DI KOTA SAMARINDA
THE CONCEPT OF MODERATION OF THE DA’WAH MOVEMENT KIAI
NAHDLATUL ULAMA IN THE CITY OF SAMARINDA
Muhaemin
Pascasarjana Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Indonesia
muhaeminalmumin96@gmail.com
Abstract
The abstract ranges about 250-300 words, which discusses research problems, research methods used, research
findings, analysis and research conclusions (discussion). Abstract does not need to include pictures, tables,
formulas, or library citations. Writing with Microsoft Word 6.0 software, font PALATINO LINOTYPE, 10pt, space 1.
Keywords: Consists of 3-5 phrases.
Abstrak
Abstrak berkisar 250-300 kata, yang membahas tentang Pemasalahan penelitian, Metode penelitian yang
digunakan, Temuan penelitian, Analisis dan kesimpulan penelitian (pembahasan). Abstrak tidak perlu
mencantumkan gambar, tabel, rumus, atau kutipan pustaka. Penulisan dengan software Microsoft Word 6.0,
font PALATINO LINOTYPE , 10pt, spasi 1.
Kata kunci: Terdiri atas 3-5 kata.
PENDAHULUAN
menyejukkan. Ini dapat dilihat dari pesan dakwahnya yang lemah lembut, penuh
simpatik, selalu mempertimbangkan ucapan dengan melihat mudharat dan manfaat, serta
tidak berkata dan bertindak kasar apalagi sampai mendzolimi (As-Salim, 2001). Khalifah
Umar bin Al-Khatab dan sahabat lain juga ikut mempraktikkannya, sebagaimana
dikatakan Karen Armstrong, “sebelum tentara salib tiba di kota Yarussalem tahun 1099
dan membunuh 40.000 umat Islam, Yahudi, Nasrani, umat Islam sudah mengedepankan
dan mempraktikkan akhlak mulia. Buktinya, selama 460 tahun atau hampir separuh
millennium, Islam dapat hidup berdampingan secara damai dengan agama-agama lain”
(Departemen Agama, 2008). Sifat dan karakter di atas terus dilakukan yang kemudian
mendasari praktik setiap gerakan dakwah tabi’in, tabi’ut-tabi’in, hingga ulama-ulama
Di Nusantara, gerakan dakwah pertama kali dipelopori para wali dan ulama,
seperti wali songo pada abad ke-7 M/1 H. Menurut Burger sebagaimana dinukil Ahmad
Mansyur Suryanegara dalam Api Sejarah, dan Prajudi dalam Sejarah Ekonomis Sosiologis
bijak dan mengubah tradisi atau kebiasan yang tidak sesuai dengan Islam melalui
pendekatan budaya (Suryanegara, 2018). Hal inilah yang menyebabkan Islam berkembang
pesat di bumi Nusantara (Indonesia), dan menjadikan Islam sebagai agama paling banyak
Islam pemurni atau yang dikenal dengan Inkarus Sunnah. Gerakan Inkarus Sunnah
gerakan Ingkarus Sunnah atau Pemurni, karena berupaya mencari keaslian dari agama
yang dianutnya sembari meleburkan segala perbuatan berkaitan dengan ajaran dan
amalan yang tidak asli dari sebuah agama. Lebih dari itu, mereka disclaimer terhadap
hadis dan mengklaim bahwa hanya al-Qur’an saja sumber ajaran Islam yang otentik, dan
hanya al-Qur’an pula sebagai sumber asli dan sumber hukum yang harus diikuti (Khon,
2012). Selanjutnya Gerakan Islam Darul Hadis, dikatakan demikian karena pengamalan
mereka hanya tertuju kepada hadis-hadis shahih dan hadis-hadis terpilih. Gerakan ini
merupakan respon dari gerakan Pemurni yang tidak meyakini hadis sebagai sumber
hukum kedua setelah al-Qur’an. Gerakan ini dipraktikkan oleh organisasi Islam Jama’ah,
yang mempunyai organisasi internal dengan sebuah pola kepemimpinan militer yang
bersifat otoriter dan sentralis. Gerakan ini tidak memiliki cita-cita politik atau sosial
tertentu, juga tidak terlihat unsur protes dan terbilang eksklusif yakni menghindar
oleh organisasi massa seperti FPI. Machfud Syaefudin dalam risetnya mengategorikan FPI
sebagai gerakan Islam simbolik karena merupakan cermin dari adanya proses
komodifikasi dan politisasi agama dalam proses sosial. Selain itu FPI dikenal sebagai
melalui cara keras dengan dalih menegakkan amar ma’ruf nahi munkar (Syaefudin, 2014).
Selain gerakan Islam Simbolik, muncul juga gerakan dakwah Salafi. Gerakan ini
mengusung ide yang disandarkan pada diskursus salaf dengan upaya untuk memurnikan
kembali ajaran Islam yang telah terkontaminasi dengan berbagai macam kultur yang
mengarah kepada kesyirikan. Gerakan ini dikatakan sebagai gerakan sosial yang memiliki
framing dalam pengemasan ideologinya yang mengatakan bahwa, umat Islam saat ini
tengah mengalami kemunduran setalah masa kejayaan di zaman Nabi dan Sahabat,
sehingga orang-orang kafir selalu berkumpul dan mengajak untuk senantiasa membuat
kekinian yang dialami umat Islam, gerakan dakwah salafi merumuskan solusi untuk
mengembalikan kejayaan umat dengan kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah sesuai
pemahaman para Sahabat. Dalam praktik dakwahnya gerakan ini memiliki misi yang
adalah gerakan ini direpresentasikan oleh kolompok Salafi Radikal (Fealy, 2005).
Dikatakan demikian karena kelompok ini bergerak dengan sebuah faham keagamaan
yang ekstrim, keras, bahkan dalam memahami konsep dakwah yang universal secara
pertikular. Dakwah yang bermula dari makna “menyampaikan” serta melakukan upaya
Gerakan lain yang sering muncul dan seperti menjadi paket terusan untuk ditonton
adalah fenomena gerakan dakwah oleh kelompok yang merasa paling benar sendiri,
sehingga dengan mudahnya mengkafirkan (takfiri), serta membid‘ahkan orang yang tidak
sepemahaman, dan lebih ekstrim lagi adanya kelompok yang memiliki paham jihad keliru
atau dikenal dengan terorisme (Ma’arif, 2009). Diantara persoalan yang sering dilontarkan
adalah al-Hakimiyyah dan faham takfiri yang menjadi pijakan seluruh kelompok radikal
saat ini dari ISIS (Islamic State of Iraq and Syiria), berkembang pada gerakan-gerakan dan
dalam melaksanakan setiap aktivitas dakwah, sebagaimana firman Allah Swt dalam al-
Qur’an surah an-Nahl ayat 125: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk, justru terkesan radikal dan ekstrim
sehingga terjadi pergeseran dari model dakwah yang ramah, menjadi dakwah yang marah
Fenomena dakwah yang ramai menjadi perbincangan juga terlihat di media sosial.
Dakwah ini terinfiltrasi gerakan politik sehingga menjadi ajang untuk menggait kuantitas
jama’ah. Akibatnya sesama ustadz saling mencaci dan melontar perkataan buruk.
Terdengar juga pemberitaan viral mengenai pernyataan ustadz di media sosial bahwa
“jika imam masjid, khatib dan Menteri Agama bukan dari nahdliyyin, maka akan salah
Islamiyyah (moderasi Islam). Konsep al-Wasathiyah didasarkan pada Qur’an Surah al-
Moderasi Islam inilah yang senantiasa digalakkan dan dipraktikkan oleh NU dalam
menghadapi gejolak pemikiran radikal dalam dakwah saat ini. Ini tergambarkan sesuai
dengan Khittah al-Nahdliyah 1926, yang memiliki worldview (cara pandang, cara berpikir,
sikap batin, cara bertindak, sikap personal, sikap sosial) dan paham keagamaan yang
wasathiyyah (moderat), i’tidal (adil), tasamuh (toleransi), tawazun (seimbang) dan amar
ma’ruf nahi munkar (Rumadi, 2015). Dengan sikap demikian, NU senantiasa berpartisipasi
serta ikut andil dalam mengembangkan dan membangun masyarakat menjadi masyarakat
yang bertakwa kepada Allah Swt, berakhlak mulia, jauh dari sikap radikal, adil, tentram
dan sejahtera. Berititik-tolak dari permasalahan di atas, penulis akan mengkaji lebih lanjut
Kajian Teoritis
A. Wasathiyyah/Moderasi
Pengertian Wasathiyyah/Moderasi
pada tiga makna. Pertama kebaikan dan keadilan. Orang Arab menyebut orang baik dalam
garis keturunannya “Min Ausathi Qaumihi” (orang yang paling baik dari kaumnya dan
Kedua balance atau seimbang dalam segala hal. Al-Raghib dalam al-Mufradat
mengungkapkan al-Wasath yang merupakan akar kata ‘moderat’, adalah sikap seimbang
yang terlindungi dari sikap melebihkan (ekstrim kiri/ifrath) dan mengurangkan (ekstrim
kanan/tafrith) (Al-Asfahani, 1412). Ketiga, bermakna di tengah atau diantara dua ujung
sesuatu atau berada ditengah diantara dua hal. Keistimewaan makna yang ditunjukkan
kata al-Wasath (akar kata moderat) adalah adanya keseimbangan. Ibn Faris mengatakan
wa-sa-tha (wawu sin tha) sebuah konstruksi kata kerja baik yang menunjukkan makna
‘keadilan’, dan sesuatu yang paling adil adalah yang berada paling tengah (Faris, 1979).
Derivasi kata wasath disebutkan tiga kali dalam al-Qur’an diantaranya al-Baqarah ayat
Menurut terminologi, wasath adalah nilai-nilai Islam yang dibangun atas dasar pola
pikir lurus, pertengahan, dan tidak berlebihan dalam hal tertentu. Adapun makna
Maksudnya, umat Islam umat yang paling sempurna agamanya, paling baik
akhlaknya, paling utama amalnya. Allah Swt telah menganugerahi ilmu, kelembutan budi
pekerti, keadilan, dan kebaikan yang tidak diberikan kepada umat lain. Oleh karena itu,
mereka menjadi ummatan wasathan, umat sempurna, adil, dan menjadi saksi bagi seluruh
Ibnu Katsir menafsirkan ummatan wasatan ayat di atas sebagai umat terpilih,
terbaik, adil, karena kelak menjadi saksi atas perbuatan manusia atau umat lainnya bahwa
setiap Rasul sudah menyampaikan risalah kepada umatnya. Allah Swt telah menjadikan
umat Nabi Muhammad Saw sebagai umat terbaik, dan Allah telah mengkhususkannya
dengan syari’at yang paling sempurna, tuntunan yang paling lurus, serta jalan yang
paling jelas.
Qaradawi mengatakan wasatan adalah umat seimbang (tawazun) diantara dua aspek yang
saling bersebrangan, memberikan hak secara adil tanpa adanya diskriminasi, penindasan,
dinyatakan Ibnu ‘Asyur sebagai sesuatu yang ada di tengah, atau sesuatu yang memiliki
dua belah ujung yang ukurannya sebanding (Asyur, 1984). Adapun al-Jazâ’iri
mendefinisikan kata wasath sebagai umat pilihan yang adil, terbaik dan umat yang
segi bahasa membentuk makna dalam istilah syar’i yakni keadilan dan keseimbangan
dalam setiap hal, tidak berlebihan juga tidak terlalu kekurangan. Demikian halnya dalam
Sunnah Nabi, muncul dengan makna yang sama persis sebagaimana dalam al-Qur’an
adalah suatu sikap atau perbuatan, pemikiran, serta cara pandang dalam gerakan dakwah
yang karakter dan sifatnya tengah-tengah, baik, terpuji, serta senantiasa tawazun
wasathiyyah adalah ‘pinggir’ (ath-tharf) yang berkonotasi negatif, radikal, ekstrem dan
berlebihan.
Bentuk-Bentuk Moderasi Dalam Islam
Ajaran Islam mulai dari akidah, ibadah, akhlak, muamalah, bercirikan wasathiyah.
Ciri ini dalam al-Qur’an disebut as-Sira>tal Mustaqi>m (jalan lurus/ kebenaran), yang
berbeda dengan jalan mereka yang dimurkai (al-Magdu>bi ‘alaihim/Yahudi) dan sesat (ad-
da>lli>n/ Nasrani). Al-Magdu>bi ‘alaihim dipahami sebagai kelompok Yahudi karena telah
menyimpang dari jalan lurus dengan membunuh para nabi dan berlebihan dalam
sampai mempertuhankan nabi (Razi, 1995). Umat Islam berbeda dengan dua sikap
rusak. Dalam hadis disebutkan “Jauhilah sikap berlebihan dalam beragama, sesungguhnya sikap
berlebihan telah membinasakan umat sebelum kalian” (HR. Ibnu Majah). Melihat sebab wurud
hadis, ada satu pesan yang disampaikan Rasul, yaitu sikap berlebihan dalam beragama
terkadang dimulai dari hal kecil sehingga merembet menjadi lebih besar. Kenyataan yang
dihadapi saat ini, semangat keberagamaan yang tinggi telah mendorong sebagian
memahami teks-teks keagamaan. Sikap ini menurut Yusuf al-Qaradawi (1992) biasanya
diikuti dengan:
a. Fanatisme terhadap satu pemahaman dan sulit menerima pandangan yang berbeda.
b. Pemaksaan terhadap orang lain untuk mengikuti pandagan tertentu yang biasanya
c. Suuzan (negative thinking) terhadap orang lain karena menganggap dirinya paling be-
nar.
d. Menganggap orang lain yang tidak sepaham kafir sehingga halal darahnya.
Sikap tersebut bukan saja menjauhkan mereka dari sesama muslim dan non-
muslim, tetapi jauh dari Islam yang ajaranya toleran baik terhadap perbedaan keyakinan
maupun pandangan keagamaan. Oleh karena itu Islam mengajarkan sikap dan cara
kamu dalam berjalan dan rendahkanlah suaramu (QS. Luqman ayat 19), serta makan dan
3) Moderat dalam rumah-tangga. Misal seorang istri ditinggal mati suami, ia diper-
bolehkan menikah lagi. Berbeda dengan tradisi China Kuno, India Kuno, Persia Kuno,
Yahudi, dan kepercayaan Arab Jahiliyyah. Dalam beberapa tradisi China Kuno dan In-
dia Kuno misalnya, terdapat kepercayaan apabila perempuan ditinggal mati suami ia
harus membakar diri sebagai bukti penghambaan kepada laki-laki yang dinikahi. Per-
buatan ini tentu menjadikan posisi wanita sangat terhina dan tidak terhormat (Ash-
Shalabi, 2001).
diantaranya tidak menerima akal apabila bersebrangan dengan nash, luwes dalam
kekurangan dan tidak meremehkan apabila terdapat keindahan hidayah, bersifat lentur
dan senantiasa adatatif dalam sarana namun tetap ajeg sepanjang menyangkut masalah
prinsip, tidak melakukan ijtihad terhadap persoalan yang telah jelas dalam agama (qat’i),
mengharamkan sesuatu dan tidak menghalalkan sesuatu yang jelas haram (Rahman,
2007).
dalam.
c. Memahami etika perbedaan pendapat dengan kelompok lain yang seagama dan luar
agama, serta mengedepankan kerjasama dalam hal-hal yang disepakati dan bersikap
d. Menggabungkan antara yang lama (al-asalah) dan yang baru (al-mu’asirah) serta men-
e. Menampilkan norma-norma sosial dan politik dalam Islam, seperti prinsip kebebasan,
B. Gerakan Dakwah
Secara etimologis dakwah berasal dari kata da’a> (fiil madzi)-yad’u> (fiil mudhari)
memohon (Hasanuddin, 1982). Menurut bahasa dakwah adalah suatu kegiatan baik
tulisan, lisan, yang sifatnya medorong, menyeruh, dan mengajak mad’u kepada kebaikan,
tujuannya untuk mempengaruhi manusia dari perbuatan bathil menuju haq, dari masih
kafir menjadi muslim, dari maksiat menuju ketaatan, dan puncak tertinggi dapat
menjalankan seluruh kewajiban sebagai hamba Allah Swt (Arifin, 2004). Dalil dakwah
Dalam dakwah terdapat beberapa metode. Metode dakwah terkonsep dalam al-
ٱۡد ُع ِإٰىَل َس ِبيِل َر ِّب َك ِبٱۡل ِح ۡك َم ِة َو ٱۡل َم ۡو ِعَظ ِة ٱۡل َح َس َنِۖة َو َٰج ِد ۡل ُه م ِب ٱَّليِت ِه َي َأۡح َس ُۚن ِإَّن َر َّبَك ُه َو َأۡع َلُم َمِبن َض َّل َعن َس ِبيِلِهۦ
ۡع ِب ۡل ِد
َو ُه َو َأ َلُم ٱ ُم ۡه َت يَن
Terjemah: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk”. (An-Nahl: 123)
a. Metode Bi Al-Hikmah
Dalam al-Qur’an kata ‘hikmah’ disebutkan sebanyak 20 kali, baik dalam bentuk
nakiroh maupun ma’rifat. Bentuk masdarnya adalah ‘hukuman’ yang diartikan menurut
makna aslinya sebagai ‘mencegah’. Jika dikaitkan dengan dakwah maka bermakna
menghindari hal-hal yang kurang relevan dalam melaksanakan tugas dakwah (Munir,
Kata al-Hikmah juga dapat diartikan sebagai tali kekang terhadap binatang yang
digunakan untuk mencegah tindakan hewan. Diartikan demikian karena tali kekang
metafora tersebut seorang yang memiliki hikmah mampu mengendalikan dirinya dari hal-
hal yang dapat menjerumuskan dirinya pada nilai atau perbuatan hina (Mandzur, 1990).
M. Abduh berpendapat hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah dalam tiap-
tiap hal, serta meletakkan sesuatu pada tempat yang semestinya (Habib). Sedangkan Toha
yahya Umar berpendapat hikmah adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan
berpikir, berusaha menyusun dan mengatur dengan cara yang sesuai keadaan zaman
dengan tidak bertentangan dengan larangan Allah Swt (Hasanuddin, 1996). Menurut Ibnu
karenanya seorang da’i harus pandai memahami kondisi mad’u dengan latar belakang
berbeda melalui pengerahan terhadap seluruh kemampuan, sehingga ajaran Islam yang
disampaikan dapat meresap tepat sempurna pada hati mad’u. Dari pengertian diatas
dapat dipahami bahwa hikmah merupakan kemampuan, kepandaian, serta ketepatan da’i
dalam memilih, memilah, dan menyelaraskan dakwah dengan kondisi objektif mad’u.
b. Metode Dakwah Bil-Mau’idhah Hasanah
memberikan nasihat kepada orang lain dengan cara yang paling baik, dengan bahasa dan
cara yang santun, sehingga nasihat tersebut dapat diterima oleh mad’u (Muriah, 2000).
satu jalan atau manhaj dalam rutinitas dakwah yang mana tidak lain untuk mengajak
mad’u ke jalan Allah SWT dengan memberikan nashiat dan bimbingan secara lemah
merupakan sebuah nasihat berupa bimbingan dan pengajaran secara lemah lembut,
penuh kasih sayang, tidak keras, dan memaksa apalagi membongkar kesalahan orang
lain, dengan begitu pesan dakwah dapat diterima mad’u secara ikhlas.
Secara etimologi lafazh mujadalah diambil dari kata “jadala” yang berarti memintal,
melilit, menjalin dan mengenyam. Bentuk masdar “jadala” adalah “mujaadala” yang
bermakna perdebatan atau perbantahan (Munawwir, 1984). Secara terminologi kata al-
Mujadala diartikan upaya tukar pendapat antara da’i dan subyek dakwah yang mana tidak
ada nuansa permusuhan antara kedua bela pihak di dalamnya (Salam & Dhafir, 2001).
Sayyid Qutb mengatakan dalam diskusi tidak boleh merendahkan lawan atau
menghormati pihak lawan, karena tujuan diskusi bukan mencari kemenangan melainkan
memudahkan mereka sampai pada puncak kebenaran sesuai ajaran Allah Swt (Qutb,
1979).
sebelumnya (bi al-hikmah dan bil-mau’idhah hasanah) tidak dapat diterapkan. Metode ini
dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Perdebatan secara langsung
dilakukan melalui lisan dengan mengemukakan dalil serta bukti untuk meyakinkan dan
mematahkan logika lawan (Thantawi, 2001). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan
Tujuan Dakwah
Tujuan dakwah terdiri dari tiga, pertama tujuan dakwah dalam jangka panjang,
diantaranya:
1) Menjadikan atau mengajak semua orang beribadah dalam arti menjalankan perintah
Allah Swt dan Rasul-Nya, serta menjauhi segala larangan-Nya (Anshari, 1993). Seba-
Menurut Syekh Thahir bin ‘Asyur ayat tersebut konfirmasi atau penegasan
kepada manusia bahwa tujuan diciptakan supaya tidak menyimpang dari fitrahnya
2) Menciptakan rahmat atau berkah untuk seluruh kehidupan dunia, baik untuk kehidu-
pan umat Islam maupun untuk kehidupan seluruh umat manusia, termasuk makhluk-
makhluk Allah di alam semesta. Al-Qur’an surah al-Anbiya ayat 107 berbunyi:
ۡل ِم ۡل
َو َم ٓا َأۡر َس َٰن َك ِإاَّل َر ۡح َم ٗة ِّل َٰع َل َني
Terjemah: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam”. (QS. Al-Anbiya’ 107)
3) Agar manusia mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
4) Menyadarkan manusia tentang arti dan hakikat hidup yang mana hidup tidak untuk
kemewahan dunia semata, tetapi kehidupan di dunia harus menjadi bekal dalam men-
norma-norma agama, dengan begitu ia sadar jalan hidupnya telah jauh dari nilai-nilai
1) Membina mental dan keimanan yang masih lemah dari para mualaf agar tidak murtad
dari Islam.
1) Terbentuk pribadi muslim dengan iman yang kuat, berperilaku sesuai hukum-hukum
2) Terbentuk keluarga bahagia, penuh ketentraman dan cinta kasih antara sesama.
Gerakan dakwah atau dakwah harakah adalah suatu sistem dakwah yang dibangun
cenderung kepada pergerakan untuk memperjuangkan misi tertentu baik bersifat parsial
maupun universal. Pergerakan kegiatan dilakukan di lapangan, sosial politik dan lain
sebagainya (Rahim, 2011). Hasan al-Qattany mengatakan gerakan dakwah adalah dakwah
yang dilakukan dengan mereformasi dan mengembangkan total seluruh aspek kehidupan
sosial masyarakat Islam, baik terkait individu, keluarga, masyarakat sampai terhadap
Gerakan dakwah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah melihat gerakan
sung keperorangan.
c. Menanggapi perkara hukum fiqih yang sifatnya qath’i dan zhanni atau tentang perkara
berlandaskan al-Qur’an, hadis, ijmak dan qiyas. Dari sisi akidah NU mengikuti imam Abu
al-Hasan al-Asy’ari, imam Manshur al-Maturidi, fiqih mengikuti keempat imam mazhab
(Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal),
sedangkan bidang tasawuf, mengikuti imam al-Junaidi al-Baghdadi dan imam al-Ghazali.
1926, yang memiliki worldview (cara pandang, cara berpikir, sikap batin, cara bertindak,
sikap personal, sikap sosial) dan paham keagamaan yang wasathiyyah (moderat) dan i’tidal
(adil), tasamuh (toleransi), tawazun (seimbang) dan amar ma’ruf nahi munkar (Rumadi, 2015).
3. Melalui ceramah agama di masjid, mushollah dan sebagainya, objek kajian meliputi
4. Melalui jalur politik, sasaran utama para elit politik, birokrat, dan para pelaku usaha
termasuk kaum menengah ke atas. Tujuanya agar mempengaruhi para elit politik,
5. Melalui jalur lintas agama. Melalui jalur ini ditempuh karena realitas masyarakat In-
donesia, sangatlah plural, baik dalam masalah agama yang dianut, etnis, adat-istiadat,
budaya dan lain sebagainya. Untuk kelompok sasaran lintas agama, beberapa tokoh
NU telah membentuk organ teknis berupa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang
khusus bergerak di bidang kelintas agamaan dengan nama Forum Kerja Lintas Agama
(FKLA) sejak tahun 2004. Setelah keluarnya peraturan bersama antara Menteri Agama
dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 yang diantaranya men-
gatur tentang pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama, banyak tokoh dan
Kabupaten.
Gemuruh lonceng dan teriakan takbir untuk menghadapi kelompok radikal sudah
lama digaungkan oleh Organisasi Keagamaan Nahdlatul Ulama. Bahkan dalam sejarah
dijelaskan bahwa, lahirnya atau didirikannya Nahdlatul Ulama pada tahun 1926
merupakan respon dan perlawan terhadap gerakan garis keras. Untuk menangkal
pemahaman ini terus berkembang pesat Nahdlatul Ulama sebagai Organisasi Keagamaan
yang juga berkecimpung dalam dunia dakwah membuat beberapa strategi sebagai refleksi
atas berkembang luasnya paham ini. Beberapa strategi yang dilakukan diantaranya
a. Bidang Struktural
bidang-bidang lembaga yang masing-masing bergerak sesuai dengan tugas, pokok dan
Ulama melakukan tugasnya dalam pengembangan agama Islam yang menganut pa-
ham Ahlusunnah Wal Jama’ah (Aswaja). Ahlussunnah wal jama’ah berasal dari kata Ahl
law ghaira mardhiyah (jalan atau cara walaupun tidak diridhai) dan Al-Jama’ah
“Kelompok ahli tafsir, ahli hadits dan ahli fikih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang
teguh dengan sunnah Nabi Muhammad SAW dan sunnah Khulafaur Rasyidin setelahnya.
Mereka adalah kelompok yang selamat (al-firqah al-najiyah). Mereka mengatakan, bahwa
kelompok tersebut sekarang ini terhimpun dalam madhzab yang empat, yaitu pengikut
Madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki dan Hanbali” (Tim Aswaja NU Center PWNU).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa Ahlussunnah wal jama’ah merupakan
ajaran yang murni yang langsung dari Rasulullah SAW dan kemudian diteruskan oleh
para Sahabatnya dan diteruskan oleh ulama dan Kiai-Kiai saat ini. Oleh karena itu,
tidak ada seorang pun yang menjadi pendiri ajaran Ahlussunnah wal jama’ah dan yang
ada hanyalah ulama yang telah merumuskan kembali ajaran Islam tersebut setelah
lahirnya beberapa faham radikal dan aliran keagamaan yang berusaha mengaburkan
2) Melalui Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama (LP Maarif NU) dengan melak-
sanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pendidikan dan pengajaran formal. Un-
tuk melawan tindakan atau kelompok garis keras, maka penanaman materi-materi
keilmuan umum dan keislaman harus sesuai dengan tuntunan yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW sampai para ulama-ulama garis lurus. Pendekatan melalui pen-
didikan ini juga sangat penting karena untuk memberikan pemahaman agama yang
bangkan sikap, pengetahuan dan tindakan anti radikalisasi agama. Selain itu,
melakukan seleksi terhadap para pendidik agar tidak mengajarkan Islam dengan kon-
kependudukan.
didikan keagamaan.
5) Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama
6) Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) yang bertu-
hukum.
dikatikan dengan pelajaran-peralajaran lain dan waqi’iyyah (aktual) yang akan menjadi
8) Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) yang bertugas melakukan atau
melalui masjid.
9) Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU) yang bertugas mengem-
bangkan penulisan, penerjemahan dan penerbitan kitab atau buku serta media infor-
10) Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) yang bertugas mengem-
bangkan pendidikan tinggi Nahdlatul Ulama (Anggaran Rumah Tangga Pasal 16).
dilakukan oleh oknum atau kelompok tertentu. Untuk menangkal kelompok radikal
tersebut juga, Nahdlatul Ulama mendirikan berbagai jenis badan otonom berbasis usia
dan kelompok masyarakat yang berperan aktif dalam mencegah tersebarnya gerakan
Islam garis keras, diantaranya Muslimat Nahdlatul Ulama (Muslimat NU) untuk
perempuan Nahdlatul Ulama, Fatayat Nahdlatul Ulama (Fatayat NU) untuk anggota
perempuan muda Nahdlatul Ulama berusia maksimal 40 tahun, Gerakan Pemuda Ansor
Nahdlatul Ulama (GP Ansor NU) untuk anggota laki-laki muda Nahdlatul Ulama yang
mahasiwa Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 tahun, Ikatan Pelajar Nahdlatul
Ulama (IPNU) untuk pelajar dan santri laki-laki Nahdlatul Ulama maksimal berusia 30
tahun, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) untuk pelajar dan santri laki-laki Nahdlatul
Ulama maksimal berusia 27 tahun, Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) untuk
pelajar dan santri perempuan Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 27 tahun
b. Bidang Kultural
warga negara adalah pemilik negara yang juga memiliki tanggung jawab untuk
lembaga hukum atau apa saja yang memfokuskan pada persoalan-persoalan hak
Ulama, para nahdliyin aktif diberbagai sudut, celah dan lapisan untuk meredam
berbagai upaya tersebarnya faham dan gerakan radikal ini. Beberapa contoh
kasus seperti yang terjadi di Kota Samarinda misalnya, Pergerakan Mahasiswa Islam
istigosah, shalawatan, kultum dan melakukan infiltrasi ke sejumlah masjid atau mushalla
sikap kemasyarakatan yang bercirikan pada sikap tawassuth dan i’tidal. Dengan sikap ini,
Nahdlatul Ulama akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak
lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang
bersifat tatharruf (ekstrim). Selanjutnya sikap tasamuh, yaitu sikap toleran terhadap
perbedaan pandangan baik dalam masalah keagamaan, terutama hal-hal yang bersifat
furu’, atau menjadi masalah khilafiyah, serta dalam masalah kemasyarakatan dan
kebudayaan. Selain itu sikap tawazun, yaitu sikap seimbang dalam berkhidmah.
Menyertakan khidmah kepada Allah Swt, khidmah kepada sesama manusia serta kepada
lingkungan hidupnya.
Menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini dan masa mendatang dengan
amar ma’ruf nahi munkar, yaitu selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan
yang baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama serta menolak dan mencegah
semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan. Beberapa
sikap ini menjadi garis dakwah keagamaan dan kemasyarakatan NU, baik dakwah
melalui organisasi ataupun melalui para Kiai dan para nahdliyin pada umumnya merujuk
kepada Khittah 1926 Butir 8 dikatakan, bahwa sebagai organisasi keagamaan, Nahdlatul
Ulama merupakan bagian tak terpisahkan dari Umat Islam Indonesia yang senantiasa
dan hidup berdampingan, baik dengan sesama umat Islam maupun dengan sesama warga
negara. Dalam Qanun Asasi NU 1926 dikatakan, bahwa meskipun ada perbedaan,
kebhinekaan, dan keberagaman dalam berbagai aspek kehidupan, hal itu tidak berakibat
Berbagai macam upaya yang dilakukan oleh organisasi Nahdlatul Ulama di atas,
terlihat bahwa saat ini sedikit demi sedikit tindakan kekerasan yang dilakukan oleh
berhasil membuka pikiran masyarakat akan pentingnya hidup rukun dan damai.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan
metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang lebih mengutamakan pada
berbagai informasi kualitatif dengan deskripsi-analisis yang teliti dan penuh makna, yang
juga tidak menolak informasi kuantitatif dalam bentuk angka maupun jumlah (Muhadjir,
1999). Metode kualitatif pada penelitian ini akan menggambarkan, mendeskripsikan dan
desertasi, tesis, skripsi, jurnal, wawancara, media online dan situs resmi sperti NU.or.id,
berhadapan, dan mengamati secara langsung objek yang diteliti (Kriyantono, 2006).
Dalam observasi, peneliti terjun dan ikut langsung menyaksikan serta berkecimpung
Kedua, dokumentasi. Dokumen merupakan catatan yang menjadi alat bagi peneliti
mengumpulkan informasi baik dari tulisan, buku, gambar, atau karya-karya dari lembaga
yang akan diteliti yakni PCNU dan PWNU kota Samarinda. Dokumen tersebut antara lain
notulensi rapat NU, sejarah kehidupan (life historis), biografi, peraturan, program kerja,
sehingga dapat di analisis dan disimpulkan bahwa gerakan dakwah tersebut telah
informan yang terdiri dari 3 orang (PCNU) Samarinda yaitu KH. Muhammad Munzir,
KH. Khojir dan KH. Syahruddin Tarmidzi, 3 orang Kiai (PWNU) Kalimantan Timur yaitu
KH. Fakhruddin Wahab, KH. Abu Syairi, dan KH. Hamri Has, 1 orang Kiai Pondok
Pesantren Darul Ihsan Samarinda yaitu KH. Syahrul Mubarak, 1 orang Pondok Pesantren
Nabil Husen Samarinda yaitu KH. Amrillah, 1 orang pimpinan Majelis Ta’lim Al-Anwarul
Bahiyyah Samarinda yaitu KH. Ahmad Zaini, 1 orang Pimpinan Majalis Ta’lim Darus
Shofa Samarinda yaitu KH. Habib Muhammad bin Muhdar al-Attas, 1 orang Dosen UIN
kelengkapan yang jelas. Selanjutnya data-data tersebut disusun dengan kerangka yang
telah ditentukan, dan yang terakhir diadakan penelitian terhadap data yang telah di
susun, agar diperoleh kesimpulan tertentu yang merupakan hasil jawaban dari masalah
PEMBAHASAN
Kantor Nahdlatul Ulama Kota Samarinda atau PCNU beralamat di Jl. A. Wahab
Syahrani, Samarinda Kota, Provinsi Kalimantan Timur, kode pos 75124. Kantor yang
didirikan pada tahun 2005 silam tersebut merupakan kantor baru setelah pindah dari
Kantor PCNU Kota Samarinda yang lama di Jl. Imam Bonjol, Samarinda Kota, Provinsi
di wilayah Kota Samarinda tidak terlepas dari keberadaan organisasi Nahdlatul Ulama itu
sendiri. Nahdlatul Ulama berdiri pada tahun 1926. Seiring berjalannya waktu, NU mulai
mampu menjangkau komunitas muslim yang berada di daerah. Pelaksanaan Kongres satu
badan otonom daerah di seluruh Indonesia. Hal inilah yang mendorong lahirnya
Samarinda.
Nahdlatul Ulama berdiri di Samarinda diperkirakan tahun 1963 dengan posisi ketua
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama kota Samarinda dijabat oleh Abdul Sani yang juga
menjabat sebagai Ketua Partai Nahdlatul Ulama Kota Samarinda. Selanjutnya pada tahun
1968 ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama yang juga ketua Partai Nahdlatul Ulama di
Ulama Kota Samarinda. Warga Samarinda yang secara kultural menganut ajaran
Ahlusunnah wal jamaah secara otomatis tergabung sebagai anggota Nahdlatul Ulama dan
legislatif tahun 1971. Hasil pemilu tersebut juga berhasil mendudukan salah satu wakil
Daerah (DPRD) Kota Samarinda yaitu Syahrudin Tarmidzi masa periode 1971-1977
Penggabungan atau fusi partai politik pada 5 Januari 1973 merupakan babak baru
bagi Nahlatul Ulama Samarinda. Saat itu, sebagian Pengurus Nahdlatul Ulama tetap
memilih bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan sebagian lagi tetap
organisasi yang secara kultural mengembangkan ajaran Ahlusunnah wal jamaah di Kota
Samarinda. Oleh karena itu, para Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Samarinda
Ketua pertama Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Samarinda dijabat oleh
K.H. Abdul Gani Tamba dan Sekretaris dijabat oleh H. Syahrudin Tarmidzi pada tahun
1973-1984. Pada saat itu, fokus utama gerakan dakwah Nahdlatul Ulama adalah
menggalakkan pengajian-pengajian dan majelis ta’lim yang diikuti oleh warga Nahdlatul
Ulama. Hal itu karena sebagian besar para tokoh dan Kiai Nahdlatul Ulama mempunyai
Pada periode berikutnya, yaitu tahun 1984-1990, ketua Pengurus Cabang Nahdlatul
Ulama Kota Samarinda dijabat oleh H. Syahrudin Tarmidzi yang sebelumnya menjabat
sebagai sekretaris. Pada periode ini fokus program kerja Pengurus Cabang Nahdlatul
tidak berkembang dengan baik karena tidak mampu dikelola secara profesional.
2014-2019 dengan Surat Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Nomor: 501/A.II.04.
Syuriah
Hingga tahun 2019, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Samarinda belum
melakukan pergantian ketua tanfidziyah, sehingga jabatan masih di duduki oleh KH. M.
mengedepankan prinsip al-Muhâfazhoh bil Qodîmish Shôlih wal Akhdzu bil Jadîdil Ashlah 1 dan
selalu berupaya menerapkan atau mempraktikkan sebuah sikap yang bijaksana (Al-
Hikmah). Upaya ini dilakukan sebagai strategi dalam meminimalisir terjadinya konflik
antara pendakwah dan masyaratakat atau mad’u. Sebuah praktik dakwah yang cenderung
dilakukan dengan keras seringkali sulit diterima oleh sasaran dakwah, akibatnya da’i
terlihat hanya sebagai aktifitas sia-sia yang tidak mampu mempersatukan umat serta
membawa umat kepada jalan yang lurus, tetapi justru memicu timbulnya berbagai macam
intrepretasi negatif.
dijumpai, barbagai macam hambatan selalu ditemui, maka dari itu Kiai Nahdlatul Ulama
Kota Samarinda merancang metode dan konsep yang tepat yang sesuai dengan situasi
dan kondisi sehingga dakwah bisa berhasil. Apabila cara, pelaksanaan dan metode yang
digunakan sesuai dengan situasi masyarakat itu sendiri, maka senantiasa dakwah bisa
diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, untuk mewujudkan cita-cita tersebut maka
sebuah prinsip-prinsip yang berkaitan dengan perbuatan, pemikiran serta cara pandang
yang tengah-tengah (al-Wasathiyyah) dan terpuji harus melekat pada kepribadian dari
seorang da’i.
Menimbang sebuah prinsip worldview yang terpuji diatas, maka penulis melakukan
wawancara terhadap 11 Kiai, dari berbagai macam upaya yang dilakukan, peneliti
Nahdlatul Ulama di Kota Samarinda. Secara umum, gerakan moderasi NU dalam bidang
Program kegiatan dakwah yang dilakukan oleh Kiai terbagi menjadi dua yaitu
tempat. Seperti dalam kegiatan dakwahnya, yaitu dakwah di masjid, majelis ta’lim, rumah
1
Satu kaidah yang menjaga tradisi-tradisi lama sembari menyesuaikan dengan tradisi -tradisi modern yang
lebih baik. Upaya yang dimaksud adalah mengembangkan sejumlah khazanah-khazanah keislaman yang toleran dan ter-
buka terhadap perbedaan serta kontekstualisasi dengan zaman kekinian.
warga, perguruan tinggi, selain itu dengan menggunakan media interaktif melaui TVRI
pembangunan sumber daya manusia pada masyarakat melaui pelayanan kesehatan dan
pemberdayaan ekonomi dengan memeberikan fasilitas melalui lembaga amil zakat infak
dan sedekah Nahdlatul Ulama (LAZISNU). Dalam pelayanan kesehatan disiapkan mobil
ambulance untuk membantu masyarakat yang tidak punya kendaraan untuk berobat.
Sebagai seorang da’i, Kiai Nahdlatul Ulama di Kota Samarinda juga semata-mata
tidak hanya menyampaikan tentang hukum halal, haram dan amar ma’ruf nahi mungkar,
tetapi membaca dan melihat kondisi finansial mad’u, sehingga yang terlihat kesulitan
maka diberikan sejumlah uang dan fasilitas yang bermanfaat untuk sasaran dakwah
Dalam strategi dakwah, Kiai NU Kota Samarinda melakukan berbagai macam cara
agar dakwah yang dilakukan dapat diterima di masyarakat. Upaya-upaya ini antara lain
tidak mudah untuk menyalahkan sesuatu yang dilakukan oleh masyarakat selama yang
dilakukan tidak bertentangan dengan syarah. Masyarakat Samarinda yang hidup dari
berbagai macam suku, adat dan budaya, selama yang dilakukan tetap berada dalam
lingkup yang tidak bertentangan dengan hal-hal yang prinsip maka kebiasaan yang
dilakukan tidak boleh dihalangi dan disalahkan. Oleh karena itu berbagai macam strategi
yang didakwahi, dengan melihat situasi dan kondisi masyarakat dengan berbagai macam
kultur yang ada, yakni dengan menyesuaikan bahasa, sikap dan kondisi, sehingga Kiai
mudah menyatu dan diterima oleh masyarakat setempat. Ini dilakukan agar
masyarakat.
Kedua, menyesuaikan kompetensi kemampuan masyarakat yang didakwahi. Ini
dilakukan untuk mewaspadai masyarakat yang awam, atau baru mengenal Islam (mualaf),
yang sifatnya tradisionalis, untuk menggait jama’ah yang pola pikirnya masih radikal
maka cara yang dilakukan yaitu, dakwah terus dilakukan kepada masyarakat yang NU,
sehingga dengan begitu masyarakat yang pola pikirnya radikal bisa tergait dan ikut
maupun yang tidak beragama. Hal ini dianggap efektif karena tokoh sentral dalam
kehidupan sosial, kesukuan, memiliki peran lebih dan terpercaya, juga merupakan
alternatif lebih cepat untuk memberi pemahaman kepada masyarakat bawah. Kelima,
berangkat dari hal yang disukai. Seperti dalam kasus mad’u yang suka berolahraga, maka
yang dilakukan ikut dan terjun langsung mengikuti apa yang disukai oleh sasaran
dakwah tetapi dengan didikan atau disisipkan konten-konten dakwah dalam kegiatan
Keenam, dakwah dengan menggunakan syair dan alat musik seperti rabbana, gitar
serta alat musik yang lainya. Ini dilakukan agar supaya jamaah yang hoby bersyair dan
agama, memiliki kecenderungan untuk berpartisipasi menjadi insan yang sadar akan
pentingnya beribadah kepada Allah SWT (Wawancara Wahab, 08 Mei 2019). Ketujuh,
dengan didirikanya partai politik yang dinamakan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB),
maka Kiai NU atau anggota pengurus NU dapat menjadikan partai sebagai jembatan
untuk menduduki kursi politik, dan juga karena mayoritas yang berada di dalam partai
ٱۡد ُع ِإٰىَل َس ِبيِل َر ِّب َك ِبٱۡل ِح ۡك َم ِة َو ٱۡل َم ۡو ِعَظ ِة ٱۡل َح َس َنِۖة َو َٰج ِد ۡل ُه م ِب ٱَّليِت ِه َي َأۡح َس ُۚن ِإَّن َر َّبَك ُه َو َأۡع َلُم َمِبن َض َّل َعن َس ِبيِلِهۦ
ۡع ِب ۡل ِد
َو ُه َو َأ َلُم ٱ ُم ۡه َت يَن
Terjemah: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125)
Dalam ayat diatas terdapat tiga macam metode dakwah, yaitu al- Hikmah
berdebat).
a. Metode al-Hikmah
Metode ini adalah metode yang digunakan oleh Kiai NU Kota Samarinda dalam
berdakwah, karena metode ini merupakan metode yang diajarkan oleh Nabi Saw dalam
setiap gerakan dakwah. Kiai Nahdlatul Ulama menjelaskan mengenai arti al-hikmah, yaitu
wasath, tidak terlalu keras (ifrath) dan tidak terlalu lemah atau mudah (tafrith). Oleh karena
itu, seorag da’i harus mengevaluasi diri sendiri sehingga dakwah dilakukan dengan cara
yang bijaksana dan tidak kasar sehingga membuat hati mad’u senang (Syairi, Wawancara,
09/05/2019). KH. Hamri Has mengatakan bahwa dakwah al-Hikmah yaitu dakwah dengan
ilmu pengetahuan, sebab dengan ilmu tersebut seorang da’i dapat memahami keadaan
audiens. Dengan ilmu pengetahuan yang baik ketika berdakwah maka seorang da’i juga
tidak tergila-gila dengan kuantitas jama’ah atau dengan kata lain yang lebih utama yaitu
“Dalam dakwah harus memahami keadaan audiens iya kan. Yang dihadapi anak-
anak yang diajarkan orang tua. Ya anak-anak yah anak-anak. Haa cuman sekarang
ini ada orang yang berdakwah itu, yang datang melihat orangnya tidak melihat apa
yang disampaikan. Makanya bisa kalau sudah UAS yang datang, 50.000 orang yang
hadir. Memang tertarik cara …, sehingga ada metode sekarang ini melawak,
menggunakan seni-seni dalam penyampaian, dan bahkan kelihatan yang kalau
secara lahiriyah berhasil, orang yang pandai melawak, walaupun kadang-kadang
lawaknya itu porno yah, tapi ternyata orang ribuan datang. Tapi ada orang yang
mengajari betul-betul berdasarkan teks book yah karena dia takut salah seperti
saya, tapi nda ada yang mau dengarkan, paling-paling 10, 20 orang yang
mendengarkan.” (Wawancara Hamri Has, 08 Mei 2019).
b. Metode Mauidzah al-Hasanah
Menurut Kiai Nahdlatul Ulama Kota Samarinda, mauidzah tidak ada yang jelek atau
buruk, semua mauidzah adalah baik (hasanah). Karena pada dasarnya dakwah adalah
mengajak kepada Allah. Oleh karena itu, dalam menyampaikan pesan dakwah harus
dikemas dengan baik, tanpa ada cacian dan olokan, karena apabila kebaikan tidak
dikemas dengan baik, maka akan menjadi sesuatu yang menakutkan. Sebagaimana
contoh yang baik bahkan kalau bisa menjadi contoh. Lebih jelasnya KH. Muhammad
Munzir mengatakan:
“Kita seorang da’i memberikan contoh-contoh yang baik, bahkan kalau bisa harus
menjadi contoh. Kita berbicara sholat tahajud, kalau kita ngga sholat tahajud itu
bukan menjadi contoh, ia khan, hanya menceritakan. Maka yang diharapkan itu
Mauidzah al-Hasanah, dengan contoh-contoh yang baik, sejuru da’inya juga menjadi
panutan”. (Wawancara Munzir, 07 Mei 2019).
c. Metode al-Mujadalah
Al-Mujadalah merupakan metode yang juga dipakai oleh Kiai Nahdlatul Ulama
Dalam beberapa kasus ada dari Kiai yang menerapkan dakwah ini ketika berdebat dengan
pendeta Kristiani, dan dari kalangan umat Islam yang terkena firus atheisme yang
mempertanyakan hal-hal yang prinsip dan sudah diyakini secara mutlak oleh agama
Islam.
Selain tiga metode yang dijelaskan diatas, beberapa metode dengan cara yang lain
juga dilakukan oleh para Kiai. Diantaranya metode dakwah dengan mengajak subjek
dakwahnya untuk berkelahi (aduh fisik), ini dilakukan apabila yang didakwahi sudah
“Ooh, kalau metode dakwah saya ceramah, kemudian akhlak, kalau perlu yang
tidak haram bisa main kita. Main domi, main remi, begitu yah, yang menurut
ukuran orang itu haram apa segala, tapi itu kan tidak qat’i. Kelahi siap!!! (kelahi
Ustadz?) ooh kelahi…!!! kalaunya kita dakwah anu…. Memang keras orangya saya
berani kelahi. Itu nyawa taruhanya, kalau kau macam-macam saya melawan, kalau
ada yang perlu perlindungan kita, kita melindungi mereka”. (Wawancara
Jamaludin, 08 Agusutus 2019).
Hal yang hampir mirip juga dilakukan kepada para pecandu minuman keras,
penyampaian dari Kiai atau ketika diberikan masukkan pemabuk tersebut justru
memperlihatkan dan menyerang sang Kiai, maka botol-botol minuman alkohol langsung
“Saya berapa kali berhadapan dengan orang, dengan berbagai macam kasus. Ada
yang minum haa…. itu perlu ditobatkan. Dinasihati dulu, tapi kalau memang kita
mampu ooh…. itu saya ambil gelasnya saya peacahkan didepanya, mau apa kamu.
Gitu aja… gitu aja. Sebab ini nda bisa di…, ada orang tertentu gitu, tapi nda semua
pemabuk saya bikin begitu. Ada yang kita sayangi ada yang kita kasih uang ada
yang kita ajari, bahkan ada yang pemakai narkoba yang itu. Banyak orang yang
ngga tau, karena kamu yang tanya ini. Narkoba itu kita sayangi, kita suruh kamu
bisa nyupir, kita suru nyupir ngantar ke sana ke mari. Siang malam kita dekati
mereka dengan uang, begitu”. (Wawancara Jamaludin, 08 Mei 2019).
Dakwah yang lain misalnya menaggapi persoalan equality pria dan wanita
kepemimpinan yang sifatnya global atau universal seperti Presiden, Gubernur, Bupati dan
Camat boleh diduduki oleh seorang perempuan. Alasanya adalah presiden atau gubernur
persolan pemerintahan. Namun dalam rumah tangga seorang suami berhak dan menjadi
pemimpin atas seorang istri. Beliau menguatkan atau mengkiyaskan pendapatnya dengan
memorabelia tragedi perang Jamal, yang mana saat itu pasukan perang dipimpin oleh
Syaidatina Aisyah radhiyallaahu ‘anha. Berbeda dengan KH. Amrillah. Beliau berpendapat
bahwa dalam kondisi global maupun pertikuler seorang wanita hukumnya tidak boleh
menjadi seorang pemimpin, hal ini selain bertentangan dengan kodrat seorang wanita
yang memiliki banyak kekurangan, juga bertentangan dengan dalil-dalil yang qat’i
ٱلِّر اُل َّٰو وَن َعَلى ٱلِّن ٓاِء َمِبا َفَّض ٱلَّل ۡع َض ۡم َعَلٰى ۡع ضٖ َمِبٓا َأنَفُقوْا ِم ۡن َأۡم َٰو ِهِلۚۡم
َب َو َل ُه َب ُه َس َج َق ُم
Terjemah: “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-
laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa’: 34)
لن يفلح قوم ولوا أمرهم امر أة
Artinya: “Tidak akan beruntung kaum yang perkaranya dipimpin oleh seorang wanita.” (HR.
Bukhari)
Dari ayat Alqur’an dan hadits di atas jelas bahwa seorang wanita memiliki banyak
Menanggapi kasus bunuh diri, KH. Muhammad Zaini berpendapat bahwa jika
membunuh diri sendiri dilakukan, tetapi dalam keadaan yang genting, seperti pernyataan
“Orang yang membunuh diri sendiri jika dilakukan dalam keadaan darurat, seperti
ketika dalam situasi genting peperangan, dan jalan satu-satunya mengalahkan
musuh hanya dengan menghancurkan markas persenjataanya, maka hal yang
boleh dilakukan yakni menaiki mobil kemudian mobil tersebut ditabrakkan ke
tempat persenjataan atau amunisi lawan dengan tujuan meledakkan persenjataan
lawan tempur. Mati seperti ini boleh dilakukan tetapi dalam keadaan kasus seperti
ini. tetapi jika dalam kasus lain seperti dalam jihad atau dalam keadaan apapun
yang tidak dalam situasi dan kondisi status yang saya jelaskan di atas maka
dilarang membunuh diri sendiri dengan apapun itu”. (Wawancara Zaini, 07 Mei
2019).
Persoalan lain misalnya mengenai hukum mengucapkan selamat hari Natal kepada
umat Kristiani. KH. Khojir berpendapat yang penulis kutip secara verbatim:
“Semua agama itu punya rambu-rambu. Dalam Islam juga memiliki rambu-rambu.
Dalam Islam jelas masalah prinsip tidak boleh diganggu-gugat dan mengucapkan
selamat natal kepada umat Kristiani jelas tidak boleh. Karena ketika kita ikut-
ikutan mengucapkan selamat natal kepada mereka berarti secara tidak langsung
kita telah mengakui bahwa telah lahir pada tahun dan hari tersebut Tuhan yang
bernama Yesus. Kita sebagai umat Islam pun tidak mempermasalahkan jika mereka
saudara-suadar kita dari Nasrani yang tidak ikut-ikutan mengucapkan selamat
Hari Raya, tidak jadi masalah, dan itu biasa saja, tidak mesti harus dibuat tegang”.
(Wawancara Khozir, 08 Mei 2019).
Tentang hukum cadar KH. Syahrul Mubarak mengatakan cadar hukumnya sunah
dan bisa menjadi wajib jika dalam keadaan tertentu, seperti ada seorang wanita yang
memiliki kecantikan, yang mana kecantikan wajahnya dapat membuat lawan jenis ingin
melakukan hal-hal yang tidak baik atau dalam kata lain wajahnya dapat mendatangkan
fitnah, maka wajib untuk mengenakkan cadar. Sementara menanggapi mengenai jenggot
beliau mengatakan jenggot hukumnya Sunnah. Beliau juga menanggapi tentang seseorang
yang mengatakan semakin panjang jenggot maka semakin bodoh ini hal yang keliru
Kemudian kata-kata non-Muslim juga merupakan bagian dari metode dan strategi
dakwah, agar Islam tidak dianggap keras, serta agama yang tidak memberikan contoh
akhlak terpuji oleh agama-agama diluar Islam. Dengan adanya perubahan kata kafir
menjadi non-Muslim maka akan memberikan refleksi akan kerukunan dalam beragama
menginfiltrasikan nilai-nilai tasamuh, i’tidal, wasath, dalam setiap ruang lingkup sosial dan
1) Bidang agama berupaya melaksanakan ajaran Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-
Jama’ah dalam masyarakat dengan cara dakwah islamiah dan amar makruf nahi
maah mengenai perkara khilafiyah seperti qunut subuh, tahlilan, maulid Nabi, yang
jika masih ada dalilnya, maka terbuka peluang untuk mengikuti salah satunya.
sesuai dengan ajaran Islam untuk membina manusia muslim yang takwa, berbudi
luhur, terampil, berpengetahuan luas dan berguna bagi agama, bangsa dan negara.
3) Pada bidang sosial berupaya terwujudnya kesejahteraan rakyat dan bantuan terhadap
umat manusia yang membutuhkan seperti anak yatim, orang fakir miskin, serta
ini dilakukan sebab beberapa dari masyarakat tidak dapat melaksanakan agama disisi
lain disebabkan karena finansial ekonomi yang menipis. Maka masyarakat yang
berjualan tetapi terkendala gerobak, Kiai melalui LAZISNU mengupayakan dan men-
5) Mengembangkan usaha-usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat banyak guna ter-
Selain berbagai macam kegiatan, strategi dan metode dakwah yang dilakuan oleh
Kiai Nahdlatul Ulama di Kota Samarinda yang telah dijelaskan diatas, Kiai juga
Dakwah salafi adalah dakwah Islam yang sahih yang dibangun atas dasar alqur’an
dan sunnah dengan pemahaman salafus shalih. Kelompok ini merupakan gerakan atau
respon dari praktik keagamaan yang tidak sesuai dengan tuntunan yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW, para sahabatnya, juga sebagai respon atas adat yang menyalahi aturan
yang dibuat oleh Allah dan Rasulnya. Menanggapi kelompok ini Kiai Nahdlatul Ulama
masyarakat Nahdlatul Ulama, sehingga sebagian besar yang mereka lakukan adalah
membid’ahkan tahlilan dan maulid Nabi Muhammad SAW karena dianggap tidak
memiliki dalil yang kuat dan tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Selain itu
dalam masalah Tauhid mereka juga tidak sependapat dengan Imam Asy’ari dan Maturidi.
Sehingga rekomendasi sebagian Kiai Nahdlatul Ulama terhadap Kelompok ini adalah
menjauhi majelis-mejelis keagamaanya, terutama chanel Rodja TV karena jika tidak
Sebagian Kiai juga beranggapan dan berpendapat bahwa yang dilakukan oleh
kelompok salafi merupakan kelompok yang berpegang teguh pada Alqur’an dan Sunnah,
sehingga wajar jika berbeda dalam hal-hal yang sifatnya khilafiyah. Namun kesimpulan
diperbolehkan, tetapi dengan catatan bahwa orang tersebut telah mempuni dalam
pengetahuan keagamaan, sehingga dapat menyaring mana yang masih dalam batas yang
wajar sehingga boleh diterima dan mana yang buruk dan mesti dijauhi (Wawancara
Respon Kiai Nahdlatul Ulama terhadap organisasi Front Pembela Islam (FPI) juga
memiliki sisi dan sudut pandang yang berbeda-beda. Dalam konteks dakwah secara
umum yang dilakukan oleh FPI tergolong sivitas dakwah yang masih dalam batas-batas
yang wajar. Namun menaggapi suatu kasus seperti pengrebekan rumah makan sehingga
terjadi adu mulut dan fisik, ini terkesan keras walaupun yang dilakukan oleh FPI sudah
melalui jalur yang yang sistematis. Namun disisi lain ada juga pendapat Kiai Nahdlatul
Ulama yang mengatakan bahwa yang dilakukan oleh FPI sudah melalui berbagai jalur
Dalam kasus lain, sebagian Kiai juga menaggapi tentang dakwah yang dilakukan
oleh Habib Riziq Sihab. Respon Kiai tersebut terhadap orang yang mengatakan bahwa
Habib Riziq Sihab adalah da’i yang keras dan radikal adalah mereka tidak bisa
membedahkan mana yang tegas dan mana yang keras serta radikal. Dalam pernyataan
lain Kiai mengatakan suatu ungkapan bahwa “orang yang mengatakan Habib Riziq Sihab
keras mestinya harus dipukul atau ditampar” (Wawancara Muhammad, 08 Mei 2019).
mensyiarkan agama Islam kepada seluruh umat manusia, sebagai rahmat bagi seluruh
alam. Bagaimana rahmat sebagai seluruh alam tersebut dapat diterima maka tentunya
kebijaksanaan dan perilaku atau sikap wasathiyyah mesti ditanamkan dalam berbagai
macam aspek dakwah agar terwujud kebahagian dan kedamaian bagi umat manusia. Dari
sini da’i memiliki peranan yang sangat penting serta dominan dalam menentukan
kemampuan yang baik dan sikap yang moderat dalam gerakan dakwah Islam serta
memiliki keilmuan yang mempuni, sehingga dakwahnya dapat terlaksana dengan bijak,
Menurut analisis penulis sejumlah rangkaian gerakan dakwah yang dilakukan oleh
Kiai Nahdlatul Ulama di Kota Samarinda sebagian besar sudah mempraktikan konsep
moderasi. Namun disisi lain, masih terdapat sebuah sikap yang belum mencerminkan
perilaku atau cara pandang al-Wasathiyyah. Hal ini terlihat dari beberapa aspek atau
bidang dakwah.
yang didakwahi, serta melihat situasi dan kondisi masyarakat, menyesuaikan kompetensi
Rasulullah SAW. Rasul SAW sebelum berdakwah kepada orang lain terlebih dahulu
dakwah diterapkan kepada keluarganya, setelah itu kepada kerabat dekatnya. Di sini
terlihat bahwa Rasul bisa saja berdakwah secara terang-terangan tetapi kembali lagi
bahwa, agar dakwah mudah diterima maka jalur yang mesti ditempuh salah satunya
pendekatan tokoh agama dan kesukuan, beberapa kali Rasul menawarkan agama Islam
kepada raja-raja, seperti Raja Najasyi melalui sahabat Nabi yang hijrah, yang saat itu Raja
Najasyi merupakan pimpinan Negeri Habasyah, dan eskatologi dari hijrah tersebut sang
Dalam Kitab Ringkasan Shahih Al-Bukhari yang disusun oleh Imam Az-Zabidi
pakar hadits Abad XV juga menjelaskan mengenai dakwah Rasulullah SAW melalui
mengirimkan sebuah surat melalui Dihya kepada Gubernur Busra, yang diperlihatkan
kepada Heraclius untuk dibaca. Ini merupakan sebuah upaya-upaya strategi yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam meraih kesuksesan dan keberhasilan dakwah (Az-
Zabidi, 2013).
Secara umum metode dakwah yang diterapkan oleh Kiai Nahdlatul Ulama adalah
tabligh. Tabligh yang dimaksud, membentuk majelis-majelis ilmu atau ceramah untuk
menyampaikan petunjuk atau pesan yang akan disampaikan. Metode ini merupakan
metode yang didahulukan oleh Kiai Nahdlatul Ulama kota Samarinda dalam berdakwah
dengan disisipkan nilai-nilai al-Hikmah, Mauidzah al-Hasanah dan al-Mujadalah. Metode ini
yang juga disebut dengan dakwah bi al-Lisan yaitu menyeru serta memanggil orang lain
kejalan Allah, tentunya dengan menggunakan bahasa yang dipahami oleh mad’u. Terlihat
dari ketiga metode yang digunakan di atas jika ditinjau dari sudut pandang moderasi
gerakan dakwah, maka telah memenuhi indikator atau karakteristik yang mencerminkan
worldview al-Wasathiyyah yakni sifat adil, tengah-tengah, seimbang diantara dua aspek
yang saling bersebrangan, pilihan dan baik dalam setiap gerakan dakwah.
Selain metode tabligh, Kiai NU juga menggunakan metode bil al-Hal yakni ceramah
dengan ikut dan terjun langsung kelapangan atau mengenai sasaran dan objek dakwah.
Pada metode ini dakwah dilakukan dengan bermain domi dan remi, dan separuhnya lagi
kekuatan fisik seperti berkalahi dan menghancurkan semua miuman keras yang
dikosumsi oleh mad’u. Sebagaimana pernyataan seorang Kiai yang telah dijelaskan pada
“Ooh, kalau metode dakwah saya ceramah, kemudian akhlak, kalau perlu yang
tidak haram bisa main kita. Main domi, main remi, begitu yah, yang menurut
ukuran orang itu haram apa segala, tapi itu kan tidak qat’i. Kelahi siap!!! (kelahi
Ustadz?) ooh kelahi…!!! kalaunya kita dakwah anu…. Memang keras orangya saya
berani kelahi. Itu nyawa taruhanya, kalau kau macam-macam saya melawan, kalau
ada yang perlu perlindungan kita, kita melindungi mereka”. (Wawancara
Jamaludin, 08 Mei 2019).
Pernyataan yang sama juga beliau sampaikan:
“Saya berapa kali berhadapan dengan orang, dengan berbagai macam kasus. Ada
yang minum haa…. itu perlu ditobatkan. Dinasihati dulu, tapi kalau memang kita
mampu ooh…. itu saya ambil gelasnya saya peacahkan didepanya, mau apa kamu.
Gitu aja… gitu aja. Sebab ini nda bisa di…, ada orang tertentu gitu, tapi nda semua
pemabuk saya bikin begitu. Ada yang kita sayangi ada yang kita kasih uang ada
yang kita ajari, bahkan ada yang pemakai narkoba yang itu. Banyak orang yang
ngga tau, karena kamu yang tanya ini. Narkoba itu kita sayangi, kita suruh kamu
bisa nyupir, kita suru nyupir ngantar ke sana ke mari. Siang malam kita dekati
mereka dengan uang, begitu”. (Wawancara Jamaludin, 08 Mei 2019).
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis memahami pada metode bil al-Hal,
pendekatan dakwah yang Kiai lakukan di masyarakat tergolong moderat, seperti bermain
remi, ini merupakan strategi dakwah yang hampir mirip pernah dilakukuan oleh para
wali songo saat menyebarkan Islam di Nusantara. Pendekatan ini dilakukan dengan cara
dakwah terkait nilai-nilai Islam. Namun pada konteks dakwah meleburkan segala
yang dikosumsi oleh mad’u, ini belum terbilang moderat atau al-Wasathiyyah al-Islamiyyah
secara utuh. Selain itu bersebrangan juga dengan makna al-Hikmah yang dijelaskan oleh
Kiai sebelumnya. Karna makna dari al-Hikmah adalah tidak berat kekanan dan juga tidak
berat kekiri, tidak radikal juga tidak liberal, tetapi berada ditengah-tengah atau seimbang
(wasath). Jika ditelusuri lebih jauh dan dihubungkan dengan dakwah yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW, maka terlihat beberapa perbedaan yang sangat signifikan dan sangat
kontradiktif. Rasulullah setiap kali berdakwah menghindari sikap atau praktik kekerasan.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa kisah sejarah dimana ketika Rasul berdakwah di kota
Ta’if, beliau dilempari batu oleh orang-orang kafir, bahkan satu riwayat mengatakan
bahwa gigi beliau patah serta darah bercucuran diwajah baginda Rasulullah SAW. Tetapi
tindakan yang rasul lakukan adalah dengan mendoakan mereka orang-orang kafir agar
suatu saat dari keturunan mereka lahir keturunan-keturunan yang beribah kepada Allah
Swt. Hal ini mirip dengan yang disabdakan oleh Rasulullah SAW yang berbunyi:
فأن مل يستطع فبلسانه فأن مل يستطع فبقلبه وذلك أضعف األميان,من رأى منكم منكرا فليغريه بيده
Artinya: “Barang siapa yang melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tanganya, jika tidak
mampu maka rubahlah dengan lisanya, jika tidak mampu maka tolaklah dengan hatinya dan hal
tersebut adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Mengenai perempuan menjadi seorang pemimpin, yang disampaikan oleh KH.
Amrillah kurang lebih sama seperti yang dikatakan oleh (alm) Gus Dur, bahwa ayat
mengenai kepemimpinan yang ada dalam Alqur’an surah an-Nisa ayat 34 dapat diartikan
dua macam. Pertama, lelaki bertanggung jawab secara fisik atas keselamatan wanita.
Kedua, lelaki lebih pantas menjadi pemimpin negara, dan Gus Dur menambahkan,
ternyata para pemimpin Islam lebih memilih pendapat yang kedua. Ayat dan hadits juga
banyak menjelaskan bahwa kelemahan yang dimiliki wanita atas lelaki, sehingga jumhur
Berbeda dengan apa yang disampaikan oleh KH. Muhammad Munzir, bahwa
wanita boleh menjadi pemimpin didasarkan atas kepemimpinan Aisyah saat memimpin
perang jamal. Aisyah yang merupakan salah satu muslimat yang meriwayatkan hadits
Nabi, serta tingkat kecerdasannya diakui oleh para sahabat yang sering meminta
Seandainya seorang wanita mutlak tidak diperbolehkan menjadi pemimpin, maka sudah
pasti Aisyah memilih lelaki yang menjadi pemimpin perang jamal pada saat itu. Pada
hakikatnya wanita memiliki hak untuk menjadi pemimpin dalam beberapa aspek jika
mampu, apalagi dalam kondisi Negara yang demokratis. Oleh karenannya jika ditinjau
dari aspek moderasi Islam, maka pendapat ke dua Kiai diatas sama-sama menempati
posisi yang dinamakan al-Wasathiyyah al-Islamiyyah yaitu menempatkan wanita pada porsi
Sebagaimana yang penulis telah paparkan pada bab sebelumnya juga, bahwa
strategi gerakan dakwah yang diterapkan oleh Kiai Nahdlatul Ulama di Kota Samarinda
dapat dilakukan dengan berbagai macam cara selama cara-cara tersebut tidak
bertentangan dengan syarah. Segala adat istiadat, atau kebiasaan yang dilakukan di
seimbang, adil, terbaik, serta berperilaku yang didasari atas sikap tawazun (seimbang)
dalam menyikapi dua keadaan perilaku yang dimungkinkan untuk dianalisis dan
dibandingkan, sehingga dapat ditemukan sikap dan kondisi yang tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip ajaran agama dan tradisi masyarakat), maka kegiatan atau
pernyataan tersebut sesuai dengan prinsip dasar dari al-Wasathiyyah. Prinsip dasar dari al-
Wasathiyyah adalah berada ditengah, adil, seimbang, baik, dan melaksanakan segala
sesuatu dengan tidak mengedepankan sikap ifrath (berlebihan) dan tafrith (bermudah-
mudah).
Menaggapi persoalan equality, mengucapkan selamat hari Natal, cadar, jenggot dan
kata-kata non-Muslim, terlihat bahwa apa yang difatwakan oleh Kiai NU yang ada di
Kota Samarida tidak berbeda jauh dengan apa yang difatwakan oleh ulama-ulama
terdahulu. Walaupun berbeda dalam pendalilan dan terdapat beberapa jawaban yang
bentuknya khilafiyah tetapi sejalan dan searah silogisme inti dari pembicaraan dan
maksud tujuannya. Namun berbeda dengan kasus membunuh diri sendiri, jelas jumhur
ulama berpendapat bahwa hal tersebut tidak dibenarkan. Adapun jika niatnya ingin
menghancurkan lawan dan satu-satunya cara hanya dengan mengorbankan diri sendiri
maka tentu ini pula tidak dibenarkan dan bertentangan dengan dalil-dalil yang ada,
bahwa membunuh diri sendiri dan membunuh sesama umat Islam hukumnya haram.
Beliu juga mengutip satu ayat dalam Alqur’an surah al-Baqarah ayat 195 dan menegaskan
Pada bidang organisasi keagamaan seperti salafi dan FPI, Kiai sangat sensitif dalam
merespon beberapa kasus. Seperti yang telah dijelaskan di atas mengenai organisasi FPI
bahwa memang pada praktiknya ada sebagian Kiai Nahdlatul Ulama Samarinda yang
tidak sependapat dengan gerakan dakwah yang dilakukan. Namun di sisi lain pula ada
juga yang berpendapat boleh, tetapi dengan berbagai prosedur yang telah dilakukan.
Selain itu respon terhadap gerakan dakwah salafi. Jika dibahas dan dikupas dengan
tajam, Sebagian Kiai Nahdlatul Ulama tidak sepakat dengan gerakan dakwah yang
dilakuan oleh kelompok ini, alasanya adalah ideologi yang disampaikan akan merusak
menyadari bahwa tidak semua yang disampaikan oleh gerakan yang mengatasnamakan
salafi semuanya negatif. Menurut beberapa Kiai, erakan dakwah salafi dapat ditolak jika
bersinggungan dalam beberapa prinsip seperti aqidah, bahkan secara jelas menyatakan
bahwa aqidah dan ideologi kelompok ini mesti diwaspadai, karena dapat merusak akhlak
dan moral.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analis tentang konsep moderasi gerakan dakwah
Kiai Nahdlatul Ulama di Kota Samarinda, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Gerakan dakwah yang dilakukan oleh Kiai Nahdlatul Ulama di Kota Samarinda,
terbagi menjadi dua yaitu dakwah offline yang dilakukan di berbagai macam tempat
seperti masjid, majelis ta’lim, rumah warga dan yang kedua dakwah online melalui me-
dia interaktif melaui TVRI Samarinda, Yootube, facebook, Instagram dan Islamic Cen-
ter Television.
2. Gerakan dakwah yang dilakukan oleh Kiai Nahdlatul Ulama di Kota Samarinda seba-
gian besar telah menerapkan atau mempraktikkan suatu sikap atau cara pandang yang
moderat atau al-Wasathiyyah dalam beberapa gerakan dakwahnya seperti dalam dak-
wah bil al-Lisan. Sikap dan praktik al-Wasathiyyah al-Islamiyyah Kiai NU Kota
3. Narasi egaliter dengan bahasa yang santun dan rasa penghargaan yang tinggi ter-
hadap budaya dan adat istiadat di masyarakat, merupakan strategi bahasa yang digu-
nakan oleh Kiai Nahdlatul Ulama di Kota Samarinda dalam berdakwah. Budaya yang
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip aqidah Islam maka dijadikan ajang atau ke-
di Kota Samarinda, namun dalam praktiknya sebagian masih berpegang teguh pada
praktik dakwah dengan paham tradsional Islam. Paham tardisional tersebut dapat di-
lacak dari pemikiran mereka misalnya, tentang posisi perempuan dalam konteks
keislaman seperti salafi dan FPI, Kiai NU terkesan berhati-hati dan memberikan
rekomendasi untuk tidak mengikuti dakwah organisasi tersebut, kecuali bagi orang
yang sudah memiliki keilmuan mempuni dalam keagamaan. Hal ini dilakukan karena
beberapa dakwah yang dilakukan terindikasi ideologi yang akan berdampak kepada
SARAN/REKOMENDASI (OPSIONAL)
Apabila diperlukan, saran/rekomendasi dapat dimasukkan yang dapat berisi rekomendasi
akademik, tindak lanjut nyata, atau implikasi kebijakan atas kesimpulan yang diperoleh.
DAFTAR ACUAN
{BIBLIOGRAPHY}
Metode sitasi ditulis berdasarkan gaya American Psychological Association (APA) dengan
menggunakan aplikasi referensi Mendeley. Daftar pustaka berisi semua kutipan dan ru-
jukan yang digunakan dalam sebuah artikel. Referensi yang digunakan minimal 10 ru-
jukan, minimal 60% dari terbitan 5 tahun terakhir dan minimal 70% berasal dari sumber
primer.
Contoh Citation Style APA;
BUKU
Penulis tunggal;
Baxter, C. (1997). Race equality in health care and education. Philadelphia: Balliere
Tindall.
Terjemahan;
Kotler, Philip. (1997). Manajemen pemasaran : Analisis, perencanaan, implementasi (Hendra
Teguh & Ronny Antonius Rusli, Penerjemah.). Jakarta: Prenhallindo.
SERIAL
Artikel Jurnal;
Clark, L.A., Kochanska, G., & Ready, R. (2000). Mothers’ personality and its interaction
with child temperament as predictors of parenting behavior. Journal of Personality and
Social Psychology, 79, 274-285.
Artikel Majalah;
Greenberg, G. (2001, August 13). As good as dead: Is there really such a thing as
brain death? New Yorker, 36-41.
WAWANCARA
White, Donna. (1992, December 25). Personal interview.
Kaset Video/VCD;
National Geographic Society (Producer). (1987). In the shadow of Vesuvius
. [Videotape]. Washington, DC: National Geographic Society.
Kaset Audio;
McFerrin, Bobby (Vocalist). (1990). Medicine music [Audio Recording]. Hollywood,
CA: EMI-USA.
PUBLIKASI ELEKTRONIK
Karya lengkap;
McNeese, M.N. (2001). Using technology in educational settings. October 13, 2001.
University of Southern Mississippi, Educational Leadership and Research.
http://www.dept.usm.edu/~eda/
Dokumen Lembaga;
NAACP (1999, February 25). NAACP calls for Presidential order to halt police
brutality crisis. June 3, 2001.
http://www.naacp.org/president/releases/police_brutality.htm
CD-ROM;
Ziegler, H. (1992). Aldehyde. The Software Toolworks multimedia encyclopedia (CD
ROM version 1.5). Boston: Grolier. Januari 19, 1999. Software Toolworks.