Anda di halaman 1dari 16

HERMENEUTIKA HANS-GEORG GADAMER DAN SIGNIFIKANSINYA

TERHADAP PENAFSIRAN AL-QUR’AN

Muh. Hanif
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto
Jl. A. Yani No. 40 A Purwokerto 53126
Email: hanif.sltg@gmail.com
HP: 081392998134

Abstrak
Tulisan ini membahas tentang pengantar hermeneutika, riwayat hidup Gadamer, pemikiran
hermeneutika Gadamer, hermeneutika Gadamer dan penafsiran Al-Qur’an, dan contoh mufassir
yang menggunakan model hermeneutika Gadamer. Hermeneutika mencoba menangkap makna
teks Al-Qur’an. Makna atau meaning berasal dari kata bahasa Jerman “meinen” yang artinya “ada
di pikiran atau benar”. Makna diproduksi berdasarkan fusion horizon atau percampuran cakrawala
pemikiran pengarang, pembaca dan teks. Penafsiran adalah tindakan produktif yang melibatkan
subyektifitas penafsir, dan dipengaruhi oleh realitas sejarah dan pra anggapan yang dimiliki oleh
seorang penafsir. Hermenetika Gadamer ini banyak diterapkan dalam cara penafsiran Al-Qur’an bi
al-ra’y.

The paper discusses the introduction of hermeneutics, Gadamer's biography, Gadamer's


hermeneutics and Quranic exegesis, and examples of interpreters using the Gadamer hermeneutics
model. hermeneutics tried to grasp the meaning of the Quranic text. Meaning comes from the
German "Meinen" which means "to be in the mind or right." Meanings are produced on the basis
of a fusion of horizon or a mixture of the author's horizon of thought, reader, and text.
interpretation is a productive act involving the subjectivity of the interpreter and is influenced by
the historical reality and the presupposition of the interpreter. Gadamer hermeneutics is widely
applied in the way of interpretation of the Qur'an bi al-ra'yi.

Kata Kunci: Hermeneutika, Gadamer, Penafsiran, Al-Qur’an

A. P ENDAHULUAN Hermes adalah menerjemahkan pesan-


ecara etimologi, hermeneutika pesan dari Dewa di gunung Olympus ke

S berasal dari bahasa


hermeneuein, kata kerja
berarti menafsirkan,
Yunani,
yang
dan
dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh
manusia. Oleh karena itu, hermeneutika
pada akhirnya diartikan sebagai proses
menginterpretasikan, menerjemahkan, dan mengubah sesuatu atau situasi
hermeneia, kata benda, yang berarti ketidaktahuan, menjadi dimengerti. Nama
penafsiran atau interpretasi. 1 Istilah Hermes berhubungan dengan tugas
Yunani ini mengingatkan kita pada tokoh mengganti apa yang di atas pemahaman
mitodologis yang bernama Hermes, yaitu manusia ke dalam suatu bentuk di mana
seorang utusan yang mempunyai tugas fikiran dan akal manusia dapat
menyampaikan bahasa atau pesan para memahaminya. Dalam tradisi Barat,
dewa/Jupiter kepada manusia. Tugas

1
Sudarto Murtaufiq, “Hermeneutika Dalam Tradisi
Keilmuan Islam: Sebuah Tinjaun Kritis”, dalam
Akademika, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013, hlm. 13.
Muh. Hanif

hermes bertugas menafsirkan pikiran dan interpretasi inilah menimbulkan


Tuhan. 2 “lingkaran hermeneutik”. 4
Menurut Hossein Nasr sebagaimana Gerhard Ebeling menejalaskan bahwa
yang dikutip oleh Komaruddin Hidayat, proses penjelasan yang dilakukan Hermes
Hermes tak lain adalah Nabi Idris A.S. mengandung tiga konsep dasar
yang disebut dalam al-Qur’an. Sementara hermeneutika: Pertama , mengungkapkan
menurut cerita yang beredar di kalangan apa yang ada dalam pikiran ke dalam
pesantren, pekerjaan Nabi Idris adalah bentuk kata-kata (utterance, speaking )
sebagai tukan tenun. Jika propesi tukang sebagai bentuk penyampaian. Kedua,
tenun dikaitkan dengan mitos Yunani menjelaskan secara rasional
tentang Dewa Hermes, di sana terdapat (interpretation, explanation ) sesuatu yang
korelasi positif. Kata kerja “menenung” masih samar agar makna atau maksudnya
atau “memintal” yang dalam bahasa latin dapat dipahami dengan jelas. Ketiga,
adalah tegere, sedangkan produknya menerjemahkan ( translating ) suatu bahasa
disebut textus atau text, memang yang asing ke dalam bahasa yang lebih
merupakan isu sentral dalam kajian dikuasai audiens. Akan tetapi, dalam
hermeneutika yang dinisbahkan pada literatur hermeneutika modern, proses
Hermes. 3 pengungkapan pikiran dengan kata-kata,
Hermeneutika merupakan ilmu dan penjelasan secara rasional dan
seni membangun makna melalui penterjemahan bahasa seperti itu, masih
interpretasi rasional dan imajinatif dari jauh dari pengertian hermeneutika. Apa
bahan baku berupa teks. Bagi Nabi Idris yang ditulis Ebeling justru lebih dekat
atau Dewa Hermes, ketika persoalan dengan makna exegesis (penafsiran). Di
pertama yang dihadapi adalah bagaimana sinilah perbedaan antara hermeneutika
menyampaikan pesan-pesan Tuhan yang dengan exegesis. Exegesis lebih
berbicara dengan bahasa “langit” agar bisa merupakan tindakan praktis menafsirkan
dipahami manusia yang berbicara dengan teks atau komentar aktual atas teks,
bahasa “bumi”. Untuk dapat membuat sedang hermeneutika berkaitan dengan
interpretasi, orang lebih dahulu harus perbagai aturan, metode dan teori yang
mengerti atau memahami. Namun keadaan membimbing seorang mufassir dalam
“lebih dahulu mengerti” ini bukan melakukan exegese . 5
didasarkan atas penentuan waktu, Menurut Paul Richoeur hermeneutika
melainkan bersifat alamiah. Sebab adalah teori aktivitas pemahaman yang
menurut kenyataannya, bila seseorang berhubungan dengan interpretasi teks.
mengerti, ia sebenarnya telah melakukan Menurut Antony Kerbooy, hermeneutika
interpretasi, dan juga sebaliknya. Ada adalah ilmu atau teori penakwilan.
kesertamertaan antara mengerti dan Menurut Andrew Bovy, hermeneutika
membuat interpretasi. Keduanya bukan adalah keahlian interpretasi. 6
dua momen dalam satu proses. Mengerti

2 4
Lindra Darnela, “Interrelasi dan Interkoneksi antara Ibid.
5
Hermeneutika dan Ushul Fiqh”, Jurnal Asy-Syir’ah, Achmad Khudori Soleh, “Membandingkan
Vol. 43, No. I, 2009. Hermeneutika dengan Ilmu Tafsir”, dalam, Jurnal
3
Sulaiman Ibrahim, “Hermeneutika Teks:Sebuah Tsaqafah, Vol. 7, No. 1, April 2011, hlm. 33-34.
6
Wacana Dalam Metode Tafsir Al Quran?”, dalam Lindra Darnela, “Interrelasi dan Interkoneksi antara
Hunafa: Jurnal Studia Islamika. Vol. 11, No.1, Juni Hermeneutika dan Ushul Fiqh”, Jurnal Asy-Syir’ah.
2014: 23-41, hlm. 26-35. Vol. 43, No. I, 2009.

94 Maghza Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2017


Hermeneutika Hans-Georg Gadamer dan Signifikansinya Terhadap Penafsiran Al-Qur’an

Kehadiran hermeneutik tidak terlepas Hermeneutika pada masa tengah di mulai


dari pertumbuhan dan kemajuan pemikiran pada masa penafsiran terhadap bible yang
tentang bahasa dalam wacana filsafat dan menggunakan empat level pemaknaan,
keilmuan lainnya. Pada awalnya baik secara literal, allegoris, tropological
hermeneutik banyak dipakai oleh mereka (moral) dan eksatologis. Tetapi pada masa
yang berhubungan erat dalam kitab suci reformasi Protestan, empat pemaknaan
injil dalam menafsirkan kehendak Tuhan tersebut kemudian disempitkan pada
kepada manusia, model ini dikenal dengan eksegesis literalatau gramatical dan
Ilmu Tafsir Kitab Suci. Namun, exegesis studi tentang Yahudi dan Yunani.
hermeneutik tidak mutlak hanya milik Hermeneutika modern dapat dibedakan
kaum penafsir kitab suci saja, ia dalam beberapa fase dengan aliran-aliran
berkembang pesat dalam berbagai disiplin yang mengikutinya. Fase awal mulai abad
ilmu yang luas. Bentuk hermeneutik dalam ke-19 dengan merujuk pada tokoh
suatu kajian mulai berkembang pada abad protestan ternama Friedich Schleimacher
ke-17 dan ke-18.7 (1768-18) dan murid-muridnya termasuk
Studi hermeneutik sebagai suatu Emilio Betti dengan hermeneutika
bidang keilmuan mulai marak pada abad teoritisnya. Fase ke dua, pada abad ke-20
ke-20. Diskursus kajian hermeneutik dengan Martin Heidgerr (1889-1976)
semakin berkembang, ia tidak hanya sebagai tokohnya, termasuk Hans Goerge
mencakup pada bidang kajian kitab suci Gadamer dengan aliran hermeneutika
(teks keagamaan) dan teks-teks klasik filosofis, selanjutnya adalah Jurgen
belaka, melainkan telah berkembang jauh Habermas dengan hermeneutika kritisnya
pada ilmu-ilmu lain. Adapun ilmu-ilmu (critical hermeneutics) . 9
yang berkaitan erat dengan hermeneutik
adalah sejarah, hukum. Filsafat, B. R IWAYAT HIDUP HANS-GEORG
8
kesusasteraan dan lain sebagainya. GADAMER
Sejarah telah menunjukkan bahwa, Hans-Georg Gadamer lahir di
sejak abad ke-19 atau akhir abad 18, Marburg, Jerman, tanggal 11 Februri 1900,
hermeneutika telah menemukan bentuknya meninggal di Heidelberg, Jerman, pada
yang baru dari wajah hermeneutika tanggal 13 Maret 2002. Dia adalah seorang
sebelumnya. Secara periodik hermeneutika filsuf Jerman yang paling terkenal dengan
dapat dibedakan dalam tiga fase, klasik, karya monumentalnya Wahrheit und
pertengahan dan modern. Hermeneutika Methode (Kebenaran dan Metode).
klasik lebih bercorak pada bentuk Ayahnya adalah professor dalam bidang
interpretasi teks dan art of interpretation Kimia. Gadamer berasal dari keluarga
atau seni penafsiran. Istilah ini pertama dengan latar belakang Protestan, tetapi
kali muncul pada abad ke XVII, namun agama tidak memiliki peran penting dalam
hermeneutika dalam arti sebagai aktifitas keluarganya. Gadamer tumbuh besar dalam
penafsiran telah lahir jauh sebelumnya, lingkungan dan kemudian menjadi
usianya setua eksegesis teks. pengikut apa yang disebut sebagai agama
nalar ( vernunftreligion ). Pada masa itu,
7
Sulaiman Ibrahim, “Hermeneutika Teks: Sebuah
9
Wacana Dalam Metode Tafsir Al Quran?”. Hunafa: Arifah Millati Agustina, “Peran Sosial Domestik
Jurnal Studia Islamika. Vol. 11, No.1, Juni 2014: 23- Perempuan dalam Tafsir Ibn Katsir. Sebuah Tinjauan
41, hlm. 26-35. Hermeneutik”, dalam Jurnal Ahkam, Volume 4,
8
Ibid. Nomor 2, November 2016, hlm. 349-362, 353-361.

Maghza Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2017 95


Muh. Hanif

sains (wissenschaft ) dan budaya (kultur) antara Gadamer dengan Heidegger


terkadang berjalan harmonis tetapi tidak berkembang menjadi relasi yang kompleks.
jarang saling bertentangan. Ayahnya Pernah menjadi mahasiswanya sekaligus
berusaha untuk mengenalkan Gadamer menjadi pembimbing bagi Gadamer dalam
pada ilmu alam yang menurutnya lebih penulisan habilitation (karya ilmiah
berharga dari pada ilmu humaniora. setelah disertasi) untuk mendapatkan
Sementara Gadamer sendiri, sejak kecil posisi di universitas. Karya yang ditulis
sudah tertarik dengan ilmu humaniora, dengan bimbingan Heidegger kemudian
terutama sastra. 10 diterbitkan, setelah mengalami perbaikan,
Gadamer memulai studinya di dengan judul Plato’s Dialectical Ethics:
perguruan tinggi pada tahun 1918 di Phenomenological Interpretations Relating
Universitas Breslau dan kemudian pindah to the Philebus . Dengan karya tersebut
ke Universitas Marburg. Dia belajar sastra, Gadamer menjadi dosen privat
sejarah budaya, psikologi dan filsafat. Di (privatdozent) yang berhak mengajar di
dua universitas inilah dia pertama kali universitas, tetapi tidak mendapatkan gaji.
berkenalan dengan ilmu filsafat melalui Gadamer hanya berhak menerima honor
beberapa orang tokoh seperti Richard dari mahasiswanya. 12
Hönigswald dan Nicolai Hartmann.
Gadamer aktif dengan kelompok C. KARYA -KARYA GADAMER
mahasiwa dengan anggota seperti Leo Gadamer adalah seorang penulis
Strauss, Karl Löwith, dan Hannah Arendt. kontemporer dalam bidang hermeneutika
Ia dan Heidegger menjadi akrab, dan yang amat terkemuka. Lewat karya
ketika Heidegger mendapatkan posisi di monumentalnya Wahrheit and Methode:
Marburg, Gadamer mengikutinya di sana. Grundzuge einer Philosophischen
Pengaruh Heideggerlah yang memberikan Hermeneutik. (Kebenaran dan Metode:
Gadamer pikiran bentuknya yang khas dan Sebuah Hermeneutika Filosofis menurut
menjauhkannya dari pengaruh-pengaruh garis besarnya) telah menghantarkan
neo-Kantian sebelumnya dari Natorp dan dirinya sebagai seorang filsuf terkemuka di
Hartmann. Pada tahun 1922 Gadamer bidang hermeneutika filosofis. Terbitnya
berhasil meraih gelar doktor dalam bidang buku ini pertama kali terbit tahun 1960
ilmu filsafat dengan judul disertasi “Das dalam bahasa Jerman, dianggap sebagai
Wesen der Lust nach den Platonischen salah satu kejadian terpenting dalam
Dialogen” (The Essence of Pleasure filsafat Jerman dewasa ini. Pada tahun
according to Plato‘s Dialogues ). 11 1965 diterbitkan cetakan kedua dengan
Khawatir dengan masa depan suatu kata pendahuluan yang baru di mana
anaknya, Johannes, ayah Gadamer, menulis Gadamer menjelaskan maksudnya dan
surat kepada Martin Heidegger yang menjawab sejumlah keberatan-keberatan
pernah menjadi guru Gadamer. Heidegger yang telah dikemukakan oleh sementara
menjamin bahwa Gadamer adalah filosof kritisi; ditambah lagi sebuah lampiran.
yang hebat dan akan menemukan posisi Dan pada cetakan ketiga dari tahun 1972
yang penting. Selanjutnya, hubungan masih ditambah lagi dengan suatu kata

10 12
Irsyadunnas, “Tafsir Ayat-Ayat Gender Ala Amina Lina Kushidayati, Hermeneutika Gadamer Dalam
Wadud Perspektif Hermeneutika Gadamer”, Musâwa, Kajian Hukum.YUDISIA, Jurnal Pemikiran Hukum
Vol. 14, No. 2, Juli 2015, hlm. 127. dan Hukum Islam. Vol. 5, No. 1, Juni 2014, hlm. 66-
11
Ibid. 68.

96 Maghza Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2017


Hermeneutika Hans-Georg Gadamer dan Signifikansinya Terhadap Penafsiran Al-Qur’an

penutup. Buku ini kemudian diterjemahkan Linge, University Of California Press,


kedalam bahasa Inggris dengan judul Truth Berkeley Los Angeles London, 1976.
and Method (Kebenaran dan Metode). 8. Hermeneutics between History and
Karya ini sekaligus merupakan contoh Philosophy The Selected Writings of
mengenai model penafsiran reproduktif Hans-Georg Gadamer:Volume I,
dan penafsiran produktif karena dari karya Edited and translated by Pol
ini telah lahir ratusan artikel, puluhan Vandevelde and Arun Iyer Bloomsbury
buku dan desertasi serta makalah seminar Academic, Bloomsbury Academic,
yang khusus membicarakan berbagai Bloomsbury, London, 2016.
dimensi buku Truth and method . Lewat 9. Dialogue and Dialectic: Eight
karya besar inilah, Gadamer menjadi Hermeneutical Studies on Plato,
seorang pemikir hermeneutika historis Translated by Christoper smith,
paling ternama di abad ini. 13 London and New York, 1980.
Karya karya Hans-Georg Gadamer 10. Hermeneutics, Religion, and Ethics,
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Translated by Joel Weinsheimer, Yale:
Inggris adalah sebagai berikut: Yale University Prees, 1999.
1. Truth and Method, Translation revised 11. Literature and Philosophy in Dialogue
by Joel Weinsheimer and Donald G. : Essays in German Literary Theory
Marshall. (London: Bloomsbury), Suny Series in Contemporary
1975. Continental Philosophy , New York:
2. Reason in the Age of Science, State University of New York Press,
Translated by Frederick G. Lawrence, 1994.
Massachusetts: Massachusetts 12. The Idea Of The Good In Platonic –
Institute of Technology, 1981 Aristotelian Philosophy, Translated
3. Heidegger’s ways, Translated by John By B P. Christopher Smith, (London:
W. Stanley, New York: State Yale University Press), 1986.
University of New York Press, 1994. Karya-karya orang lain yang mengulas
4. Hegel's Dialectic Five Hermeneutical tulisan Hans-Georg Gadamer antara lain:
Studies Translated and with an 1. Robert J. Dostal, The Cambridge
Introduction by P. Christopher Smith, Companion to Gadamer , Cambridge:
New Haven and London Yale Cambridge university press, 1999.
University Press, 1976. 2. Jean Grondin, The Philosophy of
5. Dialogue and Dialectic: Eight Gadamer , 1999.Paris: Acument, 1999.
Hermeneutical Studies on Plato, P. 3. Chris Lawn and Niall Keane, The
Christoper Smith , London: Yale Gadamer Dictionary , New York:
University Press, 1980. Continuum, 2011.
6. The Beginning Of Knowledge, 4. Francis J. Mootz III and George H.
Translated by Rod Coltman, Taylor (ed), Gadamer and Ricoeur,
Continuum, New York • London, Critical Horizons for Contemporary
1999. Hermeneutics , New York: Continuum,
7. Philosophical Hermeneutics, 2011.
Translated and Edited by David E. 5. Chris Lawn,Wittgenstein And
13
Gadamer Towards A Post-Analytic
Sofyan A.P. Kau, “Hermeneutika Gadamer dan
Philosophy Of Language , New York:
Relevansinya dengan Tafsir”, Jurnal Farabi, Vol 11.
No 1. Juni 2014. Continuum, 2004.

Maghza Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2017 97


Muh. Hanif

6. Morten S. Thaning, The Problem of 17. Dieter Misgeld and Graeme Nicholson
Objectivity in Gadamer’s (ed), Hans-Georg Gadamer on
Hermeneutics in Light of McDowell’s Education, Poetry, and History , New
Empiricism , New York: Springer, York State University of New York
2015. Press, 1992.
7. Christ Lawn, Gadamer: A Guide For 18. Rod Coltman with Sigrid Koepke, A
The Perplexed , New York: Continuum, Century of Philosophy, Hans-Georg
2006. Gadamer in Conversation with
8. Kristin Gjesdal, Gadamer And The Riccardo Dottori , Continuum New
Legacy Of German Idealism , York, 2006.
Cambridge: Cambridge University
Press, 2009. D. P EMIKIRAN HANS GEORG G ADAMER
9. Karl Simms, Hans-Georg Gadamer , Pada tahun 1960, ketika menjadi
New York: Routledge, 2015. professor filsafat di Heidelberg, Gadamer
10. Donatella Di Cesare, Gadamer A menerbitkan Truth and Method yang
Philosophical Portrait , Translated by membuat nama Gadamer dan hermeneutik
Niall Keane. Bloomington: Indiana mendapatkan posisi penting di kalangan
University Press, 2007. intelektual. Pada awalnya, Gadamer
11. Jerome Veith, Gadamer and the mengajukan judul “Philosophical
Transmission of History . Indiana Hermeneutics” kepada penerbit. Akan
University Press, Bloomington, 2015. tetapi istilah hermenetik dianggap terlalu
12. Nicholas Davey, Gadamer’s kabur. Pada akhirnya judul teresbut
Philosophical Hermeneutics , New digunakannya untuk buku yang lain. 14
York: State University of New York
Buku yang ditulis Gadamer yang
Press, 2006.
berjudul Truth and Method (Kebenaran
13. Richard E. Palmer (ed), The Gadamer
dan Metode) memuat pokok-pokok
Reader, A Bouquet of the Later
pikirannya tentang hermeneutika filosofis
Writings Hans-Georg Gadamer,
yang tidak hanya berkaitan dengan teks,
Translated from the German,
melainkan seluruh objek ilmu sosial dan
Northwestern University Press,
humaniora. Meskipun demikian, bahasa
Evanston, Illinois, 2007.
dalam sebuah teks tertentu masih
14. Bruce Krajewski (ed), Gadamer’s
mendapat porsi perhatian Gadamer yang
Repercussions Reconsidering
cukup tinggi dan merupakan objek utama
Philosophical
hermeneutikanya. Kaitannya dengan hal
Hermeneutics ,University Of California
ini, Gadamer mengatakan semua yang
Press, Berkeley Los Angeles London,
tertulis pada kenyataannya lebih
2004.
diutamakan sebagai objek hermeneutika.
15. Monica Vilhauer, Gadamer’s Ethics of
Gadamer dalam karyanya memang tidak
Play Hermeneutics and the Other . New
memberikan penjelasan, baik secara
York: Lexington Books, 2010.
explisit maupun implisit, tentang metode
16. Diane P. Michelfelder & RichcwLE ..
penafsiran tertentu terhadap teks. Hal itu
Palmer (ed), Dialogue And
Deconstruction The Gadamer-Derrida.
14
Encounter , New York: State Hans-Georg Gadamer, Truth and Method,
Translation revised by Joel Weinsheimer and Donald
University· of New York Press, 1989. G. Marshlml (London: Bloomsbury), 1975.

98 Maghza Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2017


Hermeneutika Hans-Georg Gadamer dan Signifikansinya Terhadap Penafsiran Al-Qur’an

dikarenakan bahwa dia tidak mau terjebak pemahaman yang mengarah pada tingkat
pada ide universalisme metode ontologis, bukan metodologis. Artinya,
hermeneutika untuk semua bidang ilmu kebenaran dapat dicapai bukan melalui
sosial dan humaniora, sebagaimana yang metode, tetapi melalui dialektika dengan
pernah digagas oleh Dilthey. Alasan lain mengajukan banyak pertanyaan. Dengan
adalah bahwa filsafat hanya berbicara begitu, bahasa menjadi medium sangat
tentang ide-ide umum, mendasar dan penting bagi terjadinya dialog. 17
prinsipil tentang suatu objek pembahasan, Menurut prespektif ini, dalam proses
sehingga dia menyerahkan sepenuhnya memahami teks, pikiran penafsir juga
pembicaaran mengenai metode tertentu menceburkan diri ke dalam pembangkitan
kepada setiap ahli bidang ilmu tertentu. kembali makna teks. Dengan demikian,
Meskipun demikian, teori-teori proses pemahaman adalah proses peleburan
hermeneutika Gadamer dapat digunakan horizon-horizon. Tindakan pemahaman
untuk memperkuat metode pemahaman adalah suatu kehendak yang sejauh
dan penafsiran suatu objek tertentu, mungkin bisa melahirkan proses peleburan
termasuk di dalamnya teks tertulis. 15 antara sekurang-kurangnya dua horizon.
Walaupun bukunya tersebut berjudul Pengarang dan konteks historis dari sebuah
Truth and Methode (Kebenaran dan teks dipertimbangkan dalam proses
Metode), namun Gadamer tidak bermaksud interpretif bersama dengan prasangka-
menjadikan hermeneutika sebagai metode. prasangka penafsir seperti tradisi,
Bagi Gadamer hermeneutika bukan hanya kepentingan praktis, bahasa, dan budaya. 18
sekedar menyangkut persoalan metodologi Teori pemahaman teks yang
penafsiran, melainkan penafsiran yang dikembangkan oleh Gadamer dikenal
bersifat ontologi, yaitu bahwa dengan istilah teori afective historis.
understanding itu sendiri merupakan the Dalam penjelasannya disebutkan ada
way of being atau cara manusia empat tahap yang harus dilakukan ketika
bereksistensi. Jadi baginya lebih seseorang ingin memahami teks, yaitu:
merupakan usaha memahami dan pertama, kesadaran keterpengaruhan oleh
menginterpretasi sebuah teks, baik teks sejarah. Situasi hermenutis tertentu
keagamaan maupun lainnya seperti seni mempengaruhi pemahaman hermeneutis
dan sejarah. 16 penafsir. Situasi tertentu itu antara lain
Sebagai penerus Heidegger, Gadamer berupa tradisi, kultur meaupun pengalaman
yang telah mengembangkan interpretasi hidup. Dia harus sadar akan pengaruh
ontologis, Gadamer tidak memaknai tersebut terhadap tafsirannya. seorang
hermeneutika sebagai penerjemah penafsir harus mampu mengatasi
eksistensi, tetapi pemikiran dalam tradisi subyektifitasnya ketika dia menafsirkan
filsafat. Sebenarnya, ia tidak menganggap sebuah teks. Kedua, keterpengaruhan oleh
hermeneutika sebagai metode sebab situasi hermeneutik tertentu membentuk
baginya pemahaman yang benar adalah pra pemahaman ( prejudice ) pada diri
seorang penafsir terhadap teks yang
15
Ibid. Lihat juga Prihananto, “Hermeneutika
Gadamer Sebagai Teknik Analisi Pesan Dakwah”,
Jurnal Komunikasi Islam, Volume 04, Nomor 01, Juni 17
Sudarto Murtaufiq, “Hermeneutika Dalam Tradisi
2014, hlm. 148-165.
16
Sofyan A.P. Kau, “Hermeneutika Gadamer dan Keilmuan Islam: Sebuah Tinjaun Kritis”, Akademika,
Relevansinya dengan Tafsir”, Jurnal Farabi, Vol 11. Volume 7, Nomor 1, Juni 2013, hlm. 20.
18
No 1. Juni 2014. Ibid., hlm. 21.

Maghza Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2017 99


Muh. Hanif

ditafsirkan. Prapemahaman yang diinterpretasikan maupun makna terdalam


merupakan posisi awal atau prior dari teks tersebut (signifikansi teks, makna
knowledge penafsir untuk membantu inti dan biasanya tersirat). Al-Ghazali
memahami teks. Pra pemahaman harus menyebutnya dengan istilah al-ma’na> al-
bersifat terbuka, dapat dikritisi dan za>hir dan al-ma’na> al-ba>tin (makna lahir
direhabilitasi. Ketiga , penggabungan atau dan batin). Nasr Hamid menyebut dengan
asimilasi horizon. Dalam proses penafsiran istilah ma’na> dan maghza> . Hirsch
seseorang harus sadar bahwa ada dua menyebutnya dengan istilah meaning dan
cakrawala pengetahuan, atau horison, yaitu significance. Gadamer menggunakan
horizon di dalam teks, dan horizon istilah sinn (arti) dan sinnesgemaf (makna
pemahaman horison pembaca. Kedua terdalam). Interpretasi ini dilakukan
horison ini selalu hadir dalam prolses dengan cara memperhatikan konteks
pemahaman dan penafsiran. Kedua horison tekstual dengan analisis bahasa sebagai
tersebut dikomunikasikan, sehingga basisnya dan konteks sejarah di mana teks
“ketegangan antara keduanya dapat itu muncul dengan analisis historis sebagai
diatasi. Penafsir dia harus memperhatikan instrumennya. 20
horison historis (baca: asbabun nuzul ), di
mana teks tersebut muncul. Keempat, E. HERMENEUTIKA GADAMER DAN
penerapan atau aplikasi. Menurut P ENAFSIRAN TEKS AL-QUR ’AN
Gadamer, ketika seseorang membaca kitab Menurut Khaled Abou el-Fadl
suci, maka selain proses memahami dan hermeneutika adalah bidang ilmu yang
menafsirkan ada satu hal lagi yang membahas praktik penafsiran, metode,
dituntut, yang disebutnya dengan istilah prinsip dan filsafat penafsiran yang erat
“penerapan” (Anwendung) pesan-pesan kaitanya dengan ilmu tafsir al-Qur’an dan
atau ajaran-ajaran pada masa ketika teks Hadis. Hermeneutika memposisikan
kitab suci itu ditafsirkan. Makna objektif otoritas pengarang atau author merupakan
teks dipahami, seorang penafsir harus otoritas ketuhanan untuk membenarkan
mampu menemukan “meaningful sense” tindakan absolut yang dilakukan pembaca
(makna yang berarti) sebagai pesan dari teks (reader) , sedangkan pembaca dapat
teks, di samping makna objektifnya. 19
menggantikan posisi pengarang. Semua itu
Teori aplikasi Gadamer tersebut dimaksudkan agar seseorang dapat
dalam penafsiran al-Qur’an bisa disebut melakukan pengkajian berdasarkan
“interpretasi ma’na cum maghza ”. Adapun kejujuran, pengendalian diri, kesungguhan,
yang dimaksud dengan istilah ini adalah kemenyeluruhan dan rasionalitas. 21
satu bentuk interpretasi yang Hermeneutika mulai dikenal dalam
memperhatikan baik makna asal (makna dunia Islam sejak para sarjana Islam yang
historis dan tersurat) dari teks yang belajar di Barat dan kemudian
19
Sahiron Syamsuddin, “Integrasi Hermeneutika Hans
memperkenalkan ilmu yang diperoleh
Georg Gadamer ke dalam Ilmu Tafsir? Sebuah Proyek
Pengembangan Metode Pembacaan al-Qur;an pada
20
Masa Kontemporer”. Dipresentasikan pada Annual Irsyadunnas, “Tafsir Ayat-Ayat Gender Ala Amina
Conference Kajian Islam yang dilaksanakan oleh Wadud Perspektif Hermeneutika Gadamer”, Musâwa,
Ditpertais Depag RI pada tanggal 26-30 November Vol. 14, No. 2, Juli 2015.
21
2006 di Bandung, hlm. 5-9. Lihat juga Irsyadunnas, Arifah Millati Agustina, “Peran Sosial Domestik
“Tafsir Ayat-Ayat Gender Ala Amina Wadud Perempuan dalam Tafsir Ibn Katsir, Sebuah Tinjauan
Perspektif Hermeneutika Gadamer”, Musâwa, Vol. 14, Hermeneutik”, Ahkam, Volume 4, Nomor 2,
No. 2, Juli 2015. November 2016, hlm. 349-362, 353-361.

100 Maghza Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2017


Hermeneutika Hans-Georg Gadamer dan Signifikansinya Terhadap Penafsiran Al-Qur’an

dalam lingkungannya. Lebih lanjut, pembacaannya terhindar dari kesalahan.


diskursus hermeneutika akhirnya menjadi Ketiga, setelah itu pembaca harus
cukup akrab dengan al-Qur’an. Sebab menggabungkan antara dua horizon,
metode interpretasi ini diduga kuat sama horizon pembaca dan horizon teks.
dengan tafsir, khususnya tafsi>r bi al-ra’yi Keduanya harus dikomunikasikan agar
atau ta’wi>l yang sudah lama digeluti oleh ketegangan antara dua horizon yang
beberapa ulama dalam menafsirkan al- mungkin berbeda bisa diatasi. Pembaca
Qur’an. Seiring dengan hegemoni harus terbuka pada horizon teks dan
peradaban Barat atas Dunia Islam, membiarkan teks memasuki horizon
hermeneutika pun mengalami pembaca. Sebab, teks dengan horizonnya
perkembangan lebih jauh lagi, yakni pasti mempunyai sesuatu yang akan
diaplikasikan oleh para intelektual muslim dikatakan pada pembaca. Interaksi antara
liberal terhadap al-Qur`an. Pelopornya dua horizon inilah yang oleh Gadamer
adalah para modernis (pembaharu) muslim disebut “lingkaran hermeneutika”.
abad ke-19 M, seperti Sayyid Ahmad Keempat, langkah selanjutnya adalah
Khan, Ameer Ali, Ghulam Ahmad Parvez, menerapkan “makna yang berarti” dari
dan Muhammad Abduh, Pada abad ke-20, teks, bukan makna objektif teks. Bertolak
dalam dekade 60-an hingga 70-an, muncul pada asumsi bahwa manusia tidak bisa
beberapa tokoh dengan karya-karya lepas dari tradisi di mana dia hidup, maka
hermeneutika. Hassan Hanafi, Arkoun, setiap pembaca menurutnya tentu tidak
Fazlurrahman, dan Nasr Hamid Abu Zayd bisa menghilangkan tradisinya begitu saja
disebut-sebut sebagai tokoh-tokoh yang ketika hendak membaca sebuah teks. 23
menafsirkan al-Qur`an dengan metode Teori pokok hermeneutika Gadamer
hermeneutika. 22 seperti yang dikutip dan dielaborasi
Salah satu bentuk hermeneutika yang kesesuaiannya dengan aspek-aspek ulumul
dapat digunakan dalam menafsirkan al- qur‘an oleh Sahiron Syamsuddin dapat
Qur’an adalah hermeneutika Gadamer. disimpulkan sebagai berikut: 24
Menurut Gadamer hermeneutika Pertama, teori kesadaran
filosofisnya berdasarkan pada empat kunci keterpengaruhan oleh sejarah. Inti dari
hermeneutis: Pertama, kesadaran terhadap teori ini adalah bahwa seorang penafsir
“situasi hermeneutika”. Pembaca perlu harus berhati-hati dalam menafsirkan teks
menyadari bahwa situasi ini membatasi dan tidak menafsirkannya sesuai dengan
kemampuan melihat seseorang dalam
membaca teks. Kedua , situasi
23
hermeneutika ini kemudian membentuk Sudarto Murtaufiq, “Hermeneutika Dalam Tradisi
Keilmuan Islam: Sebuah Tinjaun Kritis”, Akademika,
“pra-pemahaman” pada diri pembaca yang
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013, hlm. 22-23.
tentu mempengaruhi pembaca dalam 24
Sahiron Syamsuddin, “Integrasi Hermeneutika Hans
mendialogkan teks dengan konteks. Georg Gadamer ke dalam Ilmu Tafsir? Sebuah Proyek
Kendati ini merupakan syarat dalam Pengembangan Metode Pembacaan Al-Qur’an pada
Masa Kontemporer”, dipresentasikan pada Annual
membaca teks, menurut Gadamer, Conference Kajian Islam yang dilaksanakan oleh
pembaca harus selalu merevisinya agar Ditpertais Depag RI pada tanggal 26-30 November
2006 di Bandung. hlm. 9-13. Lihat juga Muhammad
Muchlish Huda, “Fisibilitas Hermeneutika Dalam
22 Penafsiran Al-Qur’an”, Dialogia, Vol. 12 No. 1 Juni
Lindra Darnela, “Interrelasi dan Interkoneksi antara 2014, hlm. 73-79. Lihat juga Muhammad Muchlish
Hermeneutika dan Ushul Fiqh”, Jurnal Asy-Syir’ah, Huda, “Fisibilitas Hermeneutika Dalam Penafsiran Al-
Vol. 43 No. I, 2009, hlm. 142-143. Qur’an”, Dialogia, Vol. 12 No. 1 Juni 2014. 73-79.

Maghza Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2017 101


Muh. Hanif

kehendaknya yang semata-mata berasal dengan sinn (arti) dan sinnesgemaβ


dari prapemahaman yang telah terpengaruh (makna yang berarti/mendalam), sementara
oleh sejarah seperti pengetahuan awal, Nashr Hamid Abu Zayd menyebutnya
pengalaman. dengan ma’nâ atau arti dan maghzâ atau
Kedua , teori fusion of Horizons dan signifikansi, sedangkan Hirsch
Dirâ>sâ>t mâ> Haula al-Nas} . Gadamer menyebutnya dengan meaning (makna/arti)
menegaskan bahwa dalam proses dan significance (signifikansi). Interpretsi
penafsiran terdapat dua horison utama tersebut tentunya dengan memperhatikan
yang harus diperhatikan dan diasimilasi, konteks tekstual, analisis bahasa dan
yakni horison teks dan horison penafsir. konteks sejarah dimana teks itu muncul
Horison teks, atau bisa saja disebut dengan dengan analisis historis sebagai
25
Weltanschauung (pandangan dunia) yang instrumennya.
oleh amin al-Khuli disebut dengan dira>sa>t Dengan Hermeneutika Gadamer
ma> fi> al-Nas} (studi atas apa yang ada di dalam studi al-Qur’an, dapat memperoleh
dalam teks) yakni menganalisis aspek makna al-Qur’an yang akan senantiasa
kebahasaan teks, sedangkan dira>sa>t ma> fi> melampaui jiwa pencipta. Makna al-
al-Nas} (studi atas sesuatu yang melingkupi Qur’an tidak ditentukan atau diterakan
teks) berupa analisis terhadap aspek oleh pengarang. Makna teks al-Qur’an
historis yang melingkupinya, seperti aspek melampaui pemahaman penciptanya, tidak
historis mikro (asba>b al-nuzu>l ) dan juga hanya kini tetapi selalu. Pemahaman atau
aspek hitoris makro, yakni kondisi bangsa menyingkap makna teks al-Qur’an bukan
Arab saat al-Qur‘an diturunkan. sekadar suatu kegiatan reproduktif, tetapi
Ketiga , teori aplikasi (Anwendung) juga kegiatan produktif. Dengan demikian,
dan Interpretasi Ma’nâ-cum-maghzâ. Teori sebagaimana Heidegger, Gadamer dengan
aplikasi ( anwendung ) yang dikemukakan konsep pemahamannya memberi tempat
oleh Gadamer menegaskan bahwa setelah pada unsur-unsur yang terlepas dari
seorang penafsir menemukan makna yang kategori-kategori logika. Hal ini berarti
dimaksud oleh sebuah teks kemudian bahwa yang dipahami tidak secara penuh
dilakukanlah pengembangan penafsiran dikuasai. Konsekuesinya, pemahaman
atau reaktualisasi/reinterpretasi dengan terhadap teks al-Qur’an tidak akan pernah
tetap memperhatikan kesinambungan - tuntas karena selalu terdapat
makna baru‖ ini dengan makna asal sebuah kemungkinan-kemungkinan baru
teks. Dengan teori ini diharapkan bahwa pemahaman dan kemungkinan-
pesan teks tersebut bisa diaplikasikan pada kemungkinan pemahaman baru. Dasarnya
saat penafsiran. adalah tradisi. 26
Ketika sebuah teks telah ditemukan Bagi Gadamer, seperti halnya juga
makna leksikalnyaa, dikorelasikanlah bagi Schleiermacher, pertanyaan yang
makna tersebut dengan kemungkinan berhubungan dengan pentingnya waktu
adanya makna kedua dan makna ketiga dalam pemahaman dan interpretasi dapat
yang terdapat pada medan makna dan
dengan tetap memperhatian komponen- 25
Muhammad Muchlish Huda, “Fisibilitas
komponen yang terkandung di dalam Hermeneutika Dalam Penafsiran Al-Qur’an”, Dialogia,
Vol. 12 No. 1 Juni 2014, hlm. 73-79.
makna leksikal tersebut. Mekanisme 26
Sudarto Murtaufiq, “Hermeneutika Dalam Tradisi
makna tersebut diistilahkan oleh Gadamer Keilmuan Islam: Sebuah Tinjaun Kritis”, Akademika,
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013, hlm. 23.

102 Maghza Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2017


Hermeneutika Hans-Georg Gadamer dan Signifikansinya Terhadap Penafsiran Al-Qur’an

menimbulkan lingkaran hermeneutik. Kita Berdasarkan kriteria diatas, sekilas


tidak dapat lebih dahulu memahami, tampak bahwa model tafsî>r bi al-ra’y tidak
kemudian membuat interpretasi. Akal berbeda dengan model tafsî>r bi al-ma’tsû>r.
pikiran kita bukan sekedar merupakan Keduanya sama-sama berusaha untuk
cermin yang secara mekanis memantulkan memahami al-Qur’an sebagaimana yang
segala cahaya yang diterimanya. Proses dimaksudkan Tuhan atau memahami teks
pemahaman yang sebenarnya merupakan sebagaimana yang dimaksudkan si
interpretasi itu sendiri. Akal pikiran kita pengarang. Perbedaan di antara keduanya
membuat perbedaan, mengutamakan, hanya terletak pada “sumber” yang
menunda, bekerja, mendayagunakan apa membandingkan hermeneutika dengan
saja yang dikumpulkan dari panca indra ilmu tafsir digunakan: yang satu
dan dari proses intelektualnya sendiri. Bila menggunakan nash atau data-data yang
akal kita memahami, maka di dalamnya telah ada dan diakui, sedang yang lainnya
tercakup pula interpretasi. Sebaliknya, jika menggunakan ijtihad atau pemikirannya
akal pikiran kita melakukan interpretasi, sendiri. 29
maka terangkum juga pemahamannya. 27 Jika kita melihat contoh tafsir-tafsir
Ada kesamaan antara hermeneutika yang diklasifikasikan sebagai bagian dari
Gadamer dengan metode tafsi>r bi al-ra’y model tafsî>r bi al-ra’y dan apa yang
dalam penafsiran al-Qur’an. Model tafsî>r dilakukan seorang mufassir ketika
bi al-ra’y , yaitu sebuah metode penafsiran menjelaskan makna sebuah teks, tampak
atas teks dengan didasarkan atas ijtihad sekali bahwa perbedaan di antara keduanya
atau pemikiran si pembaca sendiri. Dalam bukan hanya pada aspek “sumber” rujukan,
konteks al-Qur’an, menurut al-Dzahabi, melainkan juga pada aspek-aspek yang
seseorang harus memenuhi syarat-syarat lain. Pertama, aspek dasar pijak penafsiran
tertentu sebelum melakukan penafsiran. atau “world view” sang penafsir. Pada
Antara lain, (1) menguasai ilmu gramatika model tafsi>r bi al-ra’y, dasar pijak
bahasa Arab, mulai nahwu, sharaf, penafsiran tampak bukan pada analisis
balaghah dan seterusnya; (2) menguasai linguistik untuk memahami makna teks
ilmu-ilmu bantu penalaran, seperti ushû>l melainkan pada prapemahaman atau
fiqh, ulû>m al-qur’a>n, ilmu qira>’ah dan pengamalan si penafsir sendiri kemudian
seterusnya; (3) memahami ajaran dan berusaha mencari legitimasinya atau
doktrin-doktrin keagamaan, seperti ushû>l kesesuaiannya dalam teks tersebut.
al-dî>n; (4) memahami sejarah dan situasi Artinya, tafsir bukan untuk memahami
historis turunnya ayat (asbâ>b al-nuzû>l ) ; (5) makna teks sebagaimana yang dimaksud
memahami hadis-hadis yang digunakan pengarang melainkan memahami teks
sebagai bahan penafsiran. Syarat-syarat sebagaimana yang dipahami oleh si
tersebut harus dipenuhi dan mutlak penafsir atau si pembaca sendiri. Kedua,
dikuasai agar seseorang mampu memahami ketika makna tekstualitas atau makna
teks suci secara benar. 28 eksplisit teks berbeda atau bahkan ber-
tentangan dengan makna rasionalitas atau
27
Sulaiman Ibrahim, “Hermeneutika Teks: Sebuah makna yang diharapkan si penafsir, maka
Wacana Dalam Metode Tafsir Al-Quran?”, Hunafa:
Jurnal Studia Islamika. Vol. 11, No.1, Juni 2014: 23-
mereka akan melakukan takwil.
41. hlm. 33-34. Maksudnya, mereka tidak akan menerima
28
Achmad Khudori Soleh, “Membandingkan
Hermeneutika dengan Ilmu Tafsir”, Jurnal Tsaqafah,
29
Vol. 7, No. 1, April 2011. 43-46. Ibid.

Maghza Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2017 103


Muh. Hanif

makna eksplisit yang telah jelas melainkan saat ini harus juga berusaha memahami
memberikan makna lain yang sesuai makna di balik pesan literal. Ketiga,
dengan apa yang diharapkan atau pandangan subjektivis. Berpendapat bawah
mendukung pemahaman sang penafsir setiap penafsiran sepenuhnya merupakan
sendiri. Ketiga , apa yang dimaksud sebagai subjektivitas penafsir, dan karena itu
situasi historis ( asbâ>b al-nuzû>l) tidak kebenaran interpretatif bersifat relatif.
mengacu kepada situasi di mana ayat itu Atas dasar ini, setiap generasi mempunyai
turun atau sebuah teks tersebut di tulis, hak untuk menafsirkan al-Qur’an sesuai
melainkan berdasarkan atas kondisi dan dengan perkembangan ilmu dan
situasi di mana sang penafsir atau si pengalaman pada saat al-Qur’an
pembaca hidup. Tegasnya, asbâ>b al-nuzû>l ditafsirkan. Pandangan seperti ini antara
tidak dikaitkan dengan kondisi masa lalu lain dianut oleh MuÎammad Shahrur.
melainkan masa sekarang, kondisi saat ini Penafsiran subyaktif lebih dekat dengan
yang membutuhkan solusi dan jawaban hermeneutika Gadamer. 32
dari teks. 30 Dalam tradisi hermeneutika,
Menurut Sahiron ada tiga model terutama metode yang diperkenalkan oleh
dalam mengjaki Al-Qur’an: 31 pertama, Gadamer, akan terlihat jelas bahwa dalam
pandangan quasi-objektivis tradisionalis setiap pemahaman teks, tidak terkecuali
yaitu suatu pandangan bahwa ajaran-ajaran pada teks al-Qur’an, unsur subjektivitas
al-Qur’an harus dipahami, ditafsirkan dan penafsir tidak mungkin disingkirkan.
diaplikasikan pada masa kini, sebagaimana Bahkan secara ekstrem dikatakan bahwa
ia dipahami, ditafsirkan dan diaplikasikan sebuah teks akan berbunyi dan hidup
pada situasi, di mana al-Qur’an diturunkan ketika dipahami, diperhatikan, dan diajak
kepada Nabi Muhammad dan disampaikan dialog oleh pembacanya. Dalam proses
kepada generasi Muslim awal. Kedua, dialog, berarti pihak pembaca memiliki
pandangan quasi-objektivis modernis, ruang kebebasan dan otonomi. Munculnya
mufassir di masa kini tetap berkewajiban kitab tafsir al-Qur’an yang berjilid-jilid
untuk menggali makna asal dengan yang masih dan akan terus berkembang
menggunakan, di samping perangkat menunjukkan bahwa pemahaman ulama’
metodis ilmu tafsir, juga perangkat- pada al-Qur’an dan tradisi kenabian tidak
perangkat metodis lain, seperti informasi pernah final. 33
tentang konteks sejarah makro dunia Arab Hermeneutika Gadamer dapat
saat penurunan wahyu, teori-teori ilmu digunakan dalam dalam kajian tafsir untuk
bahasa dan sastra modern dan memperkuat argumentasi metodis aliran
hermeneutika. Aliran ini memandang quasi-objektifis modernis tersebut.
makna asal (bersifat historis) hanya Misalnya, untuk mendukung ide
sebagai pijakan awal bagi pembacaan al- pentingnya menangkap makna asal,
Qur’an di masa kini; penafsir al-Qur’an sebagai tugas awal seorang penafsir, kita
dapat menggunakan teori “cakrawala teks”
30
Ibid. yang mengatakan bahwa teks memiliki
31
Sahiron Syamsuddin, Integrasi Hermeneutika Hans cakrawala historis saat teks itu diturunkan
Georg Gadamer ke dalam Ilmu Tafsir? Sebuah Proyek
Pengembangan Metode Pembacaan Al Quran pada
32
Masa Kontemporer. Dipresentasikan pada Annual Ibid.
33
Conference Kajian Islam yang dilaksanakan oleh Prihananto, “Hermeneutika Gadamer Sebagai
Ditpertais Depag RI pada tanggal 26-30 November Teknik Analisi Pesan Dakwah”, Jurnal Komunikasi
2006 di Bandung. hlm. 9-13. Islam, Volume 04, Nomor 01, Juni 2014.

104 Maghza Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2017


Hermeneutika Hans-Georg Gadamer dan Signifikansinya Terhadap Penafsiran Al-Qur’an

atau dibuat. Agar kita tidak salah paham lainnya yang bersifat objektif. Kenyataan
terhadap makna asal teks, maka kita harus lain juga dapat dilihat pada al-Farabi (850-
selalu sadar dengan teori “kesadaran akan 970 M). Ketika menafsirkan kata al-
keterpengaruhan mufassir oleh sejarah”. malâikah, al-Farabi yang filosof yang
Demikian pula halnya dengan upaya dikenal dengan konsepnya tentang intelek
memahami pesan utama di balik makna aktif (al-‘aql al-fa‘a>l) , tidak menunjuk
literal. Dalam hal ini kita bisa makhluk supra-natural dan supra-rasional
menggunakan, di samping teori “asimilasi Tuhan dengan tugas-tugas khusus
cakrawala teks dan cakrawala pembaca”, sebagaimana yang biasanya dipahami
juga teori “aplikasi”. dalam tafsir-tafsir klasik, melainkan
pengetahuan orisinil yang berdiri sendiri
F. C ONTOH M UFASSIR P ENGGUNA M ODEL atau intelek aktif yang mengetahui
HERMENEUTIKA GADAMER persoalan yang Maha Tinggi. 35
Contoh penggunaan hermeneutika Berdasarkan atas kenyataan tersebut,
Gadamer dalam penafisan al-Qur’an, Ibn maka metode tafsi>r bi al-ra’y berarti tidak
Arabi (1165-1240 M) ketika menafsirkan berbeda dengan hermenutika subjektif,
ayat Dia membiarkan kedua lautan yaitu, bahwa keduanya sama-sama
mengalir yang keduanya kemudian didasarkan atas “asumsi”, “ideologi” dan
bertemu (QS. al-Rah}m a>n: 40). Meski pemahaman sang penafsir sendiri yang
demikian, menurut Abu Zaid, hal itu bukan kemudian dicarikan justifikanya dalam
berarti kita sama sekali mengabaikan teks teks suci, dan apa yang dimaksud sebagai
dan apa yang ditunjukkan dalam situasi historis (asba>b al-nuzu>l ) tidak
maknanya. Bagi Abu Zaid, teks al-Qur‘an didasarkan atas konteks masa lalu
dan maknanya tetap tetapi lafat-lafat yang melainkan kondisi saat ini yang dialami
dipakainya yang itu merupakan kode-kode oleh sang penafsir. 36
senantiasa memberikan pesan “baru” Hanafi juga menggunakan
kepada kita. Dari situlah penafsir hermenutika Gadamer. Mengikuti
kemudian mampu menangkap signifikansi Heidegger dan Gadamer, Hanafi
teks untuk kondisi saat ini. 34 berpendapat bahwa makna tidak inheren di
Ibn Arabi yang sufistik tidak dalam teks merupakan makna dihasilkan
memulai tafsirannya berdasarkan dalam pertemuan kontekstual antara teks
pembacaannya atas teks tetapi berdasarkan dan manusia sebagai makhluk politis.
atas prinsip-prinsip ajaran dan pengalaman Makna dihasilkan dalam konteks sosial
spiritualitasnya, kemudian mencari dan politis dimana teks dihasilkan, dan
justifikasinya dalam teks. Karena itu, dibaca serta dipergunakan. Posisinya
menurutnya, yang dimaksud dua lautan dalam hermeneutik dalam beberapa hal
dalam ayat di atas adalah lautan substansi sama dengan posisi Edward Said. Ketika
raga yang asin dan pahit dan lautan ruh teks dibaca kembali dan diinterpretasikan
yang murni, yang tawar dan segar yang kembali dari suatu generasi dan tempat ke
keduanya saling bertemu dalam wujud generasi dan tempat berikut, makna
manusia. Ini berbeda dengan tafsir-tafsir dihasilkan kembali oleh individu (fard) dan
kelompok sosial (jama>’ah) . Ada tiga
34
Achmad Khudori Soleh, “Membandingkan
35
Hermeneutika dengan Ilmu Tafsir”, Jurnal Tsaqafah, Ibid.
36
Vol. 7, No. 1, April 2011. 43-46. Ibid.

Maghza Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2017 105


Muh. Hanif

metode atau bidang-bidang metodologis teks, sudah jelas ulu>m al-Qur’`>an telah
yang harus dikoordinasi oleh para penafsir membahasnya secara detail, misalnya
dunia ketiga, khususnya Muslim untuk dalam sejarah pembukuan mushaf al-Qur`an
mencapai pemahaman diri yang otentik di dengan metode riwayat. Tentang konteks,
dunia modern: (1) warisan intelektual dan ada kajian asba>bun nuzu>l , na>sikh mansu>kh,
kultural barat (tura>t s), karena merupakan makki> -madani> yang katanya menunjukkan
kondisi yang harus ada bagi dunia modern: perhatian terhadap aspek "konteks" dalam
(2) warisan tradisional (Islam); dan (3) penafsiran al-Qur`an. Tapi, Faiz
analisis logis atas pengalaman sosial menyatakan bahwa kesadaran konteks
manusia seperti tertuang dalam setiap dan hanya membawa ke masa lalu. Maka kata
semua teks warisan barat dan Islam. Hal dia, harus ditambahkan variabel
ini menimbulkan problematika dialektis kontekstualisasi, yaitu menumbuhkan
dari al-Tura>ts wa al-Tajdi>d, dan “warisan kesadaran akan kekinian dan segala logika
dan pembaruan”. Tidak satu pun dari serta kondisi yang berkembang di
keduanya bisa atau sebaiknya diabaikan dalamnya. Variabel kontekstualisasi ini
oleh kaum muslim dan bangsa-bangsa adalah perangkat metodologis agar teks
dunia ketiga (tidak juga oleh ahli-ahli yang berasal dari masa lalu dapat dipahami
peradaban Islam yang berasal dari barat). 37 dan bermanfaat bagi masa sekarang. 39
Mohammed Arkoun menegaskan, Pemahaman para mufasir adalah
bahwa sebuah tradisi akan kering, mati, sebuah refleksi dari situasi kultural dan
dan mandeg jika tidak dihidupkan secara sosial dimana ia hidup. Karena itu
terus-menerus melalui penafsiran ulang kebenarannya amat boleh jadi benar pada
sejalan dengan dinamika Al-Qur’an zamannya, tapi belum tentu benar pada
sebagai teks yang telah melahirkan tradisi masa kini. Di sini teori “lingkaran
pemikiran, pergerakan, bahkan perilaku hermeneutika “Gadamer memperoleh
keagamaan yang sangat luas dalam rentang relevansinya. Di mana setiap teks selalu
waktu panjang, tentu saja tidak bisa memerlukan penafsiran ulang dan
mengabaikan hal ini. Oleh karena berbagai rekonstruksi makna yang lebih aktual dan
macam metode penafsiran dan model tafsir faktual. Dengan kata lain pemahaman
dalam kurun waktu sejarah Islam adalah terhadap teks, tidak hanya secara tekstual,
upaya yang patut dibanggakan sebagai tapi juga harus kontekstual. Apalagi sang
usaha mendinamiskan al-Qur’an yang pengarang dan hasil karya itu lahir dalam
sangat universal itu. 38 suasana zaman dan kondisi kultural yang
Fahrudin Faiz menyatakan, ketika melingkupinya. Lalu apakah dengan cara
asumsi-asumsi hermeneutika diaplikasikan seperti ini, akan melahirkan sebuah
pada Ulum al-Qur`an, ada tiga variabel relativisme-nihilisme, karena sebuah
yang harus diperhatikan, yaitu teks, pemahaman tidak lagi menjadi absolut?
konteks, dan kontekstualisasi. Tentang Sehingga senantiasa mengalami
pengulangan rekonstruksi makna dari tiga
37
Dalmeri, “Membayangkan Islam dan Toleransi di perspektif, yaitu perspektif teologis,
Era Postmodernitas: Kritik terhadap Rasionalisme filsafat linguistik dan mistikal. Dari sudut
Kaum Muslim Modernis”, HARMONI, Jurnal
Multikultural & Multireligius, Volume IX, Nomor 35,
pandang teologi al-Qur’an adalah suci,
Juli-September 2010, hlm. 26. kebenarannya absolut, berlaku dimana dan
38
Prihananto, “Hermeneutika Gadamer Sebagai Teknik
Analisis Pesan Dakwah”, Jurnal Komunikasi Islam,
39
Volume 04, Nomor 01, Juni 2014. Ibid.

106 Maghza Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2017


Hermeneutika Hans-Georg Gadamer dan Signifikansinya Terhadap Penafsiran Al-Qur’an

kapan saja, sehingga dengan begitu yang mustahil. Mustahil artinya manusia tidak
namanya al-Qur’an tidak mungkin bisa pernah bisa mengosongkan sejarah
dirubah dan diterjemahkan. Begitu ia hidupnya atau horizon dengan sebuah teks,
diterjemahkan dan ditafsirkan maka ia yang mungkin adalah menjadikan horizon
bukan lagi al-Qur’an. Namun dari sudut pembaca sebagai pijakan dialektika dalam
historis dan filsafat linguistik, begitu memahami teks.
kalam Tuhan membumi dan sekarang Empat kunci hermeneutika Gadamer
malah menjelma kedalam teks, maka al- yaitu Pertama, kesadaran terhadap "situasi
Qur’an tidak bisa mengelak untuk hermeneutik". Kedua, situasi
diperlakukan sebagai objek kajian hermeneutika ini kemudian membentuk
hermeneutik. Manusia tidak berjumpa "pra-pemahaman" pada diri pembaca yang
langsung dengan Tuhan maupun malaikat tentu mempengaruhi pembaca dalam
Jibril sebagaimana yang dialami mendialogkkan teks dengan konteks.
Rasulullah saw, melainkan hanya dalam Ketiga, pembaca harus menkomuikasikan
bentuk teks dan tafsiran yang diantarkan dua horizon, horizon pembaca dan horizon
kepada kita melalui mata-rantai tradisi. teks, agar keterangan antara dua horizon
Artinya, teks al-Qur’an kemudian memiliki yang mungkin berbeda bisa diatasi.
dua dimensi, sakral dan profan, absolut Keempat, langkah selanjutnya adalah
dan relatif, historis dan metahistoris. 40 menerapkan "makna yang berarti" dari
Karena itu, suatu bacaan teks tidak teks, bukan makna objektif teks.
sepadan dengan lainnya, bahkan oleh
seorang pembaca sekalipun, karena setiap
DAFTAR P USTAKA
pembacaan membawa pengaruh subjektif,
dan yang benar adalah subjek. Hal ini tidak Agustina, Arifah Millati, “Peran Sosial
berarti penakwil dapat melihat segala hal Domestik Perempuan dalam Tafsir
sebelum teks, dan tidak berarti Ibn Katsir. Sebuah Tinjauan
Hermeneutik”, dalam Jurnal Ahkam,
pengetahuan adalah penyelarasan
Volume 4, Nomor 2, November 2016 .
(penyamaan) murni antara pemikiran dan
Dalmeri, “Membayangkan Islam dan
diri seseorang. 41 Toleransi di Era Postmodernitas:
Kritik terhadap Rasionalisme Kaum
G. SIMPULAN Muslim Modernis”, HARMONI,
Jurnal Multikultural & Multireligius,
Hermeneutika menurut Gadamer
Volume IX, Nomor 35, Juli-
adalah pemikiran filsafat tidak semata- September 2010.
mata bagaimana menafsiri dengan benar, Darnela, Lindra, “Interrelasi dan
melainkan suatu fenomena menafsiri itu Interkoneksi antara Hermeneutika
sendiri. Interpretation of interpretation. dan Ushul Fiqh”, Jurnal Asy-Syir’ah ,
Menurutnya, hermeneutika teoritis yang Vol. 43, No. I, 2009.
menyarankan pengosongan pembaca dalam Hans-Georg Gadamer, Truth and Method,
menemukan makna objektif adalah Translation revised by Joel
Weinsheimer and Donald G.
Marshlml (London: Bloomsbury),
40
Sofyan A.P. Kau, “Hermeneutika Gadamer dan 1975.
Relevansinya dengan Tafsir”, Jurnal Farabi, Vol 11.
No 1. Juni 2014.
Ibrahim, Sulaiman, “Hermeneutika Teks:
41
Prihananto, “Hermeneutika Gadamer Sebagai Sebuah Wacana Dalam Metode
Teknik Analisis Pesan Dakwah”, Jurnal Komunikasi Tafsir Al Quran?”, dalam Hunafa :
Islam, Volume 04, Nomor 01, Juni 2014.

Maghza Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2017 107


Muh. Hanif

Jurnal Studia Islamika. Vol. 11, Prihananto, “Hermeneutika Gadamer


No.1, Juni 2014. Sebagai Teknik Analisi Pesan
Irsyadunnas, “Tafsir Ayat-Ayat Gender Dakwah”, Jurnal Komunikasi Islam ,
Ala Amina Wadud Perspektif Volume 04, Nomor 01, Juni 2014.
Hermeneutika Gadamer”, Musâwa, Sofyan A.P. Kau, “Hermeneutika Gadamer
Vol. 14, No. 2, Juli 2015. dan Relevansinya dengan Tafsir”,
Kau, Sofyan A.P., “Hermeneutika Jurnal Farabi, Vol 11. No 1. Juni
Gadamer dan Relevansinya dengan 2014.
Tafsir”, Jurnal Farabi, Vol 11. No 1. Soleh, Achmad Khudori, “Membandingkan
Juni 2014. Hermeneutika dengan Ilmu Tafsir”,
Kushidayati, Lina , Hermeneutika Gadamer dalam, Jurnal Tsaqafah, Vol. 7, No.
Dalam Kajian Hukum. YUDISIA, 1, April 2011, hlm. 33-34.
Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Syamsuddin, Sahiron, “Integrasi
Islam. Vol. 5, No. 1, Juni 2014. Hermeneutika Hans Georg Gadamer
Murtaufiq, Sudarto, “Hermeneutika Dalam ke dalam Ilmu Tafsir? Sebuah Proyek
Tradisi Keilmuan Islam: Sebuah Pengembangan Metode Pembacaan
Tinjaun Kritis”, dalam Akademika, al-Qur;an pada Masa Kontemporer”.
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013. Makalah dipresentasikan pada
Prihananto, “Hermeneutika Gadamer Sebagai Annual Conference Kajian Islam
Teknik Analisi Pesan Dakwah”, Jurnal yang dilaksanakan oleh Ditpertais
Komunikasi Islam, Volume 04, Depag RI pada tanggal 26-30
Nomor 01, Juni 2014, hlm. 148-165. November 2006 di Bandung, tidak
dipublikasikan.

108 Maghza Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2017

Anda mungkin juga menyukai