Anda di halaman 1dari 6

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Nama : Usep Budi Rohmana


B. Judul Modul : Makna Filosofis Materi Al-Qur'an Hadis
C. Kegiatan Belajar : Pendekatan Hermeneutika Dalam Kajian Al-Qur’an (KB.1)

D. Refleksi : Setelah membaca, menela’ah dan mempelajari materi


Kegiatan belajar (KB.1) di modul Al-Qur’an Hadits ini, banyak ilmu dan wawasan
baru yang saya dapatkan. Pada KB.1 ini membahas tentang pengertian dan faktor-
faktor timbulnya hermeneutika dalam kajian Al-Qur’an, konsep dasar pendekatan
hermeneutika dalam kajian Al-Qur’an serta berdasarkan telaah pemikiran Farid
Esack. Menurut saya materi tentang ulum Hadits dan struktur hadits yang patut
untuk diketahui dan dipahami oleh peserta didik, supaya peserta didik
mendapatkan informasi dan pengetahuan yang akan menjadi bahan renungan
bagi mereka.

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN


A. Pengertian hermeneutika dalam kajian al-Qur’an
Membahas hermeneutika berarti melacak asal-usul istilah ini
yang terkait dengan agama dan filsafat. Istilah ini sering dikaitkan
dengan mitos Hermes dalam tradisi agama Yunani Kuno. Hermes
merupakan utusan dewa yang menyampaikan pesan dan
berperan sebagai mediator antara dewa dan manusia. Dalam
agama dan peradaban lain, Hermes dianggap sebagai Nabi Idris,
Thoth, atau Nabi Musa. Secara etimologis, hermeneutika berasal
dari kata Yunani yang berarti menafsirkan atau memahami.
Kegiatan hermeneutika meliputi pengekspresian bahasa,
penerjemahan budaya, dan pemberian komentar terhadap
makna. Secara definitif, hermeneutika adalah proses mengubah
Konsep (Beberapa istilah sesuatu dari ketidaktahuan menjadi pemahaman.
1 Zygmunt Bauman dan Carl E. Braaten mengemukakan
dan definisi) di KB
pandangan mereka tentang hermeneutika. Menurut Bauman,
hermeneutika adalah upaya untuk menjelaskan dan menelusuri
pesan yang tidak jelas dan menimbulkan keraguan. Braaten
menggambarkan hermeneutika sebagai ilmu yang merefleksikan
kata atau peristiwa dari masa lalu agar dapat dipahami dan
memiliki makna dalam situasi saat ini.

B. Kajian Historis hermeneutika dalam kajian al-Qur’an

Menurut Alparslan Acikgence, perkembangan ilmu dipengaruhi


oleh tiga faktor. Pertama, adanya komunitas ilmuwan dengan
pandangan hidup yang membentuk lingkungan konseptual.
Kedua, adanya keterkaitan antara konsep-konsep keilmuan yang
membentuk kerangka konseptual ilmiah. Ketiga, hubungan
antara konsep-konsep tersebut membentuk cara pandang dan
kosa kata teknis dalam bidang ilmiah.
Werner mengidentifikasi tiga lingkungan yang mempengaruhi
munculnya hermeneutika.
1. lingkungan masyarakat yang terpengaruh oleh pemikiran
Yunani.
2. lingkungan masyarakat Yahudi dan Kristen yang mencari cara
interpretasi yang sesuai untuk teks-teks suci agama mereka.
3. lingkungan masyarakat Eropa pada zaman pencerahan yang
mencoba melepaskan diri dari tradisi agama.
Meskipun bukan satu komunitas, ketiga lingkungan ini secara
bergantian mempengaruhi perkembangan hermeneutika.
Hermeneutika berkembang dari teori eksegesis Bibel menjadi
metodologi filologi, ilmu pemahaman linguistik, fondasi
metodologis geisteswissenschaften, fenomenologi dassein,
pemahaman eksistensial, hingga menjadi sistem interpretasi.

Adapun penjelasan masing-masing adalah sebagai berikut:


1. Hermeneutika sebagai Teori Eksegesis Bibel
Hermeneutika adalah teori eksegesis Bibel dengan prinsip
interpretasi kitab suci. Pembatasan muncul saat buku
memberikan kaidah penafsiran. Karya pertama adalah
Hermeneutica Sacra oleh JC. Dannhauer pada 1654, digunakan
di lingkungan Protestan. Hermeneutika berkembang saat
menerjemahkan teks kitab suci tanpa akses langsung.
Pentingnya hermeneutika dirasakan karena memahami makna
dan memberikan otoritas dalam memecahkan masalah.
Hermeneutika dan eksegesis dibedakan, dengan hermeneutika
sebagai metodologi interpretasi dengan aturan dan teori.
Dikembangkan di Jerman, Inggris, dan Amerika.

2. Hermeneutika Sebagai Metodologi Filologi


Hermeneutika saat ini berkembang sebagai teknik penelitian dan
analisis terhadap teks-teks kuno, termasuk kitab suci dan bukan
kitab suci. Pemikiran ini muncul bersamaan dengan publikasi
buku panduan hermeneutika karya Johan August Ernesti pada
tahun 1761. Ernesti menyatakan bahwa pemahaman verbal kitab
suci harus ditentukan dengan cara yang sama seperti
pemahaman terhadap buku-buku lainnya.

3. Hermeneutika sebagai Ilmu Pemahaman Linguistik


Hermeneutika sebagai ilmu pemahaman linguistik kritis terhadap
hermeneutika filologi. Hermeneutika linguistik melebihi
penafsiran teks tertulis. Hermeneutika adalah kaidah untuk
pemahaman dalam semua dialog, tidak terbatas pada teks
tertulis. Hasilnya adalah hermeneutika umum, digunakan sebagai
fondasi interpretasi teks sakral dan non-sakral, tertulis dan non-
tertulis. Schleiermacher memulainya.

4. Hermeneutika sebagai Fondasi Metodologis


Geisteswissenschaften
hermeneutika tidak hanya semata-mata sebagai penafsiran teks
tetapi bisa juga diterapkan untuk penafsiran semua jenis ekspresi
manusia, baik itu berupa praktek sosial, kejadian sejarah, karya
seni, dan lain-lain.

5. Hermeneutika sebagai Fenomenologi Dassein18 dan


Pemahaman Eksistensial
Hermeneutika dikembangkan oleh Heidegger dan Gadamer.
Tidak lagi hanya tentang interpretasi teks, tapi juga fenomenologi
keberadaan manusia. Hermeneutika adalah aktivitas
pemahaman terkait keberadaan manusia.

6. Hermeneutika sebagai Sistem Interpretasi


Hermeneutika sebagai sistem interpretasi dikembangkan oleh
Ricoeur. Hermeneutika adalah teori tentang menafsirkan teks
dan simbol dengan makna equivokal. Ada dua sindrom:
demitologisasi dan demistifikasi. Demitologisasi mengungkap
makna tersembunyi, sementara demistifikasi meruntuhkan ilusi
secara rasional.

C. Konsep dasar pendekatan hermeneutika dalam kajian al-


Qur’an

1. Teori Hermeneutika
Teori hermeneutika memusatkan diri kepada persoalan teori
umum interpretasi sebagai metodologi ilmu-ilmu humaniora juga
termasuk ilmu-ilmu geisteswissenschaften (sosial kemanusiaan).
Tujuan hermeneutika ini adalah untuk mencapai makna yang
obyektif dan valid. Jadi hasilnya merupakan representasi dari
kondisi histori penulis / pengarang teks.

2. Filsafat Hermeneutika
Filsafat Hermeneutika menfokuskan pada status ontologis
memahami itu sendiri, sehingga berpendapat bahwa penafsir
telah mempunyai prasangka / mengetahui pada teks yang akan
ditelitinya. Implikasi konsep hermeneutika bergeser dari
reproduksi teks menjadi partisipasi dalam komunikasi antara
masa lalu dan kini. Hermeneutika filsafat memproduksi makna
baru, berbeda dengan tujuan hermeneutika teori. Heidegger dan
Gadamer mengembangkan pandangan ini, dengan penafsiran
sebagai peleburan horison-horison dan pemahaman sebagai
sikap produktif.

3. Hermeneutika Kritis
Hermeneutika kritis adalah penaksiran hubungan-hubungan
dalam pandangan standar dengan kritik terhadap konsep
penafsiran sebelumnya. Hermeneutika kritis terkait dengan teori
kritis madzhab Frankfurt dan mencurigai teks sebagai tempat
kesadaran palsu. Habermas menekankan faktor luar teks dalam
konteks penafsiran. Pentingnya konteks dalam menghasilkan
makna juga disoroti.

D. Pendekatan Hermeneutik dalam Studi al-Qur’an: Telaah


Pemikiran Farid Esack.
1. Al-Qur’an dalam Persepsi Farid Esack

Tidak berbeda dengan kebanyakan intelektual Islam, menurut


Esack bahwa al-Qur’an adalah firman Allah yang diwahyukan
kepada Nabi Muhamad Saw melalui malaikat Jibril a.s secara
lisan dan harfiah yang berbahasa Arab.
Al-Qur'an memiliki kemurnian bahasa Arab dan tanggapan
terhadap masyarakat Arab pada masa pewahyuannya. Konteks
historis dan linguistik harus dipertimbangkan dalam penafsiran
Al-Qur'an. Esack menekankan relevansi abadi Al-Qur'an dengan
konteks tertentu di masa lalu untuk mengkontekstualisasikan
ajaran-ajaran dalam setiap situasi. Pewahyuan progresif
menunjukkan interaksi kreatif antara Tuhan, realitas dunia, dan
kebutuhan masyarakat. Asbab al-nuzul dan naskh al-Qur'an juga
mencerminkan karakter situasional Al-Qur'an.

2. Membaca Al-Qur’an Bersama Esack

Terdapat 2 (dua) istilah yang sangat familiar yang merujuk pada


aktivitas penafsiran al-Qur’an, yaitu tafsir dan takwil, sedangkan
yang muncul belakangan adalah hermeneutika. Hermeneutika
diterapkan dalam al-Qur'an sebagai alat untuk pembebasan
rakyat Afrika Selatan. Asumsi hermeneutika mengakui
subjektivitas penafsir dan pluralitas makna Al-Qur'an. Umat Islam
cenderung meyakini kemanunggalan makna, yang menjadi
kendala bagi penerapan hermeneutika dalam teks Al-Qur'an.
Hermeneutika dianggap politis karena dipengaruhi oleh ideologi,
sejarah, dan refleksi.
Menurut Farid Esack ada 3 ganjalan menerapkan Hermeneutika
kepada Al-Qur'an, diantaranya :
a. Untuk menemukan kembali makna, hermeneutika
memaksakan keterlibatan konteks dan kondisi manusia.
Tanpa konteks, teks tak akan berarti apa-apa
b. Hermeneutika menawarkan prinsip bahwa yang
menghasilkan makna adalah manusia
c. Pemikiran dominan yang berkembang selama ini membuat
pembedaan yang ketat dan seolah tak terjembatani antara
proses pewahyuan di satu sisi dengan penafsiran itu sendiri
di sisi yang lain.
Dalam Islam, hermeneutika penerimaan adalah yang diterima,
mempelajari pemaknaan teks oleh individu atau kelompok yang
berbeda. Hermeneutika ini mengakui pemahaman yang beragam
dan berfokus pada proses penafsiran. Validitas dan otentisitas
makna ditentukan oleh uji fungsional dan pragmatis. Manusia
menentukan otentisitasnya berdasarkan kepentingan mereka.
Proses penafsiran melibatkan teks, pengarang, penafsir, dan
tindakan penafsiran.
Ada 3 (tiga) unsur instrinsik dalam proses penafsiran teks,
diantaranya :
a. Teks dan pengarangnya, proses penafsiran sebuah teks
maka seorang penafsir haruslah mampu memasuki pikiran
pengarang teks.
b. Penafsir, penafsir seringkali mengikutkan konsepsinya untuk
asumsi awal dalam penafsirannya. Dengan demikian maka
makna dimanapun dia tempatkan selalu ada dalam struktur
pemahaman penafsir.
c. Tindakan penafsiran, penafsiran erat pengaruhnya dengan
bahasa, sejarah dan tradisi.

3. Kunci-kunci Hermeneutika Penerimaan

Hermeneutika yang digagas Faried Esack berusaha


menghadirkan kembali istilah-istilah dalam al-Qur’an yang sering
disalahartikan dalam memahaminya. Terdapat 6 (enam) kata
kunci untuk memahami al-Qur’an terutama untuk masyarakat
yang diwarnai penindasan dan perjuangan antar iman demi
keadilan dan kebebasan, yaitu :
a. Takwa, kesadaran bahwa manusia memerlukan Tuhan.
b. Tauhid, tuhan yang satu demi kemanusiaan.
c. Nas / manusia sebagai khalifah.
d. Mustadh’afun fi al-ardh, ini mengarah pada orang-orang yang
tertindas, yang dipandang lemah dan tidak berarti, serta yang
diperlakukan arogan oleh pihak lain yaitu mala’ (penguasa).
e. Adl dan qisth, ajaran al-Qur'an menekankan pada keadilan
dan tanggung jawab manusia terhadap Tuhan dan hukum.
Model sosio-politik yang diinginkan adalah masyarakat adil
dan egaliter. Hermeneutika al-Qur'an muncul dari interaksi
dengan perjuangan pembebasan di Afrika Selatan, mengajak
melawan penindasan dan menegakkan keadilan. Al-Qur'an
menjadi alat pemberontakan melawan ketidakadilan dan
penindasan.
f. Jihad, Esack mendefinisikan jihad sebagai perjuangan dan
praksis. Perjuangan merupakan langkah untuk mendesak
seseorang atau mengeluarkan energi atau harta.

Selanjutnya secara aplikatif langkah-langkah yang digunakan


Esack dalam menafsirkan al-Qur’an adalah:
a. Mengangkat satu tema tertentu
b. Menyebut ayat yang berkenaan dengan tema atau isu
tersebut
c. Memaparkan pandangan para mufassir sebelumnya tentang
ayat-ayat tersebut
d. Menyimpulkan dan menjelaskan makna yang paling sesuai
setelah melihat konteks ayat, asbab al- nuzul
e. Membahas bagaimana seharusnya ayat tersebut dipahami
f. Menjelaskan bagaimana kontekstualisasi ayat untuk muslim
Afrika Selatan dan atau konteks lainnya yang serupa.

4. Agama Lain dalam Al-Qur’an Versi Hermeneutika Esack

Secara umum Esack berpendapat bahwa al-Qur’an menampilkan


perspektif ketuhanan universal dan sikap inklusivistik dengan
pemeluk agama lain.
Secara khusus maka al-Qur’an merespons terhadap
keanekaragaman agama. Satu sisi munculnya banyak agama
akan memunculkan banyak Tuhan sebagai konsekuensi
logisnya, di sisi lain sebagaimana dalam banyak ayat al-Qur’an
tercatat perintah penonjolan sikap eksklusifitas beragama.
Kata "din" dalam bahasa Arab abad ke-7 memiliki 3 kelompok
makna: konsep agama sistematik, penilaian dan praktik, serta
kesesuaian dan perilaku standar. Al-Qur'an mengakui banyak
nabi, termasuk Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Nabi Muhammad,
yang membawa pesan yang sama dalam konteks yang berbeda.
Al-Qur'an menyatakan bahwa setiap umat memiliki syari'at dan
jalan yang berbeda, tetapi dalam din yang satu, Islam.
Keanekaragaman syari'at bisa terjadi, tetapi tidak pada din. Teks
al-Qur'an mengacu pada kaum muslim ahli kitab dan manusia
pada umumnya, menekankan inklusivitas dan kebutuhan untuk
pembahasan terperinci tentang pluralisme agama. Al-Qur'an
menunjukkan bahwa saat kembali kepada Allah, perselisihan
akan dijelaskan. Jika ada komunitas pra-Nabi Muhammad yang
berbeda, respons yang diminta adalah berlomba dalam kebaikan
dengan komunitas kontemporer mereka.

1. Konteks historis teks al-Qur'an


Pemahaman siswa sering kurang tentang situasi sejarah di
mana ayat-ayat al-Qur'an diwahyukan.
Daftar materi pada KB
2
yang sulit dipahami 2. Metode interpretasi
Siswa kadang kesulitan memahami beragam metode dan
strategi yang digunakan dalam pendekatan hermeneutika al-
Qur'an.

1. Sering terjadi kesalahpahaman tentang pentingnya


memahami konteks sejarah dan sosial dalam memaknai /
Daftar materi yang sering memahami al-Qur'an dalam kontek hermeneutika.
3 mengalami miskonsepsi 2. Siswa cenderung bingung mengenai bagaimana sudut
dalam pembelajaran pandang / perspektif penafsir dalam mempengaruhi
pemahaman dan pentingnya memahami berbagai pendapat
tentang heurmeneutika.

Anda mungkin juga menyukai