Anda di halaman 1dari 15

Hermeneutika Sebagai: Prinsip Teori Penafsiran Kitab Suci,

Metode Filologi, Ilmu Memahami Bahasa, Fondasi Metodologi


Geisteswissenschaften, Fenomenologi Dasein dan Pemahaman
Eksistensial, dan Sebagai Sistem Interpretasi

Yunita Indrawati (02040621009)


Program Studi Ilmu Hadis Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya Jl. Ahmad
Yani No. 177, Jemur Wonosari, Kec. Wonocolo, Kota Surabaya
Email: 02040621009@student.uinsby.ac.id

Abstrak
Dalam pencarian makna, hermeneutika dijadikan sebagai pisau analisis yang
tajam untuk membedah dan menganalisis sebuah teks sehingga menemukan
interpretasi baru yang baik. Tentunya interpretasi tersebut memiliki klaim
validitas yang dapat diverifikasi kebenarannya. Kajian terhadap hermeneutika
sendiri teruslah berkembang hingga saat ini. Dalam paper ini, perkembangan
hermeneutika tidak disajikan dalam segi historis, melainkan dari segi
pendekatan. Penulis mencoba menjabarkan seacara mendalam dari pendekatan
hermeneutika yang telah dikembangkan oleh Richard E.Palmer menjadi enam
jenis.

A. Pendahuluan
Esensi dari bahasa dan makna, interprestasi, tindakan, serta subjektivitas
merupakan isu-isu yang semakin diamati secara luas oleh ilmu-ilmu
kontemporer. Bagi para filsuf, para kritikus sastra, para ilmuwan sosial, dan para
ahli bahasa telah menjadi tugas untuk mengklasifikasikan berbagai isu-isu yang
menarik. Dengan menemukan sumber-sumber pemikiran hermenutika, sebuah
pertanyaan terkait pengandaian terhadap pemahaman akan kebenaran sebuah
teks dapat diinterpretasikan dengan baik.1

1
Paul Ricoeur, terj. Yudi Santoso, Hermeneutika dan Ilmu-Ilmu Humaniora, (Yogyakarta: IRCiSoD,
2021), 15.

1
Hermeneutika sendiri teruslah berkembang menurut setiap pendekatan yang
digunakan dalam menginterprestasika sebuah teks. Menurut Richard Palmer,
contoh paling awal disuguhkan dalam buku J.C Dannhauer yang menyajikan
prinsip-prinsip untuk menafsirkan kitab suci Kristen yang berjudul
“Hermeneutica Sacra Sive Methodus Exponendarum Sacrarum Litterarum”
yang dipublikasikan pada tahun 1654. Palmer juga mencatat bahwa sampai saat
ini istilah hermeneutika terutama hubungan-hubungannya dengan eksegesis
alkitab, tetapi sejak zaman Schleirmacher kajian-kajian tersebut semakin
diperluas dalam.
Palmer kemudian membedakan enam divisi dalam bidang hermeneutika
yakni: principles of biblical exegesis; general philological methodology; the
science of linguistics understanding; the methodological foundations of the
human sciences; phenomology of existence and existential understanding; and
systems of interpretation. Maka dalam paper ini, penulis akan mendeskripsikan
pengertian dari keenam pendekatan hermeneutika tersebut secara mendalam.2

B. Perkembangan Hermeneutika
Hermeneutika berasal dari bahasa Yunani yaitu hermeneuein artinya
menafsirkan. Hermeneuein sebagai kata benda diartikan interpretasi atau
menafsirkan.3 Kata hermeneutika atau hermeneuin berdasarkan spekulasi
historis berasal dari nama Dewa dalam mitologi Yunani disebut dengan
Hermes.4 Hermas mempunyai tugas menyampaikan dan menjelaskan kepada
manusia apa yang telah ia terima dari Dewata tertinggi di langit (orakel) atau
menyampaikan pesan kehendak-Nya sesuai dengan bahasa yang mudah
dipahami oleh manusia.5 Menjadi seorang Hermas harus mampu menafsirkan

2
John Powers, Hermeneutics and Tradition in the Samdhinimocana-sutra, (Leiden: T.p, 1993), 80.
3
Abdullah A.Thalib, Filsafat Hermeneutika dan Semiotika (Sulawesi Tengah: LPP-Mitra Edukasi,
2018), 20.
4
Urbanus Ura Weruin dkk, “Hermeneutika Hukum: Prinsip dan Kaidah Interpretasi Hukum/Legal
Hermeneutics: Principles and Rules of Legal Interpretation”, Jurnal: Konstitusi, Vol. 13, No. 1
(2016), 98.
5
Humar Sidik dan Ika Putri Sulistyana, “Hermeneutika Sebuah Metode Interpretasi Dalam Kajian
Filsafat Sejarah”, Jurnal: Agastya, Vol. 11, No. 1 (2021), 23.

2
pesan-pesan yang telah disampaikan oleh Dewata sesuai dengan bahasa yang
dipergunakan oleh pendengarnya, sehingga pendengar dapat memahami makna
yang disampaikan. Berdasarkan hal tersebut maka, secara umum heremeneutika
diartikan sebagai proses untuk memahami suatu hal yang awalnya tidak
mengerti, menjadi paham.6
Seiring berjalannya waktu hermeneutika mengalami perkembangan baik
dari segi pendefinisian, pemakaian maupun pemahaman terhadap
hermeneutika. Richard E. Palme membagi enam jenis perkembangan dari
hermeneutika:
1. Hermeneutika sebagai teori penafsiran kitab suci
Hermeneutika berdasarkan teori ini digunakan oleh para agamawan untuk
memahami kitab-kitab suci. Muncul abad ke 17-an, walaupun sejatinya
kegiatan penafsiran terhadap berbagai teks telah berlangsung sejak lama,
baik pada kitab suci, sastra maupun bidang hukum.7 Penggagas teori
hermeneutika ini adalah J.C. Dannhauer.8 Tertuang dalam karyanya
berjudul “Hermeneutica Sacra Sive Methodus Exponendarum Sacrarum
Litterarum”. Terbit tahun 1654.9 Berdasarkan judul buku di atas, dapat di
ketahui bahwa dalam hermeneutika dibedakan dari eksegesis sebagai
metodologi interpretasi. Eksegesis dan hermeneutika sama-sama bagian
dari metodologi interpretasi. Perbedaannya eksegesis adalah pesan actual
di satu sisi atau aturan, sedangkan hermeneutika merupakan teori atau
metode yang mengatur eksegesis akan tetapi lebih kepada penafsiran kitab
suci.10
Tendensi penggunaan hermeneutika sebagai teori penafsiran kitab
suci adalah berawal ketika otoritas gereja dituntut penyelesaikan persoalan-
persaoalan dengan penafsiran, sehingga kalangan Protestan membutuhkan

6
A.Thalib, Filsafat… 20.
7
Fahruddin Faiz & Ali Usman, Hermeneutika Al-Qur’an Teori,Kritik dan Implementasinya
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2019), 9.
8
Edi Susanto, Studi Hermeneutika Kajian Pengantar (Jakrta: KENCANA, 2016), 7.
9
Richard E Palmer, Hermeneutika Teori Interpretasi Dalam Pemikiran Schleiermacher, Dilthey,
Heidegger, dan Gadamer, Terj. Stephanus Aswar Herwinarko (Yogyakarta: IRCiSoD, 2022), 77.
10
Ibid., 77.

3
buku pedoman yang diperuntukkan kepada para pendeta sebagai metode
menerjemah, memahami, serta menafsirkan kitab Bibel. Dengan demikian,
pertama kali hermeneutika dipakai sebagai metodologi dalam memahami
kitab suci Bibel.11
Ketika memasuki zaman modern hermeneutika dalam
perkembangannya, dipelopori oleh seorang tokoh Protestan yang hidup
pada zaman romantik yaitu sesudah zaman klasik dan sebelum zaman
modern. Ia adalah Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher,12 dibesarkan
dalam keluarga Protestan, lahir pada tanggal 21 November 1768 di Breslau
Silesia, yang saat ini masuk wilayah Polandia.13
Hermeneutika yang dikembangkan oleh Schleiermacher bertitik
tumpu pada kesalahpamahan (Mibverstandnis). Sebagaimana yang sering
terjadi dalam kalangan masyarakat misalnya, kesalah pahaman antara
kelompok agama yang berbeda. Hal tersebut telah menjadi ciri khas
masyarakat modern, ditandai dengan kemajemukan cara hidupnya masing-
masing. Sehingga Schleiermacher menganggap bahwa kesalah pahaman
telah menjadi sesuatu yang wajar, sebab yang mendasari kesalahpahaman
adalah prasangka (Vorurteil). Seperti, ketika kita memahami sesuatu
menggunakan perspektif diri sendiri, yang berakibat salah memahami
maksud penulis atau pembicara, maka kita telah berprasangka kepadanya.14
Hermeneutika disebut sebagai sebuah “seni” sebab dua hal yaitu
berangkat dari situasi kesalahpahaman atau tanpa pemahaman, sedangkan
penerepan dalam mengatasi kesalahpahaman dapat dilakukan berdasarkan
kaidah-kaida tertentu. Selanjutnya kata “seni” dimaknai sebagai
“kecakapan” seperti yang terlihat dalam seniman yang menghasilkan seni
rupa (fine art). Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa tugas
hermeneutika oleh Schleiermacher hanya di batasi pada seni memahami

11
Syafril & Nasrullah, “Hermeneutika al-Quran: Suatu Telaah Konseptual”, Jurnal Syahadah, Vol.
9, No. 2 (2021), 7-8.
12
Faiz, Hermeneutika…11.
13
A.Thalib, Filsafat…160.
14
F. Budi Hardiman, Seni Memahami Hermeneutik dari Schleiermacher Sampai Deridda
(Yogyakarta: PT Kanisius, 2015), 33.

4
saja. Hanya memusatkan pada ketidak seimbangan antara apa yang
diucapkan dan dipikirkan, di sini terjadi adanya ungkapan dalam bahasa
menuju pemikiran atau pemikiran dibelakang ungkapan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa hermeneutika yang di gagas oleh Schleiermacher adalah
sebuah bagian dari seni berpikir (bersifat filosofis). Ketidak seimbangan
antara ungkapan dan pemikiran di tangani dengan upaya rasional disebut
dengan “interpretasi”. Maka, hermeneutika Schleiermacher dalam hal ini
inti persoalannya bagaimana cara mengatasi ketidak seimbangan ruang dan
waktu antara teks, penulis dan pembaca. Dengan tujuan untuk menemukan
makna teks yang sesungguhnya menurut penulis tanpa prasangka dari
pembaca.15
2. Hermeneutika sebagai metode filologi
Filologi merupakan ilmu yang mengkaji naskah kuno bertujuan
untuk menentukan otentisitas makna yang terkandung dalam teks. Metode
filologi lahir dilatar belakangi sebagai sebuah disiplin ilmu yang bebarengan
dengan kebangkitan rasionalisme abad ke-18.16 Sebagai metode historis
kritis dalam teologi. Terdapat dua aliran dalam teologi interpretasi Bibel
yaitu aliran gramatikal dan aliran historis, keduanya menekankan bahwa
metode interpretasi selain di terapkan pada kitab suci Bibel juga dapat di
terapkan pada kitab lain.17
Karya Johan August Ernesti, terbit tahun 1761 menyatakan bahwa:
“Makna verbal dalam kitab suci harus ditetapkan dengan cara yang sama
dengan apa yang dipakai dalam memastikan makna di buku lain”.18
Kehadiran rasionalisme ini dapat mengambil sebuah muara baru dalam
penafsiran, yaitu segala sesuatu yang tertulis dalam sebuah teks, maka
diinterpretasikan serasional mungkin. Ketika menafsirkan teks haruslah
selalu di sandarkan pada konteks.19 Tantangan yang harus diketahui ketika

15
Ibid., 34.
16
A.Thalib, Filsafat… 32-33.
17
E Palmer, Hermeneutika…83-84.
18
Ibid., 84.
19
A.Thalib, Filsafat… 33.

5
menerapkan metode hermeneutika dalam teks-teks yang bukan kitab suci
adalah sebagai seorang penafsir harus mampu memahami “roh” yang
terletak di balik teks, tidak hanya menarik nilai-nilai moral dari suatu teks.
Langkah selanjutnya menerjemahkan teks tersebut secara rasional sesuai
konteks yang berlaku. Pemahaman seperti itu para ahli banyak yang
berpendapat, hal tersebut merupakan proses demitologisasi (gerakan
pencerahan terhadap teologi dan agama-agama).20 Bantuan yang sangat
berarti dalam perkembangan hermeneutik ini dipelopori oleh seorang tokoh
yang bernama Rudolf Karl Bultman seorang teolog modern, beradsarkan
konsepnya yaitu demitologisasi dalam membaca dan menafsirkan kitab
suci.21 Demitologisasi maksdunya adalah mempersepsikan mitos sebagai
ungkapan simbolis tentang satu realitas dengan menggunakan: lukisan-
lukisan, gambar-gambar maupaun kiasan. Demitologisasi di sini bukan
berarti membuang sama sekali cerita yang dianggap mitos atau sekedar
dianggap cerita dongeng. Sehingga, persoalannya bukan bagaimana cara
melenyapkan mitos, akan tetapi bagaimana cara menafsirkan secara
eksistensial serta mendemitologisasikannya.22
3. Hermeneutika Sebagai Metode Pemahaman Linguistik
Sebelumnya hermeneutik sebagai metode filologi berkembang
menjadi sebuah ilmu yang berkaitan dengan linguistik atau kebahasaan.
Sehingga hermeneutika berfungsi sebagai ilmu untuk mengkaji dan
memahami sesuatu yang didasari oleh teori-teori linguistik. Hermeneutika
dalam hal ini mencoba untuk melangkah lebih jauh di balik sebuah teks,
sebagai landasan untuk berbagai macam interpretasi teks, sebab
menyediakan segala kondisi dalam sebuah interpretasi.23
Linguistik merupakan salah satu disiplin ilmu manusia, karena
sejatinya bahasa selalu menjadi tema dan pembahasan teoritis para pemikir.

20
Ibid., 33-34.
21
Faiz, Hermeneutika… 14.
22
Ibid.
23
Paisal Ramdani dkk, “Memahami Kata-kata Sumpah Dalam Terjemahan Indonesia Surah As-
Syams Dengan Pendekatan Hermeneutika Double Movement Fazlur Rahman”, Jurnal Studi
Agama dan Masyarakat, Vol. 18, No. 1 (2022), 4.

6
Ilmu linguistik menyangkut bahasa secara umum, sehingga dalam
penerapannya tidak hanya meneliti salah satu bahasa saja. Adapun dalam
linguistik teoretis memuat beberapa teori: ilmu yang mengulas tentang
struktur bahasa (grammar atau tata bahasa) dan makna (semantik). Ilmu
tentang tata bahasa terdiri dari: pembentukan dan perubahan kata
(morfologi), aturan tentang penggabungan kata-kata ke dalam satu kalimat
atau frasa. Hermeneutika di sisi lain juga berhubungan dengan teks,
sedangkan bahasa merupakan pembentuk suatu teks. Maka dapat dipahami
bahwa dalam heremeneutika juga memandang penting masalah linguisti
baik dalam hermeneutika klasik maupun hermeneutika modern. Terutama
hermeneutika yang ditekankan oleh Gadamer. Bahwasanya bahasa bukan
hanya sebagai media dalam penyaluran pemahaman, akan tetapi pembentuk
suatu pemahaman, menurut Gadamer. Dengan kata lain, hakikat dan
substansi pemahaman yaitu bahasa.24
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dipahami bahwa antara ilmu
hermeneutika dengan ilmu linguistik sangat mempunyai hubungan erat
dengan berbagai cabang dan metode yang beragam. Kemampuan untuk
mengetahui seseorang maupun kompetensi linguistik sangat menentukan
keberhasilan sebuah interpretasi. Untuk membuat suatu interpretasi, maka
harus terlebih dahulu memahami atau mengerti sebab interpretasi mencakup
suatu pemahaman. Apabila seseorang memahami, dari situ sebenarnya ia
telah melakukan interpretasi dan sebaliknya.25
Disebut sebagai kelanjutan hermeneutika filologi, hermeneutika
linguistik menyatakan bahwasanya sebuah teks yang sedang dihadapi sama
sekali tidak asing akan tetapi tidak juga sepenuhnya biasa bagi seorang
mufasir, atau lebih tepatnya suatu teks yang dihadapi bukanlah teks baru
akan tetapi dalam memahaminya juga tidak mudah dan memerlukan
pemahaman yang lebih lanjut bagi seorang mufasir. Keasingan teks dapat
diatasi dengan mencoba membuat rekontruksi imajinatif terhadap situasi

24
A.Thalib, Filsafat… 28-30.
25
Ibid.

7
zaman dengan melihat kondisi batin penulis dan berempati dengannya.
Maksudnya di sini, perlu juga dilakukan penafsiran psikologis terhadap teks
tersebut, sehingga dapat mereproduksi pengalaman penulis. Asumsi dasar
menyatakan bahwa suatu teks tidak sepenuhnya asing, tetapi tidak
sepenuhnya juga dapat dipahami oleh seorang mufasir. Hal tersebut
menunjukkan bahwa setiap penafsir pada dasarnya melakukan rekontruksi
makna berdasarkan apa yang tidak asing baginya di samping juga
melakukan reproduksi makna dengan mengaitkan yang tidak asing dengan
keunikan dirinya sebagai anak zaman tertentu.26
4. Hermeneutika sebagai pondasi Geisteswissenschaften (pondasi ilmu
kemanusiaan)
Hermeneutika dalam hal ini dipelopori oleh seorang filosof sejarah,
menyatakan bahwa pada hakikatnya hidup merupakan rangkaian
mengalaman manusia yang menjadi sejarah hidupnya dan tidak bisa lepas
dari filsafat, kemudian di pahami secara luas27, ia adalah Wilhelm Dilthey.28
Ilmu pengetahuan di bagi menjadi dua oleh Dilthey yaitu
Naturwissenschaften (Nature Science) dan Geisteswissenschaften (Human
science). Akan tetapi Dilthey hanya fokus pada Geisteswissenschaften
(Human science).29
Hermeneutika dalam hal ini berfungsi sebagai landasan metodologis
bagi ilmu humaniora.30 Ia berusaha menjadikan hermeneutika tidak hanya
sebagai ilmu penafsiran teks akan tetapi sebagai landasan epistemologis
bagi humaniora. Geisteswissenschaften adalah semua ilmu sosial dan
kemanusiaan, disiplin ilmu yang menafsirkan ekspresi-ekspresi kehidupan
batin manusia baik dalam bentuk sikap (isyarat), perilaku historis, kodifikasi

26
Faiz, Hermeneutika… 16.
27
Ahmad Baihaqi Soebarna, “Nilai-nilai Kemanusiaan dalam Semangat Kenabian Muhammad
Perspektif Hermeneutika Wilhelm Dilthey”, Jurnal Himmah, Vol. 3, No. 1 (2019), 320.
28
Dadang Darmawan, Kajian Hermeneutika Terhadap Fenomena dan Teks Agama (Al-Quran dan
Hadis Nabi), “Jurnal Holistic, Vol. 2, No. 1 (2016), 3.
29
Sholikah, “Pemikiran Hermeneutik Wilhelm Dilthey”, Al-Hikmah: Jurnal Studi Keislaman, Vol.
7, No. 2 (2017), 113.
30
Susanto, Studi… 8.

8
hukum, sastra maupun seni.31 Terdapat tiga unsur penting yang menjadi ciri
khas heremeneutika Dilthey dalam Geisteswissenschaften: Verstehen
(memahami), Erlebnis (dunia pengalaman batin), Ausdruck (ekspresi
hidup). Ketiganya saling berkaitan.32
1. Verstehen adalah suatu proses dalam menggali kehidupan kejiwaan
melalui ekspresi-ekspresi kejiwaan yang terlihat oleh panca indera atau
melalui bahasa tubuh. Maksud dari memahami di sini adalah
mengetahui apa yang di alami oleh orang lain kemudian untuk di tiru
pengalamannya atau dalam kata lain menghidupkan kembali
pengalaman seseorang.33
2. Erlebnis (dunia pengalaman batin)
Pengalaman menurut Dilthey di sini adalah pengalaman hidup, dimana
seseorang langsung bersentuhan dengan realitas, baik secara langsung
dengan berhadapan atau melalui proses transformasi yaitu dimana
seseorang dapat menemukan dirinya dalam orang lain. Seperti,
menemukan “Aku” di dalam “Dirimu”. Hal tersebut bisa dirasakan
sebab adanya kesamaan sebagai manusia. Sehingga pengalaman yang di
maksud bukanlah suatu peristiwa yang pernah kita alami. Hidup dan
pengalaman manusia oleh Dilthey di klasifikasikan dalam tiga kategori:
Pertama, memahami sudut pandang atau buah pikiran pelaku asli.
Maksudnya adalah sebuah pemikiran yang bebas terhadap ruang dan
waktu, dan dimana buah pikiran tersebut lahir yang menjadikan alasan
inilah buah pikiran memiliki akurasi dan mudah dikomunikasikan.
Kedua, memahami makna kegiatan yang secara langsung berhubungan
dengan peristiwa sejarah. Ketiga, menilai peristiwa tersebut berdasarkan
buah pikiran yang berlaku, ketika sejarahwan yang bersangkutan
hidup.34
3. Ausdruck (Ekspresi atau ungkapan-ungkapan kejiwaan)

31
A.Thalib, Filsafat… 100.
32
Soebarna, “Nilai…325.
33
Ibid… 325-326.
34
Sholikah, “Pemikiran… 115.

9
Munculnya ekspresi dalam berbagai bentuk tindakan (form of
expression) seperti:
a. Ekspresi dengan bentuk tetap dan identik: marka-marka jalan,
rambu-rambu lalu lintas dan lain-lain
b. Ekspresi tingkah laku manusia: tingkah laku Nabi Muhammad SAW
ketika menerima wahyu yang diberikan oleh Allah SWT
c. Ekspresi secara spontan: senyum, menangis, kagum dan lain
sebagainya.35
Berdasarkan ketiga unsur di atas Dilthey telah berhasil mengembangkan
hermeneutika menjadi metode dalam ilmu-ilmu sosial kemanusiaan.
Menurut Dilthey ketika memahami makna yang sebenarnya terjadi dan
kemudian melahirkan sebuah ekspresi yang mana ekspresi tersebut bisa di
tangkap orang lain, maka tidak bisa lepas dari hubungan batin antara
manusia secara universal dengan masing-masing individu. Sejatinya
manusia tidak akan bisa memahami orang lain, apabila ia belum bisa
memahami akan dirinya sendiri dan pemahaman akan kehidupan sangat
ditentukan oleh pengalaman-pengamalan batinnya.36
5. Hermeneutika sebagai Fenomenologi Dasein dan Pemahaman Eksistensial
Hermeneutika dalam hal ini berfungsi sebagai penafsiran untuk
melihat fenomena keberadaan manusia lewat bahasa.37 Martin Heidegger
dan Gadamer sebagai tokoh pelopornya.38 Metode fenomenologi yang di
pakai oleh Martin Heidegger adalah lanjutan dari metode fenomenologi
yang membahas tentang manusia sehari-hari di dunia, sebelumnya telah di
bahas oleh gurunya yaitu Edmun Husserl. Being and Time (1927)
merupakan hasil karya Heidegger dalam studinya ini. Analisis yang
disajikan dalam buku ini, ia menyebut sebagai hermeneutika Dasein.39

35
Soebarna, “Nilai…326.
36
Ibid., 327.
37
Susanto, Studi…8.
38
Wely Dozan, “Konsep Hermeneutika Sebagai Metodologi Interpretasi Teks al-Quran”,
MAGHAZA: Jurnal Ilmu al-Quran dan Tafsir, Vol. 4, No. 2 (2019), 209.
39
E Palmer, Hermeneutika… 89.

10
Dasein adalah bahasa Jerman memiliki arti “ada-disana”. Dasein
apabila diterjemahkan ke dalam bahasa inggris being. Akan tetapi kata
“sein” merupakan kata kerja infinitive to be bahasa Indonesia: ber-ada,
sebab kemungkinan dalam bahasa Jerman memakai kata kerja infinitive
sebagai kata benda. Sehingga perlu untuk di pahami maksud dari istilah
“sein” bukan hanya “ada”, tetapi “berada”.40
Konteks dalam hermeneutika ini mengacu pada penjabaran
fenomenologis adanya manusia. Jadi, tidak lagi mengacu pada aturan
interpretasi pada teks ataupun mengacu pada metodologi
Geisteswissenschaften.41 Akan tetapi menjadi ciri hakiki manusia atau ciri
khas yang sebenarnya berasal dari manusia. Bentuk paling mendasar dari
adanya manusia adalah dengan memahami serta menafsirkan.42
Hermeneutika ini lebih dari sekedar pengungkapan fenomenologi eksistensi
diri manusia atau “Hermeneutika Dasein” bisa dikatakan bahwa Heidigger
ini membahas heremenutika baik dari segi bentuk keberadaannya atau dari
segi metodenya. Hermeneutika ini di lain sisi dikaitkan dengan dimensi
onotologis dari pemahaman dan segala implikasinya, di samping
diidentifikasi sebagai bentuk fenomenologi.43
Hans Georg Gadamer disebut telah mengikuti jejak Heidigger
dengan karyanya “Truth and Methods”. Hermeneutika dalam pandangan
Gadamer “Einethorie der Wirklichen Erfahrung” adalah sebuah usaha
filosof untuk mempertanggung jawabkan pemahaman (verstehen) sebagai
proses ontologis dalam manusia.44 Gadamer menelusuri perkembangan
heremeneutika mulai dari Schleiermacher, Dilthey, dan Heidegger. Ia
menyuguhkan penjelasan historis tentang hermeneutika yang
mencerminkan titik kedudukan kontribusi revolusioner Heidegger.45

40
Muhammad Arif, “Hermeneutika Heidegger dan Relevansinya Terhadap Kajian Al-Quran”,
Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-Quran dan Hadis, Vol. 16, No. 1 (2015), 90.
41
E Palmer, Hermeneutika… 89.
42
Faiz, Hermeneutika… 18.
43
Ibid., 18-19.
44
Ibid., 19.
45
E Palmer, Hermeneutika… 90.

11
Hermeneutika oleh Gadamer digiring ke dalam fase “linguistik”
dengan pendapatnya yang kontroversial menyatakan bahwa “ada yang bisa
di pahami adalah bahasa.” Dengan kata lain hermeneutika yaitu bertemunya
“kita” dengan “ada” melalui bahasa. Gadamer menjelaskan karakter
linguistik realitas manusia, hingga hermeneutika pun masuk ke dalam
persoalan-persoalan seutuhnya filosofis, mengenai hubungan terkait denga
ada, memahami, eksistensi, sejarah dan relitas.46
6. Hermeneutika Sebagai Sistem Interpretasi
Kajian hermeneutika setelah mengalami berbagai macam
pendefinisian menurut beberapa tokoh, baik berawal dari pengertian sebagai
teori penafsiran konvensional sampai menjadi bagian dari metode filsafat,
hingga muncul kembali seorang tokoh yang menarik seperti semula
diskursus hermeneutika dalam kegiatan penafsiran serta pemahaman teks
(tekstual exegesis). Tokoh tersebut adalah Paul Riceour, tertuang dalam
karyanya De I’interpretation (1965), menyatakan bahwa hermeneutika
kembali fokus pada eksegesis teks, karena eksegesis teks di anggap sebagai
elemen inti yang menentuka pengertian hermeneutika. Hermeneutika disini
lebih mengacu terhadap teori yang mengatur sebuah eksegesis. Seperti,
mengatur interpretasi sebuah keks, sekumpulan tanda yang dapat dilihat
sebagai sebuah teks. 47
Hermeneutika dalam hal ini berfungsi sebagai perangkat aturan
dalam penafsiran, kerjanya dengan cara menghilangkan semua misteri yang
menutupi simbol, sehingga mencari celah untuk membuka selubung yang
menutupinya. Riceour membagi langkah pemahaman menjadi 3 jenis
diantaranya: Pertama, pemahaman dari simbol ke simbol atau disebut
dengan langkah simbolik. Kedua, pemberian makna terhadap simbol,
kemudian dilakukan penggalian secara teliti atas makna. Ketiga, langkah
filosofis adalah titik tolaknya berpikir menggunakan simbol. Adapun contoh
yang diberikan oleh Riceour yaitu `bahwasanya psikoanalisa, terkhusus

46
Ibid., 90-91.
47
Faiz, Hermeneutika… 21.

12
pada interpretasi mimpi, merupakan salah satu bentuk hermeneutika. Unsur
hermeneutika semuanya ada di dalam mimpi, mimpi sebagai teks yang di
dalamnya penuh dengan gambar-gambar simbolik. Seorang psikoanalisis,
dalam menafsirkan menggunakan satu sistem tertentu berusaha untuk
memahami serta menampilkan makna yang sesungguhnya. Berdasarkan hal
tersebut maka dapat dikatakan bahwa hermeneutika merupakan suatu proses
penguraian berawal dari muatan yang sesungguhnya menuju muatan yang
tersembunyi atau terpendam.48 Masa modern ini, Riceour membagi dua
macam sindrom tentang hermeneutika: sindrom demitologisasi yang di
gagas oleh Bultman, bertugas untuk menemukan makna tersembunyi dalam
simbol dan sindrom demistifikasi bertugas untuk menghancurkan simbol-
simbol karena dianggap representasi dari realitas palsu. Kedua macam
pendekatan dalam menafsirkan simbol, Riceour berpendapat bahwa tidak
adanya aturan yang universal dalam penafsiran. Agar sampai kepada realitas
demitologisasi memperlakukan simbol atau teks sebagai jendela.
Sedangkan demistifikasi melihat simbol sebagai realitas menyimpang yang
perlu di musnahkan.49
C. Kesimpulan
Pendekatan hermeneutika yang dikembangkan oleh Richard E.Palmer
terbagi menjadi enam jenis yakni sebagai teori penafsiran kitab suci, dimana
hermeneutika digunakan oleh para agamawan untuk memahami kitab suci,
contohnya Bibel. Kemudiaan dalam kajian filologi, hermeneutika dijadikan
pisau analisis untuk memahami teks-teks kuno guna mengetahui otentisitas yang
ada di dalamnya. Sedangkan dalam ranah linguistik, hermeneutika juga memiliki
peran penting untuk memahami struktur bahasa termasuk grammar jika dalam
bahasa Inggris dan sejenisnya.
Adapun hermeneutika sebagai pondasi Geisteswissenschaften (pondasi
ilmu kemanusiaan) yaitu hermenutika sebagai landasan epistemologis terhadap

48
Ibid.
49
Richard E Palmer, Hermeneutika… 93-94.

13
ilmu-ilmu humaniora. Selain itu hermeneutikan eksistensial sebagai penafsiran
untuk melihat fenomena keberadaan manusia lewat bahasa, dan yang terakhir
adalah yang dapat dikatakan lebih esesnsial, yaitu hermeneutika sebagai sistem
interpretasi, yang dalam kajiannya hermeneutika kembali pada eksegesis teks
yang merupakan elemen utama untuk mendefinisikan pengertian hermeneutika
sendiri.

D. Daftar Pustaka
A.Thalib, Abdullah. Filsafat Hermeneutika dan Semiotika.2018, Sulawesi
Tengah: LPP-Mitra Edukasi.

Arif, Muhammad. “Hermeneutika Heidegger dan Relevansinya Terhadap Kajian


Al-Quran”.2015, Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-Quran dan Hadis, Vol. 16, No. 1.

Darmawan, Dadang. Kajian Hermeneutika Terhadap Fenomena dan Teks


Agama (Al-Quran dan Hadis Nabi).2016, “Jurnal Holistic”, Vol. 2, No. 1.

Dozan, Wely. “Konsep Hermeneutika Sebagai Metodologi Interpretasi Teks al-


Quran”.2019, MAGHAZA: Jurnal Ilmu al-Quran dan Tafsir, Vol. 4, No. 2.

E Palmer, Richard. Hermeneutika Teori Interpretasi Dalam Pemikiran


Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, dan Gadamer, Terj. Stephanus Aswar
Herwinarko.2022, Yogyakarta: IRCiSoD.

Faiz, Fahruddin & Ali Usman. Hermeneutika Al-Qur’an Teori, Kritik dan
Implementasinya.2019, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Hardiman, F. Budi. Seni Memahami Hermeneutik dari Schleiermacher Sampai


Deridda.2015, Yogyakarta: PT Kanisius.
Powers, John. Hermeneutics and Tradition in the Samdhinimocana-sutra,
Leiden: 1993, 80.
Ramdani, Paisal dkk. “Memahami Kata-kata Sumpah Dalam Terjemahan
Indonesia Surah As-Syams Dengan Pendekatan Hermeneutika Double
Movement Fazlur Rahman”.2022, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat, Vol. 18,
No. 1.
Riceur, Paul. terj. Yudi Santoso, Hermeneutika dan Ilmu-Ilmu Humaniora,
Yogyakarta: IRCiSoD, 2021.

14
Sulistyana, Humar Sidik dan Ika Putri. “Hermeneutika Sebuah Metode
Interpretasi Dalam Kajian Filsafat Sejarah”.2021, Jurnal: Agastya, Vol. 11, No.
1.

Susanto, Edi Studi. Hermeneutika Kajian Pengantar.2016, Jakrta: KENCANA.

Syafril & Nasrullah. “Hermeneutika al-Quran: Suatu Telaah Konseptual”.2021,


Jurnal Syahadah, Vol. 9, No. 2.

Soebarna, Ahmad Baihaqi. “Nilai-nilai Kemanusiaan dalam Semangat Kenabian


Muhammad Perspektif Hermeneutika Wilhelm Dilthey”.2019, Jurnal Himmah,
Vol. 3, No. 1.

Sholikah. “Pemikiran Hermeneutik Wilhelm Dilthey”.2017, Al-Hikmah: Jurnal


Studi Keislaman, Vol. 7, No. 2.

Weruin, Urbanus Ura dkk. “Hermeneutika Hukum: Prinsip dan Kaidah


Interpretasi Hukum/Legal Hermeneutics: Principles and Rules of Legal
Interpretation”.2016, Jurnal: Konstitusi, Vol. 13, No. 1.

15

Anda mungkin juga menyukai