DI SUSUN OLEH :
Muhammad Asyraf Nurshidiq ( 11200340000025 )
Mochammad Fikri Fuady ( 11200340000001 )
Muhammad Dimas Geraldy ( 11200340000015 )
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena telah mencurahkan
nikmat kesehatan dan kesempatan agar kami bisa menyelesaikan makalah ini.Shalawat dan
salam tidak lupa kami hadiahkan kepada nabi besar Muhammad Saw yang telah membawa
ummat dari zaman jahiliyah ke zaman Islamiyah.
Berkat kerjasama dari semua anggota, akhirnya penyususnan makalah ini dapat terselesaiksan
juga. Kami menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT dan kami mengucapkan
banyak terima kasih jika ada saran yang membangun dari berbagai pihak.
Pendahuluan
Penelusuran terhadap sejarah perpolitikan di Indonesia dapat dilakukan dengan berbagai cara
serta dapat digunakan untuk mengungkap perjalanan perubahan sistem politik umat Islam di
Indonesia. Berpikir secara dialektis akan terlihat perjalanan sejarah sebagai sesuatu yang mapan
dan mendapat reaksi hingga pada akhirnya melahirkan sintesa baru. Pendekatan ini tentu dapat
digunakan untuk mengamati perjalanan sejarah Islam dan politik di Indonesia sebagai umat
mayoritas yang memeluk agama Islam. Keberadaan umat Islam di negara ini sering menjadi
bahan pembicaraan dan peranannya pun mengalami pasang surut1 . Berbagai pembicaraan
tentang Islam dalam konteks politik di Indonesia juga mengindikasikan bahwa politik Islam tidak
dapat dipisahkan dengan kehidupan bangsa dan negara Indonesia.Seperti yang terjadi pada akhir-
akhir ini. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2017 yang diterbitkan pemerintah baru-
baru pada dasarnya dapat menjadi senjata pemerintah dalam menyentil, menggebuk ataupun
memberangus Organisasi Kemasyarakat (Ormas) yang bermasalah. Utamanya yang anti atau
bertentangan dengan Ideologi Negara Pancasila. Sebagai penjaga pilar-pilar kesatuan dan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)serta ideology negara, memang
seharusnya pemerintah memiliki senjata itu. Pemerintah tidak boleh kalah dan menyerah, dari
kemungkinan adanya sebagian rakyat bangsa ini yang “nakal” yang menyebarkan bibit-bibit
perpecahan negara, karena menyempal dari ideology negara. Diterbitkannya PP No. 2 Th 2017
itu nampaknya pemerintah melihat adanya indikasi dan kecenderungan itu.Indikasi dan
kecenderungan itu seperti misalnya tampaknya terlihat pada HTI (Hisbut Tahrir Indonesia).
Hizbut Tahrir Indonesia yang sering disingkat HTIadalah salah satu kelompok gerakan Islam
sebagaimana Salafy, Ihwanul Muslimin, Jamaah Tabligh, dan beberapa kelompok Islam lainnya,
yang pada dasarnya merupakan implementasi gagasan pembaruan Islam. Gerakan semacam ini
pada tahapan tertentu mengambil bentuk organisasinya sendiri hingga terbentuk kelompok
kelompok yang saling terpisah berdasarkan ciri masing masing. Hizbut Tahrir adalah
kependekan dari nama aslinya Hizb at Tahrir al Islami (Partai Pembebasan Islam) yang didirikan
di Al Quds pada tahun 1952 oleh Taqiyudin an Nabhani (Hafidzul Quran, Qadhi/hakim Palestina
lulusan Al Azhar). Hizbut Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari
kemerosotan yang amat parah, membebaskan umat dari ide-ide, sistem perundangundangan, dan
hukum-hukum kufur, serta membebaskan mereka dari cengkeraman dominasi dan pengaruh
negara-negara kafir. Hizbut Tahrir bermaksud juga membangun kembali Daulah Khilafah
Islamiyah di muka bumi, sehingga hukum yang diturunkan Allah SWT dapat diberlakukan
kembali. Tujuan untuk membangunDaulah Khilafah Islamiyahdi muka bumi dengan system
kekhalifahan (khilafah) yang tunggal, yang dicanangkan HTI inilah agaknya yang dikawatirkan
pemerintah dapat mengganggu keutuhan NKRI serta merorong ideology negara Pancasila.
Padahal satu hal yang harus difahami-- siapun umat dan khususnya pemikir Islam/ intelektual
Islam dari zaman dahulu, hingga di zaman modern sekarang ini-- bahwa dengan dibuat serta
diundangkannya Piagam Madinah (Madinah Charter) oleh Rasulullah Muhammad SAW
pada tahun 622 M sebagai konstitusi masyarakat atau Negara (Madinah) yang dibangunnya,
sesungguhnya Rasulullah sendiri tidak bermaksud—juga menganjurkan-- untuk mendirikan
Negara Agama (Daulah Khilafah Islamiyah).Atau negara yang berfaham teokrasi. Teokrasi
dalam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan “cara memerintah negara yang
didasarkan kepercayaan bahwa Tuhan langsung memerintah negara, hukun negara yang berlaku
adalah hukum Tuhan, pemerintahan yang dipegang oleh ulama atau organisasi keagamaan”2 .
Tetapi Rasulullah sebaliknya justru membangun negara yang bersifat demokratis yang menganut
sistem nomokrasi Islam3 . Atau suatu masyarakat (negara) yang dijiwai oleh prinsif dan dasar-
dasar nilai serta hukum Islam. Sayangnya, konsep nomokrasi, belum masuk dalam cerapan
Bahasa Indonesia. Konsep nomokrasi Islam, terdapat dalam buku “Teori Hukum Konstitusi”
karya Dr King Faisal Sulaiman SH, LLM4 yang menjelaskan nomokrasi Islam atau suatu
masyarakat (negara) yang dijiwai oleh prinsif dan dasar-dasar nilai serta hukum Islam bahwa
“Hukum Islam (nomokrasi Islam) merupakan perintah-perintah suci dari Allah SWT yang
mengatur seluruh aspek kehidupan setiap muslim5 dan meliputi materi-materi hukum secara
murni serta materi-materi spiritual keagamaan dengan tetap mengacu pada Al Quran dan Al
Hadist atau Ass Sunnah Nabi Muhammad SAW
PEMBAHASAN
Al-Mawardi
Pemikir ini memiliki nama lengkap Abu al-Hasan Ali bin Habib al-Mawardi. Dia lahir di
Basrah, Irak. Mengutip buku Pemikiran Politik Islam tulisan Muhammad Iqbal dan Amin Husein
Nasution, al-Mawardi hidup di tengah gejolak yang dialami Dinasti Bani Abbasiyah.
Baghdad saat itu tak mampu membendung desakan daerah-daerah yang hendak lepas dari
pengaruh sentralistik. Menurut al-Mawardi, imamah dilembagakan untuk menggantikan
kenabian (nubuwwah) dalam rangka melindungi agama dan mengatur kehidupan dunia.
Sosok yang pernah menjadi ketua mahkamah agung di Baghdad ini menegaskan adanya
kontrak sosial antara kepala negara dan masyarakat yang diwakili oleh para ahl al-ikhtiyar.
Seorang kepala negara memiliki 10 tugas. Di antaranya adalah memelihara agama dan menjaga
keamanan dalam negeri agar tiap warga dapat beraktivitas dengan aman.
Di sisi lain, rakyat wajib taat pada pemimpin, sekalipun pemimpin mereka sedang dalam
ekses keburukan. Bagaimanapun, al-Mawardi menilai, umat dapat tak taat bila kepala negara
menyimpang dari keadilan, kehilangan salah satu fungsi organ tubuhnya, dan dikuasai orang-
orang dekat atau musuh.
Ibnu Khaldun
Dunia modern mengenangnya sebagai Bapak Sosiologi. Nama lengkapnya cukup
panjang: Wali al-Din Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Abi Bakr Muhammad
al-Hasan bin Khaldun. Dia lahir di Tunis, Afrika Utara, pada 1332. Ibnu Khaldun hidup saat
umat Islam umumnya sedang diterpa berbagai musibah, termasuk serbuan balatentara Mongol
terhadap kota-kota penting di Dunia Islam.
Ibnu Khaldun pernah aktif di dunia pemerintahan. Namun, penguasa saat itu, Abu al-
Abbas menolaknya dan bahkan berupaya memenjaranya. Ibnu Khaldun pun hijrah ke Spanyol
melalui Maroko. Pada masa inilah, dia menulis kitab besar, Al-Ibar. Kitab itu terdiri atas enam
jilid dan dibuka dengan pendahuluan berjudul Muqaddimah.
Terkait persoalan politik kenegaraan, dia berpendapat, agama adalah faktor penting yang
dapat menyatukan berbagai perbedaan di dalam masyarakat. Agama pun mesti menjadi
penggerak solidaritas sosial. Dia juga mengajukan tesis tentang lima fase perkembangan negara,
yakni sejak awal kebangkitan hingga kehancuran. Patut diduga, pemikirannya ini tak lepas dari
pengalamannya diburu rezim yang otoritatif.
Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal merupakan seorang penya’ir, filsuf, ahli hukum, pemikir politik, dan
reformasi politik. Beliau lahir di Sialkot pada 22 Februari 1873, lahir dari keluarga yang nenek
moyangnya berasal dari lembah Kashmir. Beliau memulai pendidikanya pada ayahnya yang
bernama Nur Muhammad, seseorang yang dikenal sebagai ulama’.
Kemudian setelah menamatkan pendidian sekolah dasar di kampong kelahirannya pada
tahun 1895 segera melanjutkan pelajarannya ke Lahore. Di kota ini ia telah mendapat binaan dan
gemblengan dengan jiwa muda yang berhati baja oleh Maulana Mir Hasan, seorang ulama’
kawakan yang merupakan teman ayahnya.
Dan ulama’ ini memberikan dorongan dan semangat yang mewarnai dan mendasari jiwa
Iqbal dengan ruh agama yang senantiasa bersemayam dalam jiwa, menggelora dalam hati, serta
menentukan gerak, langkah, tujuan dan arah. Sehingga keberhasilan ulama tersebut dalam
membinanya membawa kesan yang mendalam di hati Muhammad Iqbal.1[1]
Selain itu, di kota ini Muhammad Iqbal juga bergabung dengan perhimpunan sastrawan
yang sering diundang Musya’arah. Dalam perkumpulan ini, dimana sasatra Urdu berkembang
pesat dan bahasa Persi semakin terdesak, pada usia mudanya Iqbal membacakan sajak-sajaknya.
Berikutnya, Muhammad Iqbal juga memberanikan diri untuk memberanikan sajaknya tentang
Himalaya dihadapan para anggota terkemuka organisasi sastra di Lahore.
Sehingga dengan adanya hal ini namanya semakin mencuat, dan menjadi semakin
populer diseluruh tanah air setelah sajaknya dimuat dalam majalah Maehan, suatu majalah
bahasa Urdu. Melaui majalah itu pula masyarakat luas semakin mengenal sehingga mendorong
majalah dan harian lainnya berebut meminta izin untuk menyiaran sajak-sajaknya.
Selain sebagai penya’ir, Muhammad Iqbal merupakan ahli politik terkemuka, yang mana
sumbagan dan perjuangannya merupakan modal pokok terbentuknya Negara Republik Islam
Pakistan di Barat Laut India.
Disamping ahli politik, beliau juga ahli pendidikan dan pengacara yang dijabatnya sejak
1908 sampai1937. Tujuan utamanya hanya sekedar untuk menartik hidup. Beliau jujur dan
ramah, sehingga tidak pernah menerima suatu perkara kalau sudah diyakini bahwa perkara itu
tidak dapat dibela olehnya
Begitulah Muhammad Iqbal, masih banyak bidang-bidang lain yang dikuasainya. Dan
pengaruh yang sedemikian besarnya sebagai penyair maupun filosof diabadikan sebagai nama
beberapa lembaa di Jerman, Italia, dan negara-negara lainnya.
Karya karyanya antara lain;
1. Ilm al Iqtisad, (1903)
2. Development of Metaphysis in Persia: A Constribution to the History of Muslim Philosophy
(1908).
3. Islam as a Moral and Political Ideal, (1909)
4. Asrar-I Khudi (Rahasia Pribadi)
5. Rumuz-I Bekhudi (RahasiaPeniadaan Diri)
6. Payam-I Masyriq (Pesan Dari Timur)2