Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

HERMENEUTIKA
SEJARAH PERKEMBANGAN HERMENEUTIKA
Disusun Untuk Memenuhui Tugas Hermeneutika

Oleh Kelompok 2:

1. KARIMANISA (2015010017)

2. FIKHI SAPUTRA ( 2015010016)

Dosen Pengampu :
Dr. Widia Fithri, S.Ag, M.Hum.

PRODI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
Tahun 2023/1444 H

1
PENDAHULUAN
Hermeneutika adalah suatu permasalahan yang hangat diperbincangkan para sarjana
muslim akhir-akhir ini terutama kaum modernis. Perbincangan ini mengenai boleh atau tidaknya
hermeneutika digunakan untuk menafsirkan ayat al-Qur’an. Dalam diskursus hermeneutika, para
sarjana muslim terpecah kepada dua kelompok, ada kelompok yang setuju dengan
pengaplikasian hermeneutika sebagai sebuah metode penafsiran al-Qur’an, dan ada pula
kelompok yang kontra dengan hal tersebut. Perpecahan ini terjadi karena berangkat dari
permasalahan bahwa hermeneutika pada awalnya digunakan oleh para ilmuan Barat untuk
menafsirkan teks Bibel. Atas dasar inilah kemudian kajian hermeneutika di kalangan sarjana
muslim seakan-akan tidak pernah berhenti. Kedua kelompok di atas (pro dan kontra) masing-
masing mengajukan dasar ergumen atas pendapatnya. Di Indonesia misalnya sarjana muslim
yang paling gencar dalam mengkritisi hermeneutika ini adalah Adiyan Husaini. Di sisi lain
Quraish Shihab salah seorang mufassir yang terkenal di Indonesia mempunyai pandangan
berbeda. Ia berpandangan bahwa sebagian dari teori hermeneutika ini dapat di aplikasikan di
dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.
Alquran mengandung segudang makna, yang atas dasar itulah peluang untuk
mengaktualisasikan makna ayat-ayatnya selalu terbuka lebar. Tuntutan agar Alquran dapat
berperan dan berfungsi dengan baik menjadi pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia,
terutama dalam zaman kontemporer sekarang ini. Bagi umat Islam, sebagai kitab suci dan
pedoman hidup maka Alquran telah, sedang dan akan selalu ditafsirkan. Sebagai kitab suci yang
memiliki posisi yang sangat urgen bagi kehidapan manusia, sāliḥli kulli zamān wa makān, maka
sepanjang waktu Alquran senantiasa ditafsirkan.
Muhammad Arkoun, seorang pemikir Aljazair kontemporer mengatakan bahwa Alquran
itu memberikan kemungkinan- kemungkinan arti yang tak terbatas. Dengan demikian ayat selalu
terbuka (untuk interpretasi) baru, tidak pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal.
Hermeneutika adalah seni praktis, yang digunakan dalam hal-hal seperti berceramah,
menafsirkan bahasa-bahasa lain, menerangkan dan menjelaskan teks-teks, dan sebagai dasar dari
semua itu karena ia merupakan seni memahami, sebuah seni yang secara khusus dibutuhkan
ketika makna sesuatu teks itu tidak jelas. Sebagai seni menafsirkan, hermeneutika mengharuskan
tiga komponen, yakni teks, penafsir, dan penyampaian kepada pendengar. Hermeneutika

2
berperan menjelaskan teks seperti apa yang diinginkan oleh si pembuat teks tersebut 1. Maka dari
itu, pada makalah ini akan membahas tentang Sejarah Perkembangan Hermeneutika.
PEMBAHASAN
A. SEJARAH PERKEMBANGAN HERMENEUTIKA
1. Hermeneutika klasik
Hermenutika klasik, sebagai cirinya adalah bahwa ia lebih di fungsikan sebagai
landasan interpretasi seperti Bibel, karenanya hermeneutika jenis ini sering di sebut
sebagai hermeneutika Bibel2. Kelahiran hermenutika sebagai alat interpretasi atas Bibel
pada dasarnya telah muncul sejak abad ke-1 M. Penafsiran alegoris pertama kali
dilakukan oleh para filosof Stoa dan selanjutnya dipraktekkan oleh para teolog pada masa
periode awal penafsiran Bibel. 3 Pada abad ke-3 M, muncul tokoh yang bisa di sebut
sebagai sangat berjasa dalam pemikiran hermeneutis Bibel yaitu Origenes. Dia
mengembangkan dualisme makna yang ide tersebut telah di gagas oleh Philo sebelumnya
dengan menambahkan satu makna lain. Ia membedakan teks ke dalam tiga macam:
makna literal, makna moral, dan makna spiritual.
Ketiga makna ini digunakan dengan fungsi makna hirarki teks dimana makna
spiritual mempunyai kedudukan yang paling tinggi , sebagai kebijakan Tuhan Selanjut
nya pada abad ke-13M , para teolog Kristen mengembangkan apa yang di gagas oleh
pendahulunya yaitu Philo dan Origenes.para teolog Kristen mengembangkan tawaran
tersebut dengan mengelaborasi makna yang semula di klasifikasi oleh Philo dan Origenes
kepada tiga macam, maka di tangan para teolog ini dikenal empat macam makna: makna
literal adalah makna kata perkata dari teks, kemudian makna alegoris adalah makna yang
difungsikan untuk ide panafsiran dan untuk mengungkap kata-kata yang metaforis dalam
teks, selanjutnya makna moral adalah yang berkaitan dengan dimensi moral yang di
aplikasikan di dalam kehidupan. Dan terakhir adalah makan anagogis adalah dimensi
transcendental (kehidupan akhirat yang kekal) dari sebuah kata atau teks.
2. Hermeneutika Modern

1
Muchtar, M. Ilham. "Analisis konsep hermeneutika dalam tafsir alquran." HUNAFA: Jurnal Studia Islamika 13.1
(2016): 67-89.
2
Jean Grodin, Sejarah Hermenutika dari Plato Sampai Gadamer, ( Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm 45
3
Sahiron Syamsudin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an, ( Yogyakarta: Nawasea Pres, 2017 ), hlm
21-22.

3
Dalam perkembangannya, hermeneutika modern lebih merupakan sebagai sebuah
disiplin ilmu yang mandiri dan di kenal dengan hermeneutika umum. Hermeneutika ini
lahir kira-kira abad ke-17 dan diperkenalkan pertama kali oleh Johann Conrad Dannhauer
sebagai suatu syarat penting bagi setiap ilmu pengetahuan yang menuju pada interpretasi
teks. Dannhauer memperkenalkan kata ini karena terinspirasi dari risalah Peri hermenia
Aristoteles, yang menyatakan bahwa ilmu interpretasi baru berlaku hanya sebagai
pelengkap bagi Organon (alat untuk memperoleh dan mengatur pengetahuan)
Aristatolian. 4 Selain Dannhauer, banyak pemikir hermeneutika umum yang
memiliki model pemikiran yang heterogen seperti Johann Heinrich Lambert yang
merupakan ahli di bidang semiotika. Melalui semiotika, ia berusaha memahami makna di
balik simbol-simbol kata tertentu. Selain semiotika, ia juga memiliki teori filsafat bahasa
yang diantaranya ia mengatakan bahwa bahasa tidak bisa di fahami melaui arti setiap kata
atau kalimat, melainkan juga melalui konteks, perbandingan dan hubungan di antara kata-
kata yang ada. Pada fase selanjutnya, hermeneutika berkembang menjadi disiplin pokok
filsafat berawal dari munculnya tulisan –tulisan Schleiermacher pada abad ke 19 M, dan
semenjak saat itu ia dikenal sebagai bapak hermeneutika modern.
Pekembangan pada masa ini sebagaimana yang di ungkapkan oleh
Schleiermacher merupakan perubahan yang sangat signifikan. Teks dipandang sebagai
ungkapan kejiwaan ungkapan hidup dan epos historis penulis. Maksudnya ketika penafsir
memahami teks, maka berarti ia harus kembali kepada sejarah dimana teks itu berasal.
Hermeneutika jenis ini merupakan prinsip yang ada dalam aliran historisisme. Pemikiran
seperti ini kemudian mempengeruhi pemikir- pemikir setelahnya seperti Emilio Betti
seorang ahli hermeneutika yang berkebangsaan Itali. Namun, terlepas dari semua itu yang
menjadi fokus hermeneutika Schaileirmacher adalah mencari jalan untuk berusaha
memahami teks secara benar.
Tokoh penting lain di dalam diskursus hermeneutika adalah Wilhem Dilthey. Di
dalam perdebatan tentang kapan awalnya munculnya hermeneutika, Dilthey berpendapat
bahwa sebenarnya hermeneutika telah muncul sejak awal, yang di kemukakan oleh
Protestanisme setelah lahirnya prinsip sola scriptura yang di gagas oleh Luther. Pendapat
Luther ini juga di dukung oleh beberapa ahli hermeneutika lainnya seperti R. Bultman, G.

4
Fakhrudin Faiz, Hermenutika Al-Qur’an Tema- tema Kontroversial, (Yogyakarta: Kalimedia 2015 ), hlm 7.

4
Ebeling dan Hans Georg Gadamer yang menaruh perhatian besar terhadap prinsip Luther.
Namun, pemikiran Luther ini tidak bisa dianggap sebagai suatu hermenutika, karena ian
hanya berkonsentrasi konkret terhadap teks, terutama teks yang tertulis.
Tokoh lain di dalam perbincangan tentang hermeneutika ini adalah Hans Goerg
Gadamer. Menurutnya kunci pemahaman adalah keterbukaan dan partisipasi, bukannya
manipulasi dan pengendalian. Baginya pemahaman bukanlah suatu tujuan, tetapi yang
paling penting adalah bagaimana sebuah sejarah atau tradisi menjadi sebuah jalan
terjadinya dialog. Dalam pemikiran Gadamer pengetahuan terjadi karena adanya dialog.
Dan bahasa salah satu media penting dalam dialog. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa
bahasa tidak hanya terbatas pada teks, namun lebih dari itu semua sesuatu adalah teks.
Dalam hal ini pemikiran Gadamer tergolog ke dalam hermeneutika filsafat, yang titik
tekannya adalah nalar ontologis
B. TIPOLOGI HERMENEUTIKA
Hermeneutika secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu teori atau filsafat tentang
interpretasi makna. Secara etimologis, kata hermeneutik berasal dari bahasa Yunani
hermeneuin yang berarti menafsirkan. Maka kata benda hermeneia secara harfiah dapat
diartikan penafsiran atau interpretasi. Hermeneutika adalah sebuah disiplin filsafat yang
memusatkan pada persoalan “interperetasi” terhadap teks, terutama teks suci yang
datang dari kurun waktu, lokal serta situasi sosial yang asing bagi pembacanya.
Hermeneutika bertujuan melintasi keterbatasan bahasa guna mencapai proses batin, yaitu
makna yang tercover melalui bahasa tersebut 5.
Makna hermeneutika bergeser menjadi bagaimana memahami realitas yang terkandung
dalam teks kuno seperti Bibel dan bagaimana memahami realitas tersebut untuk
diterjemahkan dalam kehidupan sekarang. Dalam hal ini, fungsi hermeneutika berubah dari
alat interpretasi Bibel menjadi metode pemahaman teks secara umum. Pencetus gagasan ini
adalah seorang pakar filologi Friederich Ast 6.
Pergeseran fundamental lain yang perlu dicatat dalam perkembangan hermeneutika
adalah ketika hermeneutika sebagai metodologi pemahaman berubah menjadi filsafat.
Perubahan ini dipengaruhi oleh corak berpikir masyarakat modern yang berpangkal pada

5
M. Ilham. "Hermeneutika Alquran." KURIOSITAS: Media Komunikasi Sosial dan Keagamaan 10.2 (2017): 101-
119.
6
Nafisul Atho’ dan Arif Fahrudin (ed), Belajar Hermeneutika, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2013), h. 17

5
semangat rasionalisasi, dimana akal menjadi patokan bagi kebenaran yang berakibat pada
penolakan hal-hal yang tak dapat dijangkau oleh akal atau metafisika. Babak baru ini dimulai
oleh Friedrich Ernst Daniel Schleiermacher (1768-1834) yang dianggap sebagai bapak
hermeneutika modern dan pendiri Protestan Liberal. Salah satu idenya dalam hermeneutika
adalah universal hermeneutic. Dalam gagasannya, teks agama sepatutnya diperlakukan
sebagaimana teks-teks lain yang dikarang manusia.
Pemikiran Schleiermacher dikembangkan lebih lanjut oleh Wilhelm Dilthey (1833-1911),
seorang filosof yang juga pakar ilmu-ilmu sosial. Setelahnya, kajian hermeneutika berbelok
dari perkara metode menjadi ontologi di tangan Martin Heidegger (1889-1976) yang
kemudian diteruskan oleh Hans Georg Gadamer (1900-1998) dan Jurgen Habermas (1929).
Jadi, Hermeneutik digunakan sebagai alat untuk memahami sebuah teks suci pada awal
abad 17 dan 18 M. Ketika pemikiran tentang wacana bahasa, filsafat, dan keilmuan lainnya
berkembang pesat, hermeneutik mulai dilirik masyarakat Eropa untuk memamahi kitab suci
injil. Hal ini bertujuan agar mereka bisa menafsirkan kehendak Tuhan kepada manusia yang
telah termanifestakan dalam sebuah teks bernama Injil. Sedangkan kajian hermeneutik
sebagai sebuah bidang keilmuan yang mapan mulai marak pada abad ke-20 sampai saat ini.
Dalam perkembangan berikutnya Hermeneutika tidak hanya terpaku pada persoalan teks
yang diam atau bahasa sebagai struktur dan makna, tetapi secara perlahan ia mulai
mendeskripsikan penggunaan bahasa atau teks dalam seluruh realitas hidup manusia.
Schleiermacher, misalnya menggunakan Hermeneutika untuk memahami orisinalitas arti dari
sebuah teks, bahkan lebih dari itu, arti Hermeneutika baginya adalah untuk memahami
sebuah wacana ( discource) dengan baik kalau perlu lebih baik dari pembuatnya 7. Lebih
lanjut dia mengatakan bahwa hermeneutika adalah suatu riset tentang kepurbakalaan, baik itu
berupa teks, artifak atau dokumen, kemudian dicari ruhnya. Oleh karena itu ia menawarkan
tiga frame work pemahaman yaitu secara historis, gramatikal dan spiritual.
Perkembangan berikutnya muncul aliran Frankfurt. Aliran ini pada awalnya adalah
sebuah lembaga riset yang bergerak dan mengkaji bidang-bidang sosial. Lembaga riset
tersebut didirikan pada tahun 1923 di lingkungan universitas di kota Frankfurt oleh
sekelompok intelektual seperti Max Horkheimer (filosof dan sosiolog), Friedrich pollock
(ekonom), Theodor Adorno (filosof dan sosiolog), Erich Fromm (psiko- analisa dan

7
D.E.Schleiermarcher Friedrich, The Hermeneutic: Outline of the 1819 Lectures (New York: Sunny,1990), h. 91

6
psicholog) Herbert Marcuse (filosof), Franz Neumann dan Otto Kirchheimer (pengamat
politik), Leo Lowenthal (mahasiswa di bidang budaya dan bahasa), Henryk Grossman
(politik ekonomi), Arkadij Gurland (ekonom dan sosiolog), dan Walter Benjamin (eseis dan
pengkaji bahasa)8.
Secara ringkas, gagasan-gagasan aliran Frankfurt ini mengutamakan nilai hakikat logos,
kemudian beralih pada isu-isu yang mendasar tentang pengetahuan. Menurut mereka, karena
logos merupakan warisan dan cita-cita enlightment, maka sosoknya perlu dicurigai. Ini
merupakan perlawanan terhadap konstruk hakikat ilmu yang telah dikembangkan oleh kaum
positivis. Perlawanan ini menghasilkan suatu konstruk baru bahwa asas bangunan sebuah
ilmu mengandung sisi historis, subjektif dan value laden.
Setelah itu muncul tokoh teori kritik ( Critical Theory) dalam Hermeneutika yaitu Juegen
Habermas. Gagasan Hermeneutika Habermas membawa karakter aliran Frankfurt yaitu kritis.
Oleh karena itu Hermeneutikanya dinamakan Hermeneutika Kritis. Metodanya dibangun dari
sebuah klaim bahwa setiap bentuk penafsiran dipastikan ada bias dan unsur-unsur
kepentingan politik, ekonomi, sosial, termasuk sastra kelas, suku dan gender. Dengan
menggunakan metoda ini maka konsekwensinya kita harus curiga dan waspada –atau dengan
kata lain kritis- terhadap bentuk tafsir atau pengetahuan atau jargon-jargon yang dipakai
dalam sains dan agama.

8
Held David, Introduction to Critical Theory: Horkheimer to Habermas. (Cambridge: Polity Press, 1980), h. 14-15

7
KESIMPULAN
Hermeneutika merupakan sebuah wacana keilmuan yang mencoba memahami
makna sebenarnya dari sebuah dokumen, sajak, teks hukum, tindakan manusia, bahasa,
budaya asing, atau dapat juga diri sendiri dan di anggap sebagai einthoie der wirklichen
erfahrung. Yaitu suatu usaha filosofis untuk memper-tanggungjawabkan pemahaman sebagai
proses ontologis manusia. Secara etimologi hermeneutika berasal dari bahasa Yunani, yaitu
hermeneuein yang artinya menafsirkan.
Hermeneutika mempunyai latar belakang dan metode yang berbeda bahkan cenderung
bertentangan dengan karakter Alquran, tafsir, serta prinsip-prinsip Islam. Karena itu
hermeneutika tidak relevan diterapkan sebagai metode tafsir Alquran. Hermeneutika lebih
mengutamakan rasio/akal, dan mencurigai segala sesuatu sehingga membutuhkan riset untuk
membuktikan kebenaran. Sedangkan dalam Islam rasio bukanlah sumber utama, melainkan
wahyu. Hermeneutika lebih cocok untuk teks-teks di luar Alquran, yaitu teks-teks yang
diragukan keotentikannya dan teks-teks yang saling berbenturan satu sama lain, sedangkan Al-
quran tidak.

8
DAFTAR PUSTAKA
Atho’.N dan Fahrudin.A (ed), “Belajar Hermeneutika”, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2013).
D.E.Schleiermarcher Friedrich. “The Hermeneutic: Outline of the 1819 Lectures” (New York:
Sunny,1990).
Faiz, Fakhrudin. “Hermenutika Al-Qur’an Tema- tema Kontroversial”, (Yogyakarta: Kalimedia 2015 ).
Grodin, Jean. “Sejarah Hermenutika dari Plato Sampai Gadamer”, ( Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010).
Held, David. “Introduction to Critical Theory: Horkheimer to Habermas”. (Cambridge: Polity Press,
1980).
Ilham, M. I. M. (2017). Hermeneutika Alquran. KURIOSITAS: Media Komunikasi Sosial dan
Keagamaan, 10(2).
Muchtar, M. I. (2016). “Analisis konsep hermeneutika dalam tafsir alquran”. HUNAFA: Jurnal
Studia Islamika, 13(1), 67-89.
Syamsudin, Sahiron. “Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an”, ( Yogyakarta: Nawasea Pres,
2017).

Anda mungkin juga menyukai