DAN
TAFSIR ALQURAN
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semeseter dan tugas Individu pada mata
kuliah Hermeneutika
Oleh :
Rendi Fisabilillah Amin
5C
(1195020118)
A. Pengertian Hermeneutika
Kata hermeneutika berasal dari bahasa yunani hermeneuein yang berarti “menafsirkan”,
kata bendanya hermeneia yang berarti penafsiran atau interpretasi dan kata hermeneutes yang
berarti interpreter (penafsir). Kata herme sendiri diyakini berasal dari salah satu nama
seorang dewa yunani yakni Hermes yang bertugas menyampaikan pesan para dewa.
Para ahli hermeneutika telah menyimpulkan beberapa definisi yang melingkupi sebagai
ilmu interpretasi, yaitu hermeneutika sebagai teori penafsiran kitab suci, hermeneutika
sebagai metodologi filologi, hermeneutika sebagai metodologi ilmu kemanusiaan,
hermeneutika sebagai pemahaman eksistensial dan fenomenologi eksistensi; dan
hermeneutika sebagai sistem penafsiran. Bagi dalam teologi sendiri yaitu pesan Hermes
sendiri ini bisa disebutkan sebagaimana peran nabi dalam agama lain yaitu sebagai utusan
Tuhan.
Konsep Hermeneutika Islam yang ditawarkan oleh Muhammad Arkoun dapat terpahami dari
metode kritikhistoris-analisis arkiologis yang digagasnya. Menurut Arkoun, umat Islam harus
melakukan analisis kritis terhadap implikasi kondisi darurat, terutama pada aspek sosial,
ekonomi dan politik. Tujuannya ialah agar umat Islam dapat berbuat lebih dari sekedar
meniru terdahulu.
Menurut catatan Nasaiy Aziz, bagi Arkoun, penafsiran yang utuh merupakan penafsiran
yang mencermati keterkaitan dimensi bahasa pemikiran dan sejarah. Adapun langkah
pertama dalam melakukan suatu penafsiran adalah membedakan teks yang pertama
(pembentuk) dan teks hermeneutika (produk tafsiran). Sedangkan langkah selanjutnya ialah
dengan menggunakan analisis arkeologis, yaitu melakukan penjelasan sejarah terhadap teks-
teks hermeneutika dari tradisi pemikiran tertentu.
Konsep hermeneutika Sayyed Husen Nasr dapat terpahami dari salah satu pandangannya
tentang Al-Qur’an. Menurutnya, pemahaman terhadap segala keterangan yang ada di dalam
Al-Qur’an, dapat diinterpretasi berdasarkan tradisi. Hal ini dinamakan hermeneutika
tradisional.
Memiliki hipotesis bahwa Hermes tersebut tidak lain adalah nabi Idris Alaihissalam yang
disebut didalam Alquran, dan dikenal sebagai manusia pertama yang mengetahui tulisan
teknologi tenun dan lain-lain.
Maka sebagai pembawa pesan Hermes atau nabi Idris yang menyampaikan pesan Tuhan ialah
harus membawa sebuah teks sebagai sebuah ilmu dan disampaikan kepada para pembaca atau
pendengar.
Dengan demikian kata hermeneutika yang diambil dari peran Hermes adalah sebuah ilmu
atau seni menginterpretasikan sebuah teks. Dan sebagai sebuah ilmu hermeneutika harus
menggunakan cara-cara ilmiah dalam mencapai makna rasionalis dan dapat diuji sebagai
sebuah seni yang harus menampilkan sesuatu yang baik dan indah tentang suatu penafsiran.
Kemudian tiga unsur utama dalam pemahaman kegiatan manusia dalam memahami ,yaitu :
a. Tanda, pesan atau teks yang menjadi sumber atau bahan dalam penafsiran yang
diasosiasikan dengan pesan yang dibawa Hermes.
c. Penyampai pesan itu sendiri oleh sang perantara agar bisa dipahami dan sampai kepada
yang menerima.
Konsep hermeneutika yang dikemukakan oleh Hasan Hanafi diistilahkan dengan masa la;u
dan masa kini, atau antara masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Hasan Hanafi
memadukan keduanya kedalam konsep hermeneutika pembebasan. Hermeneutika
pembebasan yang dimaksudkan olehnya ialah hermeneutika yang lebih kepada aksi. Aksi-
aksi ini tercakup kedalam usaha perwujudan teks kepada konteks, proses wahyu dari huruf
sampai kenyataan, dari logos sampai praksis, dan juga tranformasi wahyu dari pikiran Tuhan
kepada realitas kehidupan manusia.
Secara lebih luas hermeneutika didefinisikan oleh zygmunt bauman yang sebagai upaya
menjelaskan dan menelusuri pesan dan pengertian dasar dari sebuah ucapan atau tulisan yang
tidak jelas, kabur remang-remang dan kontradiktif yang menimbulkan kebingungan bagi
pendengar atau pembaca.
Kedua, Hermeneutik sebagai sebuah metode filologi, yang dimulai dengan munculnya
pemikiran rasionalisme dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan itu.
Keempat, sebagai tradisi ilmu kemanusiaan. kerangka hermeneutik dalam bentuk ini dimulai
wilhelm dilthey. Iya berusaha membawa hermeneutik dalam menafsirkan ilmu kemanusiaan
seperti menginterpretasikan ekspresi kehidupan manusia.
Kelima, hermeneutik sebagai fenomena Das sein (suatu peristiwa konkret yang terjadi di
masyarakat). Dan pemahaman eksistensialis nya yang dipengaruhi gurunya Edmund husserl
dalam perjalanannya membentuk hermeneutika filosofis ini dikembangkan oleh gadamer
yang memberikan perhatian lebih terhadap hermeneutik dalam kaitannya .
Keenam, sebagai sistem penafsiran bentuk pemaknaan hermeneutik merupakan suatu teori
tentang seperangkat aturan yang menentukan yaitu interpretasi suatu bagian dari teks atau
sekumpulan tanda yang dianggap sebuah teks kajian tipe terakhir dari hermeneutik ini.
5. Muhammad al-Ghazali
Menggunakan Metodologi tafsir Maudu'i yang lebih cenderung pada pembacaan untuk
mengkaji ide dan pemikiran utama dari setiap surah disebut "Sura as a Unit". Tolak ukur
yang digunakan yakni berusaha menampilkan runtutan penafsiran yang logis antara satu ayat
berhubungan dengan ayat lainnya dan tema kecil yang dihasilkan dari penafsiran tadi akan
berhubungan dengan tema kecil yang dihasilkan dari penafsiran ayat selanjutnya dalam surah
tersebut hingga akhirnya dari tema kecil tersebut, pembaca dapat menyimpulkan grand tema
dari seluruh penafsiran ayat dalam suatu surah tersebut.
Langkah pemahaman ini ditemukan dalam penafsiran yang selalu membaca konteks ayat
bahkan terkadang menjadikannya prolog awal surah untuk memulai suatu penafsiran.
Seperti yang kita ketahui bahwa hermeneutika ialah ilmu yang mencakup tentang
“menafsirkan” baik secara umum maupun secara teks yang pada awalnya digunakan untuk
menafsirkan bibel atau kitab umat nasrani dan yahudi. Sedangkan pada islam sendiri
memiliki cara penafsiran kitabnya masing-masing. Keduanya tidak berbeda karena sama-
sama mengajarkan bagaimana menafsirkan dan memahami teks dengan benar.
Namun perbedaan diantara keduanya selain dari sisi historis nya, yaitu objek utama
pembahasannya. Karena hermeneutik lebih umum dari tafsir Alquran yang lebih khusus
menafsirkan teks Alquran dengan metodenya sendiri.
Dalam hal ini, Adian Husaini mengemukakan, sebagaimana terdapat dalam bukunya
Hegemoni Kristen-Barat dalam studi Islam di Perguruan Tinggi, bahwa terdapat tiga
persoalan besar apabila hermeneutika diterapkan dalam tafsir al-Qur’an:
1. Hermeneutika menghendaki sikap yang kritis dan bahkan cenderung curiga. Sebuah teks
bagi seorang hermeneut tidak bisa lepas dari kepentingan-kepentingan tertentu, baik dari si
pembuat teks maupun budaya masyarakat pada saat teks itu dilahirkan;
3, Aliran hermneutika sangat plural, karenanya kebenaran tafsir ini menjadi sangat relatif,
yang pada gilirannya menjadi sedikit sulit untuk diterapkan.
Secara bahasa, kata at-tafsir itu berasal dari kata al-fashr ( ")الفسرdengan wazan taf'il yang
berarti: al iddah (penjelasan), al-kasysf (menampakkan), al-bayan (keterangan). Sedangkan
secara istilah, menurut Az-zarkasyi (1975:13) pengertian tafsir adalah ilmu untuk mengetahui
kandungan kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan penjelasan
maknanya dan pengambilan hukum serta hikmah-hikmahnya.
Tafsir secara umum dibagi menjadi dua: tafsir bi al-ma'tsur dan tafsir bi al-ra'y. Pertama,
Tafsir bil-Ma'tsur adalah menerjemahkan/mengartikan maksud al-Qur'an dengan
menggunakan penjelasan ayat al-Qur'an yang lain, berdasarkan atas penjelasan Rasul, para
sahabat atau orang-orang yang memiliki otoritas untuk menjelaskan maksud ayat tersebut.
Kedua,Tafsir bi Ra'yi ialah metode penafsiran yang didasarkan pada ijtihad atau pemikiran si
pembaca/penafsir sendiri.
Dengan demikian, apabila hermeneutika diaplikasikan sebagai metode tafsir “yang lain”
untuk menafsiri al-Qur’an itu tidaklah tepat, melihat beberapa pandangan yang dikemukakan
para ahli. karena hermeneutika itu sendiri menganggap teks sebagai produk budaya, yaitu
hasil tangan manusia yang memiliki kapasitas untuk merekonstruksi atau merubah makna
teks dan konteks sedemikian rupa secara relatif sesuai dengan kebutuhan penafsir. Akan
tetapi, Lain halnya bagi mereka yang menerima hermeneutika sebagai salah satu metode
tafsir. Mereka berupaya mengintegrasikan hermeneutika dalam kajian tafsir ataupun ulumul
Quran.
Beberapa teori menjadikan fungsi hermeneutika semakin nampak bahwa sebagai sebuah
metode penafsiran “yang lain“, ia tidak serta merta dapat diaplikasikan atau menggantikan
dalam penafsiran Al-Qur’an.
Pro ataupun kontra terkait penggunaan hermeneutika dalam menafsirkan Alquran harus kita
sikapi dengan bijak. Karena setiap ilmu harus bisa juga diambil sisi positifnya dan tidak
mengutamakan satu hal yang lain sembari mengaku paling benar dan yang lain salah.
Hermeneutika walaupun berasal dari budaya selain Islam, tidak serta merta menggantikan
tafsir Alquran yang merupakan keharusan Untuk menafsirkan teks Alquran. Tetapi
hermeneutika bisa dijadikan alternatif yang lain atau metode alternatif tafsir untuk pelengkap
penafsiran teks ayat suci atau kitab kitab keagamaan.
Alquran itu sudah final dari segi makna maupun kebutuhan. namun perubahan zaman
menuntut kita agar terus berinovasi dalam penafsiran agar bisa berkembang dan beradaptasi
sesuai zaman, tempat dan budaya. Nukan terpaku pada satu keilmuan saja dan mengabaikan
yang lain.
Sedangkan menurut para ahli yang kontra dengan hermeneutika sebagai tafsir Alquran,
karena hermeneutika berasal dari campuran budaya barat, filsafat dan Kristen, maka hal itu
pasti akan bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Terdapat pergeseran wilayah kajian yang
tadinya Untuk menafsirkan pada teks maupun teologis, menjadi ranah filsafat. Sehingga jika
tetap digunakan untuk menafsirkan kitab suci, ditakutkan akan mencederai nilai-nilai agama.
Dan memunculkan pemikiran-pemikiran baru yang tidak sesuai dengan ajaran Alquran &
islam.
Ulumul Quran dan tafsir Al-Qur'an dinilai masih sangat layak untuk digunakan dalam teori
studi Islam. Sementara hermeneutika sendiri dianggap tidak sesuai karena perbedaan antara
Alquran dengan Bible yang sangat kontras. karena hermeneutika sendiri digunakan untuk
menafsirkan kitab yang sudah tidak otentik atau kitab yang diragukan kebenarannya baik dari
segi sains, ilmiah maupun sosial budaya karena sudah tercemar banyak tangan dan pemikiran
manusia itu sendiri. Sedangkan Alquran sendiri dijamin keasliannya dan takkan pernah
berubah sampai kapanpun, sehinnga hermeneutik tidak ditempatkan pada posisi dimana dia
bisa menafsirkan Alquran.
Bagi sebagian orang hermeneutik juga ditakutkan akan berdampak pada munculnya paham-
paham baru yang menyesatkan dan berbelok dari tafsir itu sendiri. Dan tentu saja akan sangat
berbahaya bila tidak dikontrol dan dan tidak dibarengi dengan ilmu & pengalaman yang
cukup.
Menurut Hasan Hanafi yang pro terhadap hermeneutik untuk tafsir Quran, yang yang
mengatakan bahwa hermeneutika bukan sekedar ilmu penafsiran semata. Karena
hermeneutika juga menjelaskan bagaimana proses penerimaan wahyu.
KESIMPULAN
Ilmu akan terus berkembang seiring berjalannya waktu dan berubahnya zaman. Sedangkan
disaat yang sama masih banyak orang yang haus akan makna dari sebuah teks baik kitab suci
maupun karya sastra. Maka dibutuhkan wawasan,keinginan, keimanan dan semangat agar
agar tidak sembarangan menafsirkan suatu teks karena Alquran sendiri ialah kalam ilahi. Jadi
bukan berarti hermeneutika hanya mengutamakan akal dan logika untuk menafsirkan. Namun
juga di selingi dengan ilmu tafsir yang merupakan jembatan dan pembatas agar tidak
menyimpang dari tujuan itu sendiri. Walaupun sebagian ulama melarang digunakannya
metodelogi hermeneutika dalam Alquran maupun hadis, karena tidak jauh berbeda dengan
metode yang digunakan para ulama tafsir. Hanya saja ilmu tafsir sendri sudah memenuhi
kriteria penafsiran masing-masing objek kajian.
seorang pakar hermenutika Sahiron Syamsuddin mencoba mengintergrasikan
hermenutika dengan ilmu Al-Qur’an yang dituliskan didalam karyanya yang berjudul
“Hermenutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an”.
Beliau menjelaskan, pembaca akan dapat menilai bahwa penulis buku mengambil posisi jalan
tengah, hal ini berati bahwa sebagaian teori hermenutika bisa digunakan dalam
pengembangan Ulumul Qur’an dan penafsiran Al-Qur’an. Hermenutika dapat diaplikasikan
ke dalam Ulumul Qur’an sehingga dapat memperkuat metode dalam penafsiran Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Hapni, “Journal Hermeneutik-Seni memahami teks Alquran”
M. Quraish Syihab “tafsir,takwil & hermeneutika: suatu paradigma baru dalam Alquran”
Nasaiy Aziz “Penafsiran Al-Qur’an Kontemporer:Metode Penafsiran Bint Syati’ dan Fazlur Rahman”,
Wikipedia (http://ejournal.kopertais4.or.id/sasambo/index.php/elhikam/article/view/3496 )