Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MUBTADA' DAN KHOBAR

Dosen Pengampun :Moh. Holil Baita Putra, M.Pd.I

disusun oleh :

Dewi Safitri

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL HIKMAH

LANGKAB BURNEH BANGKALAN


2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan karya ilmiah tentang "
Mubtada' dan Khobar”.

Tidak lupa juga saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tentunya,
tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, saya menyadari bahwa masih terdapat kekurangan,


baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini.
Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca
agar saya dapat memperbaiki karya ilmiah ini.

Saya berharap semoga karya ilmiah yang saya susun ini memberikan
manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca. Kurang lebih nya saya ucapkan maaf
yang sebesar besarnya.

Bangkalan,11 Januari 2023

Penulis

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR..................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................iii

ABSTRAK.....................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan ..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Mubtada’.............................................................................3
B. Macam-macam Mubtada’.....................................................................4
C. Pengertian Khobar.................................................................................6
D. Hukum Khobar.....................................................................................7
E. Macam-macam Khobar.........................................................................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................11

ABSTRAK

iii
Sintaksis sangat diperlukan dalam memahami teks-teks berbahasa Arab.
Dalam penelitian ini, peneliti membahas tentang salah satu ‘amil yang dapat
merubah atau menghilangkan hukumnya mubtadā’ khabar dan menetapkan
hukum yang lain, yaitu kāna wa akhawātuhā yang merupakan salah satu ‘amil
nawāsikh yang berupa fi’il. Pengamalan kāna wa akhawātuhā adalah merafa’kan
mubtadā’ dan menashabkan khabar. Mubtadā’ setelah dimasuki kāna disebut
ismnya kāna dan khabar setelah dimasuki kāna disebut khabarnya kāna.Penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain penelitian library research. Data
berupa kāna wa akhawātuhā dalam surat Al-Māidah. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini berupa kartu data. Teknik pengumpulan data menggunakan
metode dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan teknik bagi unsur
langsung

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan dalam Al Quran dan sebagian
besar kitab kitab hukum Islam. Dan bahasa yang akan digunakan kelak di akhirat.
Oleh karena itu mempelajari Bahasa Arab merupakan hal yang penting untuk
dapat memahami hukum Islam yang memang pada kenyataannya sebagian besar
ditulis dengan Bahasa Arab.

Kosakata dalam Bahasa Arab sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan


bahasa bahasa yang lainnya, tapi kosakata dalam Bahasa Arab memiliki bentuk
bentuk yang lebih komplek dan sedikit sulit di fahami terutama bagi pemula. Oleh
karena itu penulis berniat untuk mencoba memaparkan tentang salahsatu bentuk
kalimat dalam Bahasa Arab, yaitu Jumlah Ismiyah yang terbentuk dari Mubtada’
dan Khobar.

Mubtada’ dan Khobar adalah bentuk kalimat yang saling berkaitan satu sama
lainnya, sehingga belumlah menjadi kalimat yang sempurna jika kalau mubtada’
belum dilengkapi oleh khobar. Mubtada’ dan Khobar juga memiliki ketentuan
ketentuan yang sudah baku, seperti harus sesuainya antara mubtada’ dan khobar
dalam mufrod, tasniah,jama’nya dan muannats, mudzakkarnya. Pada makalah ini
penulis akan memperdalam pembahasan tentang kesesuaian antara mubtada dan
khobar.

Akhirnya semoga tulisan ini dapat bermanfa’at khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi seluruh ummat islam di seluruh dunia.

1
B. Rumusan Masalah
?’Apa Pengertian Mubtada.1

?'Macam-macam Mubtada.2

?Apa pengertian khobar.3

4.Hukum Khobar?

5.Macam-macam Khobar?

C. Tujuan

1.Untuk mengetahui pengertian mubtada’

2.Untuk memahami pembagian mubtada’

3.Untuk memahami ketentuan mubtada’ dan Khobar

4.Untuk mengetahui Pengertian Khobar

5.Untuk memahami pembagian Khobar

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mubtada

Mubtada’ secara bahasa merupakan bentuk isim maf’ul dari kata ‫اِ ْبتَ َدَأ‬  yang
berarti  “permulaan”. Hal itu sesuai dengan kondisinya yang berada diawal jumlah
ismiyah.Adapun secara istilah mubtada’ adalah isim yang beri’rab marfu’ yang
bebas dari amil-amil lafdhiyah.

Sedangkan Yang dimaksud amil dalam pengertian diatas adalah sesuatu


(faktor) yang mempengaruhi kata, sehingga ia beri’rab rafa’, nashab, jar, ataupun
jazm. Ia mempunyai 2 macam, yakni amil lafdziyah dan amil maknawiyah.

Contoh :
 ٌ‫( اُأْل ْستَا ُذ َم ِريْض‬Ustad itu sakit).
 َ ‫( ْال ُم ْسلِ ُم‬Orang muslim itu saleh).
‫صالِ ٌح‬
 ٌ‫( ْال َولَ ُد نَ ِشيْط‬Anak itu rajin).
Mubtada’ juga dimaksud setiap isim yang berada pada awal kalimat baik
didahului oleh nafyu maupun istifham, contoh (‫د مبتسم‬cccc‫= محم‬Muhammad
tersenyum), contoh didahului oleh nafyu (‫= ما قادم الضيف‬tamu itu tidak datang) dan
contoh isim yang didahului oleh kata Tanya (‫علي‬
ُّ ‫= أ ناجح‬apakah yang lulus adalah
Ali.

Dan hukum isim yang dimulai pada awal kalimat tersebut (‫دأ‬cc‫ )المبت‬adalah
Marfu’ (dibaca akhir katanya dengan harakah dhamma), kecuali apabila isim
tersebut didahului oleh huruf Jarr tambahan atau yang menyerupainya maka
hukumnya secara Lafadznya adalah Majrur namun kedudukannya dalam kalimat
tetaplah Marfu’. Contohnya firman Allah SWT : ‫ وما من إله إال هللا‬kata Ilah pada ayat
tersebut secara lafadznya adalah majrur namun kedudukannya tetaplah Rafa’.

3
Dan Mubtada’ terbagi menjadi dua, yaitu Mubtada’ Sharih (‫ )مبتدأ صريح‬yang
mencakup semua isim dhahir seperti pada contoh di atas, dan juga terdiri dari
Dhamir, contohnya (c‫و مجتهد‬cc‫= ه‬dia bersungguh-sungguh) atau (‫= أنت مخلص‬kamu
ikhlas), yang Kedua adalah Mubtada’ Muawwal (‫ )مؤول‬dari An (‫ )أن‬dan fi’ilnya,
contohnya firman Allah SWT (‫ير لكم‬cc‫وموا خ‬cc‫ )وأن تص‬dan (‫دوكم‬cc‫دوا أرهب لع‬cc‫)أن تتح‬
mubtada’ pada contoh ini adalah An dan Fi’ilnya dita’wilkan menjadi isim
mashdar sebagai mubtada’

B. Macam-macam Mubtada'

Mubtada’ terbagi menjadi dua, Mubtada isim dhahir. Mubtada isim dhamir.

Mubtada dhahir  pembicaraannya sudah disampaikan. Sedangkan


mubtada isim dhomir ada 12.Dan ini juga di namakan Mubtada’ yang
mempunyai khabar. dan Mubtada’ yang tidak memiliki Khabar, akan tetapi
mempunyai isim marfu’yang menempati posisi dari pada khabar, contohnya (‫أنائم‬
‫= الطفل‬apakah bayi telah tidur) Naim adalah mubtada sedangkan Thifl adalah Fa’il
yang menempati posisi khabar, Mubtada’ yang memiliki khabar haruslah terdiri
dari isim dhomir atau dhahir ataupun yang telah dita’wilkan menjadi mashdar
yang sharih, sedangkan mubtada’ yang tidak memiliki khabar tidak boleh
menta’wilkannya dan penggunaanya haruslah selalu disertai dengan Nafyu atau
istifham.
Adapun Isim marfu’yang terletak setelah mubtada’ yang tidak memiliki
khabar yang dibarengi oleh Nafyu atau istifham maka kedudukannya dalam I’rab
kalimat adalah sebagai berikut:
Apabila menunjukkan kepada sifat yang tunggal dan setelahnya adalah isim
yang tunggal contohnya (‫ )أ مسافر الرجل‬atau (‫ )ما محبوب الكسول‬maka I’rabnya ada dua
kemungkinan yaitu :
Sifat yang pertama setelah istifham (musafir) adalah mubtada’ dan setelahnya
adalah Fa’il karena letaknya setelah Isim Fa’il, atau Naib Fa’il apabila terletak
setelah isim maf’ul, keduanya marfu’menempati kedudukan khabar.

4
Sifat yang pertama (musafir) adalah khabar yang didahulukan (khabar
muqaddam) sedangkan kata (rajul) adalah mubtada yang diakhirkan (mubtada
muakkhar).
Apabila sifat yang pertama menunjukkan pada isim tunggal kemudian
setelahnya adalah Mutsanna (yang menunjukkan bentuk dua) atau Jamak, maka
sifat yang pertama adalah mubtada’ dan isim setelahnya tersebut adalah Fa’il atau
naib fa’il yang menempati posisi khabar, contoh (‫ )ما مهمل الطالبان‬dan (‫وب‬cc‫ما محب‬
‫ )المقصرون‬kata Muhmil adalah mubtada’ sedangkan thalibani adalah Fa’il karena
terletak setelah isim Fa’il, dan kata Mahbub adalah mubtada’ sedangkan
Muqshirun adalah Naíb Fa’il karena terletak setelah Isim Maf’ul.
Apabila sifat yang pertama berbentu dua (mutsanna) atau Jamak dan
setelahnya adalah mutsanna atau jamak maka isim yang pertama adalah khabar
yang didahulukan (khabar muqaddam) dan isim yang setelahnya adalah mubtada’
yang diakhirkan (mubtada’ muakkhar), contohnya (‫ )أ مسافران الضيفان‬dan (‫ما مقصرون‬
‫)المجتهدون‬, kata musafirani dan muqshirun adalah khabar muqaddam sedangkan
dhaifani dan mujtahidun adalah Mubtada’ muakkhar.
Apabila dilihat dari contoh-contoh di atas dapat dilihat perbedaan kedudukan
mubtada’ yang kadang didahulukan (mubtada’ muqaddam) dan kadang diakhirkan
(mubtada’ muakkhar), kesemuanya itu mempunyai aturan yang wajib didahulukan
maupun boleh didahulukan.
a. Wajib mendahulukan dan Wajib menghilangkan Mubtada
Mubtada’ itu wajib didahulukan apabila:
 Isim yang mempunyai kedudukan sebagai pendahuluan di dalam
kalimat, seperti isim syarat, atau istifham atau Ma yang menunjukkan
ketakjuban, contohnya (‫ه اللغوية‬cc‫عر ينم ثروت‬cc‫رأ الش‬cc‫يق‬ ‫ = من‬barangsiapa
yang membaca syair maka akan bertambah kekayaannya dengan
bahasa), kata Man di sini adalah mubtada’ yang harus di dahulukan
karena posisinya dalam kalimat sebagai pembukaan dan pendahuluan,
 Mubtada’ yang menyerupai isim syarat
 Isim tersebut haruslah disandarkan kepada isim yang menempati
posisi dan kedudukan kata pendahuluan,

5
 Apabila khabarnya adalah jumlah fi’liyah dan fa’ilnya adalah dhamir
yang tersembunyi yang kembali kepada mubtada.'
 Isim tersebut haruslah disertai dengan huruf Lam untuk memulai atau
Lam tauwkid.
 Mubtada’ dan khabarnya adalah Ma’rifat atau kedua-duanya nakirah
dan tidak adanya kata yang menjelaskannya.
 Mubtada’ teringkas khabarnya oleh Illa atau Innama.
Selain dari tujuh masalah di atas, maka boleh mendahulukan atau
mengakhirkan mubtada'.

b. Mubtada’ wajib dihilangkan dalam hal-hal sebagai berikut:


 Apabila mubtada’ ikut kepada Sifat yang marfu’ dengan tujuan memuji
atau menghina atau sebagai rasa iba dan sayang.
 Jika menunjukkan jawaban terhadap sumpah
 Jika khabarnya adalah mashdar yang mengganti fi’ilnya.
 Jika khabarnya dikhususkan pada pujian atau cercaan setelah kata Ni’ma
(‫ )نعم‬dan Bi’sa (‫ )بئس‬dan terletak diakhir.

C. Pengertian Khabar

Khobar merupakan sesuatu yang menyandarkan maknanya kepada


Mubtada, oleh karenanya Khobar selalu harus mengikuti Mubtada dalam segi
bilangan dan jenisnya

Sebagaimana telah dijelaskan di atas mengenai Jumlah Ismiah (‫ة‬cc‫الجمل‬


‫ )االسمية‬yang terdiri dari dua bagian yang memberikan petunjuk serta pemahaman
kepada pendengar agar diterima. Para pakar Nahwu menyebut bagian pertama dari
jumlah ismiah ini dengan Mubtada karena ia adalah bagian yang dimulai dalam
pembicaraan, sedangkan bagian keduanya dinamakan Khabar karena ia
memberitahukan keadaan yang ada pada mubtada, dan bisa saja terdiri dari segala

6
bentuk sifat baik ia isim fa’il, atau maf’ul ataupun tafdhil, contohnya, (‫)محمد فاضل‬
dan (‫)علي محبوب‬.

D. Hukum Khabar

Para ahli nahwu menyebutkan hukum dari pada khabar adalah sebagai
berikut:

 Wajib merafa’ (memberi harakah dhamma) khabar, penyebab khabar itu


marfu’adalah mubtada , contohnya (‫ريم‬cccc‫ )أنت ك‬Karim adalah khabar
marfu’disebabkan oleh mubtada
 Khabar pada dasarnya haruslah nakirah, contohnya (‫ )محمد فاضل‬fadhil adalah
nakirah dan ia khabar mubtada.
 Khabar haruslah disesuaikan atau ikut kepada mubtada dari segi tunggalnya
atau tasniyah (bentuk duanya) ataupun jamak.
 Boleh menghilangkan khabarnya apabila ada dalil yang menunjukkan
kepadanya, dan masalah ini nanti akan dibahas pada pembahasannya.
 Wajib menghilangkan khabarnya, masalh ini pun akan dibahas nanti pada
pembahasannya.
 Khabar boleh banyak dan beragam sedangkan mubtadanya hanya satu,
contohnya (‫ )محمد ذكي فطن‬zakiyun dan fithn adalah khabar mubtada.
 Boleh dan wajib didahulukan khabar dari pada mubtada, dan pembahasan ini
pun akan di bahas pada pembahasannya.

E. Macam-macam Khabar

:Khabar terbagi menjadi tiga, yaitu

 Khabar Mufrad (‫رد‬cc‫)المف‬, khabar yang bukan berbentuk kalimat atau yang
menyerupai kalimat, akan tetapi terdiri dari satu kata baik menunjukkan pada
tunggal atau mutsanna (bentuk dua) ataupun jamak, dan harus disesuaikan

7
dengan Mubtada dalam pentazkiran (berbentuk muzakkarf=lk) atau ta’nis
juga dalam bentuk tunggal, mutsanna dan jamak. Contoh (‫= القمر منير‬bulan
bersinar), (‫= الطالبة مؤدبة‬pelajar pr itu sopan
 Khabar Jumlah (‫جملة‬kabar (‫مية‬cc‫ )اس‬maupun fi’liyah (‫)فعليه‬. Contoh khabar
jumlah ismiah (‫= الحديقة أشجارها خضراء‬taman itu pepohonannya berwarna hijau)
atau (‫= الثوب لونه ناصع‬pakaian itu warnanya bersih), Atsaub =adalah mubtada
pertama, Lawn=Mubtada kedua dan mudhaf, dhamir Hu=mudhaf ilaih,
Nashi’=khabar mubtada kedua, Jumlah dari mubtada kedua dan khabarnya
menempati posisi rafa’ yaitu khabar dari mubtada pertama.
 Khabar syibhu jumlah (‫)شبه الجملة‬, khabar yang bukan mufrad atau jumlah
akan tetapi menyerupai jumlah, terdiri dari Jarr wal majrur (‫ )جار ومجرور‬dan
dharf =kata keterangan,(‫)ظرف‬. Contoh khabar dari jar wal majrur (‫الكتاب في‬
‫= الحقيبة‬buku di dalam tas), (‫= الماء في اإلبريق‬air di dalam teko.

a. Khabar wajib di dahulukan dari mubtada dalam keadaan sebagai


berikut:
 Apabila mubtada nya adalah isim nakirah yang semata-mata tidak untuk
memberitahukan dan khabarnya adalah jar wal majrur atau dharf,
contohnya (‫= في المدرسة معلمون‬di sekolah ada para guru), (‫يف‬c‫= عندنا ض‬ada
tamu). Jika mubtadanya nakirah dengan maksud untuk memberitahukan
maka hukumnya boleh didahulukan atau pada tempatnya semula,
contohnya (‫)صديق قديم عندنا‬.
 Jika khabarnya adalah istifham (kata Tanya) atau disandarkan pada kata
Tanya, contohnya (‫= كيف حالك‬bagaimana kabarmu.
 Apabila ada dhamir yang berhubungan atau bergandengan dengan
mubtada sedangkan kembalinya dhamir tersebut kepada khabarnya atau
sebagian dari khabarnya, contohnya, (‫ة طالبها‬cc‫= في المدرس‬di sekolah ada
murid-murid-nya.
 Meringkas khabar mubtada dengan Illa (‫ )إال‬atau Innama (‫)إنما‬, contohnya, (
‫= ما فائز إال محمد‬tiada yang menang kecuali Muhammad.

8
b. Adapun tempat-tempat dimana khabar itu wajib dihilangkan adalah
sebagai berikut:
 apabila mubtadanya adalah isim yang sharih yang menunjukkan pada
sumpah, contohnya (‫= لعمرك ألشهدن الحق‬demi hidupmu saya bersaksi dengan
kebenaran), khabarnya wajib dihilangkan, asalnya adalah (‫)لعمرك قسمي‬.
 Khabarnya menunjukkan pada sifat yang mutlak artinya sifat tersebut
menunjukkan akan keberadaan dari sesuatu, dan hal itu terdapat pada kata
yang bergandengan dengan jar majrur atau dharf, contohnya (‫الماء في اإلبريق‬
=air berada di dalam teko), (‫= الكتاب فوق المكتب‬buku berada di atas meja),
yang menunjukkan khabarnya telah dihilangkan yaitu (‫)موجود‬. Dan apabila
mubtadanya terletak setelah Lau la (‫وال‬cc‫ )ل‬maka khabarnya yang berarti
keberadaan pun wajib dihilangkan, contohnya (‫يارة الطفل‬cc‫دمت الس‬cc‫وال هللا لص‬cc‫ل‬
=jika tidak ada Allah, maka mobil akan menabrak anak itu), khabar yang
dihilangkan adalah kata (‫ )موجود‬pada contoh ini.
 Jika mubtadanya adalah mashdar atau isim tafdhil yang disandarkan pada
mashdar dan setelahnya bukanlah khabar melainkan hal yang menduduki
tempatnya khabar, contohnya (‫= تشجيعي الطالب متفوقا‬saya mendukung pelajar
yang berprestasi), (: ‫عا‬cc‫د خاش‬cc‫الة العب‬cc‫ل ص‬cc‫= أفض‬sebaik-baik shalatnya sorang
hamba dalam keadaan khusu’) asalnya adalah (‫)أفضل صالة العبد عند خشوعه‬.
 Khabarnya terletak setelah huruf Wau (‫ )واو‬yang berarti dengan/bersama (
‫)مع‬, contohnya, (‫= كل طالب وزميله‬semua pelajar bersama kawanya), wau di
sini berarti bersama sehingga khabarnya dihilangkan, dan khabar yang
dihilangkan adalah kata (‫)مقرونان‬

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Mubtada’ secara bahasa merupakan bentuk isim maf’ul dari kata ‫اِ ْبتَ َدَأ‬ yang
berarti  “permulaan”. Hal itu sesuai dengan kondisinya yang berada diawal jumlah
ismiyah.Adapun secara istilah mubtada’ adalah isim yang beri’rab marfu’ yang
bebas dari amil-amil lafdhiyah, Sedangkan Yang dimaksud amil dalam pengertian
diatas adalah sesuatu (faktor) yang mempengaruhi kata, sehingga ia beri’rab rafa’,
nashab, jar, ataupun jazm. Ia mempunyai 2 macam, yakni amil lafdziyah dan amil
maknawiyah.
Mubtada’ terbagi menjadi dua, Mubtada isim dhahir. Mubtada isim dhamir.
Mubtada dhahir  pembicaraannya sudah disampaikan. Sedangkan mubtada isim
dhomir ada 12.Dan ini juga di namakan Mubtada’ yang mempunyai khabar, dan
Mubtada’ yang tidak memiliki Khabar, akan tetapi mempunyai isim marfu’yang
menempati posisi dari pada khabar, contohnya (‫= أنائم الطفل‬apakah bayi telah tidur.
Khobar merupakan sesuatu yang menyandarkan maknanya kepada Mubtada,
oleh karenanya Khobar selalu harus mengikuti Mubtada dalam segi bilangan dan
jenisnya.
Khabar Mufrad adalah khabar yang bukan berbentuk kalimat atau yang
menyerupai kalimat, akan tetapi terdiri dari satu kata baik menunjukkan pada
tunggal atau mutsanna (bentuk dua) ataupun jamak.
Khabar Jumlah (‫جملة‬kabar (‫ )اسمية‬maupun fi’liyah (‫)فعليه‬. Contoh khabar
jumlah ismiah (‫= الحديقة أشجارها خضراء‬taman itu pepohonannya berwarna hijau.
Khabar syibhu jumlah (‫)شبه الجملة‬, khabar yang bukan mufrad atau jumlah
akan tetapi menyerupai jumlah, terdiri dari Jarr wal majrur (‫ )جار ومجرور‬dan dharf

10
=kata keterangan,(‫)ظرف‬. Contoh khabar dari jar wal majrur (‫= الكتاب في الحقيبة‬buku
di dalam tas), (‫= الماء في اإلبريق‬air di dalam teko.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar , K . H . Moch. Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Ajrumiyah dan


‘Imrithy. Bandung: Sinar Baru Algesindo , 2007.
Djuha , Djawahir . Tata Bahasa Arab (Ilmu Nahwu) Terjemahan Matan Al-
Ajrumiyah. Bandung : Sinar Baru Algesindo , 2007
Djupri , Ghaziadin . Ilmu Nahwu Praktis. Surabaya : Apollo.

11

Anda mungkin juga menyukai