Anda di halaman 1dari 17

HERMENEUTIKA DALAM HADITS

Makalah:
Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Ma’anil Hadits

Dosen Pengampu:

Dr. Muhid, M.Ag.

Oleh:

Moch. Sholahul Umam (E75219061)

PROGRAM STUDI ILMU HADIS


JURUSAN TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat
serta hidayah-Nya kepada kita. Sholawat beserta salam tetap tercurah limpahan
kebaga baginda Muhammad SAW, yang telah membimbing kita dari zaman
jahiliyah hingga sampai zaman yang penuh kedamaian yaitu Addinul Islam.
Penulis banyak bersyukur kepada Allah SWT, dengan atas limpahan sehat rohani
maupun jasmani sehingga penulis mampu menyelesaikan pembuatan makalah ini
yang berjudul “Hermeneutika Dalam Hadits”.

Makalah ini dapat terselesaikan dengan sangkutan berbagai pihak. Oleh


sebab itu, kami ucapkan terimakasih kepada setiap pihak yang telah mendukung
serta membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Makalah ini kami susun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ma’anil Hadits.

Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masi jauh dari kata
sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dansaran dari pembaca untuk
makalah ini, supaya makalah ini dapa menjadi makalah yang baik.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat


bermanfaat bagi yang kita semua, khususnya bagi yang membaca dan penulis, dan
menambahkan wawasan kita semua.

Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin.

Tuban, 29, Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai sumber rujukan ke dua setelah al-Qur’an, Hadits
merupakan hal terpenting dalam memahami konsep dan ajaran-ajaran
dalam islam. Keduanya sama-sama melengkapi dan keterkaitan. 1 Berbeda
dengan al-Qur’an yang terbukuanya sudah lama serta terjaga keaslianya,
hadits yang sejatinya hidup dan bersifat amaliah kemudian dibentuk dalam
hadits, baru dikodifikasikan secara resmi seratus tahun kemudian oleh
kholifah Umar bin Abdul Aziz.2 Sehingga hadits atau as-sunnah dianggap
sebagai menyalahi aturan atau membatasi makna dan maksud yang
sebenarnya. Dengan demikian banyak sekali pemahaman yang berbeda
dari banyak kalangan serta penafsiran yang berbeda sesuai dengan
kontekstual hidupnya hadits atau sesuai dengan perkembangan zaman.
Dengan ini ilmu tafsir sangatlah berperan penting dalam upaya
pemahaman tersebut, dan tidak kalah eskis juga, ilmu hermeneutika juga
ikut dalam mengembangkan dan memahami kandungan sesungguhnya
hadits tersebut, baik pemahaman teks maupun historis munculnya hadits
tersebut. Dalam hal ini kami akan menjelaskan hubungan hermeneutika
sebagai pendekatan memahami hadits.

1
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2009), hlm. 127-134
2
T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 79.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian hermeneutika.
2. Pandangan Muslim terhadap Hermeneutika.
3. Objek hermeneutika.
4. Hermeneutika sebagai pendekatan memahami hadits.
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi hermeneutika.
2. Mengetahui pandangan Muslim terhadap Hermeneutika.
3. Mengetahui objek hermeneutika.
4. Mengetahui hermeneutika sebagai pendekatan memahami hadits.
BAB 11

PEMBAHASAN
A. Pengertian Hermeneutika
Hermeneutika adalah salah satu jenis filsafat yang mempelajari
tentang interpretasi makna. Nama Hermeneutika dimabil dari bahasa
yunani yaitu hermeneuein yang berarti menafsirkan, memberi pemahaman,
atau menerjemahkan. Jika dipahami lebih dalam, kata kerja dari tersebut
diambil dari nama Hermes, dewa pengetahuan dalam mitologi yunani yang
ditugaskan untuk memberi pemahaman kepada umat manusia terkait pesan
yang disampaikan oleh dewa-dewa di olympus. Fungsi dari hermes
sangatlah penting sebab bila terjadi kesalahan akan menimbulkan kesalah
pahaman yang fatal.3
Secara teologis peran hermes tersebut dapat dinisbatkan sebagai
peran Nabi utusan Tuhan. Sayyid Hossein Nashr memiliki hipotesis bahwa
Hermes tersebut tidak lain adalah Nabi Idris AS, yang disebut dalam al-
Qur’an, yang dikenal sebagai manusia pertama yang mengenal tulisan,
teknologi tenun, kedokteran, astrologi (pengetahuan tentang mengerti dan
menterjemahkan kenyataan manusiawi, berdasarkan gerak-gerik relatif
benda langit), dan lain-lain. Meurut riwayat yang beredar dikalangan
pesantren, Nabi Idris adalah orang yang ahli didalam bidang pertenunan
(tukang tenun/memintal). Sedangkan dilingkungan agama yahudi, Hermes
dikenal sebagai Thoth, yang dalam mitologi mesir dikenal sebagai Nabi
Musa AS.4

B. Hermeneutik Menurut Pandangan Muslim.


3
Wikipedia, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hermeneutika. Diakses pada, selasa, 29-03-21, 13:
53.
4
Jazim Hamidi, Dini Kozemake, Hermeneutika Hukum (sejarah, filsafat, dan metode tafsir),
(Malang: Perpustakaan Nasional RI, 2011). Hlm. 11-12.
Dalam khazanah islam istilah Hermeneutika memang tidak
ditemukan,, secara substansi istilah hermeneutika mulai dikaji oleh sarjana
muslim pada abad 19 M. Diantaranya adalah Hassan Hanafi, Fazlur
Rahman, Muhammad Arkour, Nasr Hamid Abu Zayd dan lain-lain.
Mereka dikenal sebagai tokoh yang mempelopori toeri hermeneutika
untuk menjadi salah satu teori pentafsiran al-Qur’an dengan berhujjah
bahwa, tafir klasik perlu dikaji kembali untu diselaraskan dengan wacana
dunia modern.5
Memang istilah hermeneutika dalam sejarah keilmuan islam
khususnya tafsir al-Qur’an klasik tidak ditemukan. Istilah tersebut menjadi
populer ketika islam berada dalam kemunduran. Meskipun praktik
hermeneutika sudah dijalankan oleh umat islam sejak sekian lama.
Meskipun begitu kedatangnya tidak mendapatkan sambutan positif dari
pada umat islam khususnya islam tradisional, karena hermeneutika
memebawa beberapa bentuk aplikasi yang bertentangan dengan pendirian
para ilmuan muslim kontroversional.6 Diantara implikasi tersebut adalah
hermeneutika akan menyebabkan perubahan-perubahan hukum yang telah
mapan, hal tersebut akan mengakibatkan perpecahan dikalangan umat
islam, seperti yang terjadi terhadap umat kristian dimana mereka
menggunakan teori hermeneutika untuk memahami injil, sehingga ia
terbagi menjadi dua kelompok, yatu protestan dan katolik.

C. Objek Hermeneutika
Objek hermeneutika sangatlah luas, tergantung seseorang melihat
dari sudut mana. Objek pertama hermeneutika adalah teks, lontar, atau
ayat/wahyu tuhan yang tertuang didalam kitab suci. Pendapat ini dapat
diperkuat dengan adanya sejarah dari hermes tersebut atau hermes yang
dinisbatkan sebagai Nabi Idris, atau menurut yahudi yang dinisbatkan

5
Muzairi Hermeneutik dalam pemikiran islam (yogyakarta: Islamika 2013), hlm 73-74
6
Mubarok, ahmad zaki. Pendekatan hermeneutik (kuala lumpur: 2010) hlm. 38
sebagai Nabi Musa, atau lebih rincinya adalah sebagai penafsir pesan, ayat
atau wahyu kepada manusia.
Kedua, objek hermeneutika dapat berupa teks hukum seperti
naskah klasik, dokumen resmi negara, ayat-ayat ahkam, atau konstitusi
sebuah negara. Pendapat ini juga diperkuat karena tidak semua dokumen
sejarah atau tatanan norma dalam kehidupan bernegara itu bisa dipahami
oleh rakyatnya. Dalam hal ini diperlukan sebuah lembaga resmi yang
ditugaskan untuk menafsirkanya. 7
Ketiga, objek hermeneutika bukan hanya berupa teks saja, namun
juga menafsirkan peristiwa atau hasil dari pemikiran sebuah teks dan
tindakan-tindakan dalam hubungan sosial.8

D. Hermeneutika Sebagai Pendekatan Memahami Hadits.


Pada awalnya hermeneutik melekat pada kitab injil yaitu untuk
menafsirkan kehendak tuhan kepada manusia, karena pada awalnya
hermeneutik ini hanya digunakan untuk memahami teks-teks kitab suci
dan buku-buku klasik lainya. Namun mulai sekarang mulai berkembang
pada abad ke 17 dengan dilakukanya pendekatan disiplin ilmu bukan
hanya pada kitab suci saja.
Dalam kajian hermeneutik cabang-cabang studi ilmu hermeneutika
sebagai berikut:
1. Interpretasi terhadap kitab suci, disebut exegenis.
2. Interpretasi terhadap berbagai teks kesusantraan lama, disebut
philologi
3. Interpretasi terhadap penggunaan dan pengembangan aturan-
aturan bahasa, disebut technical hrmeneutis.
4. Study tentang proses pemahamanya iyu sendiri, disebut
philosophical hermeneutics.

7
Ibid. Hlm. 57-58
8
E. Sumaryono, Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat, Kanisius (Yogyakarta, 1999), Hlm. 20.
5. Pemahaman dibalik penggunaan dan pengembangan dari setiap
simbol, disebut drean analysis.
6. Interpretasi terhadap pribadi manusia beserta tindakan-tindakan
sosialnya.
a. Yusuf al-Qardhawi
Pemikiran al-Qardhawi banyak dipegaruhi oleh bacaan yang ia
kagumi, diantaranya adalah tasawuf yang cenderung keagamaan klasik
yaitu karya as-Sya’roni yang cenderung salafiah, kemudia karya-karya
al-Ghozali yang lebih menuansa tasawuf sampai beliau bergabung
dengan JI (Jamaah Ikhwan al-Muslim) yang dimotori oleh Hassan al-
Banna.
Pada pemikiran al-Banna banyak mempengaruhi pemikiran al-
Qardhawi, hal ini dapat dilihat dari sikap belai yang mengutamakan
persatuan dan kesatuan ummat, menganggap bahwa perbedaan
furu’iyah adalah suatu kemestian yang harus membebaskan dari
fanatisme madzhab, larangan taqlid. Disisi lain beliau juga terkenal
moderat, beliau mengedepankan pada sumber primer yaitu al-qur’an
dan hadits tetapi beliau juga siap menerima pendapat dari manapun
kalaupun itu bersandar pada yang benar.9
b. Metode al-Qardhawi dalam memahami hadits.
1. Memahami sunnah sesuai petunjuk al-Qur’an.
Menurut beliau, dalam memahami hadits harus terlebih
dahulu melihat yang ada dalam al-Qur’an, sehingga tidak
bertentangan dengan petunjuknya. Menurut al-Qardhawi hadits
tidak akan diterima jika isinya bertentangan dengan al-Qur’an
walaupun sanadnya shahih. Tetapi sikap menjauhi hadits yang
bertentangan harus melewati seleksi yang adil sehingga tidak
mudah meninggalkan hadits yang hanya karena kelihatan
bertentangan secara lahiriahnya saja.

9
Isham Talimah, Manhaj Fiqih Yusul Al-Qardhawi, Cet. Ke-1, Terj. Samson Rahman, (Jakarta:
Pustaka Kautsar, 2001), hlm. 3.
Contoh hadits orang meninggal diadzab ketika ada
seseorang dari pihak keluarga yang menangisinya, seolah-olah
bertetangan dengan al-Qur’an surat al-an’am ayat 164.
Redaksi hadits :
‫ب أَ َّن ُع َم َر‬
ِ َّ‫ي ع َْن َس ِعي ِد ْب ِن ْال ُم َسي‬ ُّ ‫َح َّدثَنَا ع ُْث َمانُ بْنُ ُع َم َر أَ ْخبَ َرنَا يُونُسُ ع َِن‬
ِّ ‫الز ْه ِر‬
‫ ِه‬iِ‫ا ِء أَ ْهل‬ii‫ َّذبُ بِبُ َك‬i‫ا َل إِ َّن ْال َميِّتَ يُ َع‬iَ‫لَّ َم ق‬i‫ ِه َو َس‬i‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬i‫ص‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬
َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل إِ َّن َرس‬
ِ ‫َر‬
‫( َعلَ ْي ِه‬HR. Ahmad: 298)
Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Umar telah
mengabarkan kepada kami Yunus dari Az Zuhri dari Sa'id bin Al
Musayyib bahwa Umar berkata; Rasulullah ‫ ﷺ‬telah
bersabda, "Sesungguhnya mayit akan disiksa karena tangisan
keluarganya kepadanya." (HR. Ahmad: 298)
Redaksi Al-An'ām : 164
‫ا ۚ َواَل‬iَ‫س إِاَّل َعلَ ْيه‬ ٍ ‫لُّ نَ ْف‬i‫بُ ُك‬i‫ ْي ٍء ۚ َواَل تَ ْك ِس‬i‫لِّ َش‬i‫قُلْ أَ َغ ْي َر هَّللا ِ أَ ْب ِغي َربًّا َوهُ َو َربُّ ُك‬
َ‫از َرةٌ ِو ْز َر أُ ْخ َر ٰى ۚ ثُ َّم إِلَ ٰى َربِّ ُك ْم َمرْ ِج ُع ُك ْم فَيُنَبِّئُ ُك ْم بِ َما ُك ْنتُ ْم فِي ِه ت َْختَلِفُون‬
ِ ‫ت َِز ُر َو‬
Katakanlah (Muhammad),"Apakah (patut) aku mencari
tuhan selain Allah, padahal Dialah Tuhan bagi segala sesuatu.
Setiap perbuatan dosa seseorang, dirinya sendiri yang bertanggung
jawab. Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain.
Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan
diberitahukan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu
perselisihkan".

Dibagikan menggunakan MyQuran myquranina.com


melihat sepintas dari dua dalil tersebut seakan-akan
mengalami pertentangan, teks hadits tersebut menyatakan bahwa
orang yang meninggal kemudian keluarga yang ditinggal meratapi
hingga menangisi mayit, maka matit akan disiksa. Sedangkan
dalam nash al-Qur’an menyatakan bahwa orang yang telah
meninggal tidak akan disiksa sebab kesalahan orang lain.
Dalam mengahadapi teks tersebut al-Qardhawi melihat
pendapat para ulama’ dalam kita-kita kemudia ditarik kesimplan
bahwa, yang disiksa karena tangisan yang masih hidup adalah
orang kafir.

2. Menghimpun hadits-hadits yang terjalin dalam temayang sama.


Untuk memahami hadits secara sempurna menurut al-Qardhawi
harus dihimpun semua dalam tema yang sama, sehinga bisa
dilakukan untuk pemahaman mutasyabih dibawa ke muhkam,
mutlaq ke muqayyad, ‘Am ke khas, karena memahami hadits hanya
dari sisi lahiriahnya saja yang sering kali menjerumus pada
pemahaman yang salah, seperti contoh:
‫ ِه‬i‫رَّحْ َم ِن ع َْن أَبِي‬i‫ ِد ال‬i‫ق ع َِن ْال َعاَل ِء ْب ِن َع ْب‬ َ ‫ َحا‬i‫ َّدثَنَا ُم َح َّم ٌد يَ ْعنِي ا ْبنَ إِ ْس‬i‫ ٍد َح‬i‫َح َّدثَنَا يَ ْعلَى بْنُ ُعبَ ْي‬
‫ف‬ ِ i‫ص‬ ْ ِ‫ؤ َم ِن ِإلَى ن‬iْ i‫لَّ َم إِ ْز َرةُ ْال ُم‬i‫ ِه َو َس‬i‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬
َ ِ ‫ال قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ع َْن أَبِي َس ِعي ٍد ْال ُخ ْد ِريِّ ق‬
‫ب فَفِي النَّار‬ َ ْ‫أ‬iiَ‫ب فَاَل ب‬
ِ ‫انَ تَحْ تَ ْال َك ْع‬ii‫ا َك‬ii‫س َو َم‬ ِ ‫انَ ِإلَى ْال َك ْع‬ii‫ا َك‬ii‫اق فَ َم‬ َّ (HR. Ahmad:
ِ i‫الس‬
10826)
"Kain sarung seorang mukmin itu hingga setengah betisnya,
apabila sampai kedua mata kaki tidaklah mengapa, adapun apa
yang berada di bawah mata kaki adalah di neraka." (HR. Ahmad:
10826)
Hadits ini difahami al-Qardhawi dengan melihat hadits yang
sepadan yaitu: ‫س َح َّدثَنَا ُزهَ ْي ٌر َح َّدثَنَا ُمو َسى بْنُ ُع ْقبَةَ ع َْن َسالِ ِم ب ِْن‬ َ ُ‫َح َّدثَنَا أَحْ َم ُد بْنُ يُون‬
‫هُ ُخيَاَل َء لَ ْم‬iiَ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َم ْن َج َّر ثَوْ ب‬
َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ ع َْن النَّبِ ِّي‬ِ ‫َع ْب ِد هَّللا ِ ع َْن أَبِي ِه َر‬
‫تَرْ ِخي إِاَّل أَ ْن‬i‫اري يَ ْس‬ ِ َ‫قَّ ْي ِإز‬i‫ َد ِش‬i‫ول هَّللا ِ إِ َّن أَ َح‬
َ i‫ا َر ُس‬iَ‫يَ ْنظُرْ هَّللا ُ ِإلَ ْي ِه يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة قَا َل أَبُو بَ ْك ٍر ي‬
ْ َ‫تَ ِم َّم ْن ي‬ii‫لَّ َم لَ ْس‬ii‫ ِه َو َس‬iiْ‫لَّى هَّللا ُ َعلَي‬ii‫ص‬
‫نَ ُعهُ ُخيَاَل َء‬ii‫ص‬ َ iiِ‫ َد َذل‬iiَ‫( أَتَ َعاه‬HR.
َ ‫ا َل النَّبِ ُّي‬iiَ‫هُ فَق‬ii‫ك ِم ْن‬
Bukhari: 5338)
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah
menceritakan kepada kami Zuhair telah menceritakan kepada kami
Musa bin 'Uqbah dari Salim bin Abdullah dari Ayahnya
radhiallahu'anhu dari Nabi ‫ ﷺ‬beliau bersabda, "Siapa
yang menjulurkan pakaiannya (hingga ke bawah mata kaki) dengan
sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat
kelak." Lalu Abu Bakar berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya
salah satu dari sarungku terkadang turun sendiri, kecuali jika aku
selalu menjaganya?" lalu Nabi ‫ ﷺ‬bersabda, "Engkau
bukan termasuk orang yang melakukan hal itu karena sombong."
(HR. Bukhari: 5338)

Dengan mengumpulkan hadits sesuai tema, maka bisa difahami


bahwa pelanggaran memakai sarung sampai pada mata kaki adalah
bagi orang yang mempunyai sifat kesombongan.
3. Penggabungan hadits-hadits yang tampak bertentangan.
Al-Qardhawi menanggapi hadits yang sekilas bertentangan,
maka beliau menggabungkan hadits tersebut. Menurut para
ulama’ penggabungan hadits diperbolehkan, asalkan kedua
hadits tersebut sama-sama mempunyai sanad yang shohih
minimal hasan.
Contoh hadits pertama : larangan Nabi Muhammad bagi
perempuan untuk berziarah.
َ‫ة‬iَ‫و َع َوان‬iiُ‫ َّدثَنَا أَب‬i‫ب َح‬ ْ ‫ف ْال َع ْسقَاَل نِ ُّي أَبُو ن‬
َ ُ‫ َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْن‬i‫ ٍر َح‬i‫َص‬
ٍ ِ‫ال‬ii‫ط‬ ٍ َ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ خَ ل‬
َ ِ ‫و ُل هَّللا‬i ‫ا َل لَ َعنَ َر ُس‬iiَ‫ع َْن ُع َم َر ْب ِن أَبِي َسلَ َمةَ ع َْن أَبِي ِه ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ ق‬
‫ ِه‬i‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬i ‫ص‬
ِ ‫ت ْالقُب‬
‫ُور‬ ِ ‫( َو َسلَّ َم ُزوَّا َرا‬HR. Ibnu Majah: 1565)
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Khalaf Al
Asqalani Abu Nashr berkata, telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Thalib berkata, telah menceritakan kepada
kami Abu Awanah dari Umar bin Abu Salamah dari Bapaknya
dari Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah ‫ﷺ‬
melaknat wanita-wanita peziarah kubur. " (HR. Ibnu Majah:
1565)
Contoh hadits kedua :
‫و‬iiُ‫ َّدثَنَا أَب‬i‫الُوا َح‬iَ‫نُ بْنُ َعلِ ٍّي ْال َخاَّل ُل ق‬i‫و ُد بْنُ َغ ْياَل نَ َو ْال َح َس‬ii‫ار َو َمحْ ُم‬ ٍ i‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ بَ َّش‬
َ َ‫ال ق‬
‫ال‬ َ َ‫ص ِم النَّبِي ُل َح َّدثَنَا ُس ْفيَانُ ع َْن ع َْلقَ َمةَ ْب ِن َمرْ ثَ ٍد ع َْن ُسلَ ْي َمانَ ْب ِن ب َُر ْي َدةَ ع َْن أَبِي ِه ق‬
ِ ‫عَا‬
‫ ْد أُ ِذنَ لِ ُم َح َّم ٍد فِي‬iَ‫ور فَق‬i
ِ iُ‫ا َر ِة ْالقُب‬iiَ‫ت نَهَ ْيتُ ُك ْم ع َْن ِزي‬
ُ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَ ْد ُك ْن‬
َ ِ ‫َرسُو ُل هَّللا‬
َ‫ار ِة قَب ِْر أُ ِّم ِه فَ ُزورُوهَا فَإِنَّهَا تُ َذ ِّك ُر اآْل ِخ َرة‬
َ َ‫( ِزي‬HR. Tirmidzi: 974)
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar dan
Mahmud bin Ghailan dan Al Hasan bin Ali Al Khallal mereka
berkata; Telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim An
Nabil telah menceritakan kepada kami Sufyan dari 'Alqamah
bin Martsad dari Sulaiman bin Buraidah dari Bapaknya
berkata; Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, "Saya pernah
melarang kalian berziarah kubur. Sekarang telah diizinkan
untuk Muhammad menziarahi kuburan ibunya, maka
berziarahlah, karena (berziarah kubur itu) dapat mengingatkan
akhirat." (Abu Isa At Tirmidzi) (HR. Tirmidzi: 974)
Jika dilihat kedua isi hadits tersebut sangatlah bertentangan,
pada hadits pertama dilarang bagi perempuan untuk berziarah
dan pada hadits kedua diperbolehkan, menurut al-Qurtubi
pelarangan ini adalah bagi perempuan yang sering sekali
ziarah, sehingga ia lupa akan kewajibannya dirumah,
kemuadian pendapat mayoritas ulama’ dalam memahami hal
tersebut bahwa pelarangan bagi perempuan untuk ziarahadalah
pada masa awal islam yang masih belum kuat imanya,
khususnya pada kaum wanita, kemudian Nabi memunculkan
hadits kedua dengan perbolehanya. Demikian adalah pemikiran
dan konsep alQarhowi dalam menyelesaikan hadits-hadits yang
bertentangan.
4. Mamahami hadits dengan melihat latar belakanganya.
Menurut al-Qardhawi asbabul wurud adalah konsep terpenting
dalam memahami hadits. Pendekatan semacam ini biasa
disebut pendekatan Sosio-Historis. Pendekatan sosio-historis
menekan pada kondisi sejarah hadits tersebut dikeluarkan,
termasuk didalamnya sosio kultural Nabi dan para sahabat pada
masa itu, sedangkan pendekatan sosiologis adalah pendekatan
saat penerimaan hadits tersebut.
Contoh hadits tentang kepimimpinan perempuan.
‫ ِن ع َْن‬i ‫ ٌد ع َْن ْال َح َس‬i ‫ث قَا َل َح َّدثَنَا ُح َم ْي‬ ِ ‫ال َح َّدثَنَا خَالِ ُد بْنُ ْال َح‬
ِ ‫ار‬ َ َ‫أَ ْخبَ َرنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ْال ُمثَنَّى ق‬
َ‫ك‬iiَ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لَ َّما هَل‬ َ ‫أَبِي بَ ْك َرةَ قَا َل َع‬
َ ِ ‫ص َمنِي هَّللا ُ بِ َش ْي ٍء َس ِم ْعتُهُ ِم ْن َرسُو ِل هَّللا‬
ً‫رأَة‬i َ i‫وْ ٌم َولَّوْ ا أَ ْم‬iiَ‫ا َل لَ ْن يُ ْفلِ َح ق‬iiَ‫هُ ق‬i َ‫الُوا بِ ْنت‬iiَ‫ت َْخلَفُوا ق‬i ‫اس‬
َ i‫رهُ ْم ا ْم‬i ْ ‫ا َل َم ْن‬iiَ‫ َرى ق‬i ‫( ِك ْس‬HR.
Nasa'i: 5293)
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad Ibnul Mutsanna
ia berkata; telah menceritakan kepada kami Khalid Ibnul Harits
ia berkata; telah menceritakan kepada kami Humaid dari Al
Hasan dari Abu Bakrah ia berkata, "Allah telah memeliharaku
dengan sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah ‫ﷺ‬
saat Kisra hancur, beliau bertanya, "Siapa yang mereka angkat
sebagai raja?" para sahabat menjawab, "Puterinya." Beliau lalu
bersabda, "Tidak akan beruntung suatu kaum yang
menyerahkan perkaranya kepada seorang wanita." (HR. Nasa'i:
5293)
Kesimpulan hadits diatas adalah tidak kan sukses keadaan
suatu kaum jika dipimpin oleh seorang perempuan. Tetapi
disisi lain menurut al-Qardhawi hadits ini perlu dicari asbabul
wurud Nabi menyabdakan hal tersebut, diketahui bahwa hadits
tersebut muncul ketika diangkatnya Syairowaih menjadi ratu di
persia, padahal saat itu persia dengan arab sangatlah kental
akan tradisi ptrairkhi, perempuan adalah mahluk yang tidak
mempunya kewibawaan dan tempat di masyarakat, sehingga
Nabi menyatakan hal tersebut menjaga kestabilan sebuah
tatanan masyarakat, karena tidak mungkin sebuah bangsa
dipimin oleh orang yang tidak mempunyai kewibawaan dan
tempat. Jadi hadits tersebut hanya bersifat temporal bukan
umum, sehingga hadits diatas tersebut harus difahami secara
kontekstualnya bukan hanya pada tekstualnya saja.
5. Membedakan antara sarana yang berubah-ubah dengan sarana
yang tetap.
Maksudnya dari sarana adalah hadits zaman, pembicaraan, dan
kondisinya, sedangkan sasaranya adalah tetap yaitu
kemaslahatan umat.
Contoh hadits Nabi yang berkaitan dengan timbangan Makkah
dan Madinah.
ٍ ‫ا ُو‬iiَ‫ةَ ع َْن ط‬i َ‫ال َح َّدثَنَا ُس ْفيَانُ ع َْن َح ْنظَل‬
‫س‬ َ َ‫أَ ْخبَ َرنَا أَحْ َم ُد بْنُ ُسلَ ْي َمانَ قَا َل َح َّدثَنَا أَبُو نُ َعي ٍْم ق‬
ُ‫ َو ْزن‬ii‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل ْال ِم ْكيَا ُل ِم ْكيَا ُل أَ ْه ِل ْال َم ِدينَ ِة َو ْال‬
َ ‫ع َْن ا ْب ِن ُع َم َر ع َْن النَّبِ ِّي‬
‫( َو ْزنُ أَ ْه ِل َم َّكة‬HR. Nasa'i: 2473)
Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Sulaiman dia
berkata; Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim dia
berkata; Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari
Hanzhalah dari Thawus dari Ibnu 'Umar dari Nabi
‫ﷺ‬, beliau bersabda, "Takaran (yang benar) itu
ialah takaran penduduk Madinah, dan timbangan (yang benar)
itu ialah timbangan penduduk Makkah." (HR. Nasa'i: 2473)
Hadits ini disabdakan Nab untuk menghilangkan persengketaan
dikalangan shahabat hingga dibukukan menjadi timbangan
Makkah dan Madinah, tetapi pada perkembanganya tidak harus
berpatokan pada timbangan Makkah maupun Madinah,
melainkan disesuaikan dengan perkembangan dan kondisi
Zamanya masing-masing.

6. Membedakan yang Haqiqi dengan Majazi.


Hadits Haqiqi adalah hadits yang ungkapanya menggunakan
lafad yang sebenarnya, sedangkan Majazi diungkapkan bukan
dengan bahasa, melainkan dengan simbol-simbol yang haru
ditafsirkan kembali.
Contoh hadits Haqiqi.
‫َح َّدثَنَا ُس ْفيَانُ قَا َل َس ِم َع َع ْمرٌو َجابِ َر ْبنَ َع ْب ِد هَّللا ِ َوقَا َل َم َّرةً َع ْمرٌو َس ِم َعهُ ِم ْن َجابِ ٍر يَقُو ُل‬
ٌ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ْال َحرْ بُ خَ ْد َعة‬
َ ِ ‫( قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬HR. Ahmad: 13788)
Telah menceritakan kepada kami Sufyan berkata; 'Amr
mendengar Jabir bin Abdullah dan pernah 'Amr berkata; telah
mendengarnya dari Jabir berkata; Rasulullah ‫ﷺ‬
bersabda, "Perang adalah tipudaya". (HR. Ahmad: 13788)
Dikatakan Nabi bahwa perang itu siasat, maka hadits ini harus
difahami apa adanya bahwa perang harus menggunakan siasat.
Contoh hadits Majazi.
‫ت‬ْ َ‫ال‬iiَ‫ةَ ق‬i‫ق ع َْن عَائِ َش‬ ٍ ‫رُو‬i‫ا ِم ٍر ع َْن َم ْس‬ii‫س ع َْن َع‬ ٍ ‫ َرا‬iِ‫ةَ ع َْن ف‬iَ‫و َع َوان‬iiُ‫َح َّدثَنَا َعفَّانُ َح َّدثَنَا أَب‬
‫ك‬
َ ِ‫ع ب‬ُ ‫ي هَّللا ِ أَيَّتُنَا أَ ْس َر‬َّ ِ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِع ْن َدهُ َذاتَ يَوْ ٍم فَقُ ْلنَ يَا نَب‬
َ ‫اجْ تَ َم َع أَ ْز َوا ُج النَّبِ ِّي‬
ْ َ‫ت زَ ْم َعةَ أ‬
‫ا‬iiً‫ط َولَنَا ِذ َراع‬ ُ ‫َت َسوْ َدةُ بِ ْن‬
ْ ‫صبًا فَ َذ َر ْعنَاهَا فَ َكان‬
َ َ‫خَذنَا ق‬ ْ َ‫لُحُوقًا فَقَا َل أ‬
ْ َ ‫ط َولُ ُك َّن يَدًا فَأ‬
‫َت َسوْ َدةُ أَ ْس َر َعنَا بِ ِه لُحُوقًا فَ َع َر ْفنَا بَ ْع ُد إِنَّ َما‬
ْ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَ َكان‬
َ ‫ت تُ ُوفِّ َي النَّبِ ُّي‬
ْ َ‫فَقَال‬
ً‫بَة‬i‫ص‬َ َ‫ َّرةً ق‬i‫ا َل َعفَّانُ َم‬iiَ‫ َدقَةَ َوق‬i‫الص‬
َّ ُّ‫ َرأَةً تُ ِحب‬i‫َت ا ْم‬ َّ ‫ ِدهَا ِم ْن‬iَ‫و ُل ي‬iiُ‫انَ ط‬ii‫َك‬
ْ ‫ان‬ii‫ َدقَ ِة َو َك‬i‫الص‬
‫( ن َْذ َر ُعهَا‬HR. Ahmad: 23752)
Telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan
kepada kami Abu 'Awanah dari Firas dari 'Amir dari Masruq
dari Aisyah berkata, "Pada suatu hari para istri Nabi
‫ ﷺ‬berkumpul di sisinya, mereka bertanya; 'Wahai
Nabi Allah, siapa diantara kami yang lebih cepat menyusul
engkau? ' Rasulullah menjawab; 'Adalah yang paling panjang
tangannya diantara kalian.' Maka kami mengambil sebatang
kayu lalu kami menjulurkannya dan Saudah binti Zam`ah
adalah wanita yang paling panjang lengannya diantara kami.
Lalu (Aisyah) Berkata, "Ketika Nabi ‫ﷺ‬
meninggal, Saudah adalah istri (Nabi) yang paling cepat
menyusulnya. Hanya di kemudian hari kami mengerti
sesungguhnya maksud istilah panjang tangan Saudah adalah
dikarenakan shodaqoh, dia adalah wanita yang senang
bershodaqoh.'" Dan, sesekali Affan berkata dalam riwayatnya
dengan redaksi, "Qoshobatan nadzro`uha." (dengan kata kerja
bentuk sekarang, bukan bentuk lampau (HR. Ahmad: 23752)
Hadits diatas menyatakan bahwa istri Nabi yang paling cepat
menyusul Nabi adalah yang paling panjang tanganya, panjang
tangan tersebut adalah majaz, maka harus difahami
kembalibahwa yang panjanga adalah sedekanya.

Anda mungkin juga menyukai