Anda di halaman 1dari 11

Hermenetika Metodologis, Hermenetika Filosofis dan Hermenetika Kritis

Makalah

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah hermenetika

Oleh :

Mu’awinati Isna Zilfia (07010120011)

Muhammad Rizky Shorfana (07040120080)

Dosen Pengampu :

Dr. Anas Amin Alamsyah, M. Ag.

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USLUHUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
Kata Pengantar

segala puji bagi Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Dengan segala Rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Hermenetika Metodologis,
Hermenetika Filosofis dan Hermenetika Kritis”.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Studi Hukum Islam
Kontemporer oleh bapak Dr. Anas Amin Alamsyah, M Ag. Dalam penulisan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan. Baik dari segi bahasa, penulisan, penyusunan kalimat, maupun isi
makalah ini. oleh karena itu, harapan kami semoga para pembaca memberikan kritik dan
sarannya agar kedepannya kami bisa memperbaiki pada kesempatan lainnya.

Demikian yang kami dapat sampaikan. Akhir kata, semoga makalah yang kami buat ini
dapat bermanfaat bagi semua yang mengkaji tulisan ini.

Surabaya, 28 Maret 2023

Penyusun
Bab 1

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Hermeneutika merupakan sebuah metode untuk memahami sebuah teks. Atau seni dan
ilmu menafsirkan khususnya tulisan-tulisan berkewenangan, terutama yang berkenaan dengan
kitab suci dan yang identik dengan tafsir. Meskipun begitu ada juga yang memaknai
hermeneutika merupakan suatu filsafat yang memusatkan bidang kajiannya dalam persoalan
“understanding of understanding” (yakni terkait dengan pemahaman pada pemahaman) terhadap
suatu teks, terutama teks Kitab Suci, yang datang dari kurun waktu, tempat, serta situasi sosial
yang asing bagi para pembacanya.

Seiring perkembangan zaman para ilmuwan baik dari kalangan klasik maupun modern
sepakat (consensus) tentang pengertian hermeneutika yang diartikan sebagai proses mengubah
sesuatu dari situasi ketidaktahuan menjadi mengerti. Pengertian tersebut merupakan sebuah
peralihan antara sesuatu yang abstrak dan gelap kepada ungkapan yang jelas dalam bentuk
bahasa yang dapat dipahami oleh manusia.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, di mana hermeneutika merupakan suatu pendekatan
untuk memahami atau interpretasi sebuah teks semakin digandrungi oleh para ahli. Baik dari
kalangan akademis, kritikus, sastra, sosiolog, sejarawan, antropolog, filsuf maupun teolog. pada
abad ke 20, hermeneutika dipilah menjadi tiga kategori, yaitu: (1) sebagai filsafat, (2) sebagai
kritik, dan (3) sebagai teori. Sebagai filsafat, hermeneutika tumbuh menjadi suatu aliran
pemikiran yang menempati lahan strategis dalam diskursus filsafat. dan yang memperkenalkan
kategori ini ialah Martin Heideger dalam istilah hermeneutika eksistensialis ontologis. Sebagai
kritik, hermeneutika memberi reaksi keras terhadap berbagai asumsi idealis yang menolak
pertimbangan ekstra linguistik sebagai faktor penentu konteks pikiran dan aksi. Hermeneutika
jenis ini dimotori oleh Jurgen Habermas. Sebagai teori, hermeneutika berfokus pada problem di
sekitar teori interpretasi: bagaimana menghasilkan interpretasi dan standarisasinya. Asumsinya
adalah bahwa sebagai pembaca, orang tidak punya akses pada pembuatan teks karena perbedaan
ruang dan waktu sehingga diperlukan hermeneutika. Hasilnya beragam teori pun bermunculan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu hermeneutika metodologis?
2. Apa itu hermeneutika Filosofis ?
3. Apa itu hermeneutika Kritis?

C. Tujuan
1. Supaya mengetahui maksud hermeneutika metologis.
2. Supaya mengetahui maksud hermeneutika filosofis.
3. Supaya mengetahui maksud hermeneutika kritis.

Bab II

Isi

A. Pengertian hermeneutika
Istilah Hermeneutika atau dalam bahasa inggris “hermeneutics” yang berasal dari bahasa
Yunani ”hermeneunein” yang berarti menerjemahkan atau bertindak sebagai penafsir.1 Kata
bendanya adalah hermeneuia yang berarti ‘penafsiran’ atau ‘interpretasi’ dan hermeneutes
yang berarti ‘interpreter’ atau ‘penafsir’.
Kata hermeneuin juga dihubungkan dengan nama tokoh dalam mitologi Yunani yang
mempunyai tugas untuk menyampaikan pesan dari para dewa di kayangan kepada manusia di
bumi, ia adalah Hermes. Dewa Hermes ini digambarkan sebagai makhluk seperti manusia
dengan kaki bersayap. Di mana hal tersebut, melambangkan pesan yang ingin disampaikan.
Maksudnya ialah sebagai sarana manusia untuk melakukan penerbangan menuju kebenaran
yang tempatnya terdapat di dalam alam metafisik.
Sering kali juga beberapa ilmuan atau tokoh besar yang menghubungkan nama Hermes
ini dengan tokoh klasik yang memiliki peran penting dalam pandangan agama. Seperti
halnya dalam tradisi Kristen Hermes dipadankan dengan Nabi Enoch. Sedangkan Sayyid
Husein Nasr, menyamakan peran Hermes dengan Nabi Idris. Yang mana Idris merupakan
nabi dalam Islam yang pertama kali diperkenankan Mi’raj ke langit dalam rangka untuk
menerima pesan ketuhanan yang harus disampaikan kepada manusia di bumi.2 Istilah
1
Ricardo Antoncich, Iman dan Keadilan Ajaran Sosial Gereja dan Praktis Sosial Iman, (Yogyakarta: Kanisius,1986),
28.
2
E. Sumaryono, Hermeneutik: Sebua Metode Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), 23.
hermeneutika juga telah digunakan sejak zaman Yunani klasik, seperti Plato yang menyebut
para penyair dengan sebutan hermenes Tuhan. Aristoteles juga menggunakan istilah yang
sama dengan hermeneutika dalam bukunya pada bab logika pro posisi yang bertajuk “Peri
Hermeneutis”.3
Jikalau pengertian di atas belum dapat memberikan gambaran umum tentang
hermeneutika. Maka seorang filosof yang bernama Richad E. Palmer memberikan enam
definisi hermenutika agar dapat membantu kita agar lebih mudah memahami makna atau
pengertian dari hermeneutika itu sendiri.4 Pertama, hermeneutik sebagai teori eksegesis
Alkitab. Pengertian ini merupakan pengertian yang paling tua, yang muncul pasca Reformasi
Protestan dan masih digunakan hingga saat ini. kedua, hermeneutik sebagai metodologi
filologis. Definisi ini lahir lewat perkembangan rasionalisme di Eropa, yang pada saat itu
para ilmuwan berusaha mencoba menafsirkan berbagai teks. Termasuk Alkitab, dalam terang
nalar. Ketiga, hermeneutik sebagai ilmu pemahaman linguistik. Pengertian ini dapat kita
temukan dalam pemikiran Schleiermacher yang berusaha menggariskan “seni memahami”
sebagai sebuah metode seperti yang terdapat dalam ilmu-ilmu modern. Keempat,
hermeneutik sebagai dasar metodologis ilmu sosial-kemanusiaan. Definisi ini dirintis oleh
Dilthey yang mencoba mendasarkan ilmu-ilmu sosial-kemanusiaan dengan metode
interpretatif. Kelima, hermeneutik sebagai fenomenologi Dasein dan pemahaman
eksistensial. Definisi ini berasal dari Heidegger, yakni sebuah pendalaman konsep
hermeneutik yang tidak hanya mencangkup pemahaman terhadap teks, melainkan
menjangkau dasar-dasar eksistensial manusia. Keenam, hermeneutik sebagai sistem
interpretasi. Definisi yang berasal dari Ricouer ini mengacu pada teori tentang aturan-aturan
eksegesis dan mencangkup dua macam sistem, pertama, pemulihan makna sebagaimana
dipraktikkan dalam demitologisasi Bultmann, dan kedua, ikonoklasme atau demistifikasi
sebagaimana dipraktikan oleh Mark, Nietzsche dan Freud.
Menurut Josef Bleicher sebagaimana yang dikutip Edi Susanto, sesuatu hal yang
berkaitan dengan hubungan antara pembaca (penafsir) dengan teks atau penggagas,
melahirkan tiga kategori hermeneutika. Pertama, hermeneutika metodelogis, hermeneutika
filosofis, dan hermeneutika kritis.

3
Rini Fitria, “Memahami Hemeneutika Dalam Mengkaji Teks”, Syi’ar, vol. 16, No. 2, (Agustus 2016), 33.
4
Richad E. Palmer, Hermeneutics. Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer,
Northwestern, (Evanston: University Press, 1969), 44.
B. Hermeneutika Metodologis (teoritis)
Secara sederhana, hermeneutika berarti tafsir. Hermeneutika berusaha memahami makna
kalimat yang ada di balik struktur. Pemahaman makna, tak hanya pada simbol, melainkan
memandang kalimat sebagai sebuah teks. Di dalam teks ada konteks yang bersifat polisemi.
Maka, orang harus menukik ke arah teks dan konteks sehingga ditemukan makna secara
utuh. Pada dasarnya, paradigma hermenutika telah menawarkan dua metode ”tafsir ”.
Pertama, metode dialektik antara masa lalu dengan masa kini dan kedua, metode yang
memperhatikan persoalan antara bagian dengan keseluruhan. Dengan demikian ada
sumbangan penting kehadiran hermeneutik, yaitu:
Pertama, hermeneutik menafsirkan suatu pengertian eksplisit mengenai ”totalitas
kultural”, keseluruhan dasar yang terpadu dari suatu kebudayaan atau masyarakat pada level
ideologi fundamental, misalnya dengan melihat sifat historis sebagai suatu kebenaran.
Kedua, dalam kehidupan sosial telah terdefinisikan analisis yang dimulai dengan
hubungan antara ilmu pengetahuan yang dimiliki dengan keseluruhan pengalaman hidup
seseorang di mana di dalamnya terdapat hubungan yang spesifik antara pengalaman estetik
dengan eksistensi sosial seorang hakim.
Ketiga, Hermeneutik membuka kemungkinan pemahaman trans-historis dengan konsep
fungsi antara masa lalu dengan masa kini. Hermeneutik sebenarnya sebuah paradigma yang
berusaha menafsirkan teks atas dasar logika linguistik. Logika linguistik akan membuat
penjelasan teks dan pemahaman makna dengan menggunakan ”makna kata” dan selanjutnya
”makna bahasa”. Makna kata lebih berhubungan dengan konsep-konsep semantik teks dan
makna bahasa lebih bersifat kultural. Sehingga makna kata akan membantu pemahaman
makna bahasa, karena dari kata-kata itu akan tercermin makna kultural teks.
Dengan cara demikian, pemahaman hermeneutik bukanlah sebuah paradigma penelitian
yang berusaha menjelaskan fenomena, melainkan upaya memahami fenomena. Jika
penjelasan lebih ke arah kausalitas dan cenderung mencari bentuk kaidah, maka hermenutik
berupaya memahami sebuah fenomena secara mendalam. Jika paham positivisme cenderung
menjelaskan fenomena atas dasar tata, maka hermeneutik justru memahami atas tata tersebut.

C. Hermeneutika Filosofis
Problem hermeneutik pada intinya adalah terkait dengan proses menafsirkan teks yang
timbul ketika seorang mengalami alienasi terhadap teks dan maknanya. Sedangkan
hermeneutika filsafat adalah sebuah penafsiran yang selalu mempunyai arti proses produksi
makna baru dan bukan reproduksi makna awal.5 Hermeneutika filsafat menolak scientific
investigation of meaning sebagai dasar objektivitas. Pandangan utama hermeneutika filsafat
memandang ilmuan sosial atau penafsir dan objek terkait dengan konteks tradisi. Oleh karena
itu, manusia tidak dapat dimulai dari pemikiran netral. Dan hermeneutika filsafat tidak
menuju pada pengetahuan murni (objective knowledge), yang mana hal itu mengharuskan
pembaca atau penafsir mengikuti prosedur ilmiah (dasein) secara eksplisit dan fenomenologi
yang dapat di temukan dalam konteks sejarah.
Bagi hermeneutika filosofis, tugas hermeneutika tidak harus menemukan arti sebuah teks.
interpretasi hermeneutika jenis ini tidak sama dengan mengambil suatu teks kemudian
mencari arti sebagaimana yang diletakkan oleh pengarang ke dalam teksnya. Arti teks tidak
terbatas dalam maksud pengarangnya saja, akan tetapi tetap terbuka terhadap kemungkinan
penafsiran terbaru sesuai dengan kreativitas penafsir atau pembacanya.
Bahkan bagi tokoh hermeneutik (Gadamer) ini, tidak ada jaminan bagi pengarang atau
author asli untuk menjadi penafsir yang ideal atas karyanya tersebut. oleh karena itu,
pandangan ini mengidentifikasi suatu karya ilmiah yang sudah di tuangkan dalam tulisan
sepenuhnya menjadi pemilik sang pembaca atau reader-nya. dengan demikian, pandangan
hermeneutika filosofis tidak membatasi maksud interpretasi sebagai rekonstruksi makna
akan. Akan tetapi lebih dari itu, yakni interpretasi juga dapat memproduksi sebuah makna.
D. Hermeneutika Kritis
Hermeneutika Kritis merupakan suatu interpretasi kritis atas realitas sosial. Sebab realitas
sosial merupakan suatu teks bagi hermeneutika. Dan realitas sosial memuat didalamnya
interaksi antarindividu yang diperantarai bahasa. Bahasa sendiri tidak hanya bahasa yang
diucapkan secara lisann saja yang dapat di interpretasikan. Akan tetapi, tindakan dan
pengalaman juga merupakan sebuah bahasa. Karena tindakan dan pengalaman menjadi
pengungkapan diri individu.
Bagi hermeneutika kritis, bahasa memuat di dalamnya motif kekuasaan dan memuat
kepentingan-kepentingan. Sehingga berangkat dari hal tersebut, hermeneutika kritis berusaha

5
Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics, (London: Routledge and Kegen Paul), 37.
mengatasi distorsi komunikasi dalam interaksi sosial. Distorsi komunikasi merupakan
keadaan di mana terjadi adanya kekacauan pemahaman di dalam interaksi antar individu
dalam sebuah masyarakat. oleh karena itu, perbedaannya hermeneutika biasa dengan
hermenetika kritis karena memiliki unsur kritis dalam aktifitas interpretasinya.
Oleh karena itu, seperti apa perbedaan hermeneutika kritis dengan hermeneutika biasa
(Schleiermacher dan Gadamer) kita perlu memahami pemikiran dari filosof Habermas.
Karena apa yang di jelaskan oleh Habermas dalam Erkenntnis dan Interesse (pengetahuan
dan kepentingan) dapat membantu kita ketika ingin memahami maksud dari hermeneutika
Kritis.
Maksud sebenarnya hermeneutika kritis ini tidak ingin mencari jalan ketiga dari kedua
hermeneutika sebelumnya (konservatif dan filosofis). Namun, bagi hermeneutika kritis
memang pemahaman seseorang terkadang makna itu terdapat di penulis (author) dan
terkadang pula terdapat di pembaca (reader). Akan tetapi, yang menentukan makna pada
pemahaman manusia yaitu kepentingan dari manusia itu sendiri.
Kedua, yaitu kepentingan seseorang itu terdapat pada dimensi riil (sosial, budaya, politik
dan ekonomi). Maka ketika seseorang menjumpai sebuah teks maka lacaklah terlebih dahulu
apa kepentingan teks tersebut. karena mengetahui kepentingan dari mengapa teks tersebut
dibuat atau diciptakan menjadi sesuatu hal yang penting. sebab tujuan dari memahami dan
mengerti tersebut yakni dalam rangka ‘emansipasi’.
Emansipasi adalah pembebasan dari perbudakan, serta persamaan hak dalam berbagai
aspek kehidupan. sedangkan emansipasi dalam konteks ini adalah membebaskan atau
mengetahui kepentingan-kepentingan yang terdapat pada suatu teks tersebut. dengan
mengetahui kepentingan-kepentingan yang terdapat dalam teks tersebut. seseorang akan
mencari solusi atau jawaban alternatif yang lebih baik dan sesuai dengan apa yang ingin
seseorang tuju itu.6

6
Bab III
Penutup
Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai