Disususn Oleh
Kelompok V
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti- nantikan syafaatnya di akhirat kelak.
Kami tentu menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca untuk makalah ini supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami
mohon maaf sebesar-besarnya kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
khususnya kepada dosen yang telah membimbing dalam menulis makalah ini. Demikian
semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan ...........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Dzikr...............................................................................................................
B. Hadzf..............................................................................................................
C. Qasr................................................................................................................
D. I’tiradh............................................................................................................
E. Iltifat...............................................................................................................
F. Fawassil A-Ayat.............................................................................................
Kesimpulan....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an dan hadits Nabi merupakan sumber agama Islam. Keduanya
menggunakan bahasa arab dan keduanya hanya mengatur serta menyinggung hal-hal
yang bersifat pokok, tidak menyebutkan uraian teknis secara rinci. Padahal keduanya
dimaksudkan mampu menjadi rujukan semua persoalan kehidupan hingga akhir alam
ini. Persoalan uraian teknis secara rinci, diserahkan kepada para tokoh agama untuk
mampu menjabarkannya.
Sejarah dan Dasar Pemikiran Ilmu Ma’ani Sejak jaman Al-Quran belum
diwahyukan kepada Rasulullah S.A.W , orang Arab sudah dikenal dengan kepiawaian
dan kefashihanya dalam membuat syair. Bait-bait yang yang mereka buat sangat
mempesona dengan gaya bahasa super, padahal pada waktu itu belum terlahir Ilmu
balaghah.
Bukti bahwa mereka pandai bersyair dengan bahasa yang fashih dan baligh
yaitu dengan adanya tantangan dari Allah Ta’ala agar mereka membuat yang serupa
dengan Al-Quran meskipun hanya satu ayat. Tantangan ini merupakan bukti bahwa
mereka mempunyai kemampuan untuk membuat ibaraat dengan gaya bahasa dan
fashahah yang tinggi. Namun, mereka tidak mempu melakukan hal itu.
Sebelum AlQuran diturunkan belum menjadi sebuah disiplin ilmu, namun
dalam keseharian sudah dipraktekkan dan diterapkan mereka melalui karya-karyanya
baik berupa syi’ir maupun natsr. Barulah kemudian setelah Al-Quran diwahyukan
kepada Rasulullah S.A.W, Ilmu Balahgah terlahir dan berkembang. Keindahan,
kefashihah dan ke-balaghah-an bahasa Al-Qur’an sangat berpengaruh besar terhadap
perkembangan ilmu balaghah. Ahli sastra Islam maupun non Islam sepakat bahwa
bahasa Al-Qur’an dan nilai-nilai keagungan di dalamnya adalah puncak balaghah
yang tak tertandingi oleh ungkapan manapun.
Ilmu ma’ani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara memelihara kesalahan
dalam mengemukakan maksud pembicara (mutakallim) agar dapat diterima oleh
lawan bicara (mukhâthab).Ilmu Ma’ani merupakan bagian dari ilmu Balaghoh yaitu
yang mempelajari tentang cara atau metode pengungkapan bahasa yang indah dan
ungkapan yang fasih sesuai dengan tempat dan keadaan lawan bicara. Sehingga
seseorang sampai pada tujuan yang hendak dicapai.
Belajar ilmu balaghoh baik melalui ilmu Bayan, ilmu Ma’ani, mupun ilmu
Badi’ tujuannya sama tidak lain adalah agar memahami bahasa Al-Qur’an. Karena Al-
Qur’an sebagai pedoman hidup yang memiliki makna dan bahasa yang indah. oleh
karena itu, perlu untuk memahami kaidah-kaidah bahasa agar tidak salah dalam
menafsirkan Al-Qur’an. Karena dalam Al-qur’an ada makna hakiki, ada pula makna
majazi dan banyak perumpamaan atau tasybih yang memiliki tujuan tertentu. Lafaz-
lafaz yang indah juga dibahas dalam ilmu Badi’. Kesesuaian dibahas dalam ilmu
Ma’ani, dan ilmu Bayan.
Pada akhirnya disini penulis akan memaparkan bagian dari ilmu bakaghah itu
yaitu,Ilmu Ma’ani beserta macam macam dan contohnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian dan Contoh Dzikr?
2. Bagaimana Pengertian dan Contoh Hadzf?
3. Bagaimana Pengertian dan Contoh Qashr?
4. Bagaimana Pengertian dan Contoh I’tiradh?
5. Bagaimana Pengertian dan Contoh Iltifat?
6. Bagaimana Pengertian dan Contoh Fawassil Al-Ayat?
C. Tujuan
Untuk mengetahui pembahasan Dzikr, Hadzf, Qashr, I’tiradh, Iltifat dan
Fawassil Al-Ayat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dzikr
Al-Dzikr secara leksikal bermakna menyebut. Sedangkan dalam terminologi
ilmu balâghah al-dzikr adalah menyebut musnad ilaih. Al-Dzikr merupakan kebalikan
dari al-hadzf.
ِ َكال ِإ َذا بَلَ َغ٢٥ ٌ تَظُ ُّن َأ ْن يُ ْف َع َل بِهَا فَاقِ َرة٢٤ ٌاس َرة
ت التَّ َراقِ َي ِ ََو ُوجُوهٌ يَوْ َمِئ ٍذ ب
26-24 القيامة٢٦
Memperhatikan konteks makna pada ayat diatas, tidak sulit bagi pembaca
memahami apa yang dikemukakan para mufassirin seperti al-Thabari, bahwa fail
kata بلِغتadalah nyawa, suasana kritis pada saat-saat sakratulmaut itulah yang ingin
ditonjolkan dalam ayat tersebut sehingga subjek atau pelaku yaitu ruh menjadi tidak
begitu penting untuk disebutkan. Tanpa disebutkan secara eksplisit pun, toh
pembaca tidak akan sulit untuk memahami dan menampilkannya sendiri. Di sinilah
pula letak nilai fashahah ayat tersebut.
٣ َ َ َكال َسوْ ف تَ ْعلَ ُمون٢ َحتَّى ُزرْ تُ ُم ْال َمقَابِ َر١ َأ ْلهَا ُك ُم التَّ َكاثُ ُر
Lengkapnya kamu akan mengetahui akibat buruk dari perbuatan lalai karena
bermegah-megahan seperti yang tersebut pada ayat (1) sebelumnya. Dan Hadzf
maf'ul bih meliputi حذف المفعول ب ه لمراع اة، يشاء شاء مفعول حذف المفعول به لقصد العموم،حذف
الفاصلة
Sedangkan contoh Hadzf al-Ma'thuf alaih adalah
ٌان َّيْأ ُكلُهُنَّ َس ْب ٌع عِ َجاف ٍ ت سِ َم ٍ ْق اَ ْف ِت َنا فِيْ َسب ِْع َب َق ٰر ُ ص ِّدي
ِّ ي ُْوسُفُ اَ ُّي َها ال
ِ ت لَّ َعلِّ ْٓي اَرْ ِج ُع ِا َلى ال َّن
اس َل َعلَّ ُه ْم َيعْ َلم ُْو َن ٍ ۙ ت ُخضْ ٍر وَّ ا ُ َخ َر ٰي ِب ٰس ٍ وَّ َسب ِْع ُس ۢ ْنب ُٰل
Dari segi makna, terasa terdapat beberapa kata yang tidak disebutkan (al-
Hadzf) dalam dua ayat tersebut. Dalam gaya bahasa biasa, lengkapnya seperti yang
dikemukakan para ulama'
Jadi selain kata-kata الرؤيا ألستعبره يوسف إلى ـيdalam ungkapan yang lengkap
tersebut terdapat beberapa fi'il yang berfungsi sebagai ma'thuf alaih ففعلوا فأتاه فقال له
yaitu,
Adapun contoh Hadzf Jawab al-Syarth: َ رُك َبا ًنا َفِإ َذا َأ ِم ْن ُت ْم َف ْاذ ُكرُوا هَّللا ْ َفِإنْ ِخ ْف ُت ْم َف ِر َجاال َأ ْو
)أي َفِإنْ ِخ ْف ُت ْم َفـ)صلوا( ِر َجاال َأ ْو ُر ْك َبا ًنا٢٣٩ ( )البقرة٢٣٩) ُون
َ َك َما َعلَّ َم ُك ْم َما لَ ْم َت ُكو ُنوا َتعْ َلم
Tema ayat ini beserta ayat sebelumnya adalah tentang wajibnya salat
dilakukan walaupun dalam keadaan takut, seperti dalam situasi peperangan yang
tidak memungkinkan orang berbicara dengan kalimat lengkap. Maka dalam keadaan
darurat seperti ini jawab syarat yakni kalimat ص لواdihilangkan, agar perhatian
mukhatab terfokus hanya kepada yang belum mereka ketahui saja, yaitu bagaiman
cara shalat dalam keadaan takut, yaitu sambil berjalan kaki ( ) جاال َِرatau ( ُ)ر ْك َباًنا
sambil berkendaraan
Kemudian bila kamu telah aman, maka shalatlah!. Di sini dalam keadaan
aman perintah shalat tidak ditampilkan dengan ( ( ص لواَفMengenal Uslub tetapi
dengan ْ dalam bahwa mengingatkan untuk kiranya, َ َف اذ ُ ُك روا َّلالkeadaan aman,
lakukanlah shalat secara sempurna dengan khusyu' dengan memperhatikan inti
shalat, yaitu mengingat Allah (dzikrullah) Demikianlah ayat yang mengandung hadzf
ini dapat menimbulkan sugesti tentang wajibnya shalat, dalam keadaan apapun,
sebagai ibadah yang dapat membuat manusia merasa dekat serta senantiasa ingat
(dzikir) kepada Maha Pencipta.
1. untuk meringkas atau karena sempitnya konteks kalimat.
2. Terpeliharanya lisan ketika menyebutnya.
3. Li al-hujnah (merasa jijik jika menyebutnya) Jika seseorang merasa jijik
menyebut sesuatu-apakah nama orang atau benda -ia pasti tidak akan
menyebutkannya atau mungkin menggantikannya dengan kata-kata lain
yang sebanding.
4. Li al-ta’mîm (generalisasi), Membuang musnad ilaih pada suatu kalimat
juga mempunyai tujuan untuk mengeneralkan pernyataan. Suatu pernyataan
yang tidak disebut subjeknya secara jelas akan menimbulkan kesan banya
pesan itu berlaku untuk umum (orang banyak).
5. Ikhfâu al-amri ‘an ghairi al-mukhâthab Kadang-kadang seorang mutakallim
ingin merahasiahkan musnad ilaih kepada selain orang yang diajak bicara
(mukhâthab). Untuk itu ia membuang musnad ilaih, sehingga orang lain
tidak mengetahui siapa subjeknya.
C. Pengertian Qashr
Pembagian Qashr
1. Qashr hakiki Qashr hakiki adalah mengkhususkan sesuatu sesuai dengan
kenyataannya, tidak digantungkan pada yang lain. Seperti:
هّٰلِل
ِ ْت َو َما فِى ااْل َر
ض ِ ِ َما فِى السَّمٰ ٰو
“kepunyaan Allah lah segala apa yang ada di langit dan di bumi…” (QS.
2: 284).
Qashr pada ayat itu ditandai dengan mendahulukan kata yang mestinya
diakhirkan, yaitu lafazh “" هللا.Disebut qashr haqîqi, karena berdasarkan
kenyataan yang sesungguhnya, bahwa yang memiliki sesuatu di langit dan
di bumi adalah Allah.
2. Qashr idhofi yaitu mengkhususkan sesuatu berdasarkan sandaran tertentu
(mu‟ayyan). Seperti firman Allah:
هّٰللا
ِ اِنَّ َما ُ اِ ٰلهٌ َّو
اح ٌد
“…Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa …” (QS. 4: 171).
Ayat itu mengandung pengertian, bahwa –berdasarkan keyakinan
orang-orang Kafir, Isa dan Maryam adalah Tuhan – Allahlah Tuhan Yang
Maha Esa. Sehingga Allah hanya bersifat sebagai Tuhan.
D. Pengertian I’tiradh
Yaitu menyisipkan satu ungkapan dalam suatu teks. Seperti yang tampak pada
ayat berikut ini, dengan maksud memberikan penegasan sesuai konteks penyisipan
ْ فَا ِ ْن لَّ ْم تَ ْف َعلُوْ ا َولَ ْن تَ ْف َعلُوْ ا فَاتَّقُوا النَّا َر الَّتِ ْي َوقُوْ ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َجا َرةُ ۖ اُ ِع َّد
ت
َلِ ْل ٰكفِ ِر ْين
Jika kamu tidak mampu membuatnya, dan (pasti) tidak akan mampu, maka
takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang
disediakan bagi orang-orang kafir.
Jumlah mu’taridlah (kalimat sisipan) pada ayat tersebut adalah ( ْتَ ْف َعلُو ) َولَ ْن
yang terletak pada fi’il syarat dan jawabnya sebagai penegasan bahwa mereka tidak
dapat bahkan tidak akan dapat membuatnya.1
E. Pengertian Iltifat
Perpindahan dari bentuk dhamir muhkatab atau ghaib atau mutakallim kepada
bentuk lain, namun dengan syarat diakhirnya kembali pada bentuk yang sama. Itulah
yang disebut Iltifat.
1
Moh. Makinuddin, “Mengenal Ushlub dalam Struktur Kalimat dan Makna”, Jurnal Studi
Islam, Vol. 14, No.02, Agustus 2018, hlm. 171
1. Iltifat dari Uslub ghaib kepada Uslub mengajak bicara (orang pertama pada
kata ganti orang kedua), seperti firman-Nya, Q.S yasiin ayat 22
ََو َما لِ َي ٓاَل اَ ْعبُ ُد الَّ ِذيْ فَطَ َرنِ ْي َواِلَ ْي ِه تُرْ َجعُوْ ن
Artinya : Mengapa aku tidak menyembah (tuhan) yang telah
menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan
dikembalikan?
2. Iltifat dari Uslub mengajak bicara kepada Uslub ghaib (kata ganti orang kedua
kepada orang ketiga) seperti dalam firman-Nya Q.S Al-Kautsar ayat 1-2
F. Fawassil Al-Ayat
Al-Fashilah (Al-Fawashil) adalah kalam (pembicaraan) yang terpisah dari
kalam yang setelahnya, yang terkadang ia di ujung ayat dan terkadang tidak. Dan
Fashilah terletak di akhir penggalan pembicaraan. Ia dinamakan dengan hal itu karena
kalam terputus (berakhir) di tempat itu.2
Di dalam al-Qur’an, Fashilah (al-Fawashil) itu bermacam-macam, di antaranya:
1) Pemisah ayat yang hampir sama (Fashilah mutamatsilah), seperti dalam firman-
Nya:
ِ ۚ ) َوالَّ ْي ِل اِ َذا يَس٣() َّوال َّش ْف ِع ۙ َو ْال َو ْت ۙ ِر٢() َولَيَا ٍل َع ْش ۙ ٍر١(َو ْالفَجْ ۙ ِر
)٤(ْر
2
Syatibi, Ahmad, Balaghah II (Ilmu Ma’ani) Pengantar Memahami Makna Al-Jaman, (Jakarta:,
Terjemahan Center Fak. Adab UIN Jakarta, hal. 12-14.
” Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil, dan
malam bila berlalu.”(QS. Al-Fajr: 1-4) Dan firman-Nya:
) ِبَلْ َع ِجب ُْٓوا اَ ْن َج ۤا َءهُ ْم ُّم ْن ِذ ٌر ِّم ْنهُ ْم فَقَا َل ْال ٰكفِرُوْ نَ ٰه َذا١( ۤق َۗو ْالقُرْ ٰا ِن ْال َم ِجيْد
)٣() َءاِ َذا ِم ْتنَا َو ُكنَّا تُ َرابًا ۚ ٰذلِكَ َرجْ ۢ ٌع بَ ِع ْي ٌد٢( ۚ ٌَش ْي ٌء ع َِجيْب
)١٤(ۙ ٌ) َّواَ ْك َوابٌ َّموْ ضُوْ َعة١٣( ۙ ٌفِ ْيهَا ُس ُر ٌر َّمرْ فُوْ َعة
” Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan, dan gelas-gelas yang terletak
(didekatnya).”(QS. Al-Ghaasyiyah: 13-14)