Anda di halaman 1dari 3

Tugas Hermeneutik dan Semiotik

Nama : Muhammad Amin Husaini NIM : 11200340000031 Kelas : 6D

PAUL RICOEUR
Paul Ricoeur dilahirkan di Valence, Prancis Selatan, tahun 1913 dan menjadi yatim
piatu dua tahun kemudian. Ia berasal dari keluarga Kristen Protestan yang saleh dan dianggap
sebagai salah seorang cendikiawan Protestan yang terkemuka di Prancis. Ia dibesarkan di
rennes. Ia memperolah licence de philosphie pada tahun 1933, lalu mendaftar pada Universitas
Sorbone di Paris guna mempersiapkan diri untuk agregation de philosophie yang diperolehnya
pada tahun 1935. Setelah mengajar setahun di Colmar, ia dipanggil untuk memenuhi wajib
militer (1937-1939). Pada waktu mobilisasi ia masuk lagi ketentaraan Prancis dan dijadikan
tahanan perang sampai akhir perang (1945). Dalam tahanan di Jerman itu ia mempelajari karya-
karya Husserl, Heidegger dan jaspers.
Sesudah perang, ia menjadi dosen filsafat pada College Cevenol,pusat Protestan
internasional untuk pendidikan dan kebudayaan di Chambon-sur-Lignon (Haute Loire). Tahun
1948, ia mengganti Jean Hyppolite sebagai profesor filsafat di Universitas Strasbourg. Tahun
1950, ia meraih gelar docteurs es letters. Ricoeur diangkat sebagai profesor filsafat di
Universitas Sorbone pada tahun 1956. Pada tahun 1966, Ricoeur kemudian mengajukan
permohonan agar dapat dipindahkan ke Nanterre, dan dikabulkan. Karena ada persoalan waktu
itu, Ricoeur pindah lagi dan mengajar sebagai profesor tamu di Universitas Leuven, Belgia.
Sejak tahun 1973 ia kembali Naterre (sekarang disebut Universitas Paris X) dan di samping itu
setiap tahun mengajar juga beberapa bulan di Universitas Chicago. Di Paris ia menjadi direktur
Centre d’etudes phenomenologiques et hermeneutiques (Pusat studi tentang fenomenologi dan
hermeneutika).
Ricoeur meninggal dunia pada tanggal 20 Mei 2005 dalam usia 92 tahun. Tahun
sebelumnya ia menutup karier sebagai penulis selama 70 tahun dengan karangan Parcours de
la reconnaissanse (Perjalanan Utang Budi).
Hermeneutika Menurut Paul Ricoeur
Sebagai salah seorang filsuf yang memusatkan perhatiannya pada hermeneutika, Paul
Ricoeur berpandangan bahwa hermeneutika merupakan suatu teori mengenai aturan-aturan
penafsiran terhadap suatu teks atau sekumpulan tanda maupun simbol yang dikelompokkannya
juga sebagai teks. Salah satu tujuan hermeneutik adalah berjuang untuk melawan jarak budaya
dan keterasingan sejarah. Artinya, hermeneutika berjuang untuk menentang pemisahan dari
makna itu sendiri yang menjadi landasan sebuah teks. Dengan demikian, interpretasi dapat
dipahami sebagai usaha ‘menyatukan’, ‘menyamakan’, menjadikan ‘sezaman dan serupa’ lalu
dengan berterus terang membuat apa yang pada awalnya asing menjadi milik sendiri. Sebuah
interpretasi dikatakan berhasil ketika tujuan paling dalam dari interpretasi itu sendiri tercapai.
Tujuan interpretasi adalah berusaha mengaktualisasikan makna teks untuk pembaca saat ini.
Lebih lanjut, Ricoeur mendefinisikan interpretasi sebagai usaha akal budi untuk
menguak makna tersembunyi di balik makna yang langsung tampak. Kemudian memperluas
definisi tersebut dengan menambahkan “perhatian kepada teks”. Teks sebagai penghubung
bahasa isyarat dan simbol-simbol dapat membatasi ruang lingkup hermeneutik karena budaya
oral (ucapan) dapat dipersempit. Hermeneutik dalam hal ini hanya akan berhubungan dengan
kata-kata yang tertulis sebagai ganti kata-kata yang diucapkan. Ricoeur menegaskan bahwa
definisi yang tidak telalu luas justru memiliki intensitas. Bagi Ricoeur, permasalahan tentang
hermeneutika teks merupakan permasalahan yang rumit. Oleh karena itu, dia sendiri tidak
pernah mendefinisikan hermeneutika secara permanen, sebab hermeneutika teks selalu berubah
seiring berkembangnya pemikiran.
Unsur-unsur Hermeneutika Fenomenologis Paul Ricoeur
Hermeneutika Ricoeur ini merupakan upaya mencangkokkan hermeneutika pada
fenomenalogi. Ada tiga unsur di dalamnya, yaitu: pertama, ideal filsafat refleksif adalah
transparansi mutlak, artinya pertemuan antara diri dan pengetahuan diri. Kedua, hermeneutika
mengajari bahwa tidak ada pemahaman diri tanpa diantarai oleh tanda, simbol, dan teks.
Ketiga, kesadaran adalah kesadaran akan sesuatu dan fenomen menampakkan diri kepada
subyek.
Kategori-kategori Hermeneutika Paul Ricoeur
Dalam pembicaraan tentang hermeneutika, Ricoeur menyajikan empat macam kategori
yang membentuk hermeneutika. Keempat kategori itu itu adalah objektivasi melalui struktur,
distansiasi melalui tulisan, dunia teks dan apropriasi (pemahaman diri)
Keempat kategori di atas mencerminkan keprihatinan hermeneutika yang tidak puas
hanya sebagai metode (epistemologis), tetapi melalui yang epestimologis ini ingin dijangkau
sisi keberadaan penafsir (ontologis). Dengan kata lain hermeneutika Ricoeur bukanlah sebuah
metode yang hanya ingin mencari pemahaman epestimologis semata, melainkan juga ingin
mencari makna teks pada drinya sendiri, yakni ketika teks menjadi otonom dan penafsir
menjadi satu-satunya subjek aktif di hadapan teks yang otonom tersebut.
Pengambilan Jarak: Kritik Idiologi, Pembongkaran dan Analogi Permainan
Dalam proses pemahaman diri (apropriasi) ini, pengambilan jarak terhadap diri sendiri
merupakan prasyarat mutlak agar tidak terjadi distorsi makna dan agar dapat merelativasi
kesewenang-wenangan di dalam penafsiran. Pengambilan jarak dalam hal ini menjadi sarana
ampuh untuk mencapai sikap keterbukaan. Adapun tiga bentuk pengambilan jarak yakni kritik
ideoologi, dekonstruksi atau pembongkaran dan variasi imajinasi (Ricoeur) atau analogi
permainan (Gadamer). Tiga bentuk pengambilan jarak ini menurut Ricoeur menjadi alat
kontrol terhadap kesewenang-wenangan penafsiran.
Jika agama sebagai sebuah ideologi, maka kritik terhadap agama menjadi penting untuk
diperhatikan. Agama pantas mendapat kritik agar bisa memurnikan dirinya. Keterbukaan
terhadap kritik berarti agama mengakui adanya serangan dari luar yang tidak dilihat sebagai
pelecehan tetapi sbagai alat otokritik. Maka, jawaban atas kritik itu bukan apalogia (pembelaan
diri), tetapi mentransformasi kritik tersebut untuk pemurnian pemahaman diri yang lebih baik.
Pengambilan jarak yang kedua adalah dekonstruksi atau pembongkaran. Dengan
dekonstruksi berarti penafsir diajak untuk membongkar ilusi-ilusi, motivasi-motivasi dan
tujuan-tujan serta kepentingan-kepentingan diri atau kelompok. Pembongkaran ini penting
untuk menghindarkan dari penyalahgunaan ideologi, misalnya agama. Pembongkaran ini
bermaksud untuk mencegah adanya sikap eksklusif yang bertentangan dengan pluralitas yang
dibangun oleh agama tertentu.
Bentuk pengambilan jarak yang ketiga adalah analogi permainan. Jika kritik ideologi
dan dekonstruksi merupakan bentuk negatif dari pengambilan jarak terhadap diri sendiri,
variasi imajinatif atau analogi permainan merupakan bentuk positifnya. Permainan berusaha
membebaskan kemungkinan-kemungkinan yang terpenjara oleh kehidupan yang terlalu serius
dan formal. Dalam kehidupan formal dan serius, seorang akan merasa ketakutan untuk
berkreasi. Dengan kata lain, permainan bisa mendorong tumbuhnya inisaitf dan kreativitas,
sebab dengan permainan, subjek dibebaskan dari norma sosial dan keseriusan sehari-hari.
Analogi permainan merupakan bentuk pengambilan jarak yang berusaha menciptakan
peluang bagi perjumpaan antar pribadi atau kelompok masyarakat yang informal. Perjumpaan
yang informal itu misalnya dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, seperti olahraga
bersama, kerja bakti bersama dan konser musik anak-anak sekampung. Dan yang penting juga,
semua kegiatan tersebut jangan sampai menjadi alat segregasi sosial. Artinya, permainan-
permainan tersebut tidak boleh diklaim oleh kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingan
dirinya

Anda mungkin juga menyukai