, Isya Jam Berapa, Ayat Tentang Dajal, Apa Itu Istiqomah Dan Tawakal, Doa Duduk
Diantara Dua Sujud Sesuai Sunnah, Makna Hari Kamis, Contoh Syirik Besar, Salah Satu
Keistimewaan Alquran Adalah, Cara Menghitung Bagian Warisan, Rumus Harta
Warisan, Tentang Aqiqah, Dihya Al Kalbi, Hak Sesama Muslim, Allah Maha
Menyembuhkan Segala Penyakit, Tidur Ala Rasulullah, Contoh Soal Tentang
Thaharah, Pertanyaan Seputar Agama, Umur Nikah Menurut Islam

Sumber: https://almanhaj.or.id/4150-islam-dan-politik.html

Anda mungkin juga menyukai