Disusun Oleh:
2021/2022
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini untuk mememenuhi mata kuliah
“Hermeneutika” dengan judul “Ruang lingkup dan konsep dasar hermeneutika”.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad Shallallhu ‘alaihi Wasallam, kepada keluarga, para sahabat, dan
pengikutnya, dengan penuh harapan kelak kita mendapatkan syafa’atnya di hari
akhir nanti. Dengan kerendahan hati dan kesadaran penuh, penulis sampaikan
terima kasih kepada berbagai sumber refrensi, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
A. Latar Belakang
Proses hermeneutik dari waktu ke waktu semakin berkembang mengikuti alur
dialektika manusia yang semakin kompleks dan terbuka di dalam memahami
pesan-pesan ketuhanan. Dalam perkembangannya, hermeneutik memiliki tiga
model, yaitu hermeneutik sebagai cara atau hermeneutik teoritis, hermeneutik
sebagai cara untuk memahami pemahaman atau hermeneutika filosofis,
hermeneutik sebagai cara untuk mengkritisi pemahaman atau hermeneutik kritis.
Problema hermeneutik dalam kajian agama, lebih- lebih filsafat, makin
bertambah penting mengingat penafsiran ulang terhadap suatu teks. Dalam proses
menerjemahkan tersebut terdapat faktor memahami dan menerangkan sebuah
pesan ke dalam medium bahasa. Inilah sesungguhnya rahim historisitas yang
kemudian melahirkan hermeneutik. Akan tetapi, proses hermeneutik tidak sekedar
memahami, menerjemahkan, dan menjelaskan sebuah pesan. Namun di balik
proses hermeneutik berjubel-jubel elemen lain yang saling berkait, seperti
praanggapan, tradisi, dialektika, bahasa, dan realitas.
Secara historis, penggunaan hermeneutika dapat ditemukan dalam karya-
karya klasik pemikir Yunani kuno, seperti tulisan Aristoteles Peri
Hermenias atau de intepretatione.Minat utama Aristoteles dan pemikir-pemikir
masa tersebut adalah intepretasi terhadap ungkapan-uangkapan, baik lisan maupun
tulisan, yang dilakukan oleh orang yang berbeda-beda. Asumsi hermeneutika pada
masa tersebut bersifat personal, bahwa setiap orang mempunyai pengalaman-
pengalaman mental sendiri-sendiri sehingga berpengaruh terhadap cara
pengungkapan dan gaya bahasa yang berbeda pula. Oleh karena itu, tujuan
hermeneutika pada masa itu antara lain untuk memahami bentuk-bentuk ekspresi
manusiawi dari peristiwa mental manusia.1
Dengan berkembangnya diskursus filsafat ke arah postmodernisme,
hermeneutika mulai berperan sebaga salah satu disiplin yang sangat kritis
terhadap metodologi memahami teks dan realitas. Ia tidak lagi sebagai teori
penafsiran, akan tetapi menempatkan diri sebagi kritikus metode penafsiran.
Hermeneutika di sini mulai berubah menjadi “metateori tentang teori intepretasi”.2
Oleh karena itu, berdasarkan asumsi diatas, dalam makalah ini penulis akan
membahas tentang Hermeneutika dengan pokok pembahasan; ruang lingkup dan
konsep dasar Hermeneutika.
B. Pokok Bahasan
1. Konsep dasar Hermeneutika
2. Ruang lingkup Hermeneutika
C. Tujuan
1. Mengetahui Konsep dasar Hermeneutika
2. Mengetahui Ruang lingkup Hermeneutika
1
M.Amin Abdullah, dalam Ilham B. Saenong, Hermeneutika Pembebasan, Metodologi Tafsir Al-
Qur’an menurut Hasan Hanafi, ( Jakarta, TERAJU, 2002) hlm: xxi
2
Ibid
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep dasar Hermeneutika
Hermeneutik adalah studi pemahaman, khususnya tugas pemahaman teks.
Kajian hermeneutik berkembang sebagai sebuah usaha untuk menggambarkan
pemahaman teks, lebih spesifik pemahaman historis dan humanistik. Dengan
demikian, hermeneutik mencakup dalam dua fokus perhatian yang berbeda dan
saling berinteraksi yaitu; 1) peristiwa pemahaman teks, 2) persoalan yang
mengarah mengenai apa pemahaman interpretasi itu3.
Secara etimologi kata hermeneutika (hermeneutic) berasal dari Yunani,
hermeneuein yang berarti menerjemahkan atau menafsirkan. Ia merupakan sebuah
proses mengubah sesuatu dari situasi ketidak tahuan menjadi mengerti. Oleh
sebab itu, tugas pokok hermeneutika adalah sebagaimana menafsirkan sebuah teks
klasik dan asing menjadi milik kita yang hidup di zaman dan tempat berbeda 4.
Istilah hermeneutika juga kerap dihubungkan dengan tokoh mitologis Yunani,
Hermes, yang bertugas menyampaikan tugas Yupiter kepada manusia. Mitos ini
menjelaskan tugas seorang hermes yang begitu penting, yang bila keliru dapat
3
Hery, Musnur et al, Richard E. Palmer, Interpretation Theory In Scheimacher, Dilthey, Heidger
dan Gadamer, terj. Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005, h. 08
4
Umiarso, Hasan Hanafi; Pendekatan Hermeneuti Dalam Menghidupkan Tuhan, Sebuah Bungan
Rampai, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011, h. 193
berakibat fatal. Hermes adalah seorang duta yang dibebani misi menyampaikan
pesan sang dewa. Berhasil atau tidaknya misi menyampaikan pesan tersebut
tergantung pada cara bagaimana pesan itu disampaikan. Dengan demikian,
hermeneutika secara sederhana diartikan sebagai proses mengubah ketidaktahuan
menjadi tahu.5
Ebeling (dalam grondin,1994:20) membuat interpreatasi yang banyak
dikutip mengenai proses penerjemahan yang dilakukan hermes. Menurutnya,
proses tersebut mengandung tiga makna hermeneutis yang mendasar, yaitu :(1)
mengungkapkan sesuatu yang tadinya masih dalam pikiran melalui kata-kata
sebagai medium penyampaian; (2) menjelaskan secara rasional sesuatu yang
sebelumnya masih samar-samar sehingga maknanya dapat dmengerti; dan (3)
menerjemahkan suatu bahasa yang asing ke dalam bahasa lain yang lebih dikuasai
pemirsa. Tiga pengertian tersebut akhirnya terangkum dalam pengertian
“menafsirkan” (interpreting, understanding). Hal ini karena segala sesuatu yang
masih membutuhkan pengungkapan secara lisan, penjelasan yang masuk akal, dan
penerjemahan bahasa, pada dasarnya mengandung proses ‘ memberi pemahaman’
atau dengan kata lain menafsirkan. Dengan demikian, hermeneutika merupakan
“proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti
(sumaryono, 1999:24). Dalam defisini yang agak berbeda, dikatakan bahwa
hermeneutika sebagai suatu metode atau cara untuk menafsirkan simbol berupa
teks atau sesuatu yang diperlakukan sebagai teks untuk dicari arti dan maknanya,
dimana metode ini mensyaratkan adanya kemampuan untuk menafsirkan masa
lampau yang tidak di alami, kemudian dibawa kemasa sekarang (fais, 2003:9).
Tentang istilah hermeneutika sendiri secara historis baru muncul pertama kali
dalam karya Johann Konrad Dannhauer, seorang teolog Jerman, yang berjudul
Hermeneutika Sacra, Shive Methodus Exponendarums Sacrarum yang ditulis
pada tahun 1654. Sebagai seorang teolog, hermeneutika yang dibahas masih
terbatas dalam penafsiran teks-teks Bibel.6
5
Sumaryono, E, Hermeneutika Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta: kanisius, 2003, h. 24-25
6
Mudjia Raharjo,. Dasar-Dasar Hermeneutika Antara Intensionalisme dan Gadamerian,
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008, h. 54
Istilah hermenutika sebagai “ilmu tafsir” pertama kali muncul pada sekitar
abad ke 17 dengan dua pengertian, yaitu hermeneutika sebagai seperangkat
prinsip metodologis penafsiran dan hermeneutika sebagai penggalian filosofis dari
sifat dan kondisi yang tak bisa dihindarkan dari kegiatan memahami. Carl
braathen merupakan filosof yang mengakomodasi kedua pengertian tersebut
menjadi satu dan menyatakan bahwa hermeneutika adalah “ ilmu yang
merefleksikan bagaimana satu kata atau satu peristiwa dimasa dan kondisi yang
lalu bisa dipahami dan menjadi bermakna secara nyata dimasa sekarang sekaligus
mengandung aturan-aturan metodologis untuk diaplikasikan dalam penafsiran dan
asumsi-asumsi metodologis dari aktivitas pemahaman (fais 2003:10).7
7
Mudjia raharjo, daasar-dasar hermeneutika, ar ruzz media, yogjakarta, 2008, hal 28-30
penafsiran, hermeneutika memerhatikan tiga hal sebagai komponen pokok dalam
kegiatan penafsiran, yakni teks, konteks, dan kontekstualisasi.