Muh. Hanif
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto
Jl. A. Yani No. 40 A Purwokerto 53126
Email: hanif.sltg@gmail.com
HP: 081392998134
Abstrak
Tulisan ini membahas tentang pengantar hermeneutika, riwayat hidup Gadamer, pemikiran
hermeneutika Gadamer, hermeneutika Gadamer dan penafsiran Al-Qur’an, dan contoh mufassir
yang menggunakan model hermeneutika Gadamer. Hermeneutika mencoba menangkap makna
teks Al-Qur’an. Makna atau meaning berasal dari kata bahasa Jerman “meinen” yang artinya “ada
di pikiran atau benar”. Makna diproduksi berdasarkan fusion horizon atau percampuran cakrawala
pemikiran pengarang, pembaca dan teks. Penafsiran adalah tindakan produktif yang melibatkan
subyektifitas penafsir, dan dipengaruhi oleh realitas sejarah dan pra anggapan yang dimiliki oleh
seorang penafsir. Hermenetika Gadamer ini banyak diterapkan dalam cara penafsiran Al-Qur’an bi
al-ra’y.
1
Sudarto Murtaufiq, “Hermeneutika Dalam Tradisi
Keilmuan Islam: Sebuah Tinjaun Kritis”, dalam
Akademika, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013, hlm. 13.
Muh. Hanif
2 4
Lindra Darnela, “Interrelasi dan Interkoneksi antara Ibid.
5
Hermeneutika dan Ushul Fiqh”, Jurnal Asy-Syir’ah, Achmad Khudori Soleh, “Membandingkan
Vol. 43, No. I, 2009. Hermeneutika dengan Ilmu Tafsir”, dalam, Jurnal
3
Sulaiman Ibrahim, “Hermeneutika Teks:Sebuah Tsaqafah, Vol. 7, No. 1, April 2011, hlm. 33-34.
6
Wacana Dalam Metode Tafsir Al Quran?”, dalam Lindra Darnela, “Interrelasi dan Interkoneksi antara
Hunafa: Jurnal Studia Islamika. Vol. 11, No.1, Juni Hermeneutika dan Ushul Fiqh”, Jurnal Asy-Syir’ah.
2014: 23-41, hlm. 26-35. Vol. 43, No. I, 2009.
10 12
Irsyadunnas, “Tafsir Ayat-Ayat Gender Ala Amina Lina Kushidayati, Hermeneutika Gadamer Dalam
Wadud Perspektif Hermeneutika Gadamer”, Musâwa, Kajian Hukum.YUDISIA, Jurnal Pemikiran Hukum
Vol. 14, No. 2, Juli 2015, hlm. 127. dan Hukum Islam. Vol. 5, No. 1, Juni 2014, hlm. 66-
11
Ibid. 68.
6. Morten S. Thaning, The Problem of 17. Dieter Misgeld and Graeme Nicholson
Objectivity in Gadamer’s (ed), Hans-Georg Gadamer on
Hermeneutics in Light of McDowell’s Education, Poetry, and History , New
Empiricism , New York: Springer, York State University of New York
2015. Press, 1992.
7. Christ Lawn, Gadamer: A Guide For 18. Rod Coltman with Sigrid Koepke, A
The Perplexed , New York: Continuum, Century of Philosophy, Hans-Georg
2006. Gadamer in Conversation with
8. Kristin Gjesdal, Gadamer And The Riccardo Dottori , Continuum New
Legacy Of German Idealism , York, 2006.
Cambridge: Cambridge University
Press, 2009. D. P EMIKIRAN HANS GEORG G ADAMER
9. Karl Simms, Hans-Georg Gadamer , Pada tahun 1960, ketika menjadi
New York: Routledge, 2015. professor filsafat di Heidelberg, Gadamer
10. Donatella Di Cesare, Gadamer A menerbitkan Truth and Method yang
Philosophical Portrait , Translated by membuat nama Gadamer dan hermeneutik
Niall Keane. Bloomington: Indiana mendapatkan posisi penting di kalangan
University Press, 2007. intelektual. Pada awalnya, Gadamer
11. Jerome Veith, Gadamer and the mengajukan judul “Philosophical
Transmission of History . Indiana Hermeneutics” kepada penerbit. Akan
University Press, Bloomington, 2015. tetapi istilah hermenetik dianggap terlalu
12. Nicholas Davey, Gadamer’s kabur. Pada akhirnya judul teresbut
Philosophical Hermeneutics , New digunakannya untuk buku yang lain. 14
York: State University of New York
Buku yang ditulis Gadamer yang
Press, 2006.
berjudul Truth and Method (Kebenaran
13. Richard E. Palmer (ed), The Gadamer
dan Metode) memuat pokok-pokok
Reader, A Bouquet of the Later
pikirannya tentang hermeneutika filosofis
Writings Hans-Georg Gadamer,
yang tidak hanya berkaitan dengan teks,
Translated from the German,
melainkan seluruh objek ilmu sosial dan
Northwestern University Press,
humaniora. Meskipun demikian, bahasa
Evanston, Illinois, 2007.
dalam sebuah teks tertentu masih
14. Bruce Krajewski (ed), Gadamer’s
mendapat porsi perhatian Gadamer yang
Repercussions Reconsidering
cukup tinggi dan merupakan objek utama
Philosophical
hermeneutikanya. Kaitannya dengan hal
Hermeneutics ,University Of California
ini, Gadamer mengatakan semua yang
Press, Berkeley Los Angeles London,
tertulis pada kenyataannya lebih
2004.
diutamakan sebagai objek hermeneutika.
15. Monica Vilhauer, Gadamer’s Ethics of
Gadamer dalam karyanya memang tidak
Play Hermeneutics and the Other . New
memberikan penjelasan, baik secara
York: Lexington Books, 2010.
explisit maupun implisit, tentang metode
16. Diane P. Michelfelder & RichcwLE ..
penafsiran tertentu terhadap teks. Hal itu
Palmer (ed), Dialogue And
Deconstruction The Gadamer-Derrida.
14
Encounter , New York: State Hans-Georg Gadamer, Truth and Method,
Translation revised by Joel Weinsheimer and Donald
University· of New York Press, 1989. G. Marshlml (London: Bloomsbury), 1975.
dikarenakan bahwa dia tidak mau terjebak pemahaman yang mengarah pada tingkat
pada ide universalisme metode ontologis, bukan metodologis. Artinya,
hermeneutika untuk semua bidang ilmu kebenaran dapat dicapai bukan melalui
sosial dan humaniora, sebagaimana yang metode, tetapi melalui dialektika dengan
pernah digagas oleh Dilthey. Alasan lain mengajukan banyak pertanyaan. Dengan
adalah bahwa filsafat hanya berbicara begitu, bahasa menjadi medium sangat
tentang ide-ide umum, mendasar dan penting bagi terjadinya dialog. 17
prinsipil tentang suatu objek pembahasan, Menurut prespektif ini, dalam proses
sehingga dia menyerahkan sepenuhnya memahami teks, pikiran penafsir juga
pembicaaran mengenai metode tertentu menceburkan diri ke dalam pembangkitan
kepada setiap ahli bidang ilmu tertentu. kembali makna teks. Dengan demikian,
Meskipun demikian, teori-teori proses pemahaman adalah proses peleburan
hermeneutika Gadamer dapat digunakan horizon-horizon. Tindakan pemahaman
untuk memperkuat metode pemahaman adalah suatu kehendak yang sejauh
dan penafsiran suatu objek tertentu, mungkin bisa melahirkan proses peleburan
termasuk di dalamnya teks tertulis. 15 antara sekurang-kurangnya dua horizon.
Walaupun bukunya tersebut berjudul Pengarang dan konteks historis dari sebuah
Truth and Methode (Kebenaran dan teks dipertimbangkan dalam proses
Metode), namun Gadamer tidak bermaksud interpretif bersama dengan prasangka-
menjadikan hermeneutika sebagai metode. prasangka penafsir seperti tradisi,
Bagi Gadamer hermeneutika bukan hanya kepentingan praktis, bahasa, dan budaya. 18
sekedar menyangkut persoalan metodologi Teori pemahaman teks yang
penafsiran, melainkan penafsiran yang dikembangkan oleh Gadamer dikenal
bersifat ontologi, yaitu bahwa dengan istilah teori afective historis.
understanding itu sendiri merupakan the Dalam penjelasannya disebutkan ada
way of being atau cara manusia empat tahap yang harus dilakukan ketika
bereksistensi. Jadi baginya lebih seseorang ingin memahami teks, yaitu:
merupakan usaha memahami dan pertama, kesadaran keterpengaruhan oleh
menginterpretasi sebuah teks, baik teks sejarah. Situasi hermenutis tertentu
keagamaan maupun lainnya seperti seni mempengaruhi pemahaman hermeneutis
dan sejarah. 16 penafsir. Situasi tertentu itu antara lain
Sebagai penerus Heidegger, Gadamer berupa tradisi, kultur meaupun pengalaman
yang telah mengembangkan interpretasi hidup. Dia harus sadar akan pengaruh
ontologis, Gadamer tidak memaknai tersebut terhadap tafsirannya. seorang
hermeneutika sebagai penerjemah penafsir harus mampu mengatasi
eksistensi, tetapi pemikiran dalam tradisi subyektifitasnya ketika dia menafsirkan
filsafat. Sebenarnya, ia tidak menganggap sebuah teks. Kedua, keterpengaruhan oleh
hermeneutika sebagai metode sebab situasi hermeneutik tertentu membentuk
baginya pemahaman yang benar adalah pra pemahaman ( prejudice ) pada diri
seorang penafsir terhadap teks yang
15
Ibid. Lihat juga Prihananto, “Hermeneutika
Gadamer Sebagai Teknik Analisi Pesan Dakwah”,
Jurnal Komunikasi Islam, Volume 04, Nomor 01, Juni 17
Sudarto Murtaufiq, “Hermeneutika Dalam Tradisi
2014, hlm. 148-165.
16
Sofyan A.P. Kau, “Hermeneutika Gadamer dan Keilmuan Islam: Sebuah Tinjaun Kritis”, Akademika,
Relevansinya dengan Tafsir”, Jurnal Farabi, Vol 11. Volume 7, Nomor 1, Juni 2013, hlm. 20.
18
No 1. Juni 2014. Ibid., hlm. 21.
makna eksplisit yang telah jelas melainkan saat ini harus juga berusaha memahami
memberikan makna lain yang sesuai makna di balik pesan literal. Ketiga,
dengan apa yang diharapkan atau pandangan subjektivis. Berpendapat bawah
mendukung pemahaman sang penafsir setiap penafsiran sepenuhnya merupakan
sendiri. Ketiga , apa yang dimaksud sebagai subjektivitas penafsir, dan karena itu
situasi historis ( asbâ>b al-nuzû>l) tidak kebenaran interpretatif bersifat relatif.
mengacu kepada situasi di mana ayat itu Atas dasar ini, setiap generasi mempunyai
turun atau sebuah teks tersebut di tulis, hak untuk menafsirkan al-Qur’an sesuai
melainkan berdasarkan atas kondisi dan dengan perkembangan ilmu dan
situasi di mana sang penafsir atau si pengalaman pada saat al-Qur’an
pembaca hidup. Tegasnya, asbâ>b al-nuzû>l ditafsirkan. Pandangan seperti ini antara
tidak dikaitkan dengan kondisi masa lalu lain dianut oleh MuÎammad Shahrur.
melainkan masa sekarang, kondisi saat ini Penafsiran subyaktif lebih dekat dengan
yang membutuhkan solusi dan jawaban hermeneutika Gadamer. 32
dari teks. 30 Dalam tradisi hermeneutika,
Menurut Sahiron ada tiga model terutama metode yang diperkenalkan oleh
dalam mengjaki Al-Qur’an: 31 pertama, Gadamer, akan terlihat jelas bahwa dalam
pandangan quasi-objektivis tradisionalis setiap pemahaman teks, tidak terkecuali
yaitu suatu pandangan bahwa ajaran-ajaran pada teks al-Qur’an, unsur subjektivitas
al-Qur’an harus dipahami, ditafsirkan dan penafsir tidak mungkin disingkirkan.
diaplikasikan pada masa kini, sebagaimana Bahkan secara ekstrem dikatakan bahwa
ia dipahami, ditafsirkan dan diaplikasikan sebuah teks akan berbunyi dan hidup
pada situasi, di mana al-Qur’an diturunkan ketika dipahami, diperhatikan, dan diajak
kepada Nabi Muhammad dan disampaikan dialog oleh pembacanya. Dalam proses
kepada generasi Muslim awal. Kedua, dialog, berarti pihak pembaca memiliki
pandangan quasi-objektivis modernis, ruang kebebasan dan otonomi. Munculnya
mufassir di masa kini tetap berkewajiban kitab tafsir al-Qur’an yang berjilid-jilid
untuk menggali makna asal dengan yang masih dan akan terus berkembang
menggunakan, di samping perangkat menunjukkan bahwa pemahaman ulama’
metodis ilmu tafsir, juga perangkat- pada al-Qur’an dan tradisi kenabian tidak
perangkat metodis lain, seperti informasi pernah final. 33
tentang konteks sejarah makro dunia Arab Hermeneutika Gadamer dapat
saat penurunan wahyu, teori-teori ilmu digunakan dalam dalam kajian tafsir untuk
bahasa dan sastra modern dan memperkuat argumentasi metodis aliran
hermeneutika. Aliran ini memandang quasi-objektifis modernis tersebut.
makna asal (bersifat historis) hanya Misalnya, untuk mendukung ide
sebagai pijakan awal bagi pembacaan al- pentingnya menangkap makna asal,
Qur’an di masa kini; penafsir al-Qur’an sebagai tugas awal seorang penafsir, kita
dapat menggunakan teori “cakrawala teks”
30
Ibid. yang mengatakan bahwa teks memiliki
31
Sahiron Syamsuddin, Integrasi Hermeneutika Hans cakrawala historis saat teks itu diturunkan
Georg Gadamer ke dalam Ilmu Tafsir? Sebuah Proyek
Pengembangan Metode Pembacaan Al Quran pada
32
Masa Kontemporer. Dipresentasikan pada Annual Ibid.
33
Conference Kajian Islam yang dilaksanakan oleh Prihananto, “Hermeneutika Gadamer Sebagai
Ditpertais Depag RI pada tanggal 26-30 November Teknik Analisi Pesan Dakwah”, Jurnal Komunikasi
2006 di Bandung. hlm. 9-13. Islam, Volume 04, Nomor 01, Juni 2014.
atau dibuat. Agar kita tidak salah paham lainnya yang bersifat objektif. Kenyataan
terhadap makna asal teks, maka kita harus lain juga dapat dilihat pada al-Farabi (850-
selalu sadar dengan teori “kesadaran akan 970 M). Ketika menafsirkan kata al-
keterpengaruhan mufassir oleh sejarah”. malâikah, al-Farabi yang filosof yang
Demikian pula halnya dengan upaya dikenal dengan konsepnya tentang intelek
memahami pesan utama di balik makna aktif (al-‘aql al-fa‘a>l) , tidak menunjuk
literal. Dalam hal ini kita bisa makhluk supra-natural dan supra-rasional
menggunakan, di samping teori “asimilasi Tuhan dengan tugas-tugas khusus
cakrawala teks dan cakrawala pembaca”, sebagaimana yang biasanya dipahami
juga teori “aplikasi”. dalam tafsir-tafsir klasik, melainkan
pengetahuan orisinil yang berdiri sendiri
F. C ONTOH M UFASSIR P ENGGUNA M ODEL atau intelek aktif yang mengetahui
HERMENEUTIKA GADAMER persoalan yang Maha Tinggi. 35
Contoh penggunaan hermeneutika Berdasarkan atas kenyataan tersebut,
Gadamer dalam penafisan al-Qur’an, Ibn maka metode tafsi>r bi al-ra’y berarti tidak
Arabi (1165-1240 M) ketika menafsirkan berbeda dengan hermenutika subjektif,
ayat Dia membiarkan kedua lautan yaitu, bahwa keduanya sama-sama
mengalir yang keduanya kemudian didasarkan atas “asumsi”, “ideologi” dan
bertemu (QS. al-Rah}m a>n: 40). Meski pemahaman sang penafsir sendiri yang
demikian, menurut Abu Zaid, hal itu bukan kemudian dicarikan justifikanya dalam
berarti kita sama sekali mengabaikan teks teks suci, dan apa yang dimaksud sebagai
dan apa yang ditunjukkan dalam situasi historis (asba>b al-nuzu>l ) tidak
maknanya. Bagi Abu Zaid, teks al-Qur‘an didasarkan atas konteks masa lalu
dan maknanya tetap tetapi lafat-lafat yang melainkan kondisi saat ini yang dialami
dipakainya yang itu merupakan kode-kode oleh sang penafsir. 36
senantiasa memberikan pesan “baru” Hanafi juga menggunakan
kepada kita. Dari situlah penafsir hermenutika Gadamer. Mengikuti
kemudian mampu menangkap signifikansi Heidegger dan Gadamer, Hanafi
teks untuk kondisi saat ini. 34 berpendapat bahwa makna tidak inheren di
Ibn Arabi yang sufistik tidak dalam teks merupakan makna dihasilkan
memulai tafsirannya berdasarkan dalam pertemuan kontekstual antara teks
pembacaannya atas teks tetapi berdasarkan dan manusia sebagai makhluk politis.
atas prinsip-prinsip ajaran dan pengalaman Makna dihasilkan dalam konteks sosial
spiritualitasnya, kemudian mencari dan politis dimana teks dihasilkan, dan
justifikasinya dalam teks. Karena itu, dibaca serta dipergunakan. Posisinya
menurutnya, yang dimaksud dua lautan dalam hermeneutik dalam beberapa hal
dalam ayat di atas adalah lautan substansi sama dengan posisi Edward Said. Ketika
raga yang asin dan pahit dan lautan ruh teks dibaca kembali dan diinterpretasikan
yang murni, yang tawar dan segar yang kembali dari suatu generasi dan tempat ke
keduanya saling bertemu dalam wujud generasi dan tempat berikut, makna
manusia. Ini berbeda dengan tafsir-tafsir dihasilkan kembali oleh individu (fard) dan
kelompok sosial (jama>’ah) . Ada tiga
34
Achmad Khudori Soleh, “Membandingkan
35
Hermeneutika dengan Ilmu Tafsir”, Jurnal Tsaqafah, Ibid.
36
Vol. 7, No. 1, April 2011. 43-46. Ibid.
metode atau bidang-bidang metodologis teks, sudah jelas ulu>m al-Qur’`>an telah
yang harus dikoordinasi oleh para penafsir membahasnya secara detail, misalnya
dunia ketiga, khususnya Muslim untuk dalam sejarah pembukuan mushaf al-Qur`an
mencapai pemahaman diri yang otentik di dengan metode riwayat. Tentang konteks,
dunia modern: (1) warisan intelektual dan ada kajian asba>bun nuzu>l , na>sikh mansu>kh,
kultural barat (tura>t s), karena merupakan makki> -madani> yang katanya menunjukkan
kondisi yang harus ada bagi dunia modern: perhatian terhadap aspek "konteks" dalam
(2) warisan tradisional (Islam); dan (3) penafsiran al-Qur`an. Tapi, Faiz
analisis logis atas pengalaman sosial menyatakan bahwa kesadaran konteks
manusia seperti tertuang dalam setiap dan hanya membawa ke masa lalu. Maka kata
semua teks warisan barat dan Islam. Hal dia, harus ditambahkan variabel
ini menimbulkan problematika dialektis kontekstualisasi, yaitu menumbuhkan
dari al-Tura>ts wa al-Tajdi>d, dan “warisan kesadaran akan kekinian dan segala logika
dan pembaruan”. Tidak satu pun dari serta kondisi yang berkembang di
keduanya bisa atau sebaiknya diabaikan dalamnya. Variabel kontekstualisasi ini
oleh kaum muslim dan bangsa-bangsa adalah perangkat metodologis agar teks
dunia ketiga (tidak juga oleh ahli-ahli yang berasal dari masa lalu dapat dipahami
peradaban Islam yang berasal dari barat). 37 dan bermanfaat bagi masa sekarang. 39
Mohammed Arkoun menegaskan, Pemahaman para mufasir adalah
bahwa sebuah tradisi akan kering, mati, sebuah refleksi dari situasi kultural dan
dan mandeg jika tidak dihidupkan secara sosial dimana ia hidup. Karena itu
terus-menerus melalui penafsiran ulang kebenarannya amat boleh jadi benar pada
sejalan dengan dinamika Al-Qur’an zamannya, tapi belum tentu benar pada
sebagai teks yang telah melahirkan tradisi masa kini. Di sini teori “lingkaran
pemikiran, pergerakan, bahkan perilaku hermeneutika “Gadamer memperoleh
keagamaan yang sangat luas dalam rentang relevansinya. Di mana setiap teks selalu
waktu panjang, tentu saja tidak bisa memerlukan penafsiran ulang dan
mengabaikan hal ini. Oleh karena berbagai rekonstruksi makna yang lebih aktual dan
macam metode penafsiran dan model tafsir faktual. Dengan kata lain pemahaman
dalam kurun waktu sejarah Islam adalah terhadap teks, tidak hanya secara tekstual,
upaya yang patut dibanggakan sebagai tapi juga harus kontekstual. Apalagi sang
usaha mendinamiskan al-Qur’an yang pengarang dan hasil karya itu lahir dalam
sangat universal itu. 38 suasana zaman dan kondisi kultural yang
Fahrudin Faiz menyatakan, ketika melingkupinya. Lalu apakah dengan cara
asumsi-asumsi hermeneutika diaplikasikan seperti ini, akan melahirkan sebuah
pada Ulum al-Qur`an, ada tiga variabel relativisme-nihilisme, karena sebuah
yang harus diperhatikan, yaitu teks, pemahaman tidak lagi menjadi absolut?
konteks, dan kontekstualisasi. Tentang Sehingga senantiasa mengalami
pengulangan rekonstruksi makna dari tiga
37
Dalmeri, “Membayangkan Islam dan Toleransi di perspektif, yaitu perspektif teologis,
Era Postmodernitas: Kritik terhadap Rasionalisme filsafat linguistik dan mistikal. Dari sudut
Kaum Muslim Modernis”, HARMONI, Jurnal
Multikultural & Multireligius, Volume IX, Nomor 35,
pandang teologi al-Qur’an adalah suci,
Juli-September 2010, hlm. 26. kebenarannya absolut, berlaku dimana dan
38
Prihananto, “Hermeneutika Gadamer Sebagai Teknik
Analisis Pesan Dakwah”, Jurnal Komunikasi Islam,
39
Volume 04, Nomor 01, Juni 2014. Ibid.
kapan saja, sehingga dengan begitu yang mustahil. Mustahil artinya manusia tidak
namanya al-Qur’an tidak mungkin bisa pernah bisa mengosongkan sejarah
dirubah dan diterjemahkan. Begitu ia hidupnya atau horizon dengan sebuah teks,
diterjemahkan dan ditafsirkan maka ia yang mungkin adalah menjadikan horizon
bukan lagi al-Qur’an. Namun dari sudut pembaca sebagai pijakan dialektika dalam
historis dan filsafat linguistik, begitu memahami teks.
kalam Tuhan membumi dan sekarang Empat kunci hermeneutika Gadamer
malah menjelma kedalam teks, maka al- yaitu Pertama, kesadaran terhadap "situasi
Qur’an tidak bisa mengelak untuk hermeneutik". Kedua, situasi
diperlakukan sebagai objek kajian hermeneutika ini kemudian membentuk
hermeneutik. Manusia tidak berjumpa "pra-pemahaman" pada diri pembaca yang
langsung dengan Tuhan maupun malaikat tentu mempengaruhi pembaca dalam
Jibril sebagaimana yang dialami mendialogkkan teks dengan konteks.
Rasulullah saw, melainkan hanya dalam Ketiga, pembaca harus menkomuikasikan
bentuk teks dan tafsiran yang diantarkan dua horizon, horizon pembaca dan horizon
kepada kita melalui mata-rantai tradisi. teks, agar keterangan antara dua horizon
Artinya, teks al-Qur’an kemudian memiliki yang mungkin berbeda bisa diatasi.
dua dimensi, sakral dan profan, absolut Keempat, langkah selanjutnya adalah
dan relatif, historis dan metahistoris. 40 menerapkan "makna yang berarti" dari
Karena itu, suatu bacaan teks tidak teks, bukan makna objektif teks.
sepadan dengan lainnya, bahkan oleh
seorang pembaca sekalipun, karena setiap
DAFTAR P USTAKA
pembacaan membawa pengaruh subjektif,
dan yang benar adalah subjek. Hal ini tidak Agustina, Arifah Millati, “Peran Sosial
berarti penakwil dapat melihat segala hal Domestik Perempuan dalam Tafsir
sebelum teks, dan tidak berarti Ibn Katsir. Sebuah Tinjauan
Hermeneutik”, dalam Jurnal Ahkam,
pengetahuan adalah penyelarasan
Volume 4, Nomor 2, November 2016 .
(penyamaan) murni antara pemikiran dan
Dalmeri, “Membayangkan Islam dan
diri seseorang. 41 Toleransi di Era Postmodernitas:
Kritik terhadap Rasionalisme Kaum
G. SIMPULAN Muslim Modernis”, HARMONI,
Jurnal Multikultural & Multireligius,
Hermeneutika menurut Gadamer
Volume IX, Nomor 35, Juli-
adalah pemikiran filsafat tidak semata- September 2010.
mata bagaimana menafsiri dengan benar, Darnela, Lindra, “Interrelasi dan
melainkan suatu fenomena menafsiri itu Interkoneksi antara Hermeneutika
sendiri. Interpretation of interpretation. dan Ushul Fiqh”, Jurnal Asy-Syir’ah ,
Menurutnya, hermeneutika teoritis yang Vol. 43, No. I, 2009.
menyarankan pengosongan pembaca dalam Hans-Georg Gadamer, Truth and Method,
menemukan makna objektif adalah Translation revised by Joel
Weinsheimer and Donald G.
Marshlml (London: Bloomsbury),
40
Sofyan A.P. Kau, “Hermeneutika Gadamer dan 1975.
Relevansinya dengan Tafsir”, Jurnal Farabi, Vol 11.
No 1. Juni 2014.
Ibrahim, Sulaiman, “Hermeneutika Teks:
41
Prihananto, “Hermeneutika Gadamer Sebagai Sebuah Wacana Dalam Metode
Teknik Analisis Pesan Dakwah”, Jurnal Komunikasi Tafsir Al Quran?”, dalam Hunafa :
Islam, Volume 04, Nomor 01, Juni 2014.