Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Fi Muqaddimah Wa Muakhirah

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah I’jaz Balaghi


Dosen pengampu:
Zaenatul Hakamah, LC., MA., M.Hum

Oleh:

1. Adi Prasetyo (933805818)


2. Sofian Fakhrudin (933809118)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktu. Tak lupa sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW.
Adapun penulisan makalah ini untuk memenui salah satu tugas mata kuliah
I’jaz Balaghi. Dalam memenuhi tugas tersebut maka penulis menyusun makalah
ini dengan judul Fi Muqaddimah Wa Muakhirah.

Penulis menyadari tanpa adanya dorongan dari semua pihak, mungkin


penulisan makalah ini tidak akan berjalan lancar. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Zaenatul Hakamah, LC., MA., M.Hum selaku dosen pengampu mata
kuliah I’jaz Balaghi.
2. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Semoga Allah SWT selau membalas segala kebaikan mereka dan selalu
memberikan berkah-Nya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan demi
kebaikan makalah ini kedepannya.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan ini mampu memberikan manfaat
bagi kita semua, khususnya bagi para pembaca dan di lingkungan akademis.

Kediri, 04 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN................................................................................................................2
A. Pengertian Mufrad dan Jama’.....................................................................................2
B. Kaidah (Penggunaan) Mufrad dan Jama’ dalam Al-Qur’an.......................................3
BAB III..............................................................................................................................9
PENUTUP.........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Quran adalah mukjizat yang paling agung sampai saat ini.
Kemukjizatannya tidak dapat tertandingi. Bahkan ketika ada beberapa umat
untuk membuat hal yang sama dengannya, tapi tetap saja tidak ada yang bisa
menandinginya. Antara kemukjizatannya yang sampai saat ini terus bertahan
adalah sisi bahasanya yang begitu indah memukau. Susunannya yang teramat
dahsyat, dan selalu memiliki sisi-sisi yang tidak bisa terlewatkan.
Ketika seseorang ingin menafsirkan atau mencari maksud dari al-Qur’an
tentu harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang al-Qur’an dan ilmu
lain sebagai penunjang yang dapat membantu untuk menafsirkannya. Salah
satunya adalah pengetahuan tentang kaidah kebahasaan, termasuk mengenai
mufrad dan jama’.
Dilihat dari segi ilmu nahwu, jama’ adalah isim yang menunjukkan benda
itu berjumlah banyak/lebih dari dua. Sedangkan mufrad adalah isim yang
menunjukkan benda itu berjumlah satu. Dalam studi ulumul Quran, mufrad
dan jama’ yang tertulis dalam ayat-ayat alquran mempunyai maksud dan
tujuan tersendiri dalam penggunaannya. Maka dari itu dalam kesempatan kali
ini penulis akan membahas bagaimana penggunaan mufrad dan jama’ dalam
al-Qur;an.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan mufrad dan jama’?
2. Bagaimana penggunaan mufrad dan jama’ dalam Al-Qur’an?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi tentang mufrad dan jama’
2. Mengetahui tentang penggunaan mufrad dan jama’ dalam Al-Qur’an

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mufrad dan Jama’


Lafadz mufrad dalam bahasa Arab sama artinya dengan singular dalam
bahasa Inggris, yang berarti tunggal (single). Lafadz ini dalam bahasa Arab
biasa digunakan sebagai sebutan untuk isim (kata benda, nomina) yang
menunjukkan arti satu atau tunggal, sepeti sebuah buku, seekor lebah, seorang
manusia dan lain-lain.
Sedangkan lafadz jama’ sama artinya dengan plural dalam bahasa Inggris
yang pada bahasa arab istilah tersebut digunakan untuk menyebut isim yang
menunjukkan arti lebih dari dua. Namun hal ini berbeda dengan istilah jama’
dalam bahasa Inggris. Sebab, dua orang atau dua benda dalam bahasa Inggris
sudah dapat disebut dengan jama’ (plural), sedangkan dalam bahasa Arab yang
menunjukkan arti dua disebut dengan tasniyah.

Jama’ ada dua bentuk :


1. Bentuk jama’ yang mufradnya selamat dari pengubahan. Salim artinya
selamat. Dinamakan Salim, selamat karena bentuk mufradnya selamat dari
pengubahan keika di jamkkan. Jama’ salim terbagi dua : Jama’ Mudzakar
dan jama’ Muannats.
a. Jama’ Mudzakar Salim
Jama’ mudzakar salim adalah bentuk jama’ yang menunjukan benda
lebih dari dua, dengan penambahan pada akhir mufradnya. Yaitu :
 Penambahan wawu dan nun dalam kondisi di marfu’kan.
Contoh : ‫قد افلح المؤمنون‬
 Penambahan ya’ dan nun dalam kondisi dinashabkan dan di
majrurkan.
Contoh : ‫ وهللا عليم با الظالمين‬,‫ان المتقين في جنات ونهر‬

b. Jama’ muannats salim

2
Yaitu setiap isim jama’ yang menunjukan isim muannats lebih dari
dua orang, dengan menambahkan alif dan ta’ pada isim mufrad.
Dinamakan selamat, karena bentuk mufradnya selamat dari
pengubahan. Contoh :1 ‫هند هندات – مسلمة مسلمات‬

2. Bentuk jama’ yang bentuk mufradnya tidak selamat dari pengubahan,


maka dinamakan jama’ taksir. Taksir artinya keadaan terpecah-pecah atau
berserakan. Dinamakan taksir, terpecah pecah karena bentuk mufradnya
tidak beraturan lagi ketika dalam bentuk jama’. 2
Jama’ taksir ialah isim jama’ yang menunjukan lebih dari dua
disertai pengubahan pada bentuk mufradnya ( bentuk mufrad menjadi tak
beraturan ). Dinamakan taktsir ( terpecah-pecah ), karena bentuk
mufradnya sudah terpecah tak beraturan ketika dijama’kan.

B. Kaidah (Penggunaan) Mufrad dan Jama’ dalam Al-Qur’an


Sebagian lafadz Al Qur’an dimufradkan untuk sesuatu makna yang
tertentu dan di jama’kan untuk isyarat yang tertentu, atau diutamakan
jama’nya atas mufradnya, atau sebaliknya.

1. Kata yang selalu disebutkan dalam bentuk mufrad


a. Kata ‫االرض‬

Kita menemukan sebagian lafal di dalam Al Qur’an hanya datang


dalam bentuk mufrad. Dikala dimaksudkan jama’nya, maka dia disebut
dalam suatu bentuk susunan kalimat, yang sangat menarik yang tidak ada
imbangannya, seperti :

       

1
Abdul Lathif, Ensikopedia Komplit Menguasai Shorof Tashrif ( Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2015 ),
hal. 285
2
Ibid, hal. 281

3
“ Allah dialah yang telah menciptakan tujuh langit dan dari bumi
sepertinya...” (Q.S. Ath Thaha : 12)

Kata al-ardh yang terdapat dalam Al Qur’an selalu berbentuk


mufrad, bukan jama’. Sebab orang Arab merasa berat untuk
mengucapkan kata jama’ dari kata al-ardh, yaitu al-ardhun. Oleh sebab
itu, ketika ingin menyebut seluruh lapisan bumi, Allah berfirman,
Allahlah yang menciptakan tujuh langit ( sab’a samawat ) dan seperti itu
pula bumi. Kata al-ardh tetap berbentuk mufrad, sedangkan makna
jama’nya diperoleh dengan menyesuaikan maksud kata sab’a samawat
( tujuh langit ). 3

2. Kata yang selalu disebutkan dalam bentuk jama’

Kita menemukan sebagian lafal di dalam Al Qur’an dalam bentuk jama’,


tidak pernah dalam bentuk mufrad. Di waktu diperlukan lafal mufrad,
dipergunakan muradifnya. Diantaranya yaitu :

a. Kata ‫ألباب‬

Seperti dalam Q.S. az-Zumar : 21

      

“Sesungguhnya pada yang demikian itu, benar-benar terdapat


pelajaran bagi orang-orang yang berakal“. (QS. Az-Zumar: 21).

Kata lubb selalu datang dengan lafal jama’ ( albab ). Lafal albab tidak
pernah disebut mufradnya dalam Al-Qur’an, tetapi muradifnya yaitu
qalb. 4

b. Kata ‫أكواب‬

Seperti dalam QS. al-Ghosyiyah: 14

3
Muhammad ‘Alawi, Samudra Ilmu-Ilmu al-Qur’an (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2003 ), hal. 104
4
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu al-Qur’an ( Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2002 ),
hal. 304

4
  

“Dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya) “. (QS. Al-Ghosyiyah:14).

3. Kata yang digunaka dalam bentuk mufrad dan jama’

Terkadang terdapat juga lafal yang disebut dengan lafal jama’ dan terkadang-
kadang dengan lafal mufrad karena ada hal hal yang menghendakinya.
Contohnya yaitu :

a. Kata ‫سماء‬

Ketika yang di inginkan adalah makna keberbilangan ( lebih dari dua ),


digunakanlah bentuk jama’ ( al-samawat ) yang menunjukan arti banyak
dan luasnya keagungan, Misalnya firman AllaH SWT.

        


“Telah bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan bumi“. (al
Hasyr : 1).

Maksudnya adalah seluruh penduduk langit dalam jumlahnya yang


sangat banyak. Sebaliknya apabila yang dimaksudkan adalah arah ( jihah
) digunakan bentuk mufrad ( al-sama’ ).5 Sebagaimana disebutkan dalam
Al Qur’an

       

“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit


bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu“. (al mulk:
16).

Lafadz “ar-rih” (‫ )الريح‬juga termasuk kategori ini, ia disebutkan dalam


bentuk jama’ dan mufrad. Pemakaian bentuk jama’ dalam konteks
rahmat sedang bentuk mufrad dalam bentuk azab. Disebutkan hikmahnya
ialah bahwa ‫ رياح الرحمة‬atau angin rahmat itu bermacam-macam sifat dan

5
Ibid., 104

5
manfaatnya -dan terkadang sebagiannya berhadapan dengan sebagian
yang lain- diantaranya ada angin semilir yang bermanfaat bagi hewan
dan tumbuh-tumbuhan. Oleh karena itu dalam konteks rahmat ini ia
dijama’kan, .‫ رياح‬Sedang dalam konteks azab “rih” atau angin itu datang
dari satu arah, tanpa ada yang menentang atau menolaknya.6

Ibn Abi Hatim dan yang lain meriwayatkan , Abu Ka’ab berkata : ‘Segala
sesuatu yang disebut dengan ‘Ar-riyah” dalam Qur’an ialah rahmat,
sedang yang disebut dengan “ar-rih” adalah azab. oleh karena itu
tersebutlah dalam sebuah hadis ” Allahumma ij’alha riyahan wa la taj
‘alha rihan”. Jika tidak demikian maka hal itu karena ada hikmah lain.”

4. Lafadz yang senantiasa dimufradkan dan yang senantiasa dijama’kan

Termasuk kelompok ini adalah lafaz “an-nur” yang senantiasa di mufradkan


dan Lafaz “az-zulumat” senantiasa dijama’kan. Juga lafaz “sabil al-haqq”
yang selalu di mufradkan dan “sabil al batil” yang selalu dijama’kan. Ini
karena jalan (sabil) menuju kebenaran itu hanya satu sedang jalan menuju
kebatilan banyak sekali dan bercabang-cabang. Dengan alasan seperti ini
lafaz “walliyul mu’minin” dimufradkan dan “auliya’ul kafirin” dijama’kan,
seperti terlihat dalam:

         


       
         

“Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka


dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang
kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka
daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran)”. (al Baqarah 257) dan:

         


   

6
Muhammad ‘Alawi, Samudra Ilmu-Ilmu al-Qur’an., 105

6
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka
ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena
jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya.“ (al An’am: 153).

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Lafadz mufrad digunakan sebagai sebutan untuk isim (kata benda,
nomina) yang menunjukkan arti satu atau tunggal. Sedangkan lafadz jama’
digunakan untuk menyebut isim yang menunjukkan arti lebih dari dua. Bentuk
jama’ dalam bahasa Arab dapat dibedakan menjadi dua kelompok, pertama
jama’ salim dan kedua yakni jama’ taksir.
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
sebagian ayat al-Qur’an terbentuk dari beberapa kaidah sebagai berikut:

 Lafadz yang berbentuk jama’, ketika mufrad maka merupakan sinonim


dari jama’nya
 Lafadz yang hanya berbentuk mufrad, ketika di maksudkan jama’nya,
maka disebut dalam suatu bentuk susunan kalimat
 Lafadz yang digunakan dalam bentuk mufrad dan jama’.
 Lafadz yang senantiasa dimufradkan dan senantiasa di jama’kan
 Lafadz yang datang dalam bentuk mufrad, tasniyah, dan jama’.

8
DAFTAR PUSTAKA

Alawi, Muhammad. Samudra Ilmu-Ilmu al-Qur’an. Bandung : PT Mizan Pustaka, 2003

Hasbi Ash Shiddieqy, Muhammad. Ilmu-Ilmu al-Qur’an. Semarang : Pustaka


Rizki Putra, 2002

Lathif, Abdul. Ensikopedia Komplit Menguasai Shorof Tashrif. Yogyakarta :


Mitra Pustaka, 2015

Anda mungkin juga menyukai