Anda di halaman 1dari 53

Riwayah

Majalah Komunitas

GRATIS

Edisi 1/Thn 1/Bln 4/1435H

Al-Albani :

Muhadits Tanpa Sanad?

Ulama Nusantara :
Zubair bin Ahmad Al-Fulfulani

Kata Pengantar
dari

Syaikh Akram
Ziyadah

Majalah Komunitas Grup Majelis Sama, Ijazah dan Biografi Ulama

Apa Faidah Ijazah


Hadits?

Ijazah Hadits Syaikh


Bin Baz

Ijazah Umar Hamdan


Kepada Murid-Murid

Telah jelas dan diketahui


bersama oleh kalangan ahli ilmu
tentang banyaknya faidah dan
keutamaannya.

Membahas tentang ijzah Hadist


Syaikh Bin Baz beserta guru-guru
beliau

Membahas tentang ijazah yang


diberikan oleh Syaikh al-Allamah alMusnid Umar bin Hamdan bin Umar
bin Hamdan al-Makki al-Madani

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

DAFTAR ISI

Adab Muhaditsin
Jika hendak menyampaikan hadits, Imam Malik mandi, membakar kayu wangi dan memakai minyak wangi. Jika ada
yang mengeraskan suaranya di majelis beliau, beliau berkata: Allah Taala berfirman,

Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi (al-Hujarat 2). Barangsiapa yang mengeraskan suaranya terhadap hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam, seakan-akan dia mengeraskan
suaranya diatas suara Rasulullah shallallahualaihi wasallam.
(Tahdzib al-Asma wa al-Lughat 2/76)

Sajian Edisi Ini


Pengantar Redaksi
Sambutan Syaikh Akram Ziyadah

Ilmu Hadits Dasar


Thuruq at-Tahammul dan Shighah al-Adaa

Biografi Ulama Nusantara


Zubair bin Ahmad Al-Fulfulani Kepadanya
al-Fadani Membaca Al-Aqidah AlWasithiyyah
Al-Muqri Asy-Syaikh Zaini Bawean Al-Makki

Ijazah

Istilah Ilmu Riwayah


Kitab Al-Atsbaat

Ijazah Syaikh Umar Hamdan al-Mahrasi


Kepada Murid-Muridnya

Kajian Utama

Masail

Imam al-Albani Muhadits Tanpa Guru dan


Sanad?

Apa Faidah Ijazah Hadits ?

Ulama & Sanadnya

Biografi Ulama
al-Allamah Muhammad al-Zamzami alGhumary : Jalan Kepada Sunnah
Abdullah bin Shadaqah Dahlan Al-Qaruti

Nasihat dan Wasiat Ulama

Syaikh Abdul Aziz bin Baz


Syaikh Muhammad Basyir Ibrahimi

Esiklopedi
Al-Mubarakfuri

Nasihat Syaikh Abdurrahman Al-Muallimi


Tentang Hakikat Hawa Nafsu

Faidah Kitab

Rihlah Ulama

Tsabat Abu Bakar Khuwaqir

4 Sekawan Dalam Perjalanan

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

DARI REDAKSI

Pengantar Redaksi

lhamdulillah, setelah sekian lama akhirnya


terlaksana cita-cita kami menerbitkan

Penerbit :

majalah komunitas yang khusus membahas

Grup Majelis Sama, Ijazah dan Biografi Ulama

biografi ulama dan sanad-sanad periwayatan

mereka. Walaupun disertai banyak kekurangan


disana-sini, tapi kami berharap semoga majalah ini

Tim Redaksi :

Abu Abdillah Rikrik Aulia as-Surianji, Firman Hidayat


Marwadi, Abu Rifki Fauzi Junaidi LC, Abdussalam bin
Hasan al-Makasari,Tommi Marsetio, Habibi Ihsan
al-Martapuri.

bermanfaat bagi mereka pencari ilmu, para pecinta


ulama, dan bagi kaum muslimin pada umumnya.
Tujuan baik yang kami ingin capai dengan
diterbitkannya majalah ini:

Layout dan Desain :

Memperkenalkan kepada kaum muslimin

Randy Yanuar Alam Ghazali

khususnya di Indonesia, ulama mereka,


Sumbangan kecil kami kepada ilmu sejarah dan

Alamat Redaksi

Parahyangan Kencana Blok D2 no. 54, Cangkuang


Kab. Bandung

biografi,
Memperkenalkan ilmu hadits terutama dalam
hal periwayatan
Membersihkan biografi ulama dari kisah-kisah

E-mail :

palsu dan khurafat

antisejarah@gmail.com

Untuk edisi perdana ini, kami telah mengirim surat


kepada guru kami, Syaikhuna al-Musnid al-Habib

Facebook :

Akram bin Muhammad Ziyadah al-Atsari hafizahullahu

https://www.facebook.com/groups
/362707183839087/

untuk memberikan sambutan dan pengantarnya. Dan


Alhamdulillah beliau menyambut baik rencana kami
ini, dan mengirimkan kepada kami kata pengantar

Donasi :

dan sambutannya. Begitu pula beberapa guru kami

BRI (an. Novi Ariandini)


No. Rek. 0544-01-006294-53-8
Konfirmasi SMS ke 087746600300 dengan format :
Donasi*Nama*Jumlah Donasi

yang lain, mereka menyambutnya dengan gembira


dan berjanji akan mengirimkan sambutannya kepada
kami, hanya saja sampai diterbitkannya majalah ini,
risalah mereka belum sampai dikarenakan kesibukan
dan lain sebagainya.
Mudah-mudahan Allah memberkahi usaha kita
ini, dan menjadikannya mizan kebaikan di hari
penghisaban.

REDAKSI

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

Sambutan

Fadhilatusy Syaikh al-Musnid

Akram Ziyadah al-Atsari


Hafidzahulloh

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

KATA SAMBUTAN
Waalaikumussalam Warohmatullohi
Wabarokatuh.
Wabadu :
Wahai Saudaraku yang mulia, sungguh
menggembirakan diriku risalahmu itu, serta
memberikan rasa keberuntungan yang mendalam
dalam diriku; tentang ilmu riwayat, ilmu hadits, dan
sanadnya, karena terdapat di negerimu orangorang yang mencurahkan pikiran dan perhatiannya
kepada hal tersebut. Hingga aku pun bergegas
untuk menuliskan suatu mukaddimah umum yang
berkaitan dengan majalah kalian ini yang aku ambil
dari mukaddimah kitabku Mujamu Suyukhi Thobary,
sekaligus berharap hal ini memenuhi keinginan kalian
dan sesuai dengan tujuan yang kalian sebut dalam
risalah. Semoga Allah memberikan taufik kepada
kami dan kalian pula untuk melazimi ketaatan dan
berkhidmat kepada agamaNya.
Wassalamualakum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Bismillahirrahmanirrahim.
Sungguh, di antara kesempurnaan nikmat yang
Allah berikan kepada hambaNya yang beriman,
bahwa Dia menggoreskan keimanan di hati serta
menghiasinya, serta merta pula menanamkan rasa
benci terhadap kekafiran, kefasikan dan kemaksiatan
sehingga dengan itu semua mereka
termasuk
orang-orang yang mendapat petunjuk. Dan di antara
penyempurna nikmat tersebut terhadap kalangan
tertentu, yaitu dengan bersemainya rasa cinta
terhadap ilmu, yang kemudian mereka perbagus
dengan pengamalan, suatu hal yang merupakan
pondasi yang kokoh dalam iman. Sebab ijmanya
ahlussunnah wal-jamaah bahwa iman itu adalah
terdiri dari ucapan, perbuatan dan Itiqad, bertambah
dengan adanya ketaatan dan berkurang disebabkan
kemaksiatan dan kesalahan. Dan sesungguhnya
sepaling mulia ilmu adalah ilmunya para Nabi
alaihimussalam. Dan sepaling mulia para Nabi secara
mutlak yaitu Sayyidul Anam Muhammad Shollallahu
alaihi wasallam yang kepadanya tercurah seutama
sholawat dan sepaling suci salam. Dan sepaling
mulia ilmu yang beliau wariskan terhadap ummatnya
yaitu adz-dzikr (Al-Quran) yang Allah menjamin
terpeliharanya, menurunkannnya sebagai wahyu
yang berasal dariNya langsung, ruh bagi perintahnya,
memberikan petunjuk dengannya terhadap orang
yang mengikuti keridhaannya dengan menjalani
jalan-jalan keselamatan, mengeluarkan mereka dari

kegelapan kepada cahaya dengan izinNya, menunjuki


mereka ash-shirath al-mustaqiim, dia lah adz-dzikrul
hakim, Al-quran al-adzim yang membacanya adalah
ibadah. Baru selanjutnya al-bayan al-mubayyin,
penjelasan yang memberikan kejelasan bagi segala
ketentuan yang ada di dalamnya, sebagaimana
dinyatakan sendiri oleh yang menurunkannya serta
pemeliharanya Subhanahu, Dan telah kami turunkan
kepadamu adz-dzikr untuk memberikan penjelasan
kepada manusia apa-apa yang telah dia turunkan
kepada mereka, semoga kalian berfikir (An-Nahl: 44)
Manakala Adz-dzikr yang adalah kalamullah
dengan semua lafadz dan maknanya terpelihara
dengan pemeliharaanNya Subhanahu Wa taala. Maka
dipeliharalah adz-dzikr ini di banyak dada selain di
antara tulisan-tulisan, sekiranya Allah menjadikan
adz-dzikr adalah al-quran dan As-sunnah sebagai
penjelasnya. Lalu memilih di antara hambahambanya yang terpilih dari kalangan muhajirin dan
anshor serta mereka-mereka yang mengikut mereka
dengan kebaikan diseluruh masa dan tempat, para
pria perwira yang membawanya untuk manusia
seluruhnya di berbagai daerah dan tempat. Ini
karena sahabat menyaksikan langsung turunnya
Adz-dzikr serta mendengar penjelasannya sehingga
bisa dikatakan mereka adalah saksi yang memang
menyaksikan. Dengan penyampaian mereka kepada
para mukallaf, penjelasannya terhadap yang tidak
tahu maksudnya, mereka telah menjunjung perintah
Nabi mereka yang bersifat al-amiin, Hendaklah yang
menyaksikan, menyampaikannnya kepada yang
tidak menyaksikan. Selain dari mereka menjadi
pembuktian firman Tuhan mereka yang Maha Besar,
Mereka-mereka yang menyampaikan risalah-risalah
Allah serta memiliki rasa takut kepadaNya, dan
mereka tidak takut terhadap siapapun kecuali kepada
Allah, dan cukuplah Allah sebagai penghisab (Alahdzab: 39), mereka sebagai pentafsir dan pemberi
penjelasan, baik dengan sifat segeranya Dalam
menyampaikan wahyu, atau dengan memberikan
jawaban terhadap mereka yang bertanya tentang
maksudnya, Dan yang termasuk kesempurnaan
penjelasan bahwa Nabi langsung memberikan
penjelasan yang semua itu berasal dari wahyu dari
Allah Tabaraka wa Taala, baik dengan melalui Ar-rasul
al-amin Jibril alaihis salam atau dengan ilham dan
ikrar serta pengokohan dalam ijtihad dikesempatan
yang lain, atau dengan pengarahan dan pembenaran
dikesempatan yang lain lagi.

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

KATA SAMBUTAN
Para Sahabat Radhiyallohu Anhum betulbetul menekuni ilmu tentang penjelasan AlQuran ini sebagaimana mereka menekuni dalam
mendengarnya langsung. Dan ketika perintah dakwah
serta penyampaiannya merekapun menyampaikan
penjelasannya (tafsirnya) sebagaimana mereka
mengajarkan At-tanziil (al-quran) . Ini sebagaimana
isyarat dari Imam Al-Muqrii Abu Abdirrahman
As-Salmaa, Petunjuk dan pengajaran dari para
sahabat kepada para Tabiiin yang besar. Adalah
pemuka mereka para khalifah yang empat, lalu
menyusul Abdullah Ibnu Masud, sang tinta dan lautan
Turjumanul Quran Abdullah Ibnu Abbas, Abdullah
ibnu Umar, Ummul Muminin Aisyah, Ubay ibnu Kab,
pemuda yang cerdas dan amanah Zaid bin Tsabit
hingga seluruh sahabat Radhiyallohu Taala anhum
ajmain .
Berlanjut dengan masa tabiin mereka pun
mengambil at-tawil (penjelasan) itu sebagaimana
mereka telah mengambil at-tanziil (al-quran) , baik
secara tulisan, atau pun secara langsung. Hingga
sampainya masa munculnya kemunafikan, para
pengasas kebidahan, penolakan terhadap ittiba, halhal yang diminculkan para ahlul kalam dan manthiq
yang kosong tak berharga, dari para penyembah
salib, Uzair, api, cahaya dan terang, mereka-mereka
yang lupa dengan pertolongan Islam, mereka yang
telah mengotori hidung-hidung mereka yang ada di
Khaibar, Qaadisiyah, dan Yarmuk. Serta munculnya
para pembenci sahabat yang mulia dengan sebab
hasad mereka menuduh para sahabat sebagai para
pengkhianat dalam menyampaikan dakwah, atau
tuduhan menyembunyikan sesuatu, atau tuduhan
kebodohan serta lemah dalam fahaman, atau
beralasan menolong ilmu serta Ulama Batin Para
Imam Ahlul Bait yang mashum -dalam sangkaan
mereka- atau alasan menolong gamisnya Utsman dan
kedudukan serta menghancurkan kaum khawarij.
Maka dalam hal ini adalah suatu kemestian untuk
mengenal siapa yang bersifat buruk di antara yang
bersifat baik, mengenal yang mempunyai kerancuan
di antara yang bersifat dhobith dan kokoh, mengenal
yang fasik ahli bidah diantara yang adil dan mengikut
(ittiba), hingga akhirnya berdirilah pasar jarh dan
tadil, membawa benderanya setiap yang alim
mengamalkan serta cerdas, membela para sahabat
dan tabiiin, membela manhaj dan dakwah mereka,
baik dengan pedang ataupun anak panah, dengan
badan dan lisan, dengan hujjah dan penjelasan,

hingga jadilah para ahli ilmu berbeda dengan yang


selain mereka dengan adanya sanad-sanad yang
mereka miliki. Mereka melakukan perjalanan
berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun
bahkan berpuluh tahun. Ini semua mereka lakukan
untuk memperolah sanad yang aaly (tinggi), selain
dari upaya mengumpulkan dan menyebarkannya.
Ini semua berguna sebagai alat untuk mengetahui
yang buruk di antara yang baik dari para perawi,
yang adil dan dhabith di antara yang bodoh dan
rendah. Hingga jadilah para Imam yang dikenal
dengan pengetahuan mereka tentang rijaal sanad
baik secara kunyah, nama dan gelar, atau tentang
kehidupan dan wafatnya, atau tentang nasab, status,
dan walanya, atau tentang tempat tinggal, kediaman,
dan ribathnya, atau tentang rihlah, tempat tinggal
sementara dan negerinya, atau tentang perjumpaan,
sama dan penyampaiannya, atau tentang
munawalah, ijazah dan wijadahnya, atau juga tentang
musyafahah, hafalan dan pengimlaannya, juga
tentang tulisan, penampakan dan pengkhabarannya.
Mereka telah mewariskan kepada kita,
kelompok sebelum dan sesudah kita dengan saripati
kesungguhan, kesimpulan bahasan, beningnya
pengetahuan mereka tentang nama-nama rijal
dan gelar mereka, nasab dan negerinya, lahir dan
wafatnya, tingkatan dan martabatnya, Guru dan
murid-muridnya, serta hal mereka dalam pentadilan
dan pentajriihan, yang semua itu dilakukan dengan
timbangan yang lebih teliti dibanding timbangan
emas serta dilakukan bukan untuk celan manusia
tapi keridhoan Tuhannya Manusia dan Jin selain dari
menjadi tameng dari lontaran waswasnya setan yang
menyerang ganas.
Dalam hal ini telah berdiri tegak para
muhaqqiqiin, dari para Ulama Diin untuk mengulas
riwayat (tarjamah) kehidupan para Imam yang mulai
itu, yaitu mereka-mereka yang membawa panjipanji sunnah, hadits dan atsar, buat menampakkan
keutamaan dan catatan hal ihwal mereka, sehingga
periwayatan dan penaqalan yang mereka bawakan
bisa dipercaya. Mereka juga mengulas riwayat
kehidupan para Imam yang tercela, yang mereka
mengotori agama Islam ini dengan ragam kebidahan,
hal yang meragukan dan membimbangkan, agar
manusia menjauhi keburukan itu serta menolak
buruknya tipu daya mereka.
Dalam hal ini beragamlah jenis kitab jarh yang
disusun secara khusus : Kitab yang disusun berisi

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

KATA SAMBUTAN
tarjamah periwayat yang dhoif dan matruk, atau
yang majruuh dan mukhlaath. Ada juga kitab yang
hanya berisi pentadilan berupa tarjamah periwayat
yang tsiqah (terpercaya), aadil serta mempunyai
kekokohan dalam hapalan. Ada pula kitab-kitab yang
mengandung dua perkara tersebut sekaligus, yaitu
penjarahn dan pentadilan. Juga kitab-kitab yang
lebih memperhatikan masalah nama dan kunyah
periwayat, atau yang menonjolkan kelahiran dan
wafatnya, atau martabat dan thobaqahnya, serta
hal-hal yang lainnya berupa perjalanan hidup dan
cerita-cerita kehidupannya, ataupun rihlahnya,
tempat singgah dan mukimnya. Atau yang menyoroti
tentang Guru-guru dan murid-murid para periwayat
itu, illat-illat, ijazah, jalan periwayatan, ataupun
masyikhah mereka.
Para ahli ilmu telah menaruh perhatian terhadap
riwayat hidup Guru-guru mereka, atau terhadap
mereka-mereka yang riwayatnya mereka ambil,
misalnya kitab Bahrud Dam, kitab Al-asaama
wal-kunaa dan selain keduanya karya Imam Ahmad
seperti kitab Tarikh Al-kabiir dan Tarikh Ash-shoghir
karya Imam Bukhary, juga kitab Al-Kunaa wal-Asmaa,
al-munfaridaat wal-wihdaan, dan At-tamyiiz karya
Imam Muslim bin Hajjaj. Ada juga kitab Ats-tsiqaat
dan Al-majruuhin karya Ibnu Hibban.

muqtana fie Sardil Kuna karya Adz-dzahabi juga,


Al-ishobah fie marifatish Shohabah karya Hafidz
Ibnu Hajar al-asqalany, Thobaqatul Huffadz karya
As-suyuthi, Maulidul Ulama wa wafayatihim karya
Abu Zaid Ar-ribiy, Al-maqshadul Arsyad fie dzikri
Ashhabi Ahmad karya Ibnu Muflih Al-Hanbali, dan
yang terakhir kitab Rijaalu Tafsiri Ath-thobary karya
Al-hallaq.
Semua yang telah kita sebutkan itu merupakan
bukti yang jelas tentang perhatian umat kita
sepanjang masa dan di mana saja berada tentang
tarjamah para Ulama dengan tujuan mengenal
sanad-sanad dan periwayatan mereka. Karena inilah
rencana kalian sebagaimana telah kalian sebutkan
insya Allah akan menjadi tatimmah (penyempurna)
bagi kesungguhan orang-orang sebelum kalian, dan
suatu halqah yang menyampaikan kepada orangorang yang akan menyusul jejak langkah kalian. Allah
memberikan taufik dan riayahnya kepada kalian.
Walhamdulillahi Rabbil Alamiin.

Selain itu ada juga kitab yang jenisnya untuk


perawi-perawi kitab-kitab hadits yang setiap kitab
ditentukan buat kitab hadits tertentu semisal kitab
tarjamah Rijaalu Shohihil bukhary karya Abu Nashr
Al-kalabadzy, Rijaalu Muslim karya Abu Bakar
Al-Ashbihany, Waman rawa anhum Bukhary karya
Abu Ahmad bin Ady al-jurjany, Tasmiyatu man
akhrajaahu al-bukhary wa-Muslim karya Abu Abdillah
Al-hakim An-naisabury, Al-ikmal fie dzikri man lahu
riwayah fie musnadil Imam Ahman minar rijal Karya
Abul Mahasin Al-Husaini, Tajilul manfaah bi rijalil
Aimmatil Arbaah karya hafidz Ibnu Hajar, kitab
Isaful Mubtha bi Rijalil Muwaththa karya Abul Fadhl
As-suyuthi, dan banyak lagi kitab-kitab lainnya.
Bisa juga disebutkan kitab dalam bahasan
thobaqah, martabat, kewafatan, gelar dan tarjamahtarjamah yang umum semisal kitab Ath-thobaqatul
Kubro karya Muhammad bin Saad bin Mani_juru
tulis Al-waqidy-, Dzikru asmait tabiin waman
badahum karya Ad-daaruquthny, Tahdzibul
kamal fie Asmair Rijal karya Abul Hajjaj Al-Mizzy,
Thobaqatul Muhadditsin karya Adz-dzahabi, Al-

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

ILMU HADITH DASAR

ILMU HADITH DASAR

Thuruq at-Tahammul
& Shighah al-Adaa

Untuk mengenal ilmu


periwayatan, sudah
sepatutnya kita mengenal bagaimana cara ahli
hadits dalam menerima
dan menyampaikan
kembali hadits atau
disebut juga Tahammul
al Hadits dan Adaual
Hadits. Berikut ini akan
kami kutipkan kepada
pembaca yang budiman,
kajian singkat tentang
hal ini yang diambil
dari berbagai kitab ilmu
hadits.
8

ang dimaksud dengan


thuruq at-tahammul
(jalan menerima hadits)
adalah cara-cara
talaqi hadits dan bagaimana
mengambilnya dari guru-guru.
Adapun yang dimaksud dengan
shighah al-adaa (bentuk
penyampaian hadits) adalah
lafazh-lafazh yang digunakan oleh
ahli hadits dalam meriwayatkan
dan menyampaikan hadits kepada
muridnya, contohnya : samitu...
(aku telah mendengar), atau
haddatsani (telah bercerita
kepadaku), atau yang semisal
demikian itu.

Bukan menjadi syarat bagi yang


menerima hadits, mesti muslim
dan baligh, inilah pendapat
yang shahih. Berbeda ketika
menyampaikannya, penyampai
disyaratkan Islam dan baligh. Maka
diterima riwayat seorang muslim
yang baligh dari hadits yang ia
terima sebelum masuk Islam, atau
sebelum balighnya, dengan syarat
tamyiz bagi yang belum baligh. Dan
sebagian ulama memberi batasan
minimal berumur lima tahun.
Namun yang benar itu, cukuplah
dengan batasan tamyiz. Ketika ia
dapat memahami pembicaraan
dan memberikan jawaban, itulah

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

ILMU HADITH DASAR


tamyiz, shahih simanya. jika tidak,
maka tidak diterima.
Sebagian ahli hadits ketika
menyebut kegiatan sebagian anak
dalam mengikuti majelis hadits
ketika sudah berumur lima tahun
dengan samia (ia mendengar) dan
ketika belum lima tahun dengan
hadhara (ia hadir) atau uhdhira
(ia diajak menghadiri). Hal itu
biasa dijumpai dalam sebagian
manuskrip yang berbicara tentang
daftar pendengar majelis hadits
para ulama.
Dan jalan untuk menerima hadits
itu ada delapan, yaitu; as-sama
yakni mendengar dari lafazh
syaikh, al-qiraat atau membaca
kepada syaikh, al-ijazah, alMunawalah, al-kitabah, al-Ilam,
al-washiyyah, dan al-wijadah.
Berikut ini masing-masing
dari delapan jalan itu disertai
penjelasan singkat dan lafazhlafazh dalam penyampaiannya :
1. As-sama atau mendengar
dari lafazh guru:
Seorang guru membaca dan
murid mendengarkan, baik
guru membaca dari hafalannya
atau dari tulisannya, dan baik
murid mendengar atau menulis
apa yang didengarnya, atau
hanya mendengar saja dan
tidak menulis. Menurut jumhur
ulama, as-sama ini memiliki
derajat yang paling tinggi dalam
tata cara pengambilan hadits.
Lafazh-lafazh penyampaian
hadits melalui as-sama adalah:
aku telah mendengar dan
telah menceritakan kepadaku
jika banyak perowinya: kami
telah mendengar dan telah
menceritakan kepada kami
Ini menunjukkan bahwasanya
dia mendengar dari sang syekh
bersama yang lain.
Adapun lafazh telah berkata
kepadaku atau telah

menyebutkan kepadaku, lebih


tepat untuk mendengarkan
dalarn mudzakarah pelajaran,
bukan untuk mendengarkan
hadits.
2. Al-qiraah artinya membaca
kepada syaikh. Para ahli
hadits menyebutnya: AlArdh.
Bentuknya, seorang perawi
membaca hadits kepada
seorang syaikh, dan syaikh
mendengarkan bacaannya
untuk meneliti, baik perawi
yang mernbaca atau orang
lain yang membaca sedang
syaikh rnendengarkan, dan
baik bacaan dari hafalan atau
dari buku, atau baik syaikh
mengikuti pembaca dari
hafalannya atau memegang
kitabnya sendiri atau
memegang kitab orang lain yang
tsiqah.
Mereka berselisih pendapat
tentang rnembaca kepada
syaikh, apakah dia setingkat
dengan as-sama, atau lebih
rendah darinya, atau lebih tinggi
darinya? Yang benar adalah
lebih rendah dari as-sama.

Ketika menyampaikan hadits


atau riwayat yang dibaca si
perawi rnengunakan lafazhlafazh : aku telah membaca
kepada fulan, atau telah
dibacakan kepadanya dan aku
mendengar orang membaca lalu
ia menyetujuinya,
Lafazh as-sama berikutnya
adalah yang terikat dengan
lafazh qiroah seperti:
haddatsana qiroatan alaihi (ia
menyampaikan kepada kami
melalui bacaan orang padanya).
Namun yang umum menurut
para ahli hadits adalah dengan
mengunakan lafazh akhbarani
saja tanpa tarnbahan yang lain.
3. Al-ijazah yaitu: seorang
syaikh mengizinkan muridnya
rneriwayatkan hadits atau
riwayat, baik dengan ucapan
atau tulisan.
Gambarannya seorang syaikh
mengatakan kepada salah
seorang muridnya: aku izinkan
kepadamu untuk meriwayatkan
dariku demikian ...
Di antara macam- macam ijazah
adalah:
a. Syaikh mengijazahkan

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

ILMU HADITH DASAR


sesuatu yang tertentu kepada seorang yang
tertentu. Misalnya dia berkata, Aku ijazahkan
kepadamu Shahih Bukhori. Di antara
jenis-jenis ijazah, inilah yang paling tinggi
derajatnya. Ini lazim disebut ijazah khusus.
b. Syaikh mengijazahkan orang yang tertentu
dengan tanpa menentukan apa yang
diijazahkan. Seperti, Aku ijazahkan kepadamu
untuk meriwayatkan semua riwayatku. Ini
disebut ijazah ammah yakni umum untuk
semua riwayat.
c. Syaikh mengijazahkan kepada siapa saja
(tanpa menentukan) dengan juga tidak
menentukan apa yang diijazahkan, seperti,
Aku ijazahkan semua riwayatku kepada
semua orang pada zamanku. . Kadang ini
juga disebut ijazah ammah yakni umum untuk
setiap ahli zamannya yang menjumpai masa
hidupnya.
d. Syaikh mengijazahkan kepada yang tidak
diketahui atau majhul umpamanya dia
berkata, Aku ijazahkan kepadamu Kitab
Sunan, sedangkan dia meriwayatkan sejumlah
Kitab Sunan, padahal ia meriwayatkan
beberapa kitab Sunan. Atau mengatakan Aku
ijazahkan kepada Muhammad bin Khalid
Ad-Dimasyqi, sedangkan di situ terdapat
sejumlah orang yang mernpunyai nama yang
sama seperti itu.
e. Syaikh memberikan ijazah kepada orang
yang tidak hadir demi mengikutkan rnereka
dengan yang hadir dalam majlis, umpamanya
dia berkata, Aka ijazahkan riwayat ini kepada
sifulan dan keturunannya..
Bentuk yang pertama dari beberapa bentuk di atas
adalah yang diperbolehkan oleh jumhur ulama dan
ditetapkan sebagai sesuatu yang diamalkan. Dan
inilah pendapat yang benar. Sedangkan bentukbentuk lainnya masih diperselisihkan. Lafazh yang
sering dipakai untuk riwayat yang diterima dengan
cara ijazah adalah Ajaza li fulan (beliau telah
memberi ijazah kepada fulan), atau haddatsana
ijazatan, akhbarana ijazatan dan anbaana
ijazatan.
Pada dasarnya tidak harus yang menerima ijazah
adalah orang alim, namun ijazah akan dipandang
baik jika yang diberi ijazah adalah orang yang
berilmu. Ijazah itu kemudahan yang mestinya
diterima oleh orang yang berilmu karena mereka
sangat memerlukannya. Ijazah juga lebih baik

10

diberikan berkenaan dengan hadits tertentu dan


dikenal serta tidak ada persoalan dalam isnadnya.
Hal ini merupakan pendapatnya al-Hafizh Ibnu Abd
al-Barr rahimahullahu.
Ijazah ini bisa secara lisan (mushafahah) atau
tertulis (maktubah), bisa juga lewat perwakilan
(yakni Syaikh mewakilkan seseorang agar memberi
ijazah atas namanya), atau khabar dari orang
tsiqah (yakni kabar dari seseorang bahwa syaikh
fulan telah mengijazahimu kitab ini atau hadits
ini). Ijazah bisa diberikan karena permintaan
murid, permintaan orang lain kepada syaikh,
bisa juga tanpa diminta siapa pun tapi diberikan
syaikh semata-mata niat baik dari syaikhnya.
Semua bentuk ijazah itu sah, dan nilainya sama
saja, hanya saja seseorang mesti menjelaskan jika
memang dibutuhkan.
Ketika ia meriwayatkan secara campuran, misal
secara samai atau qiraah untuk sebagian
kitab dan selebihnya ijazah maka lafazhnya
: Menceritakan fulan secara sama untuk
sebagiannya dan ijazah selebihnya. Dan
seterusnya dengan memperhatikan penukilan dan
kejujuran. Memang ilmu ini menjunjung tinggi
sikap jujur dalam menerima dan meriwayatkan,
akan tercecer mereka yang tidak bersikap
demikian.
4. Al-Munawalah atau menyerahkan. AlMunawalah ada 3 macam :
a. a) Munawalah yang disertai dengan ijazah dan
disertai penyerahan kitab. Ini tingkatannya
paling tinggi di antara macam-macam ijazah
secara mutlak. Seperti jika seorang syaikh
memberikan kitabnya kepada sang murid, lalu
mengatakan kepadanya: Ini riwayatku dari
fulan, maka riwayatkanlah dariku Kemudian
buku tersebut dibiarkan bersamanya untuk
dimiliki atau dipinjamkan untuk disalin. Maka
diperbolehkan meriwayatkan dengan seperti
ini, dan tingkatannya lebih rendah dari assama dan al-qiraah.
b. b) Munawalah yang disertai dengan ijazah
namun tidak disertai penyerahan kitab.
Menurut sebagian ulama, ini tidak ada
bedanya dengan ijazah, namun pendapat yang
benar ia memiliki kelebihan dari ijazah, sebab
ia dapat memperkuat khabar.
c. c) Munawalah yang tidak diiringi dengan ijazah.
Seperti jika seorang syaikh mernberikan
kitabnya kepada sang murid dengan hanya

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

ILMU HADITH DASAR


mengatakan: Ini adalah riwayatku. Yang
semacam ini tidak boleh diriwayatkan
berdasarkan pendapat yang shahih.
Lafazh-lafazh yang dipakai dalam menyampaikan
hadits atau riwayat yang diterima dengan jalan
munawalah ini adalah si perawi berkata: Nawalani
wa ajazani atau nawalani atau haddatsana
munawalatan wa ijazutan atau akhbarana
munawalatan.
5. Al-Kitabah atau berkirim surat
Seorang syaikh menulis sendiri atau bisa juga dia
menyuruh orang lain menulis riwayatnya, kepada
orang yang hadir ditempatnya atau yang tidak
hadir disitu. Kitabah ini ada 2 jenis:
a. Kitabah yang disertai dengan ijazah, seperti
perkataan seorang syaikh, Aku ijazahkan
kepadamu, apa yang aku tulis untukmu,
atau yang semisal perkataan itu. Dan riwayat
dengan cara ini adalah shahih, kedudukannya
sama dengan munawalah yang disertai dengan
ijazah.
b. Kitabah yang tidak disertai dengan ijazah,
seperti syaikh menulis sebagian hadits
untuk muridnya lalu ia dikirimkan tulisan
itu kepadanya, tapi tidak ada izin untuk
meriwayatkannya. Dalam masalah ini terdapat
perselisihan hukum periwayatannya. Sebagian
tidak membolehkan dan sebagian yang lain
membolehkannya yakni jika diketahui bahwa
tulisan tersebut adalah benar-benar karya
syaikh itu sendiri.
6. Al-Ilam atau memberitahu
Yaitu seorang syaikh memberitahu muridnya
bahwa hadits ini atau kitab ini adalah riwayatnya
dari fulan, dengan tidak disertakan izin untuk
meriwayatkan hal itu dari padanya. Para ulama
berbeda pendapat tentang hukum meriwayatkan
dengan cara al-ilam, sebagian membolehkan dan
sebagian yang lain tidak membolehkannya.
Ketika menyampaikan riwayat dari cara ini, si
perawi berkata Alamanisyaikhi artinya guruku
telah memberitahu kepadaku.
7. Al-Washiyyah atau mewasiatkan
Seorang syaikh mewasiatkan di saat mendekati
ajalnya, atau ketika dalam perjalanan, sebuah
kitab atau hadits yang ia wasiatkan kepada sang
perawi. Riwayat yang seorang terima dengan jalan
wasiat ini boleh dipakai menurut sebagian ulama,

11

namun yang shahih adalah tidak boleh dipakai. Jika


menyampaikan riwayat dengan cara wasiat perawi
mengatakan, Ausha ilayya fulanun bi kitabin (si
fulan mewasiatkan kepadaku sebuah kitab), atau
Haddatsani fulanun washiyyatan (telah bercerita
kepadaku si fulan dengan sebuah Wasiat).
8. Al-Wijadah atau mendapati
Yaitu seorang perawi mendapati hadits atau kitab
dengan tulisan seorang syaikh, dan ia mengenal
syaikh itu atau mengenal tulisan syaikh itu,
sedangkan hadits-haditsnya tidak pernah ia
didengarkan ataupun ditulis oleh si perawi.
Wijadah ini termasuk dalam jenis hadits munqathi
(terputus sanadnya), karena si perawi tidak
menerima sendiri dari orang yang menulisnya.
Dalam menyampaikan hadits atau kitab yang
didapati dengan jalan wijadah, si perawi berkata,
wajadtu bi khaththi fulanin (aku dapatkan buku
ini dengan tulisan fulan), atau Qaratu bi khati
fulanin (aku telah membaca buku ini dengan
tulisan fulan), kemudian menyebutkan sanad dan
matannya. [red].

Disarikan dari Kitab Syaikh Manna al-Qaththan


berjudul Mabahats fi Ulumul Hadits hal. 165 168
dan dari Kitab Syaikh Dr. Nuruddin Itr berjudul
Manhaj an-Naqd fi Ulumul Hadits hal. 214-222, dan
lainnya.

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

ISTILAH DALAM ILMU RIWAYAH

ISTILAH DALAM ILMU RIWAYAH


Para pembaca yang budiman, dalam ilmu hadits khususnya ilmu riwayah
mengenal beberapa istilah penting yang sering dipakai dan wajib diketahui
bagi siapa yang ingin mendalami ilmu ini. Rubrik ini secara khusus akan
mengungkap istilah-istilah itu, satu per satu kepada pembaca, mudahmudahan bermanfaat.

Istilah kitab Al-Atsbaat

erkata Syaikh Prof.

kitabnya terdapat di Daarul

Dr. Muhammad

Kutub Al-Mishriyyah. Lihat

Dhiyaurrahman al-

daftar isi manuskrip-manuskrip

Adhami[1] dalam Kitab

(musthalahul hadiits) jilid

Mujam Musthalahaat al-Hadiits

pertama hal. 283. Kitab ini telah

wal Lataaif al-Asaanid hal 5-7.

dicetak.
2. Al-Umam li Iiqaazh Al-Himam,
karya Asy-Syaikh Ibraahiim bin

Al-Atsbaat itu merupakan


jamak dari tsabat, penulis tsabat

Hasan Al-Kurdiy Al-Kuraaniy

menyebutkan di dalamnya sanad-

Al-Madaniy, wafat sekitar 1102

sanad kepada kitab-kitab yang

H. Kitab ini dicetak di Haidar

ia bacakan kepada guru-gurunya

Aabaad (Hyderabad) pada


tahun 1328 H.

yang tersambung sampai kepada

3. Bughyah Ath-Thaalibiin li

penulis kitab yang ia bacakan itu.

Bayaan Al-Masyaaikh AlMuhaqqiqiin, karya Asy-Syaikh

Maka Al-Atsbaat pada dasarnya


adalah kumpulan ijazah-ijazah
yang seorang penuntut ilmu
mendapatkannya dari para

Ahmad bin Muhammad An2. (Diketahuinya) biografi para

syaikhnya dalam periwayatan

perawi yang terkadang tidak

kitab-kitab hadits. Dan jika

ditemukan dalam kitab-kitab

dikumpulkan ijazah-ijazah ini


oleh seorang penulis, maka ia
dinamakan Al-Atsbaat.

biografi umum.
3. Adanya sanad-sanad dari karya-

Bashriy, wafat sekitar 1135 H.


Kitab ini dicetak pada tahun
1328 H, dikumpulkan oleh

Diantara kitab-kitab Al-Atsbaat

1. Sebagai sumbangan dari

yang populer :

[1] Dr. Yusuf al-Marasyali Menyebutkan


biografi beliau dalam kitabnya Mujam
al-Maajim wa al-Masyikhat wa al-Faharis
wa al-Baramij wa al-Atsbat hal 100. Beliau
adalah Peneliti dan Profesor hadits di Universitas Islam Madinah, lahir tahun 1363 H.

12

Isnaad, karya Asy-Syaikh


Abdullaah bin Saalim Al-

penelitian (kitab-kitab) turaats.


Atsbaat :

dizamannya.

1130 H.
4. Al-Imdaad bi Marifati Uluwwil

karya tulis yang dibuktikan pada

Faidah-faidah dari adanya Al-

penulis untuk biografi ulama

Nakhliy Al-Makkiy, wafat sekitar

1. Al-Majma Al-Muassas lil

putranya, Saalim.
5. Al-Irsyaad ilaa Muhimmaat

Ilmu Al-Isnaad, karya Asy-

Mujam Al-Mufahras, karya

Syaikh Waliyullah Ahmad bin

Al-Haafizh Abul Fadhl Ibnu Hajar

Abdurrahiim Ad-Dahlawiy,

Al-Asqalaaniy, wafat 852 H.

pemilik kitab Hujjatullaah

Naskah tulisan tangan dengan

Al-Baalighah (1114 - 1176 H),

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

ISTILAH DALAM ILMU RIWAYAH


dan padanya terdapat poros

Al-Atsbaat itu
merupakan
jamak dari tsabat,
penulis tsabat
menyebutkan di
dalamnya sanadsanad kepada
kitab-kitab yang ia
bacakan kepada
guru-gurunya
yang tersambung
sampai kepada
penulis kitab yang ia
bacakan itu.

11. Fahras Al-Fahaaris wal Atsbaat

sanad-sanad ulama India. Kitab

wal Mujam Al-Maaajim wal

ini dicetak di kota Lahore pada

Masyaikhaat wal Musalsalaat,

tahun 1960 M.

karya Asy-Syaikh Abdul Hayy bin

6. Ithaaf An-Nabiyyah fiimaa

Yahtaaju ilaih Al-Muhaddits wal


Faqiih lahu, dengan bahasa
Persia, ditahqiq oleh Asy-Syaikh

Abdil Kabiir Al-Kattaaniy, wafat


sekitar tahun 1347 H. Dicetak di
Daarul Gharb Al-Islaamiy.
12. Ithaaf Al-Qaariy bi Tsabt Al-

Al-Muhaddits Athaaullaah

Anshaariy, karya Al-Allaamah

Haniif. Dicetak di kota Lahore

Al-Muhaddits Hammaad bin

pada tahun 1386 H.

Muhammad Al-Anshaariy Al-

7. Ithaaf Al-Akaabir bi Isnaad

Madaniy, wafat tahun 1418 H.

Ad-Dafaatir, karya Al-Allaamah

Bagi kitab ini terdapat tulisan

Al-Muhaddits Al-Faqiih Abu

ijazah untuk meriwayatkan

Aliy Muhammad bin Aliy

apa-apa yang terdapat dalam

Asy-Syaukaaniy -semoga

kitab Ithaaf Al-Qaariy, dari

Allah Taala merahmatinya-,

penulisnya -semoga Allah Taala

penulis kitab Nailul Authaar

merahmatinya-, sebagaimana

dan yang lainnya. Wafat tahun

aku juga memiliki ijazah-ijazah

1255 H. Kitabnya dicetak pada

dan atsbaat yang lainnya dari

tahun 1328 H di percetakan

para ahli hadits besar pada

Ad-Daairah Al-Maaarif An-

masa kini[2]. [Tommi Marsetio].

Nizhaamiyyah, Haydar Aabaad,


India. Bersama kitab ini
terdapat tulisan ijazah untuk
riwayat-riwayat yang terdapat
dalam kitab Ithaaf Al-Akaabir.
8. Al-Ujaalah An-Naafiah, (dengan
bahasa Persia) karya Asy-Syaikh
Abdul Aziiz bin Waliyullah
Ad-Dahlawiy (1159 - 1239 H),
mengambil (periwayatan)
hadits dari ayahnya, Asy-Syaikh
Waliyullah, imam negeri India.

[2] Baginya ijazah hadits dari banyak ulama.


Diantaranya : Syaikh Abdul Wahid bin
Abdullah ar-Rahmani (w. 1409 H), Syaikh
Muhammad Dhahiruddin al-Rahmani
al-Mubarakfuri hafizahullahu, Syaikh
Ubaidullah bin Abdussalam ar-Rahmani
(w. 1414 H), Syaikh Abdul Ghafar Hasan
ar-Rahmani (w. 1428 H), Syaikh Hammad
bin Muhammad al-Anshari al-Madani
(w. 1418 H), Syaikh Muhammad Amin
al-Mishri (w. 1416 H), Syaikh Muhammad
Mushthafa al-Adhami hafizahullahu,
Syaikh Muhammad Muhammad Abu
Syuhbah (w. 1403 H), Syaikh Muhammad Muhammad al-Audan (w. 1387 H),
dan Syaikh Muhammad Muhammmad
as-Samahi (w. 1414 H). Lihat Dr. Yusuf
al-Marasyali dalam kitabnya Mujam alMaajim wa al-Masyikhat wa al-Faharis wa
al-Baramij wa al-Atsbat hal 100.

9. Hashr Asy-Syaarid fiy Asaaniid


Muhammad Aabid, wafat
sekitar 1257 H.
10. Al-Wijaazah fiy Al-Ijaazah, karya
Al-Allaamah Abu Ath-Thayyib
Muhammad Syamsul Haqq AlAzhiim Aabaadiy, wafat tahun
1329 H.
Dicetak pada tahun 1408 H di
kota Karachi dengan tahqiiq
Dr. Badruzzamaan Muhammad
Syafii An-Naibaaliy.

13

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

KAJIAN UTAMA

KAJIAN UTAMA

Imam al-Albani :
Muhadits Tanpa Sanad ?

ama beliau sudah


sangat akrab ditelinga
penuntut ilmu syari
, baik yang pro atau

kontra kepadanya. Tidak salah lagi,


karena beliau adalah muhadits
zaman ini, penulis yang produktif
dan berkualitas, penyeru kepada
sunnah dan musuh ahli bidah:
Muhammad Nashruddin bin Haji
Nuh Najati al-Arnauth[1] al-Albani
rahimahullahu-, yang wafat
pada tahun 1420 H bertepatan
dengan tahun 1999 M. Adapun
orang yang tidak suka kepadanya
yang menuduh beliau sebagai
muhadits tanpa sanad dan guru!!.
Maka orang ini tidak lepas dari dua
perkara, pertama ia seorang jahil
atau kedua ia seorang pendusta.
Para pembaca yang budiman
Dalam perjalanannya menuntut
ilmu, al-Albani belajar beberapa
kitab fiqh, lughoh dan lainnya
kepada Ayahnya, seorang ulama
bermazhab Hanafi dari Albania.
Kepada Ayahnya ini pula, Syaikh
al-Albani mengkhatamkan alQuran beserta tajwidnya. Tidak
terlalu banyak kisah tentang
Syaikh Nuh Najati al-Hanafi ini,
namun dalam biografi Syaikh alMuhadits Abdul Qadir al-Arnauth
rahimahullahu diterangkan bahwa
[1] Al-Arnauth ini istilah orang-orang Syam
bagi orang yang berasal dari wilayah
Albania dan sekitarnya.

14

Photo 1: Al-Albani di Perpustakaan al-Maktab alIslami di Beirut

Syaikh Abdul Qadirpun pernah

Fakta ini sebenarnya sudah cukup

belajar kepada Syaikh Nuh Najati,

menggugurkan tuduhan sebagian

bapak dari Syaikh al-Albani. Hal ini

orang jahil yang menuduh Syaikh

menunjukan bahwa bapak beliau

al-Albani sebagai muhadits tanpa

bukanlah ulama sembarangan,

guru. Tuduhan yang mustahil bagai

beliau temasuk ulama rujukan

igauan di siang bolong. Bahkan

di kalangan mazhab Hanafi baik

al-Albani dididik sejak kecil dalam

di negerinya maupun setelah

lingkungan keluarga ulama.

hijrah ke Damaskus. Di Masjid


Bani Umayyah, jika Imamnya
berhalangan, Syaikh Nuh Najatilah

Sebagaimana firman Allah


Taala,

yang menggantikan menjadi imam.


MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

KAJIAN UTAMA






Dan orang-orang yang beriman,
dan yang anak cucu mereka
mengikuti mereka dalam
keimanan, Kami hubungkan anak
cucu mereka dengan mereka, dan
Kami tiada mengurangi sedikit
pun dari pahala amal mereka.
Tiap-tiap manusia terikat dengan
apa yang dikerjakannya
(Qs. Ath-Thuur 21).
Ayah Syaikh al-Albani hijrah dari
Albania untuk menyelamatkan
agama diri dan keluarganya dari
cengkraman penguasa jahat,
maka Allah melahirkan untuknya
seorang anak yang menjadi ulama
yang benar-benar sebagaimana
doa Ayahnya dalam namanya:
Nashruddin yakni penolong as-

Sunnah (ad-Din).

Para pembaca yang budiman


Pada tahun-tahun berikutnya,
al-Albani muda sudah giat
menghadiri durus-durus Syaikh
Muhammad Said al-Burhani (w.
1386 H/ 1967 M) seorang ulama
Syam yang bermazhab Hanafi
yang sekaligus menjadi imam
mesjid Bani Umayyah, Damaskus[2].
Syaikh al-Albani sempat membaca
kitab-kitab fiqh Hanafi seperti
Maraqil Falah Syarh Nurul Iddhah,
juga sebagian kitab dalam ilmu
sharaf, nahwu dan balaghah
kepadanya. Seringkali mereka
berdua berdialog dalam berbagai
macam pembahasan ilmu.
Meskipun demikian, al-Albani
bukanlah orang yang begitu saja
menerima perkataan gurunya ini.
Setidaknya ada satu kisah yang
menggambarkan kemerdekaan
sikap Syaikh al-Albani itu dari
penyakit taqlid yang melanda umat
Islam di masa itu.
Suatu ketika Syaikh al-Albani
muda pernah membaca dalam
Tarikh Ibnu Asakir tentang
kuburan Nabi Yahya alaihissalaam
yang terletak di Masjid Bani

Photo 2 : Photo Syaikh Nuh Najati alAlbani, ayah Muhadits Nashr al-Albani
Photo Syaikh Nuh Najati al-Albani, ayah
Muhadits Nashr al-Albani

15

Photo 3 : Syaikh Muhammad Said


al-Burhani

[2] Beliau adalah Muhammad Said bin Abdurrahman bin Muhamad Said al-Burhani
ad-Dagistani al-Hanafi (1311 - 1386 H).
Leluhurnya adalah pendatang dari wilayah
Dagestan. Ayahnya seorang ulama di
Damaskus, adapun dia hanya melanjutkan
kursi ayahnya. Syaikh Said juga termasuk
ulama riwayat, hanya saja al-Albani tidak
meminta ijazah kepadanya karena memang
tidak menginginkannya. Dalam riwayat,
Syaikh al-Burhani ini meriwayatkan dari
Bapaknya Abdurrahman al-Burhani, Syaikh
Badruddin al-Hasani, Syaikh Muhammad
Shalih al-Aamadi, Syaikh Mahmud al-Athar,
dan Syaikh Muhammad al-Hasyimi. Hal itu
dituturkan dalam ijazah salah satu guru
kami dalam riwayat Syaikh Dr. Muhammad
Mutiie Hafizh yang meriwayatkan secara
langsung dari Syaikh al-Burhani ini lewat
ijazah, dan bahkan secara samai untuk
beberapa matan ringkas seperti Arbain
an-Nawawiyah dan al-Ajluniyah.

Ayah Syaikh alAlbani hijrah dari


Albania untuk
menyelamatkan
agama diri dan
keluarganya dari
cengkraman
penguasa jahat,
maka Allah
melahirkan
untuknya seorang
anak yang menjadi
ulama yang benarbenar sebagaimana
doa Ayahnya dalam
namanya...

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

KAJIAN UTAMA
Ummayah yang kesimpulan

Syaikh al-Muhadits Ahmad bin

pembahasannya sampai pada

Muhammad Syakir ahli hadits

bahwa shalat di mesjid tersebut

Mesir pada zamannya- (w. 1377 H)

tidak diperbolehkan. Syaikh

dan Syaikh al-Allamah Muhammad

al-Albani kemudian secara

Bahjat al-Baithar (w. 1396 H)[3]

rahasia memaparkan kesimpulan

keduanya adalah ulama yang

pendapatnya itu kepada Syaikh

termasuk murid dari Syaikh al-

Said al-Burhani. Syaikh Said lalu

Allamah Jamaluddin al-Qasimi-.

berkata kepadanya, Tulislah

Beliau pun rajin membaca Majalah

segala sesuatu yang telah engkau

al-Manar yang diprakarsai oleh

temukan dalam permasalahan ini.

Syaikh Muhammad Rasyid Ridho,

Syaikh al-Albani berkata, Maka aku

yang getol menyeru umat keluar

tulis pendapatku itu dalam tiga

dari penyakit taqlid. Majalah ini

atau empat halaman kemudian

telah berhasil menginspirasi

kuserahkan kepadanya. Beliau

banyak ulama seperti Syaikh

berkata kepadaku, Aku akan

Abdurrazaq Hamzah, Syaikh

berikan jawaban padamu setelah

Abdurrahman as-Sadi dan lainnya,

Idul Fitri. Saat itu kami berada

termasuk pula al-Imam al-Albani.

Photo 4 : Syaikh Muhammad Raghib


ath-Thabakh

Adakah al-Albani Memiliki

di Fakultas Syariah al-Ashriyah

pada bulan Ramadhan. Ketika


tiba waktunya, kudatangi beliau,
namun beliau berkata kepadaku,

Sanad?

di Kota Halab. Ia juga merupakan

Semua yang engkau tulis ini tidak


memiliki dasar karena seluruh

penulis beberapa buku bagus,


Tidak sebagaimana dikatakan

diantara yang menarik yang

sumber nukilanmu bukanlah

orang-orang bahwa beliau adalah

pernah ditulisnya adalah kitab

sandaran bagi mazhab kami !!!.

muhadits tanpa sanad, karena

yang berjudul, Dzu al-Qarnain wa

Kata al-Albani: Aku tidak mengerti

sebenarnya Syaikh al-Albani

Sadd ash-Shin: Man Huwa wa Aina

makna ucapannya ini, karena

rahimahullahu mendapatkan

Huwa. Dalam buku ini Syaikh ath-

aku menukilnya dari kitab-kitab

ijazah hadits ammah[4] dari Syaikh

Thabakh berpendapat bahwa orang

madzhab Hanafi seperti kitab

Muhammad Raghib bin Mahmud

Arab lebih dahulu menemukan

Mabariqul Azhar Syarh Masyariqil

bin Hasyim Thabakh al-Halabi

benua Amerika sebelum orang-

Anwar sebuah kitab madzhab

rahimahullahu (1293 1370 H),

orang barat.[6]

Hanafi- dan juga Mirqatul Mafatih

seorang ahli sejarah dan musnid

Syarh Misykatil Mashabih karya

Halab di zamannya[5]. Syaikh ath-

mengijazahkan kepada Syaikh al-

Mulla Ali Qari seorang Hanafi

Thabakh ini pernah menjadi dosen

Albani tsabat beliau yang terkenal,

sebagaimana telah maruf- serta

hadits, ushul hadits dan sejarah

al-Anwar al-Jaliyah fi Mukhtashar

nash-nash lainnya. Namun

[3] Menurut beberapa sumber, dari Syaikh


Muhammad Bahjat ini, Syaikh Al-Albani
secara khusus meriwayatkan Musnad
Ahmad bin Hambal. Kalau ini benar, maka
riwayat Syaikh al-Albani tersambung kepada Syaikh Jamaluddin al-Qasimi, karena
Syaikh al-Baithar meriwayatkan dari Syaikh
Jamaluddin al-Qasimi.
[4] Syaikh al-Faqih Muhammad Shalih bin Utsaimin rahimahullahu mengatakan dalam
kitabnya yang ringkas tapi bagus, Ilmu
mustholahil hadits, bahwa diantara ijazah
yang sah adalah ijazah ammah (umum)
seperti perkataan mujiz, Saya memberi
ijazah kepadamu untuk semua riwayat
dariku. Sehingga setiap riwayat yang sah
dari mujiz tersebut boleh diriwayatkan berdasarkan pemberian riwayat yang bersifat
umum ini.
[5] Lihat Al-Alam Az-Zarkili (6/123-124),
Natsr al-Jawahir (3/1165- 1167) dan lainnya.

semuanya tidak digubris, sama


persis seperti sikap ayahku.
Kejumudan yang melanda
manusia dizaman itu yang menjadi
salah satu pendorong baginya
untuk mempelajari sunnah lebih
dalam lagi. Maka beliaupun
menghadiri berbagai kajian ahlus
sunnah yang diadakan oleh para
ulama sunnah dizamannya yang
berpemikiran merdeka seperti

16

Syaikh at-Thabakh

al-Tsabat al-Halabiyah, tanpa


diminta, melainkan beliau sendiri
yang berinisiatif memberikannya
kepada Syaikh al-Albani
rahimahullahu[7].
Seorang mujiz kami, Syaikh
Ahmad alu Ibrahim al-Anqori
hafizahullahu, menuturkan
bahwa Syaikh Zuhair asy[6] Hal. 40.
[7] Ulama wa Mufakkirun araftuhum karya
Ustadz Muhammad al-Majdzub (I/288).

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

KAJIAN UTAMA
Syawisy rahimahullahu
mengatakan kepadanya, bahwa

Anshori (w. 1327 H), dari Al-Allamah


Berikut diantara contoh sanad

Muhammad Nashr al-Hajimi dan

beliau menyaksikan langsung

keguruan Syaikh al-Albani

Al-Allamah Ahmad bin Muhammad

pengijazahan itu bersama

rahimahullahu yang paling bagus

asy-Syaukani, keduanya dari

Ustadz Muhammad ath-Thayib,

dan tersambung sampai kepada

Bapak yang kedua yaitu Al-Imam

peristiwa itu terjadi ditahun 1365

Imam-Imam Dakwah seperti:

al-Qadhi Muhammad bin Ali Asy-

H. Sebagaimana diisyaratkan pula

Syaikhul Islam Muhammad bin

Syaukani[11] -penulis kitab Nailul

oleh Syaikh al-Albani sendiri dalam

Abdul Wahab, Syaikhul Islam Ibn

Authar-, dari al-Allamah Abdul

kitabnya Shahih Sunan Abu Dawud

Taimiyah dan yang lainnya

Qadir Ahmad Al-Kaukabani dari Al-

(5/253-254), setelah menyebutkan

rahimahumullahu sampai kepada

Allamah Muhammad Ismail Al-Amir

hadits Musalsal al-Mahabah yang

Rasulullah shallallahualaihi

Ash-Shanani penulis Sabulus

terkenal itu,

wasallam:

Salam-.



Dan sungguh telah memberikan
ijazah kepadaku untuk riwayat
hadits musalsal ini Syaikh
al-Fadhil Raghib at-Thabakh
rahimahullahu....
Dalam Tsabat tersebut
disebutkan 15 Masyaikh yang
Syaikh ath-Thabakh meriwayatkan
darinya[8], satu diantara mereka
adalah Syaikh al-Muhadits as-Salafi
Abu Bakr bin Muhammad Arif
Khuwaqir al-Hanbali (w. 1349 H),
yang telah meriwayatkan dari
setidaknya tiga Muhadits dan
Musnid Salafi di masanya, yaitu
al-Allamah Ahmad bin Ibrahim bin
Isa an-Najdi (w. 1329 H), Sayyid
Husein bin Muhsin al-Anshori (w.
1327 H), dan Syaikh Nadzir Husein
Muhadits ad-Dihlawi (w. 1320 H),
sebagaimana tertera dalam Tsabat
beliau Tsabat al-Atsbat asySyahirah .
Sanad melalui jalur inilah yang
akan kami uraikan berikut ini.
Silsilah Sanad al-Albani
[8] Guru beliau lainnya dapat dilihat pula
dalam Imdad al-Fatah hal 308-312.

17

Syaikh al-Albani meriwayatkan

Al-Muhadits As-Salafi Syaikh Abu

dari Syaikh Muhammad Raghib

Bakr bin Muhammad Arif Khuwaqir

Ath-Thabakh dengan ijazah

Al-Hanbali juga meriwayatkan dari

ammah untuk semua riwayat, yang

Syaikh Nadir Husein Muhadits

meriwayatkan dari al-Muhadits

ad-Dihlawi, dari Syaikh Muhammad

as-Salafi Syaikh Abu Bakr bin

Ishaq Muhadits ad-Dihlawi, dari

Muhammad Arif Khuwaqir Al-

kakeknya pada pihak ibu Syaikh

Hanbali (w. 1349 H), dari Muhadits

Abdul Aziz Muhadits ad-Dihlawi,

as-Salafi Syaikh Ahmad bin Ibrahim

dari Bapaknya Syaikh al-Mujadid

bin Isa An-Najdi (w. 1329 H), dari

Waliyullah Ahmad bin Abdurrahim

al-Allamah al-Mujadid ats-Tsani

Muhadits ad-Dihlawi (w. 1176 H)

Abdurrahman bin Hasan bin

penulis Hujjatullah al-Balighah[12].

Muhammad bin Abdul Wahab (w.

Al-Allamah Muhammad Ismail

1285 H) penulis kitab Fathul

Al-Amir Ash-Shanani dan Syaikh

Majid-, dari kakeknya, Syaikhul

Waliyullah Muhadits ad-Dihlawi,

Islam Muhammad bin Abdul

keduanya meriwayatkan dari

Wahab[9], dari Abdullah bin Ibrahim

Abu Thahir al-Kuruni yang

al-Madini, dari Mufti Hanabilah

meriwayatkan, dari Bapaknya,

Abdulqadir Ath-Taghlabi[10].

Ibrahim A-Kuruni.[13]

Al-Muhadits As-Salafi Syaikh Abu

Syaikh Abdulqadir Ath-Taghlabi

Bakr bin Muhammad Arif Khuwaqir

Al-Hanbali dan Syaikh Ibrahim

Al-Hanbali juga meriwayatkan dari

al-Kuruni meriwayatkan dari Abdul

Al-Allamah Husein bin Muhsin al-

Baqi bin Abdul Baqi Al-Hanbali,

[9] Perlu diketahui bahwa periwayatan


Syaikh Abdurrahman bin Hasan kepada
kakeknya, masih menjadi perbincangan
diantara ahli riwayat. Apakah Syaikh
Abdurrahman meriwayatkan secara
qiroat saja kitab-kitab kakeknya tanpa
disertai ijazah riwayah ammah, atau juga
melalui ijazah ammah?!. Namun sebagian
Masyaikh secara jelas menyebutkan
periwayatan Syaikh Abdurahman dari
Kakeknya melalui ijazah ammah, dalam
teks ijazah-ijazah mereka. Diantaranya
: Syaikh Saad bin Atiq, Syaikh Muhadits
Muhammad Badiuddin ar-Rasyidi, Syaikh
Hamud at-Tuwaijiri, Syaikh Sulaiman bin
Hamdan, Syaikh Abu Bakar Arif Khuwaqir
dan juga dalam ijazah dari Guru Kami
Syaikh Prof. Dr. Ashim al-Quryuthi hafizahullahu, walahuallam.
[10] Tsabat beliau dikenal dengan nama, Tsabat Mufti al-Hanabilah bi Damasyiq.

yang meriwayatkan dari Ahmad


bin Muflih Al-Wafai, dari Musa bin
Ahmad Al-Hajawi penulis al-Iqna-,
dari Ahmad bin Muhammad alMaqdisi, dari Ahmad bin Abdullah
Al-Askari, dari Alauddin al-Mardawi
penulis al-Inshaf-, dari Ibrahim
bin Qundus al-Baali, dari Ibn al[11] Tsabat beliau dikenal dengan nama,
Ithaful Akabir bi Isnad ad-Dafatir.
[12] Tsabat beliau dikenal dengan nama, alIrsyad ila Muhimmat Ilm al-Isnad.
[13] Tsabat beliau dikenal dengan nama, alUmam li Iqaz Al-Himam.

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

KAJIAN UTAMA
Lahm, dari Ibn Rajab al-Hanbali,
dari Ibn Qayyim al-Jauziyah dari
Syaikhul Islam Ibn Taimiyah dari
Syaikhul Islam Abdurrahman Ibn

Dikisahkan kepada kami bahwa


sedikitnya ada tiga cara bagi
Syaikh Muhammad Bu Khubzah
dalam meriwayatkan dari

Qudamah dari pamannya al-Imam

Ijazah tersebut tidak menarik

Imam Al-Albani rahimahullahu,

Abdullah bin Ahmad bin Qudamah

perhatianku sedikit pun. Ijazah

sebagaimana dikatakan oleh guru

-penulis al-Mughni- dari al-Imam

tersebut hanya aku gunakan untuk

kami, al-Musnid Muhammad Ziyad

Abi al-Fatah bin al-Minni dari al-

membantah orang-orang yang

Umar Tuklah[18] hafizahullahu:

Imam Abu Bakr Ahmad ad-Dainuri

dengki.[16]

dari al-Imam Abi al-Khathab

Diantara yang sedikit itu -yakni

Pertama, Beliau meriwayatkan


dari Syaikh Al-Albani secara

Mahfudz bin Ahmad al-Kalwadzani

yang meriwayatkan dari Syaikh

munawalah untuk sebagian kitab-

dari al-Qadhi Abi Yala Ibn al-Fara

Al-Albani- adalah guru dan mujiz

kitab beliau rahimahullahu di

dari al-Imam Abi Abdullah al-

kami dari Maroko yaitu Al-Allamah

Madinah dan Amman, diantaranya:

Husein bin Haamad dari al-Imam

al-Muhadits Muhammad Amin Bu

Abu Bakar Abdul Aziz al-Khallal

Khubzah al-Hasani ath-Tathawani

dari al-Imam Abdullah bin Ahmad

hafizahullahu (lahir 1351 H).[17]

bin Hanbal dari Bapaknya Imam


Ahmad bin Hanbal dari al-Imam
Muhammad bin Idris asy-Syafii
dari al-Imam Malik bin Anas

[16] Lihat Tadzkirul Nabihin karya Syaikh Rabi


al-Madhkali hal 13.
[17] Beliau meriwayatkan pula dari : Syaikh
Ahmad bin Shadiq al-Ghumari, Syaikh
Abdul Hay al-Kattani, Syaikh Abdul Hafizh
al-Fihri al-Fasi, Syaikh Thahir bin Asyhur

1. Shifat Shalat Nabi


al-Tunisi dan lainnya sebagaimana dalam
ijazahnya kepadaku.
[18] Syaikh at-Tuklah meriwayatkan dari
banyak sekali syaikh (300-an lebih),
sebagiannya disebutkan dalam ijazahnya
kepadaku. Dan beliau membaca kepada
guru-gurunya itu banyak sekali kitab.
Penulis saksikan kalau beliau termasuk
ahlinya dibidang ilmu riwayah ini.

dari Nafi dari Ibnu Umar dari


Rasulullah shallallahualaihi
wasallam.[14]
Murid Beliau dalam Riwayah
Sangat ramai murid al-Albani
dari berbagai negeri, namun
sangat sedikit yang meriwayatkan
dari beliau. Hal itu disebabkan
Syaikh Al-Albani tidak terlalu
membuka pintu dalam persoalan
ini. Beliau rahimahullahu berkata,

Saya tidak membuka pintu dalam


bab ini bagi diriku.[15]
Dan Syaikh Al-Albani
rahimahullahu berkata tentang
ijazahnya ini:
[14] Lihat Tsabat al-Atsbat asy-Syahirah hal
64-71.
[15] Lihat Mazhahirul Syarfi wal Ijah al-Mutajaliyah fi Fahrisah Syaikh Muhammad Bu
Khubzah Hal 230

18

Photo 5 :Munawalah al-Albani kepada Syaikh Muhammad Bu Khubzah, lalu ijazah Bu


Khubzah kepada Syaikh al-Hadutsi.
MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

KAJIAN UTAMA
shallallahualaihi wasallam
2. Shalat Tarawih Nabi
Shallallahualaihi wasallam

dalam suatu pertemuan diantara


mereka di Tathawan, Maghrib.
Ketiga, izin secara lisan

Syaikhuna (Muhammad Bu
Khubzah) meminta izin kepada

3. Shalat Ied fil Mushaliy

dari Syaikh Al-Albani untuk

Imam al-Albani dalam riwayat

4. Tasdid al-Ishabah

meriwayatkan secara ammah,

ammah, maka Imam al-Albani

5. Fahrisat Kitab al-Hadits bil

berkata Syaikhuna Muhammad

berkata kepadanya dengan

Ziyad Tuklah,

perkataan singkat, Riwayatkanlah

Dhahiriyah
6. Silsilah Ahadits Adh-Dhaifah
Jilid 4[19]
Kedua, beliau meriwayatkan
dari Syaikh Al-Albani melalui qiroat
kepadanya sebagian manuskrip
dari kitab Sunan Nasai al-Kubro
[19] Lihat Mazhahirul Syarfi wal Ijah al-Mutajaliyah fi Fahrisah Syaikh Muhammad Bu
Khubzah Hal 230


:
.
:

dariku jika kamu mau, dan


Syaikhuna (Muhammad Bu
Khubzah) telah berkata kepadaku,
Dan saya sangat ingin dan
menyenanginya.
Perkataan singkat dari Imam
al-Albani ini bermakna izin atau
ijazah secara ammah (umum)

Sangat ramai murid al-Albani dari


berbagai negeri, namun sangat sedikit
yang meriwayatkan dari beliau. Hal itu
disebabkan Syaikh Al-Albani tidak terlalu
membuka pintu dalam persoalan ini.

Photo 7 :Syaikh Musaad bin Basyir


as-Sudani

insyaallah Taala.
Maka, dengan ketiga cara inilah
(munawalah, qiroat, dan izin)
guru kami Syaikh Muhammad Bu
Khubzah meriwayatkan dari Syaikh
Al-Albani rahimahullahu.
Diantara yang sedikit lainnya
yang meriwayatkan dari Imam
al-Albani rahimahullahu- adalah
Syaikhuna al-Musnid Musaad bin
Basyir as-Sudani hafizahullahu
(lahir tahun 1363 H/1944 M) yang
dikenal dengan Haji As-Sadirah.[20]
Photo 6 :Syaikh Muhammad Bu Khubzah

19

[20] Selain dari al-Albani, Syaikh Musaad


meriwayatkan pula dari Syaikh Umar alFaqi, Syaikh Abdul Hayy al-Kattani, Syaikh
Muhammad Hafizh Tijani, Syaikh Abu

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

KAJIAN UTAMA
telah memunawalahkan sebagian

yang haq dengan yang batil...

dalam Tsabat al-Kuwait-nya

Berkata Syaikhuna at-Tuklah

kitabnya. Berkata Syaikh ar-Rifai

Selesai. [as-Surianji]

pada pembahasan biografi

kepada Syaikh Nashr, Munawalah

Syaikh Musaad halaman 159,

menurut cara para ahli hadits

Mengabarkan kepadaku guru

maka tertawa Syaikh Al-Albani.[22]

kami Musaad al-Basyir berkali-kali,

Tidak diketahui secara pasti

sesungguhnya Syaikh Nashr al-

periwayatan melalui ijazah

Albani memberi ijazah kepadanya

ammah bagi Syaikh al-Albani

di tahun 1397 H, di rumah Syaikh

kecuali dari arah Syaikh Raghb

Muhammad bin Abdul Wahab

Thabakh ini saja. Namun ini bukan

al-Bana di Jeddah. Dan Syaikh

aib, bahkan justru pada kisah

Musaad berkata kepadaku, Syaikh

ijazah riwayat Syaikh al-Albani

Al-Albani memberi ijazah kepadaku

rahimahullahu terdapat pelajaran

untuk kitabnya, dan ia juga berkata

berharga bagi ahli riwayah

kepadaku dengan singkat,

zaman ini. Syaikh al-Albani hanya

Aku ijazahkan kepadamu dari


guruku Raghib ath-Thabakh,
Dan beliau (Syaikh al-Albani)pun
tidak berkata lebih dari itu.
Berkata Syaikhuna Abu al-Hajaj
Yusuf bin Ahmad Alu Alawi[21],
Dan ucapan Syaikh Nashr,
Aku ijazahkan kepadamu dari
guru saya Raghib ath-Thabakh,
maksudnya tidak lain adalah ijazah
riwayat, yaitu ijazah ammah.
Syaikhuna Abu Hajaj al-Alawi
mengatakan bahwa terdapat orang
yang lainnya yang meriwayatkan
dari al-Albani, diantaranya; Syaikh
Ahmad ar-Rifai. Beliau berkata,
Dan yang lain, telah tsabit
bahwa sesungguhnya Syaikh
telah memunawalahkan sebagian
kitabnya, seperti kepada guruku
Ahmad ar-Rifai yang mana syaikh
Hasan Ali an-Nadwi, Syaikh Abdullah anNajdi, Syaikh Yasin al-Fadani, dan lainnya.
[21] Syaikh Abu al-Hajaj termasuk yang banyak
gurunya dalam riwayat, sekitar 150 syaikh,
sebagaimana disebutkan dalam Tsabat
Ijazahnya kepadaku dan kepada ikhwan
yang ikut dalam istida ijazah di grup
Belajar Hadits yang dikelola oleh saya
sendiri.

20

memiliki satu ijazah saja, tapi


menghasilkan ratusan jilid tulisan
yang berkualitas. Berbeda dengan
zaman sekarang, seseorang
kadang memiliki ratusan bahkan
ribuan guru riwayah namun tidak
menghasilkan satu juz pun karya
yang berkualitas.
Disini letak kebenaran dari
apa yang dikatakan oleh salah
satu murid al-Hafizh Ibn Qayyim
al-Jauziyyah rahimahullahu yaitu

Ilmu itu tidak


diukur dengan
banyaknya riwayat
dan perkataan,
akan tetapi ilmu
itu adalah cahaya
yang dimasukan
kedalam hati
yang dengannya
seseorang mengenal
kebenaran,
membedakan
antara yang haq
dengan yang batil..

al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullahu


dalam Bayan Fadhl ilmu Salaf ala
ilm Khalaf hal 58,

,
,
,
, ..
Ilmu itu tidak diukur dengan
banyaknya riwayat dan perkataan,
akan tetapi ilmu itu adalah cahaya
yang dimasukan kedalam hati yang
dengannya seseorang mengenal
kebenaran, membedakan antara
[22] Lihat http://www.ahlalhdeeth.com/vb/
showpost.php?p=1929424&postcount=24

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

mau pasang iklan di majalah online

Riwayah

Hubungi
Randy Yanuar Alam Ghazali (randyyanuar@gmail.com)

21

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

BIOGRAFI ULAMA

BIOGRAFI ULAMA

Syaikh al-Allamah
Muhammad alZamzami bin
Muhammad Shiddiq
al-Ghumary[1] :

Jalan Kepada
Sunnah

[1] Diterjemahkan dari tulisan Abu Umar Ad-Dausary yang tercatat di : http://www.alsoufia.com/
main/908-1.html

Beliau adalah seorang yang sangat Alim (Allamah) dari Maghrib


(Afrika) bernama Muhammad Az-Zamzami Al-Ghumari yang awal
mulanya adalah seorang Sufi lalu berbalik arah menuju Sunnah.

Nama dan Nasab

Bur Said, nama suatu tempat di

Ajrumiyah, sebagian Alfiyah Ibnu

Mesir, ketika kedua orang tuanya

Malik, Waraqaat Imam Haramain,

l-Allamah Asy-

dalam perjalanan berhaji pada

juga awal-awal kitab Jamul

Syarief Muhammad

tahun 1330 H.

Jawaami.

Tatkala beliau sampai di Kairo,

Az-Zamzamy bin
Muhammad bin

Perjalanan Menuntut Ilmu

belajar kepada banyak Syaikh,

Shiddiq Al-Ghumary nama


lengkapnya. Beliau dilahirkan

beliau pun belajar di Al-Azhar,

Syaikh menghafal Al-Quran

diantaranya Syaikh Abdus Salam

disebuah keluarga penganut

dengan bimbingan Gurunya, Syaikh

Ghunaim, Syaikh Abu Thalib

faham asyariyyah hingga beranjak

Al-Faqih Muhammad Al-Andalusi.

Hasanain, Syaikh Mahmud

besar, serta berdiam di sebuah

Dan pada tahun 1349 Beliau mulai

Al-Imam, Syaikh Abdul Majid

rumah penganut tarekat Sufi,

menelaah dengan bimbingan

Asy-Syarqawi, Syaikh Muhammad

yaitu tarekat Ash-Shiddiqiyah, yang

saudara tertuanya yang bernama

Bakhit Al-Muthii, dan para

kental akan faham jahmiyyah dan

Syaikh Ahmad. Selanjutnya beliau

masyayikh lainnya. Dalam masalah

nampak sekali sikap taashshub

bersama saudaranya, Abdullah,

fikih, Syaikh Zamzami mempelajari

(fanatik buta) pada mereka.

berangkat ke Kairo. Bersama

fikih mazhab Imam Ahmad.

Syaikh Zamzami dilahirkan di

22

saudaranya ini beliau mempelajari

Setelah beberapa lama, beliau

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

BIOGRAFI ULAMA
pun kembali ke negeri asalnya,

kekafiran, ed.), bahkan berlepas

Padahal mereka adalah saudara-

Thanjah, yaitu ketika ayahnya

diri dari kedua orang tuanya.

saudaranya sendiri dan juga

wafat di tahun 1354 H. Selepas

Dalam hal ini beliau menulis kitab

murid-murid Ayah beliau, hingga

itu beliau memberikan pelajaran

Az Zawiyah Wa Ma Fiha Minal

mereka pun memusuhi dan

(duruus) di Mesjid Jami Al-

Bida Wal Amal Al Munkarah

dan menjauhi beliau. Terjadilah

Kabir selain di zawiyah (tempat

(Zawiyah dan semua kebidahan

perdebatan yang sangat keras

peribadatan kaum sufi) ayahnya.

dan kemunkaran yang ada di

antara beliau dengan saudara-

Beliau memberikan pelajaran

dalamnya). Beliau berucap dengan

saudaranya, suatu perdebatan

dalam bidang tafsir dan hadits,

penuh pesona,

yang membawa kepada

hingga berkumpul lah para

Ketahuilah wahai kaum

terbukanya hakikat dan aib

penuntut ilmu untuk mengikuti

mukminin juga para Ulama yang

mereka para kaum sufi, hingga

pelajaran yang beliau berikan itu.

shalihin bahwa sesungguhnya

manusia pun menjauhi mereka.

Beliau mengajarkan pula ilmu

aku berlepas dari para panganut

Beliau menjelaskan bahwa

ushul, manthiq, ilmu Arabiah juga

kebenaran itu berdasarkan

balaghah.

dalil, bukan karena sekedar


keturunan Shiddiq Al Ghumari

Syaikh Zamzami -sebagaimana


telah disebutkan- tumbuh

dan juga bukan diukur oleh

dalam keluarga dan kerabat

keyakinan tarekat mereka!

yang berfaham tasawuf, dan

Di antara saudara beliau

beliau termasuk orang yang

ada yang mengadukan beliau

gigih mempertahankan ajaran

ke mahkamah thagut dengan

tasawuf ini. Sampai-sampai

tuduhan beliau telah merusak

beliau menyusun sebuah kitab

kehormatan dan membuka

yang beliau namai Al Intishar lit

keaiban -kita memohon kepada

Thariqi Ash Shufiyyah Al Akhyar

Allah keselamatan dan terjaganya

(pembelaan terhadap jalannya

kehormatan-.Beliau menyusun

kaum shufi yang terpilih). Di kitab

sebuah kitab yang memukul

ini beliau menyebutkan dalil-dalil

telak argumen para penggemar

yang di khususkan untuk kaum

tasawuf secara umum dan untuk

Sufi.

para penganutnya secara khusus,


yaitu kitab yang beliau susun

Penentangan Terhadap Tasawuf

dan beri nama At Thawaif Al


tasawuf yang jahil, bertaqarrub

Maujudah fi Hadzal Waqt (ragam

kepada Allah dengan membenci

kelompok yang ada saat ini). Di

kokoh- yaitu usia 40 tahun- telah

mereka serta aku menyeru untuk

dalam kitab ini beliau berlepas

matang lah pikirannya, dan ia

menentang mereka

diri dari saudara-saudaranya

Tatkala beliau sampai usia yang

yang merupakan para sufi tarekat

kembali kepada petunjuk yang


lurus. Beliau pun menampakkan

Di antara cara penentangan

Darqawiyah yang bidah!

permusuhan terhadap jalan-

beliau terhadap kaum sufi adalah

Ada juga kitab beliau dalam

jalan bidah tasawuf itu,

dengan memfokuskan diri dalam

masalah menjauhi kebidahan

dengan penentangan keras

(membantah) orang-orang yang

dan orang-orangnya, yaitu sebuah

yang tak ada tawar menawar

mengklaim mengetahui rahasia-

kitab yang besar derajatnya lagi

lagi. Beliau menganggap sesat

rahasia kegaiban, membeberkan

agung perkaranya, yaitu kitab

serta membidahkan mereka,

keburukan-keburukan praktek

yang beliau beri nama Ilamul

mengkafirkan beberapa orang

ibadah mereka, serta tipu daya

Muslimin bi Wujubi Muqathaatil

diantara mereka (yang melakukan

mereka terhadap manusia.

Mubtadiina wal Fujjjari waz

23

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

BIOGRAFI ULAMA
penguasa dan juga terhadap para
penjajah. Dan beliau seorang yang
zahid dalam masalah dunia.
Syaikh Zamzami mempuanyai
banyak karya tulis di antaranya:
Dalailul Islam,
At Tafarrunj
Mahajjatul Baidha
Ilamul Fudhala bi Annal Fuqaha
Laisu Minal Ulama
Tahdzirul Muslimin minal
Madzhab Al Ashriyyin
Hujjatul Baidha
Kasyful Hijab anil Mathuril
Kaum Sufiyah sedang berdzikir dengan menari di Zawiyah ash-Shadiqiyyah dipimpin
oleh Abdullah al-Ghumari

Kadzab
Ilamul Muslimin bi Wujubi
Muqathaatil Mubtadiina wal

Zhalimin (pemberitahuan kepada

antara beliau dengan saudara-

kaum muslimin tentang wajibnya

saudaranya adalah ibarat yang

memutus hubungan dengan kaum

ada antara tauhid dan kesyirikan.

yang mubtadi, orang fajir dan

Yaitu yang satu mengangkat

zalim). Kitab ini adalah bantahan

panji Islam dengan kemurnian

Dan sampai akhirnya Syaikh

terhadap saudaranya Syaikh

dan kesuciannya ikhlas hanya

Zamzami sakit beberapa lamanya

Abdullah karena dakwahnya yang

karena Allah, adapun yang satunya

hingga Allah mewafatkan beliau

menyeru kepada pengagungan

lagi mengangkat panji para

di hari Jumat, 28 Dzulhijjah tahun

kuburan, pembangunan masjid di

penyembah kuburan, menganggap

1408 H. Semoga Allah mengampuni

atas kubur, berkhidmat di zawiyah

bagusnya bidah serta menjauh

dan merahmatinya, serta

shufiyah ash-shiddiqiyah milik

dari sunnah. Inilah sebenarnya

mengangkat kedudukan beliau di

ayahnya, serta hal-hal lain yang

penyebab adanya perbedaan di

Surga-Nya. [Habibi Ihsan]

banyak sekali yang termasuk

antara mereka.

Fujjjari waz Zhalimin.


Wafat Beliau

kebidahan yang menyesatkan.


Kaum Sufiyah sedang berdzikir
Syaikh Az-Zamzami menulis pula

dengan menari di Zawiyah

berapa risalah yang menggoncang

ash-Shadiqiyyah dipimpin oleh

para pegiat Zawiyah yang sesat itu,

Abdullah al-Ghumari

yaitu kitab beliau Kasyful Hijab


anil Mathuril Kadzab (membuka

Adalah Syaikh Zamzami ini

tirai dari para pendusta yang

seorang yang mengikut atsar

membabi buta). Hingga saudara

serta mengamalkan dengan dalil,

beliau Syaikh Abdullah yang

bersifat tegas terhadap mereka-

berfaham quburi (penyembah

mereka yang taashshub(fanatik

kuburan) berucap sesungguhnya

buta) dalam bermazhab, beliau

akulah yang dia maksud. Di

sangat kokoh dalam menyuarakan

dalam kitab ini Syaikh Zamzami

kebenaran, jauh dari kezaliman

menyebutkan bahwa yang terjadi

dan juga jauh dari pengaruh


penguasa. Beliau tegas terhadap

24

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

NASIHAT ULAMA

Nasihat Syaikh Abdurrahman


Al-Muallimi[1]
Tentang Hakikat Hawa Nafsu

eorang muslim haruslah berfikir dan

tersebut dengan mengkajinya secara seksama agar

mengintrospeksi diri terhadap hawa

menjadi jelas benar atau tidaknya pemahamanmu

nafsunya. Misalkan sampai berita

tadi dengan Cara membaca sepintas?

kepadamu bahwa seseorang telah mencaci

Misalkan engkau mendapatkan dua hadits di mana

maki Rasulullah Shallalluhu Alaihi Wa Sallam,

engkau tidak mengetahui shahih atau dhaifnya, yang

kemudian orang lain lagi mencaci maki Nabi Daud

satu sesuai dengan pendapat imammu, yang satu

alahissalam, sedangkan orang yang ketiga mencaci

lagi menyalahinya, apakah pandanganmu terhadap

maki Umar radhiyallahu unhu atau Ali radhiyallahu

dua hadits itu sama (dengan imammu), tanpa engkau

anhu, dan orang yang keempat mencaci maki

peduli (untuk mengetahui secara ilmiah) apakah

gurumu, adapun orang yang kelima mencaci maki

kedua hadits tersebut shahih atau dhaif.


Misalkan engkau memperhatikan suatu masalah,

guru orang lain.

dimana Imammu mempunyai suatu pendapat, dan

Apakah kemarahan dan usahamu untuk


memberikan hukuman dan pelajaran kepada

(ulama) yang lain menyalahi pendapat tersebut,

mereka sesuai dengan ketentuan syariat? Yaitu

apakah hawa nafsumu yang lebih berperan dalam

kemarahanmu kepada orang pertama dan kedua

mentarjih salah satu dari dua pendapat tadi, ataukah

hampir sama, tetapi jika dibandingkan kepada

engkau menelitinya supaya engkau dapat mengetahui

yang lainnya harus lebih keras. Kemarahanmu

mana yang lebih rajih (kuat) dari keduanya sehingga

kepada orang ketiga lebih lunak dari yang awal,

engkau dapat menjelaskan kerajihannya tersebut?

akan tetapi harus lebih keras dari yang sesudahnya.

Misalkan ada seorang yang engkau cintai, dan

Kemarahanmu kepada orang yang keempat dan

seorang yang lain engkau mernbencinya, keduanya

kelima hampir sama, akan tetapi jauh lebih lunak

berselisih dalam suatu masalah. Kemudian engkau

dibandingkan dengan yang lainnya?

dimintai (oleh orang lain) pendapatmu tentang

Misalkan pula engkau membaca sebuah ayat,

perselisihan tersebut, padahal engkau tidak

maka nampak bagimu bahwa pemahaman dari ayat

mengetahui duduk persoalannya sehingga engkau

tersebut sesuai dengan ucapan Imammu, kemudian

tidak dapat menghukuminya, dan engkau ingin

engkau membaca ayat yang lain dan nampak olehmu

meneliti permasalahan tersebut, apakah hawa

dari ayat tersebut, suatu pemahaman yang menyalahi

nafsumu yang berperan sehingga engkau memihak

ucapan lainnya dari Imammu tersebut. Apakah

orang yang engkau cintai?

penilaianmu mengenai keduanya sama? Yaitu engkau


tidak peduli untuk mencari kejelasan dari dua ayat

Misalkan ada tiga fatwa dari tiga ulama dalam


permasalahan yang berbeda. Satu darimu, fatwa

[1] al-Alim as-Salafi pembantah ahli bidah dan orang-orang sesat, Adz-Dzahabi zaman ini: Syaikh al-Allamah al-Muhadits Abdurrahman bin Yahya
bin Ali bin Abu Bakr al-Yamani al-Mualimi (1313 - 1386 H). Beliau mendapatkan ijazah untuk sebagian kitab hadits dari Syaikh Abdul Qadir bin
Muhammad Shiddiqi al-Qadiri (w. 1962 M) ulama dari Hyderaabad, beliau ini dikenal meriwayatkan dari Syaikh Husein bin Muhsin al-Anshari
yang meriwayatkan dari Syaikh Muhammad Nashr al-Hajimi dari Imam Muhammad bin Ali asy-Syaukani. Syaikh ash-Shiddiqi juga meriwayatkan dari Syaikh Ilahi Bakhasy yang meriwayatkan dari Syaikh Nadzir Husein ad-Dihlawi, dan juga dari beberapa ulama lainnya. Keterangan
ijazah ini termaktub dalam biografinya dimukadimah kitab at-Tankil. Syaikh al-Musnid Muhammad Ziyad Tuklah menuturkan bahwa Syaikh
al-Mualimi juga diketahui meriwayatkan dari selain Syaikh Abdul Qadir, diantaranya dengan ijazah pada Syaikh Alawi bin Thahir al-Hadad dan
Syaikh Ahmad Muhammad Sulaiman al-Mualimi.

25

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

NASIHAT ULAMA

yang kedua dari orang yang engkau cintai, dan fatwa

maksiat atau kekurangan dalam syariat, pent) sama

yang ketiga dari orang yang engkau tidak sukai, dan

dengan kebencianmu kepada dirimu sendiri, dan

setelah engkau teliti kedua fatwa temanmu tersebut,

apakah engkau dapatkan marahmu kepada dirimu

maka engkau nilai keduanya benar pula, kemudian

sendiri sama dengan marahmu kepadanya?

sampai kepadamu berita ada seorang alim lain yang

Kesimpulannya, pintu-pintu hawa nafsu tidak

mengkritik salah satu dari ketiga fatwa tersebut,

terhitung banyaknya, dan hal ini saya mempunyai

dan mengingkarinya dengan sangat keras, apakah

pengalaman pribadi ketika saya memperhatikan

engkau mempunyai sikap yang sama apabila fatwa

satu permasalahan yang saya anggap bahwa hawa

yang dikritik itu fatwamu, atau fatwa sahabatmu, atau

nafsuku tidak ikut campur dalam masalah ini. Tampak

fatwa orang yang engkau tidak sukai?

bagiku dalam masalah tersebut satu pengertian,

Misalkan engkau mengetahui seseorang berbuat

maka saya menetapkannya dengan satu ketetapan

kemungkaran, dan engkau berhalangan untuk

yang saya kagumi, kemudian setelah itu tampak

mengingkarinya, kemudian sampai berita kepadamu

bagiku sesuatu yang membuat cacat ketetapan tadi,

ada seorang ahli ilmu yang mengingkari orang

maka saya dapati diri saya gigih mempertahankan

tersebut dengan kerasnya, maka apakah anggapan

kesalahan tadi dan jiwaku menyuruhku untuk

baikmu itu sama apabila yang mengingkari itu

memberikan pembelaan, dan menutup mata,

temanmu atau musuhmu, begitu pula apabila orang

menolak untuk mengadakan penelitian lebih lanjut

yang diingkarinya itu temanmu atau musuhmu?

secara mendalam. Hal ini dikarenakan ketika

Periksalah dirimu, engkau dapatkan dirimu sendiri

saya menetapkan pengertian pertama yang saya

ditimpa musibah dengan perbuatan maksiat atau

kagumi, setelah itu hawa nafsu saya condong untuk

kekurangan dalam hal dien, dan engkau dapatkan

membenarkannya. Padahal hal ini belum ada satu

orang yang engkau benci ditimpa musibah dengan

orang pun yang mengetahuinya, maka bagaimana

melakukan maksiat pula dan kekurangan lainnya

seandainya hal tersebut sudah saya sebarluaskan

dalam syariat yang tidak lebih berat dari musibah

ke khalayak ramai, kemudian setelah itu nampak

yang menimpamu. Maka apakah engkau dapati

bagiku bahwa pengertian tersebut salah? Maka

kebencianmu kepada orang tersebut (disebabkan

bagaimana pula apabila kesalahan itu bukan saya

26

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

NASIHAT ULAMA
sendiri yang mengetahuinya melainkan orang lain

sampai kelewatan menjadikan orang yang tidak

yang mengkritikku ? Bagaimana pula jika orang yang

mengetahui tabiat manusia dan pengaruh hawa

rnengkritik tersebut adalah orang yang aku benci?

nafsu yang demikian besar menyangka bahwa si


alim tadi melakukan kesalahan yang fatal dengan

Hal ini bukan berarti seorang alim dituntut


untuk tidak mempunyai hawa nafsu, karena ini

sengaja. Di antara ulama juga ada orang yang dapat

di luar kemampuannya,tetapi kewajiban seorang

mengerem hawa nafsunya sehingga sedikit sekali

alim untuk mengoreksi diri dari hawa nafsunya

mengikuti hawa nafsunya.

supaya dia mengetahui kemudian mengekangnya,

Barangsiapa yang sering membaca buku-buku dari

dan memperhatikan dengan seksama dalam hal

para penulis yang sama sekali tidak menyandarkan

kebenaran sebagai suatu kebenaran, apabila jelas

ijtihad mereka kepada Al-Quran dan As-Sunnah,

baginya bahwa kebenaran itu menyalahi hawa

maka dia akan mendapatkan keajaiban yang banyak.

nafsunya, maka dia harus mengutamakan kebenaran

Hal ini susah untuk diketahui, kecuali oleh orang-

daripada mengikuti hawa nafsunya.

orang yang hawa nafsunya tidak condong kepada

Ini -wallahu alam- makna hadits yang disebutkan

buku-buku tersebut, bahkan condong kepada

oleh An-Nawawi dalam Al-Arbain dan beliau

kebenaran yang bertentangan dengan buku-buku

menyebutkan sanadnya shahih yaitu, Tidaklah

tersebut, karena kalau hawa nafsunya condong

seorang di antara kalian beriman (dengan sempurna)

kepada buku-buku tersebut dan sudah dikuasai hawa


nafsunya, dia menyangka bahwa orang-orang yang
sependapat dengan dia itu bersih dari mengikuti
hawa nafsu, bahkan orang-orang

Seorang alim kadang lalai dalam mengawasi


hawa nafsunya. Ia bersikap toleran sehingga
dirinya condong kepada kebatilan dan membela
kebatilan tersebut, dan dia menyangka bahwa
dirinya belum menyimpang dari kebenaran dan
dia menyangka pula bahwa dirinya tidak sedang
memusuhi kebenaran, dan hampir tidak ada
orang yang selamat dari perbuatan ini, kecuali
orang yang dipelihara oleh Allah Taala.

yang bertentangan dengan dia,


merekalah yang mengikuti hawa
nafsu.
Orang salaf dahulu ada yang
berlebih-lebihan dalam mengerem
hawa nafsunya, sampai ia
terjerumus dalam kesalahan
dari sisi yang lain seperti
seorang haklm yang mengadili
dua orang yang berselisih orang
yang pertama adalah saudara
kandungnya dan orang yang
kedua adalah musuhnya maka dia
berleblih-lebihan dalam mengerem

sehingga menjadikan hawa nafsunya mengikuti


kepada apa-apa yang datang dariku.

hawa nafsunya Sampai dia


menzalimi saudara kandungnya sendiri. Orang seperti

Seorang alim kadang lalai dalam mengawasi

ini seperti orang yang berjalan di tebing yang curam

hawa nafsunya. Ia bersikap toleran sehingga dirinya

kanan kirinya jurang karena dia menghindar dari

condong kepada kebatilan dan membela kebatilan

jurang yang berada di sebelah kanannya dia menjauh

tersebut, dan dia menyangka bahwa dirinya belum

darinya tetapi berlebihan. Sampai dia terjatuh ke

menyimpang dari kebenaran dan dia menyangka pula

jurang yang berada di sebelah kirinya.[1] [red]

bahwa dirinya tidak sedang memusuhi kebenaran,


dan ini hampir tidak ada orang yang selamat dari
perbuatan ini, kecuali orang yang dipelihara oleh
Allah Taala. Hanya saja para ulama bertingkat-tingkat
dalam sikapnya terhadap hawa nafsu, di antara
mereka ada yang sering terbawa arus hawa nafsunya

27

[1] Dari buku At Tankiil bagian keempat Al Quaid ila Tashih Al Aqaaid,
hal. 196-198, terjemahan diambil dari kitab Fiqh Nasehat karya Ust.
Fariq Gasim Anuz.

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

BIOGRAFI ULAMA NUSANTARA

BIOGRAFI ULAMA NUSANTARA 1

Zubair bin Ahmad


Al-Fulfulani
Kepadanya al-Fadani Membaca
Al-Aqidah Al-Wasithiyyah
Sosok ulama yang akan segera kita telusuri

Syaikh Sulaeman bin Sahman An-Najdi yang bertajuk

perjalanan hidupnya memiliki daya tarik tersendiri

Al-Hadiyyah As-Saniyyah wa At-Tuhfah Al-Wahhabiyyah

di banding ulama-ulama Nusantara pada umumnya.

An-Najdiyyah dan sebuah kitab karya kakeknya

Daya tariknya terletak pada kitab-kitab yang beliau

yang memuat Aqidah As-Salaf Ashhab Al-Hadits

ajarkan atau yang dipelajari muridnya kepadanya

secara gelobal dan ringkasan fiqih Syafii , yang

yang akan segera kita sebutkan. Nampaknya beliau

berjudul Sullam Al-Mubtadi ila Thariqah Al-Muhtadi.

memiliki misi dan manhaj yang tidak bersinggungan

Tidak hanya menerjemahkan kitab, beliau bahkan

dengan apa yang dibawa dan didakwahkan oleh

menjabarkannya dalam Kifayah Al-Muhtadi syarah

Syaikh Ahmad bin Abdul Lathf Al-Khathib Al-

Sullam Al-Mubtadi.

Minangkabawi[1] dan Syaikh Muhammad Nur bin

Sementara itu Syaikh Zubair tercatat telah

Ismail bin Dawud bin Abdullah Al-Fathani[2]. Ulama

mengajarkan sejumlah kitab aqidah Ahlussunnah

pertama merupakan sosok alim yang berjalan di

wal Jamaah yang masih sering dianggap sebagai

atas manhaj Ahlussunnah wal Jamaah meski di

aqidah mujassimah. Ya, beliau mengajarkan

beberapa masalah terjerumus pada kekeliruan

kitab ulama yang dituduh secara zhalim sebagai

sebagaimana umumnya manusia normal lainnya-.

pembawa panji aqidah mujassimah dan di beberapa

Kenyataan ini diungkapkan oleh puteranya sendiri,

kesempatan dinilai kafir oleh sejumlah orang yang

Syaikh Abdul Hamid bin Ahmad Al-Khathib, dalam

tidak menyukainya. Beliaulah Syaikhul Islam Ahmad

Ahmad Al-Khathib Baits An-Nahdhah Al-Islamiyyah

bin Abdul Halim bin Abdussalam bin Taimiyyah Al-

(hal. 19). Sementara ulama kedua adalah seorang

Harrani rahimahullah- atau yang lebih akrab disapa

ulama asal Patani yang terekam oleh sejarah pernah

Ibnu Taimiyyah. Hal ini menunjukkan bahwa Syaikh

menerjemahkan sebuah karya kitab aqidah karya

Zubair memiliki aqidah lurus sesuai jalan As-Salaf


Ash-Shalih.

[1] Biografinya bisa dijumpai dalam Al-Qaul At-Tahif fi Tarjamah


Ahmad Khathib bin Abdil Lathib karya beliau, Ahmad Al-Khathib
Baits An-Nahdhah Al-Islamiyyah, Natsr Ad-Durar fi Tadzyil Nazhm
Ad-Durar (hal. 20) karya Abdullah bin Muhammad Al-Ghazi AlMakki, Siyar wa Tarajim (hal. 38-43) karya Umar Yahya Abdul Jabbar, Al-Jawahir Al-Hissan (I/231) karya Zakariya bin Abdullah Bela,
Syekh Ahmad Khatib Ilmuan Islam di Permulaan Abad Ini karya
Drs. Akhria Nazwar, Alam Al-Mikkiyyin (I/407) karya Abdullah
bin Abdurrahman Al-Muallimi, Mausuah Alam Al-Qarn Ar-Rabi
Asyar wa Al-Khamis Asyar (I/474) karya Ibrahim bin Abdullah
Al-Hazimi.
[2] Biografinya bisa dijumpai di Faidh Al-Malik Al-Wahhab Al-Mutaali
(III/1641) karya Abdussattar bin Abdul Wahhab Ad-Dahlawi,
Al-Mukhtashar min Nasyr An-Nur wa Az-Zuhar (hal. 474), Alam
Al-Makkiyyin (II/279-730), Siyar wa Tarajim (hal. 302-303), Ahl
Al-Hijaz ba Aqibihim At-Tarikhi (hal. 293), dan Sirah wa Manaqib
Muhammad Nur Fathani karya Muhammad bin Muhammad Nur
Al-Fathani.

28

Tidak saja kitab Ibnu Taimiyyah, bahkan beliau


mengajarkan kitab karya Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab At-Tamimi An-Najdi Al-Hanbali yang
juga tak selamat dari tuduhan miring banyak orang.
Dua hal ini, selain beberapa hal lainnya, yang
menguatkan asumsi penulis bahwa Syaikh Zubair
Al-Fulfulani memeliki keyakinan yang sejalan dan
selaras dengan keyakinan Ahlussunnah wal Jamaah
yang di masanya tidak banyak dipelajari, bahkan

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

BIOGRAFI ULAMA NUSANTARA


lebih cenderung ditahdzir.

Ahlussunnah wal Jamaah yang tentu kelak akan diisi

Adalah Muhammad Mukhtaruddin bin Zainul

oleh murid-muridnya yang pulang ke masing-masing

Abidin Al-Falimbani mencatat dalam Bulugh Al-Amani

negeri mereka. Apatah lagi Syaikh Zubair di kemudian

bahwa Syaikh Muhammad Yasin bin Muhammad

hari merintis madrasah dan mengajar di sini.

Isa Al-Fadani pernah mempelajari Al-Aqidah Al-

Setelah memapar peran dan jasa beliau dalam

Wasithiyyah[3] karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,

mengibarkan aqidah Ahlussunnah, kiranya kita

Kasyf Asy-Syubhat[4] karya Syaikh Muhammad bin

semakin tidak sabar untuk menelusuri lebih jauh

Abdul Wahhab At-Tamimi, Manzhumah Al-Aqidah As-

perjalanan hidup beliau. Oleh karena itu, berikut

Safariniyyah[5] karya Imam Muhammad bin Ahmad bin

adalah sekelumit riwayat hidup beliau berdasarkan

Salim As-Safarini Al-Hanbali, dan beberapa kitab lain

catatan-catatan Syaikh Abdurrahman bin Abdullah

kepada Syaikh Zubair Al-Fulfulani.

Al-Maallimi dalam Alam Al-Makkiyyin (II/173) yang

Kenyataan inilah yang menjadi dasar penulis

menukil dari Tasynif Al-Asma (hal. 217) karya Mahmud

dalam menilai aqidah Syaikh Zubair. Memang sumber

Said bin Muhammad Mamduh Al-Qahiri, Al-Jawahir

ini hanya menyebutkan Syaikh Al-Fadani yang mengaji

Al-Hissan fi Tarajim Al-Fudhala wa Al-Ayan (I/425)

pada beliau aqidah Ahlussunnah, namun kiranya hal

karya Syaikh Abu Yahya Zakariya bin Abdullah Bela

ini bisa menjadi dasar asumsi yang kuat beliau pun

Al-Andunisi (1329-1413), Bulugh Al-Amani (hal. 24)

mengajarkan pada murid-muridnya yang lain aqidah

karya Syaikh Muhammad Mukhtaruddin bin Zainul

Ahlussunnah sebagaimana yang dipelajari Syaikh

Abidin Al-Falimbani (....-1411)[6], dan lain-lain. Selain

Al-Fadani kepada beliau. Ini semua menjadi nilai

itu, sebenarnya biografi Syaikh Zubair juga terekam

plus pada diri beliau mengingat perannya sebagai

dalam Qurrah Al-Ain (I/173) karya Al-Fadani dan Tarikh

guru besar di Madrasah Darul Ulum di Makkah yang

At-Talim wa Rijalatih (hal. 121-122) sebagaimana yang

mayoritas muridnya berasal dari Nusantara yang

diisyaratkan oleh pentahqiq Al-Jawahir Al-Hissan,

masih terbilang minim akan pengibar panji dakwah

namun penulis belum berhasil menelusurinya.

[3] Kitab ini ditulis Syaikhul Islam dalam satu majlis usai ashar pada
tahun 698 H atas permintaan salah satu qadhi Wasith. Oleh karena
itu kitab ini disebut Al-Aqidah Al-Wasithiyyah. Kitab ini lebih fokus
memaparkan aqidah Ahlussunnah wal Jamaah dalam bab asma
wa shifat. Kedudukan kitab ini terlihat dari perhatian para ulama
padanya dengan mencetak, menghafal, mensyarah, mengajarkan,
dan menganjurkan seluruh penuntut ilmu untuk tidak meluputkan
kitab ini. Adapun penjabaran-penjabaran kitab ini bisa kita jumpai
misalnya Ar-Raudhah An-Nadiyyah syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyyah
karya Zaid bin Abdul Aziz bin Fayadh, At-Tanbihat As-Saniyyah ala
Al-Aqidah Al-Wasithiyyah karya Abdul Aziz bin Nashir Ar-Rasyid,
At-Tanbihat Al-Lathifah fima Ihtawat Al-Aqidah Al-Wasithiyyah min
Al-Mabahits Al-Munifah karya Abdurrahman bin Nashir As-Sadi,
Ats-Tsimar Asy-Syahiyyah fi syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyyah karya
Muhammad Khalil Harras, Al-Asilah wa Al-Ajwibah Al-Ushuliyyah
ala Al-Aqidah Al-Wasithiyyah karya Abdul Aziz Al-Muhammad
Al-Salman, Al-Kawasyif Al-Jaliyyah an Maani Al-Wasithiyyah
karya Abdul Aziz Al-Muhammad As-Salman, Al-Minhah AlIlahiyyah fi syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyyah karya Abdurrahman
bin Mushthafa Al-Ghurabi, Al-Ajwibah Al-Mufidah ala Asilah
Al-Aqidah karya Abdurrahman bin Hamd Al-Juthaili, Syarah
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Shalih bin Fauzan bin
Abdullah Al-Fauzan, dan masih banyak lainnya.
[4] Termasuk kitab yang paling banyak faidah meski tipis. Kitab ini
memuat penelasan pokok-pokok agama Islam dan aqidah kaum
muwahhidin dan menguak kerancuan kaum musyrikin. Kitab ini
telah dicetak berulangkali dengan pengawasan sejumlah ahli ilmu,
seperti cet. Muhammad Hamid Al-Faqi th. 1365, cet. Muhammad
bin Abdul Aziz bin Mani, cet. Muhammad Munir Ad-Dimasyqi
Al-Azhari th. 1371, cet. Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam, cet.
Ali Al-Hamd Ash-Shalihi th. 1383, cet. Muhibbuddin Al-Khathib th.
1380, dan banyak lagi. Oleh karena pentingya kitab ini sehingga
banyak ulama yang mencurahkan perhatiannya pada kitab ini
dengan menghafal, mencetak, mensyarah, mengajarkan, dan
menyarankan penuntut ilmu untuk menekuni kitab ini. Di antara
yang terpenting adalah syarah Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin dan syarah Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah
Al-Fauzan.
[5] Sebuah kitab yang menjelaskan pokok-pokok aqidah Ahlussunnah
wal Jamaah.

bin Muhammad Nur Al-Fulfulani Asy-Syafii. Al-

Nasab beliau adalah Zubair bin Ismail bin Ibrahim

29

Fulfulani merupakan nisbat suatu daerah di Malaysia.


Namun penulis Bulugh Al-Amani mengatakan bahwa
selain nisbat Al-Fulfulani, Zubair juga memiliki
nisbat lain, yaitu Ad-Demai dan Al-Andunisi yang
mengisyaratkan bahwa beliau adalah orang
Indonesia atau pernah singgah di Indonesia beberapa
tahun lamanya. Namun demikian nampaknya penulis
Bulugh Al-Amani bermaksud menjelaskan asal-usul
Syaikh Zubar. Nampaknya hal ini dikuatkan oleh
penulis Al-Jawahir Al-Hissan yang menuliskan nisbat
Al-Mariki di belakang nama Zubair. Sedang nisbat
Al-Mariki berkaitan erat dengan orang Jawa. Akan
tetapi meski begitu, penulis belum bisa mentarjih
mana yang lebih benar.
Zubair dilahirkan di negerinya, Fulfulan, pada
tahun 1324 H dan mendapatkan didikan langsung
dari sang ayah, Ahmad. Kemudian ia dimasukkan ke
Madrasah At-Taraqqi untuk mempelajari dasar-dasar
[6] Lihat biografinya di Mujam Al-Maajim (III/69-70) dan Aqd AlJauhar fi Ulama Ar-Rub Al-Uwwal min Al-Qarn Al-Khamis Asyar
(II/2134) dan disini Dr. Yusuf bin Abdurrahman Al-Marasyali
menyebutkan bahwa biografinya juga bisa dijumpai di An-Nahj AsSadid (hal. 348) dan Fath Al-Allam (I/81) keduanya karya Al-Arkani.
Beliau memiliki Majmuah Asanid wa Ijazat Mukhtar Al-Falimbani.

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

BIOGRAFI ULAMA NUSANTARA


membaca dan menulis, serta menghafal Al-Quran dan

dahaga akan ilmu meski ia telah menimba ilmu dari

sekelumit fiqih.

sejumlah banyak ulama yang tak bisa dipungkiri

Pada tahun 1339 H, Zubair melanjutkan

keilmuan mereka. Dari situ pandangannya jatuh

pengembaraannya dalam menuntut ilmu di Madrasah

pada Al-Madrasah Ash-Shaulatiyyah, sebuah

Masyhur. Di madarah keduanya ini ia berkesempatan

madrasah bergengsi saat itu, untuk memperdalam

menimba ilmu dari sejumlah ulama kenamaan yang

keilmuannya. Ia menyenyelesaikan di madrasahnya

salah satunya berasal dari Minangkabau, yaitu Syaikh

yang ke-4 ini pada tahun 1349 H.

Teher Jalaluddin Al-Falaki Al-Azhari (1869-1956)[7].

Setelah lulus dari madrasah yang dirintis Syaikh

Selain itu ia juga ngaji kepada Syaikh Abdurrahman

Rahmatullah bin Khalil Al-Utsmani Al-Hindi (1226-

Firdaus Al-Makki, Syaikh Muhammad Radhi Al-Makki,

1308)[14] atas biaya saudagar kaya asal India yang

dan Syaikh Abdullah Al-Maghribi.

bernama Shaulah ini, Zubair kembali mencari tempat

Merukan semacam tradisi di tengah para pencari

yang bisa diambilnya faidah ilmiah. Demikianlah

ilmu yang tidak pernah puas, serasa tidak afdhal jika

jika seseorang jika sudah cinta kepada ilmu. Ia tidak

pengembaraan dalam mencari warisan para Nabi

akan pernah puas dengan apa yang diperolehnya.

ini tidak berlanjut ke Tanah Haramain. Hal inilah

Bak orang yang berenang di lautan lepas. Semakin ia

yang juga dirasakan oleh Zubair kecil. Ia pun beserta

berenang ke laut, semakin ia jumpai betapa luasnya

sejumlah rekannya melawat ke Makkah dalam

lautan itu. Oleh sebab itu tidak heran jika baginda

rangka memperdalam ilmu. Maka mereka masuk

Nabi kita shallallahu alaihi wa sallam- sampai

Madrasah Hasyimiyyah yang saat itu dianyomi oleh

bersabda, Dua orang yang tak pernah puas dengan

Syarif Husain bin Ali. Di madrasah sinilah ia berhasil

apa yang diperolehnya; penuntut harta dan penimba

nyantri kepada sejumlah ulama besar semacam

ilmu.

Syaikh Umar bin Abu Bakar Bajunaed Al-Hadhrami

Adalah Al-Mahad As-Suudi merupakan madrasah

Al-Makki (1263-1354)[8], Syaikh Jamal bin Muhammad

yang menjadi pilihannya pasca kelulusannya

bin Husain Al-Maliki (1285-1349)[9], Syaikh Habibullah

dari Madrasah Saulatiyyah. Di tengah-tengah

bin Mayaba[10] Asy-Syinqithi (1295-1323)[11], Syaikh

kesibukannya menimba ilmu di mahad ini, Zubair

Muhammad Abdullah Zaedan Asy-Syinqithi[12], dan

juga menyempatkan diri untuk meneguk sejuta

Syaikh Umar bin Hamdan Al-Mahrasi (1293-1368)[13]

faidah ilmiah di halaqah-halaqah yang dijumpainya di

yang bergelar Muhaddits Al-Haramain atau pakar

Masjidil Haram dan juga di berbagai kedialam ulama

haditsnya dua Tanah Suci, Makkah dan Madinah.

selain yang disebutkan di atas. Di antara mereka


ialah Syaikh Rahmatullah Al-Utsmani Al-Hindi, Syaikh

Lagi-lagi seorang Zubair masih saja merasa

Mahmud Arif Al-Bukhari, Syaikh Abdul Lathif bin


[7] Nama lengjap beliau ialah Muhammad Teher bin Syaikh Muhammad. Lihat Ayahku; Riwayat Hidup Dr. Abdul Karim Amrullah (hal.
274-276) karya Prof. Dr. Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah
atau yang lebih kondang dengan sebutan Buya Hamka rahimahullah- dan Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942 (hal.
40-42) karya Deliar Noer rahimahullah-.
[8] Lihat biografinya dalam Siyar wa Tarajim (hal. 147), Alam AlMakkiyyin (I/251)
[9] Lihat biografinya di Siyar wa Tarajim (hal. 90) dan Alam AlMakkiyyin (II/825).
[10] Mayaba bermakna pendermawan. Kakeknya terkenal dengan gelar
itu karena kedermawanannya yang luar biasa. Diriwayatkan bahwa
beliau tidak pernah menolak permintaan siapa pun.
[11] Lihat Faidh Al-Malik Al-Wahhab Al-Mutaali (I/496-497), Mujam AlMuallifin (IX/176), Ad-Dalil Al-Masyir (hal. 72-73) dan muqaddimah
tahqiq Prof. Dr. Abdul Wahhab abu Sulaeman dalam Al-Jawahir AtsTsaminah (no. 93), Bulugh Al-Amani (hal. 145), dan Natsr Al-Jawahir
wa Ad-Durar (II/1119-1120).
[12] Disebutkan dalam catatan kaki Ats-Tsabt Al-Kabir (hal. 203),
bahwa Syaikh Hasan bin Muhammad Al-Masyath telah menuliskan
biografi beliau dalam Al-Irsyad (hal. 3).
[13] Lihat biografinya di Faidh Al-Malik Al-Wahhab Al-Mutaali
(II/1200), Siyar wa Tarajim (hal. 204), Alam Al-Makkiyyin (I/38-39),
Ad-Dalil Al-Musyir (hal. 310-327), Bulugh Al-Amani (hal. 9-13),
dan Abul Faidh Al-Fadani telah menulis buku khusus terkait
sanad Syaikh Ibnu Hamdan Al-Mahrasi ini dalam Mathmah AlWujdan min Adanis Umar Hamdan dalam 3 jilid besar kemudian
diringkas dalam Ittihaf Al-Ikhwan fi Ikhtishar Mathmah AlWijdan.

30

Fakhruddin Al-Qari Al-Hindi Al-Hanafi (1301-1356)[15],


Al-Qadhi Hasan bin Muhammad Al-Masyath (13171399)[16], Syaikh Mukhtar bin Utsman Makhdum
Al-Bukhari Al-Hanafi (1316-1367)[17], Syaikh Abdullah
bin Muhammad Abdullah Al-Bukhari Al-Hanafi yang
[14] Penulis Izhhar Al-Haq, buku kristologi yang membuat gempar
kalangan Barat, Izalah Al-Auham, Izalah Asy-Syukuk, Al-Ijaz fi
Tahrif Al-Injil, Ahsan Al-Hadits fi Ibthal At-Tatslits, Al-Buruq AlLamiah fi Itsbat Ar-Risalah Al-Muhammadiyyah, At-Tuhfah Al-Itsna
Asyariyyah fi Ar-Radd ala Ar-Rawafidh, dan banyak lagi. Kitab
pertama merupakan salah satu kitab yang sering menjadi rujukan
KH Ahmad Dahlan rahimahullah- (Pelajaran KHA Ahmad Dahlan
hal. 3 karya KRH Hadjid). Lihat biografinya, misalnya, di Faidh
Al-Malik Al-Wahhab Al-Mutaali (I/548-553), Natsr Al-Jawahir wa AdDurar (II/1167-1168), Siyar wa Tarajim (hal. 108-112), Alam Al-Hijaz
(II/286-313), dan Mujam Al-Muallifin (IV/154).
[15] Lihat biografinya di Al-Jawahir Al-Hissan (I/260-261).
[16] Lihat biografinya di Ats-Tsabt Al-Kabir (hal. 19-65) Al-Jawahir AlHissan (I/ 313-316), Alam Al-Makkiyyin (II/885-888), muqaddimah
Prof. Dr. Abdul Wahhab bin Ibrahim Abu Sulaeman dalam AlJawahir Ats-Tsaminahfi Bayan Adillah Alim Al-Madinah (hal. 17-71),
Bulugh Al-Amani (hal. 21-23), Alam Al-Hijaz (III/309-335), dan Natsr
Al-Jawahir wa Ad-Durar (I/356-357).
[17] Lihat biografinya di Al-Jawahir Al-Hissan (I/166-167) dan Bulugh
Al-Amani (hal. 13-14).

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

BIOGRAFI ULAMA NUSANTARA


masyhur dengan sapaan Kujak[18] (...-1297). Zubair

Pada tahun 1353 H, Syaikh Zubair ikut serta

mengaji kepada ulama-ulama ini di Al-Madrasah Ash-

merintis Madrasah Darul Ulum Ad-Diniyyah[31]

Shaulatiyyah.

bersama sejumlah ulama Nusantara lainnya seperti

Sedangkan ulama-ulama yang dijumpainya

Syaikh Muhsin bin Ali Al-Musawa Al-Falimbani (1324-

di Masjidil Haram ialah seperti Syaikh Said bin

1354)[32]dan Syaikh Zaini Bawean (1334-1426)[33]. ia

Muhammad Yamani (1265-1352)[19], Syaikh Hasan bin

pun ditunjuk sebagai naib mudir, Sayyid Muhsin, di

Said bin Muhammad Yamani (1312-1391)[20], mufti Asy-

madrasah yang baru dirintis ini yang di kemudian

Syafiiyyah di Makkah Sayyid Abdullah bin Muhammad

hari setelah kewafatan mudir pertama, beliau

Shalih Az-Zawawi (1266-1343)[21], dan Syaikh

dinobatkan sebagai pengganti mudir pada periode

Muhammad Ali bin Husain Al-Maliki (1287-1368)[22].

berikutnya. Beliau mengasuh madrasah ini hingga

Al-Falimbani dalam Bulugh Al-Amani menyebutkan


di antara guru-guru Zubair ialah Syaikh Umar bin

tahun 1359 H.
Berikutnya Syaikh Zubair kembali ke negerinya

Abu Bakar Bajuneid (1263-1354)[23], Syaikh Ahmad

dan menetap di beberapa madrasah Islam. Beliau

bin Muhammad As-Sanusi Al-Khaththabi (1284-

mengajar Madrasah Al-Huda, Madrasah Al-Ulum

1351)[24], Sayyid Idrus bin Salim Al-Barr (1299-1367)[25],

Asy-Syariyyah, Madrasah Al-Akhlaq Al-Islamiyyah, dan

Sayyid Bakar bin Salim Al-Barr (1301-1384)[26], Syaikh

kemudian Al-Madrasah Al-Idrisiyyah yang kelak beliau

Abdullah bin Muhammad Al-Ghazi Al-Makki (1291-

ditunjuk sebagi mudir di sini.

1365)[27], Syaikh Muhammad bin Abdul Baqi Al-Ayyubi

Berkat usaha Syaikh Zaubair bin Ahmad Al-Fulfulani

Al-Laknawi (w. 1364)[28], Syaikh Abdul Qadir bin Taufiq

rahimahullah- dalam mengajarkan berbagai

Asy-Syilbi Ath-Tharabulsi (1295-1369)[29], dan Sayyid

disiplin ilmu di sejumlah madrasah-madrasah yang

Muhammad Abdul Hayy bin Abdul Kabir Al-Katani

disinggung di atas, lahirlah sejumlah besar ulama

Al-Fasi (1303-1382)[30].

yang tentu saja memainkan peran penting dalam

Setelah dirasa mumpuni dalam berbagai bidang


disiplin ilmu, Zubair bin Ahmad Al-Fulfulani diberi izin

mendakwahkan Islam di periode berikutnya. [Firman


Hidayat] []

untuk membuka pengajian. Ia pun mulai mengajar

fiqih Syafii di Masjidil Haram yang oleh para penuntut

Pondok Gede,

ilmu disambut dengan hangat.

Ahad, 03 Syaban 1435 H


01 Juni 2014 M

[18] Lihat biografinya di Faidh Al-Malik Al-Wahhab Al-Mutaali (II/984),


Al-Mukhtashar min Nasyr An-Nur wa Az-Zuhar (hal. 316-317), Alam
Al-Makkiyyin (II/814), dan Nazhm Ad-Durar (hal. 135).
[19] Siyar wa Tarajim (hal. 120) dan Alam Al-Makkiyyin (II/1020-1021),
dan Bulugh Al-Amani (hal. 42).
[20] Alam Al-Makkiyyin (II/1019-1020).
[21] Beliau memiliki Bughyah Ar-Raghibin wa Qurrah Ain Ahl Al-Balad
Al-Amin. Lihat Siyar wa Tarajim ( hal. 140), Mustadrak Mujam AlMuallifin (hal. 432) karya Umar Ridha Kahalah, Al-Alam (IV/132),
Mujam Al-Kuttab wa Al-Muallifin (I/67), dan Alam al-Makkiyyin
(II/488).
[22] Lihat biografinya di Ad-Dalil Al-Musyir (hal. 271-277), Siyar wa
Tarajim (hal. 260-265), dan Abul Faidh Al-Fadani telah menulis satu
kitab khusus untuk biografi dan sanad beliau dalam Al-Qaul Al-Jali
fi Asanid Fadhilah Asy-Syaikh Muhammad Ali.
[23] Ad-Dalil Al-Musyir (hal. 296), Siyar wa Tarajim (hal. 147), dan Alam
Al-Makkiyyin (I/251).
[24] Al-Mukhtashar min Nasyr An-Nur wa Az-Zuhar (hal. 443), Bulugh
Al-Amani (hal. 44), dan Alam Al-Makkiyyin (I/539-540).
[25] Ad-Dalil Al-Musyir (hal. 335), Siyar wa Tarajim (hal. 218), Al-Jawahir
Al-Hissan (I/336-338), Bulugh Al-Amani (hal. 56), dan Alam AlMakkiyyin (I/255)
[26] Siyar wa Tarajim (hal. 30) dan Alam Al-Makkiyyin (1/254).
[27] Al-Jawahir Al-Hissan (I/132-136), Siyar wa Tarajim (hal. 202), Alam
Al-Makkiyyin (II/704-705), muqaddimah Prof. Dr. Abdul Malik bin
Duhasiy rahimahullah- dalam Ifadah Al-Anam bi Dzikr Balad Allah
Al-Haram (I/9-53), Ad-Dalil Al-Musyir (hal. 217-227), Alam Al-Hijaz
(IV/89-98), dan Bulugh Al-Amani (hal. 17-20).

[31] Terkait Madrasah Dar Al-Ulum Ad-Diniyyah bisa merujuk pada


buku Tarikh Al-Katatib wa Al-Madaris Al-Ahliyyah bi Makkah
Al-Mukarramah karya Faishal bin Abdullah Muqadimi (meski
sebenarnya saya belum pernah melihat buku ini).
[32] Abul Faidh Al-Fadani pernah menulis kitab tersendiri terkait
biografi dan sanad Syaikh Muhsin Al-Musawa dengan tajuk Faidh
Al-Muhaimin fi Tarjamah wa Asanid As-Sayyid Muhsin. Lihat pula
Siyar wa Tarajim (hal. 293-294), muqaddimah Sayyid Ahmad Sayyid
Ahmad Yusuf dalam Nahj At-Taisir syarah Manzhumah At-Tafsir,
Al-Jawahir Al-Hissan (I/288-294), Bulugh Al-Amani (hal. 25-26), dan
Alam Al-Makkiyyin (II/882-884), dan Nats Al-Jawahir wa Ad-Durar
(II/1007-1009).
[33] Lihat biografinya di Imta Al-Fudhala fi Tarajim Al-Qurra (II/127128).

[28] Lihat biografinya di Bulugh Al-Amani (hal. 70-71).


[29] Lihat biografinya di Ad-Dalil Al-Musyir (hal. 184-189) dan Bulugh
Al-Amani (hal. 72-73).
[30] Lihat biografinya di Ad-Dalil Al-Musyir (hal. 148-175) dan Natsr
Al-Jawahir wa Ad-Durar (II/1292-1300).

31

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

Ijazah

IJAZAH

Ijazah Syaikh Umar


Hamdan al-Mahrasi
Kepada Murid-Muridnya

esungguhnya Allah telah memuliakan umat


ini dengan isnad, yang tidak pernah ada
bagi umat sebelumnya sebuah ciri khas
semisal ini. Itulah sunnah yang dilakukan
salaf lalu diikuti oleh khalaf, menjadikan mereka
saling tersambung satu sama lainnya bagaikan
sebuah benang yang tidak pernah terputus
sampai akhir zaman. Sungguh Allah telah
menghidupkan bagi kita para ulama yang sibuk
dalam bidang ini. Mereka memelihara dengan
ikhlas sanad ini, menghidup-hidupkan kebiasaan
salaf dalam menerima dan menyampaikan
Photos : Syaikh Umar Hamdan
hadits. Mereka menyema dan membacakan
al-Mahrasi
hadits-hadits satu sama lain tanpa kenal lelah,
atau saling memberi ijazah dengan berbagai
macam caranya. Mereka himpun nama-nama dan biografi guru-guru mereka
dan sanad-sanadnya yang tersambung sampai pemilik kitab masyhur, terus
begitu sampai kepada Rasulullah shallallahualaihi wasallam.
Namun ada sebagian kaum
yang jahil tentang ilmu ini, tapi
menisbatkan diri sebagai anak
murid dari musnid zamannya,
bahkan menurut penuturan
mereka, gurunya telah menuntut
ilmu kepada ulama itu lebih dari 10
tahun lamanya. Lucunya, mereka
jahil terhadap ilmu periwayatan
dan seni-seninya, padahal sang
ulama justru lebih terkenal

32

sebagai ulama riwayah sehingga


disebut Musnid Haramain daripada
ulama dirayah. Kaum pengakungaku ini tidak paham apa itu
ijazah ammah, apa itu hadits
musalsal, apa itu kitab tsabat
dan lain-lainnya. Tidak heran,
karena mereka dikenal sebagai
pendusta yang suka bertaqiyah,
susah dibedakan mana yang jujur
mana yang dusta. Dalam ilmu

hadits riwayat orang seperti ini


ditolak, seperti riwayat Rafidhah.
Anehnya, mereka menjadikan
sanad periwayatan yang ada
pada mereka itu sebagai sarana
dalam mengkafirkan manusia dan
menolak semua ilmu yang datang
dari selain golongannya. Mereka
mengatakan kepada muridmuridnya yang lugu, kalau sanad
ini sudah terputus diluar sana dan
hanya ada pada mereka saja. Ini

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

Ijazah
musibah diantara sekian banyak
musibah yang ada pada mereka,
yang kita patut prihatin akan
keadaan ini.
Ulama yang diklaim sebagai
kakek guru mereka itu adalah
Syaikh al-Allamah al-Musnid Umar
bin Hamdan bin Umar bin Hamdan
al-Makki al-Madani. Dikenal juga
dengan al-Mahrasi yaitu nisbat
kepada sebuah daerah yang
bernama Mahras, karena beliau
lahir disana (1293 H - 1368 H/1949
M)1. Beliau termasuk dari guru
bagi guru-guru kami, musnid
dizamannya, dan berhubungan
dengan banyak ulama diberbagai
negeri sehingga tidak mungkin
sanadnya terputus hanya disatu
kelompok saja.
Bahkan, diantara yang masih
hidup sampai ditulisnya risalah
ini dari murid-murid Syaikh Umar
Hamdan dalam riwayah, adalah
guru kami Syaikh al-Musnid
Ahmad dan Syaikh Muhammad
keduanya anak dari Syaikh Abu
Bakar al-Habsyi2 dan Syaikh
al-Musnid Hasan bin Syaikh
Husein al-Basandwah. Mereka
mendengar dari Syaikh Umar
Hamdan beberapa musalsal dan

Photo : Syaikh Hasan bin Syaikh


Husein al-Basandwah

mendapatkan ijazah ammah


sedangkan waktu itu mereka
masih remaja. Hal ini dikarenakan
bapak mereka merupakan rekan
dan murid Syaikh Umar bin
Hamdan, dimana kadang sebagian
ulama meminta kepada guru atau
rekannya itu agar mengijazahi
anaknya atau muridnya. Dan
faktor kedekatan itu lah yang
membantu guru-guru kami diatas
mendapatkan sanad yang tinggi
ketika mereka masih kecil.

Namun ada sebagian kaum yang jahil


tentang ilmu ini,
tapi menisbatkan
diri sebagai anak
murid dari musnid
zamannya, bahkan
menurut penuturan
mereka, gurunya
telah menuntut ilmu
kepada ulama itu
lebih dari 10 tahun
lamanya.

Mengenal Ijazah-Ijazah Ini


Nash-nash ijazah hadits dari
Syaikh Umar Hamdan kepada
sebagian murid-muridnya yang
akan kami angkat ini, berasal dari
dua sumber:

Photo : Syaikh Ahmad Abu

Pertama, dari Kumpulan Ijazah


Syaikh Muhammad bin Abdul
Hadi al-Manuni yang diijazahkan
kembali kepada murid-muridnya.
Kitab ini merupakan kumpulan
ijazah al-Manuni dari guru-gurunya
yang lebih dari 20 orang, yang
diantaranya (pada halaman 5-6)
adalah ijazah dari Syaikh Umar bin
Hamdan.

Photo : Syaikh Muhammad


Abdul Hadi al-Manuni

Bakar al-Habsyi

33

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

Ijazah
al-Manuni adalah ahli sejarah terkenal yang
berasal dari Maghrib, Maroko. Lahir pada tahun 1333
H/ 1915 M dan meninggal tahun 1420 H/ 1999 M.3
Guru-guru beliau dalam ijazah hadits sangat banyak,
sebagaimana disebutkan dalam kitab. Sebagian
diantaranya : Syaikh al-Muarikh Abdurrahman bin
Zaidan al-Alawi, al-Allamah al-Muhadits Abdul Hafizh
bin Muhammad Thahir al-Fihri al-Fasi, al-Allamah
al-Musnid al-Kabir Muhammad Abdul Hayy bin Abdul
Kabir al-Kattani, Syaikh al-Musnid Umar bin Hamdan
al-Mahrasi, Syaikh al-Muarikh Muhammad Raghib athThabakh dan lainnya. Diantara yang meriwayatkan
kumpulan ijazah ini secara ammah dari Syaikh
al-Manuni adalah Syaikh kami al-Muhadits Prof. Dr.
Ashim bin Abdullah al-Quryuthi dan Syaikh al-Musnid
Muhammad Ziyad at-Tuklah sebagaimana disebutkan
dalam ijazah keduanya kepada kami.
Kedua, dari kitab karya Syaikh al-Musnid
Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al-Fadani
yang berjudul Raudh an-Nadhir pada hal 29-31. Ada
dua ijazah dari Syaikh Umar Hamdan untuk Syaikh
al-Fadani yang disebut disana, yang pendek ada juga
yang agak panjang, kami akan terjemahkan keduaPhoto : Nash Ijazah Umar Hamdan kepada al-Fadani
lembar awal

duanya.
Adapun, kredibilitas al-Fadani dalam bidang ini
tidak usah dibicarakan lagi, namanya masyhur
dan menjadi rujukan sanad para ulama dunia
sehingga dijuluki musnid dunya. Banyak guru
kami yang tersambung kepada beliau, baik melalui
samai, qiraat ataupun ijazah, bahkan beliau pun
mengijazahi semua orang yang menjumpai masa
hidupnya.
Jadi tidak usah disebutkan lagi ketersambungan kami
dengan Syaikh al-Fadani.
Sebenarnya kami pun memiliki beberapa naskah
ijazah lagi, seperti:
1. Ijazah Umar Hamdan untuk Musnid Najd
dizamannya, Syaikh Sulaiman ash-Shani, dalam
bentuk scan/photo manuskrip, kemudian
manuskrip ini dikumpulkan dalam kitab khusus
oleh Syaikh Abu Zakaria Shalih bin Sulaiman al-Hijji
yang dicetak berjudul Tsamr al-Yani fi Ijazat ashPhoto : Nash Ijazah Umar Hamdan kepada alManuni lembar awal

34

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

Ijazah

Photo : Ijazah Umar Hamdan untuk Syaikh Abdul Adzim bin Muhammad
Mahdi al-Kattani

Shani.
2. Ijazah Umar Hamdan untuk
Musnid Maghrib, Syaikh Abdul
Adzim bin Muhammad Mahdi alKattani, berbentuk scan/photo
manuskrip.
3. Ijazah Syaikh Umar Hamdan
untuk sebagian ulama
Hadrmaut, berbentuk scan/
photo manuskrip.
4. Ijazah untuk Musnid Yaman,
Syaikh Abu Bakar bin Ahmad alHabsyi, yang disebutkan dalam
kitab Tsabat ad-Dalil al-Masyir
hal 323-327.
5. Dan lainnya.
Namun, naskah-naskah ini
tidak akan kami terjemahkan
seluruhnya, karena keterbatasan
waktu dan kemampuan, cukup
kami jadikan tambahan dan
kutipan.
Berikut ini terjemahan tiga nash
ijazah itu:
Nash Ijazah Kepada al-Manuni[1] :
Syaikh Umar Hamdan berkata:
Dengan menyebut nama Allah
[1] Diterjemahkan oleh Ustadz Abu Rifki
Fauzi Junaidi.

35

yang maha pengasih lagi maha


penyayang, segala puji hanya
bagi Allah, Rabbnya seluruh alam
semesta, Yang telah memilih umat
ini dengan kemuliaan Isnad, dan
telah menjadikan para pembawa
Sunnah sebagai tiang penopang
yang terkuat, dan aku bersaksi
bahwa tiada Tuhan yang haqq
untuk diibadahi selain Allah yang
Esa tiada sekutu bagiNya, Yang
mengutus rahmatNya didalam
nikmat-nikmatNya yang mengalir
berturut-turut tanpa terputus
dan habis, dan aku bersaksi
sesungguhnya pemimpi kami
dan kekasih kami, Muhammad
adalah hambaNya dan RasulNya,
yang benar segala ucapan
dan perbuatannya, yang baik
sifat-sifatnya dan wataknya,
Beliau telah menerangi hati
kami dengan cahayanya yang
tersebar luas, maka alangkah
baiknya perbuatannya dan faidah
yang beliau berikan, semoga
Allah bershalawat atas Beliau,
keluarganya, dan para sahabatnya,
yang merupakan hamba-hamba
dan ahli zuhud yang paling utama,
Adapun setelah itu semua,
berkata hamba yang faqir kepada
Allah Subhanah Umar bin Hamdan
Al-Mahrasi, pelayan ilmu di dua

tanah haram yang mulia: Sungguh


telah meminta padaku Asy-Syarif
Al-Alim Al-Faqih Al-Muhaddits
Ash-Shufi As-Sayyid Abdurrahman
bin Zaidan[2] tokohnya para Syarif
Al-Alawiyyin di Maknas untuk
memberikan Ijazah kepada AsySyarif Muhammad bin Abdul Hadi
Asy-Syarif Al-Hasani Al-Manuni,
yang sekiranya menurutku
mengabulkan permintaannya
tersebut adalah kewajiban
bagi saya, maka saya kabulkan
permohonannya dan penuhi
keinginannya[3], maka saya
berkata:
Sungguh saya telah mengijazahkan Asy-Syarif Muhammad
bin Abdul Hadi tersebut dengan
ijazah Aammah (yang umum)
Muthlaqah yang sempurna[4], dan
saya memulai[5] dengan hadits
Musalsal Bil Awwaliyyah AlHaqiqiyyah[6], maka saya berkata:
Telah bercerita padaku
Hadits Rahmat Al-Musalsal Bil
Awwaliyyah Syaikh kami Al-Imam
Asy-Syaikh Abu An-Nashr Al-Khathib
Ad-Dimasyqi Asy-Syarif Al-Qadiri[7],
[2] Beliau adalah gurunya al-Manuni
[3] Ini diantara kebiasaan ulama, yaitu seseorang boleh memintakan ijazah hadits
kepada seorang musnid untuk orang lain,
misalnya untuk muridnya, salah satu keluarganya, atau temannya. Disebut dengan
Istida ijazah.
[4] Maksudnya izin untuk meriwayatkan
bagi semua riwayatnya secara mutlak
baik yang melalui sama, ardh, ijazah,
munawalah dan lainnya.
[5] Diantara kebiasaan ulama ahli hadits, adalah membuka majelis haditsnya dengan
musalsal bil awwaliyah begitu pula dalam
ijazah tertulis, mereka suka memulainya
dengan musalsal ini, walaupun tidak mesti
selalu demikian. Didalam musalsal ini
terkandung banyak sekali faidah.
[6] Musalsal bil Awwaliyah terbagi dua: musalsal al-haqiqiyyah dan al-Idhafiyah. Jika
hadits rahmah ini benar-benar pertama
kali hadits yang didengar dari gurunya
maka disebut Musalsal bil Awwaliya
al-Haqiqiyah. Jika hadits rahmah ini
bukanlah hadits yang pertama didengar
dari gurunya, tetapi hadits yang pertama
didengar di majelis itu misalkan, atau
hadits musalsal yang ia dengar pertama
kali, dan lainnya, maka disebut musalsal
bil Awwaliyah al-Idhafiyah.
[7] Ini salah satu sanad beliau untuk musalsal
ini, disebutkan kembali sanad ini oleh
beliau dalam ijazah untuk Syaikh Abu
Bakar al-Habsyi. Diketahui, Syaikh Umar

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

Ijazah
dan Hadits ini adalah Hadits
pertama yang saya dengar darinya,
ia berkata: Telah bercerita padaku
tentang Hadits ini ayahku AsySyaikh Abdul Qadir Al-Khathib, dan
Hadits ini adalah Hadits pertama
yang saya dengar darinya, ia
berkata: Telah bercerita padaku
tentang Hadits ini Asy-Syaikh
Khalil Al-Hisyah, dan Hadits ini
adalah Hadits pertama yang
saya dengar darinya, ia berkata:
Telah berkata padaku tentang
Hadits ini Asy-Syaikh Muhammad
Khalil Al-Kamili, dan Hadits ini
adalah Hadits pertama yang saya
dengar darinya, ia berkata: Telah
bercerita padaku tentang Hadits
ini Asy-Syaikh Ismail Al-Ajaluni, dan
Hadits ini adalah Hadits pertama
yang saya dengar darinya, ia
berkata: Telah bercerita padaku
tentang Hadits ini Asy-Syaikh Abdul
Ghani An-Nabulisi, dan Hadits
ini adalah Hadits pertama yang
saya dengar darinya, ia berkata:
Telah bercerita padaku Asy-Syaikh
Syamsuddin Muhammad bin
Ahmad Al-Ghazzi, dan Hadits ini
adalah Hadits pertama yang saya
dengar darinya, ia berkata: Telah
bercerita padaku tentang Hadits
ini ayahku Asy-Syaikh Al-Badr
Ahmad bin Muhammad Al-Ghazzi,
dan Hadits ini adalah Hadits
pertama yang saya dengar darinya,
ia berkata: telah mengabarkan
padaku Al-Qadhi Zakariya bin
Muhammad Al-Anshari, dan Hadits
ini adalah Hadits pertama yang
saya dengar darinya, ia berkata:
Telah mengabarkan padaku
tentang Hadits ini Al-hafidh Ahmad
bin Hajar Al-Asqalani, dan Hadits
ini adalah Hadits pertama yang
saya dengar darinya, ia berkata:
Telah mengabarkan padaku
Hamdan telah meriwayatkan pula melalui
gurunya yang lain seperti dari Syaikh
Falih Adh-Dhahiri, Syaikh Abdul Hayy
bin Abdul Kabir al-Kattani dan lainnya
sebagaimana nampak dalam nash ijazah
beliau yang lain.

36

tentang Hadits ini Al-hafidh Abu


Al-Fadhl Abdurrahim bin AlHusain Al-Iraqi, ia berkata: Telah
bercerita padaku tentang Hadits
ini Al-Shadr Al-Midumi dan Hadits
ini adalah Hadits pertama yang
saya dengar darinya, ia berkata:
Telah mengabarkan padaku
An-Najib Abdul Lathif bin Abdul
Munim Al-Harrani, dan Hadits ini
adalah Hadits pertama yang saya
dengar darinya, ia berkata: Telah
menceritakan padaku tentang
Hadits ini Al-Hafidh Abul Faraj
Abdurrahman bin Ali Al-Jauzi, dan
Hadits ini adalah Hadits pertama
yang saya dengar darinya, ia
berkata: Telah mengabarkan
pada kami Abu Sad Ismail bin
Abu Shalih, dan Hadits ini adalah
Hadits yang pertama (yang saya
dengar darinya), ia berkata: Telah
mengabarkan padaku Ayahku
Abu Shalih Ahmad bin Abdul Malik
Al-Muadzdzin, dan Hadits ini
adalah Hadits pertama yang saya
dengar darinya, ia berkata: Telah
bercerita pada kami Muhammad
bin Ziyad bin Mahmisy dan Hadits
ini adalah Hadits pertama yang
saya dengar darinya, ia berkata:
Telah mengabarkan pada kami
Abu Hamid Ahmad bin Muhammad
bin Yahya bin Bilal Al-Bazzaz dan
Hadits ini adalah Hadits pertama
yang saya dengar darinya, ia
berkata: Telah mengabarkan pada
kami Abdurrahman bin Bisyr bin
Al-Hakam Al-Abdi, dan Hadits ini
adalah Hadits pertama yang saya
dengar darinya, ia berkata: Telah
mengabarkan pada kami Sufyan
bin Uyainah, dan Hadits ini adalah
Hadits pertama yang saya dengar
darinya, dan Musalsal ini berhenti
padanya, dari Amr bin Dinar dari
Abu Qabus Maula Abdullah bin
Umar dan Ibnu Al-Ash Radhiyallahu
Anhuma dari Abdullah bin Amr bin
Al-Ash Radhiyallahu Anhuma, dia
berkata: Rasullullah Shallallahu

Alaihi Wasallam bersabda:


Orang-orang yang kasih sayang
akan dirahmati Allah yang Maha
Rahman Tabaraka wa Taala,
sayangilah makhluk yang dibumi
maka dzat yang diatas langit akan
menyayangi kalian.
Dan hadits ini telah dikeluarkan
oleh Imam At-Tirmidzi dari
Muhammad bin Abi Umar Al-Adani
dari Sufyan, dan At-Tirmidzi
berkata: Hasan Shahih.
Adapun Isnad-isnad kami untuk
kitab-kitab Hadits, Tafsir, Fiqih,
dan keseluruhan (cabang) ilmu
maka telah tertulis didalam (kitabkitab) Tsabat Masyayikh kami dan
Masyayikh mereka[8].
Dan adapun Tsabat Syaikh
kami Syaikh Falih, maka saya
meriwayatkannya dari penulisnya
secara Sama kepadanya
(mendengar langsung darinya).
Dan adapun tsabat Syaikh
Shalih Al-Fullani[9], maka saya
meriwayatkannya dari Syaikh kami
As-Sayyid Ali Dhahir Al-Madani dari
Syaikh Abdul Ghani Al-Mujadidi dari
Syaikh Muhammad Abid As-Sindi,
dan dengan Sanad inilah saya
meriwayatkan (Tsabat) Hashr AsySyarid min Asanid Syaikh Abid[10],
dan Syaikh Abid meriwayatkan dari
Syaikh Shalih Al-Fallani. Dan saya
(Umar Hamdan) meriwayatkan
Tsabat Syaikh Ibrahim Al-Kurani,
Tsabat Syaikh Ahmad An-Nakhli,
dan Tsabat Syaikh Abdullah
bin Salim Al-Bashri dari Syaikh
Shalih Al-Fallani ini dari Syaikh
Muhammad Said Saqr Al-Madani
dari Syaikh Abu Thahir Al-Kurani
dari ayahnya Syaikh Ibrahim AlKurani[11] dan dari Syaikh Ahmad
[8] Yakni untuk mengetahui sanad-sanad
kitab-kitab berbagai cabang ilmu, bisa
merujuk tsabat-tsabat yang disebutkan
oleh beliau ini.
[9] Syaikh Salih bin Muhammad Al-Fullani
(w. 1218H), tsabatnya: Qatf al-Thamar fi
Rafi Asanid Al-Musannafat fi Al-Funun wa
Al-Athar
[10] Syaikh Muhammad Abid , wafat 1257H.
[11] Syaikh Abu Thahir Ibrahim bin Hasan
Al-Kurani (w. 1101H) , Tsabatnya Al-Umam

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

Ijazah
An-Nakhli[12] dan dari Syaikh
Abdullah bin Salim Al-Bashri[13]. Dan
kitab Tsabat tiga orang Syaikh ini
sudah terkenal.
Adapun kitab Tsabat
Asy-Syaukani, maka saya
meriwayatkannya dari As-Sayyid
Husain bin Muhammad Al-Habsyi
dari Muhammad bin Nashir
Al-Hazimi dari penulisnya Syaikh
Muhammad bin Ali Asy-Syaukani.
Dan saya berwasiat kepada
As-Sayyid (Muhammad bin Abdul
Hadi) yang diberi Ijazah ini agar
bertaqwa kepada Allah Taala
didalam keseluruhan gerakannya
dan diamnya, dan saya meminta
kepadanya agar tidak melupakan
saya dari doa-doa baik(nya)[14].
Berkata hamba Rabbnya
tawanan dosanya, Umar bin
Hamdan, pelayan ilmu di dua
tanah Haram yang mulia pada
tanggal 20 Muharram tahun 1357 H.
Faidah :
1. Bolehnya meminta ijazah untuk
orang lain
2. Istilah dalam ilmu riwayah:
Ijazah ammah mutlaqah
taamah
3. Penyebutan Hadits Musalsal
bil awwaliya dan macammacamnya.
4. Sanad Musalsal Syaikh Umar
Hamdan melalui Jalur Syaikh
Abu an-Nashr,
5. Bolehnya meriwayatkan secara
ijazah kepada kitab-kitab hadits,
tafsir, fiqh dan lainnya melalui
perantaraan tsabat-tsabat. Baik
itu tsabat yang dibuat gurunya
atau guru dari guru-gurunya.
6. Sanad Syaikh Umar Hamdan
kepada beberapa tsabat
li Iqaz Al-Himam
[12] Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Nakhli
al-Makki (w. 1114), tsabatnya Bughyat
al-Thalibin li Bayani al-Mashayikh alMuhaqqiqin al-Mutamidin
[13] Syaikh Abdullah bin Salim Al-Basri alMakki (w. 1134H), Tsabatnya Al-Imdad bi
Marifati Uluwi al-Isnad
[14] Ini diantara kebiasaan Mujiz, yaitu memberi wasiat yang baik kepada muridnya
dalam akhir ijazah-ijazah mereka.

37

masyhur.
7. Mujiz memberi wasiat kepada
mujaz diakhir ijazah
8. Disebutkannya tarikh ijazah
dalam sebuah ijazah tertulis.
Nash Ijazah Kepada al-Fadani (1)
Bismillah. Berkata yang
faqir kepada Rab-nya Umar
bin Hamdan, pelayan ilmu di
Haramain asy-Syarifain: Sungguh
aku ijazahi Syaikh Muhammad
Yasin bin Muhammad Isa al-Fadani
al-Makki dengan apa-apa yang
terdapat dalam Tsabat al-Amir
dan Tsabat Syaikh asy-Syanwani.
Adapun Tsabat yang awal kami
meriwayatkannya dari guru kami
as-Sayyid Muhamad Ali Dhahir alWitri dari Syaikh Ahmad Manatullah
al-Adawi dari Syaikh Muhammad
al-Amir al-Kabir[15]. Adapun Tsabat
yang kedua, dari guru kami
as-Sayyid Husein al-Habsyi dari
As-Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan
dari Syaikh Utsman ad-Dimyati
dari Syaikh as-Syanwani[16]. Dan
aku meriwayatkan Tafsir Ibnu
Katsir dengan sanadnya kepada
al-Amir dari as-Sayyid al-Bulaidi
dari Syaikh Muhammad bin Abdul
Baqi al-Jarqani dari as-Sayyid
Yusuf al-Armiyuni dari al-Imam
as-Suyuthi dari Taqiyyudin bin Fahd
dari Kamaluddin Ibnu Thahirah
dari al-Hafizh Ibnu Katsir. Ditulis
di hadapan Kabah pada tanggal 2
Shafar tahun 1360 H.
Faidah :
1. Sanad Syaikh Umar Hamdan
kepada dua tsabat terkenal.
2. Bolehnya meriwayatkan secara
ijazah kepada kitab-kitab
melalui perantaraan tsabattsabat, sebab biasanya dalam
[15] Tsabat itu berjudul Sadd Al-Arab min
Ulum Al-Isnad wal Adab karya Syaikh
Muhammad Al-Amir Al-Kabir Al-Misri (w.
1232 H)
[16] Tsabat itu berjudul Al-Durar Al-Saniyyah
li ma Ala Min Al-Asanid As-Syanwaniyyah
karya Syaikh Muhammad bin Ali AsSyanwani (w. 1233 H)

tsabat-tsabat disebutkan
sanad-sanad yang muntasil dari
penulis tsabat kepada penulispenulis kitab masyhur.
3. Wujudnya sanad kepada Ibnu
Katsir terutama untuk kitab
tafsirnya yang masyhur melalui
jalan Tsabat al-Amir al-Kabir.
Nash Ijazah Kepada al-Fadani (2)
Setelah Muqadimah, beliau
berkata:
Amma badu, berkata al-Faqir
kepada Rabb-nya Umar bin
Hamdan al-Mahrasi khadam
sunnah al-muhamadiyyah di
Haramain asy-Syarifain semoga
Allah memahamkannya. Sungguh
meminta kepada saya ijazah
Hadhrat al-Fadhil an-Nabih, al-alim
an-Nabih, Syaikh Muhammad
Yasin bin Muhammad Isa al-Fadani
al-Makki, yang merupakan lulusan
dari Darul Ulum ad-Diniyah dan
Pengajar didalamnya, sungguh
aku akan penuhi permintaan dan
keinginannya dengan berkata:
-dan hanya kepada Allah lah
bertawakal- Aku ijazahi hadhrat
al-Fadil tersebut dengan semua
apa-apa yanga ada padaku berupa
riwayat-riwayatku, bacaanbacaanku, dan pendengaranpendengaran ku, dan juga ijazahijazahku dari guru-guruku para
alim di Haramain asy-Syarifain,
Maghrib, Mesir, dan Hadhrmaut,
ijazah ammah mutlaqah taamah.
Agar meriwayatkannya kembali
dari apa yang dikehendaki darinya
kepada siapa yang dikehendaki.
Dan telah ditanya sebagian sanad
ku dalam demikian itu, agar yang
bersangkutan mengetahuinya,
maka aku katakan : Dan hanya
kepada Allah lah aku bertawakal,
Aku meriwayatkan hadits alAwwaliyah dari Syaikh hafizh
zamannya Abu al-Asad as-Sayyid

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

Ijazah
Abdul Hayy al-Kattani dan ini
adalah hadits pertama yang
didengar darinya, di Madinah
Munawarah tahun 1324, beliau
berkata: mengkhabarkan kepada
saya bapakku as-Sayyid Abdul Kabir
al-Kattani asy-Syarif al-Hasani
al-Idrisi dan ini adalah hadits
pertama yang didengar darinya,
dari Syaikh Abdul Ghani ad-dihlawi
dan ini adalah hadits pertama yang
didengar darinya, dari Syaikh Abid
as-Sindi al-Anshari yang berkata:
dan ini adalah hadits pertama
yang didengar darinya, dari Syaikh
Shalih al-Fallani dan ini adalah
hadits pertama yang didengar
darinya, dari Syaikh Muhammad
bin Sinnah al-Umari, dan ini adalah
hadits pertama, dari Maulana
asy-Syarif Muhammad bin Abdullah
al-Wawalati dan ini adalah hadits
pertama, dari al-Hafizh Ibn Hajar
al-Asqalani, dan ini adalah hadits
pertama, dari al-Hafidh Zain adDin Al-Iraqi, dan ini adalah hadits
pertama, dari al-Shadr al-Midum
dan ini adalah hadits pertama,
dia berkata: menceritakan kepada
kami hadits ini Abul Faraj ibnu
Al-Jauzi, dan ini adalah hadits
pertama, dari Abu Sad Ismail bin
Abu Shalih al-Muadzin an-Nisaburi,
dan ini adalah hadits pertama,
dari Ayahnya Abu Shalih dan ini
adalah hadits pertama,, dari Abi
Thahir Muhammad bin Mahmasy
al-Zayadi dan ini adalah hadits
pertama, dari Ahmad bin Yahya
Al-Bazzaz dan ini adalah hadits
pertama, dari Abdurrahman bin
Bisyr bin Al-Hakam, dan ini adalah
hadits pertama, dari Sufyan bin
Uyainah, dan Hadits ini adalah
Hadits pertama yang saya dengar
darinya, dan Musalsal ini berhenti
padanya, dari Amr bin Dinar dari
Abu Qabus Maula Abdullah bin
Umar dan Ibnu Al-Ash Radhiyallahu
Anhuma dari Abdullah bin Amr bin
Al-Ash Radhiyallahu Anhuma, dia

38

berkata: Rasullullah Shallallahu


Alaihi Wasallam bersabda:
Orang-orang yang kasih sayang
akan dirahmati Allah yang Maha
Rahman Tabaraka wa Taala,
sayangilah makhluk yang dibumi
maka dzat yang diatas langit akan
menyayangi kalian. Hadits hasan
shahih, dikeluarkan oleh Bukhori
dalam al-Kuna dan dalam al-Adab
al-Mufrad, dan Abu Dawud, dalam
Sunannya, dan Tirmidzi dalam
Jami nya dan al-Humaidi dalam
Musnadnya.
Dan adapun sanadku dalam
kitab yang enam, dan muwatho,
dan kitab fiqh mazhab yang
empat, dan berbagai macam
bidang lainnya, sungguh telah
tercantum dalam Atsbat guruguruku atau guru-guru mereka.
Dan sungguh aku meriwayatkan
tsabat syaikh Falih darinya
langsung dengan mendengar
darinya berkali-kali dan beliau
mengijazahi aku dengan apa-apa
yang ada didalamnya juga seluruh
riwayatnya. Dan Tsabat Syaikh
Abdul Ghani yang disebut al-Yani
al-Jani meriwayatkan dari guru
kami Sayyid Ali Dhahir al-Witri dari
Syaikh Abdul Ghani al-Mujadidi dan
Tsabat Syaikh Abid As-Sindi. Dan
meriwayatkan Tsabat Syaikh Shalih
al-Fallani yang disebut Qatf alThamar dengan sanadnya kepada
Syaikh Muhammad Abid dari
penulisnya. Dan aku meriwayatkan
Tsabat Mulla Ibrahim al-Kurani
yang disebut juga al-Umam dan
Tsabat an-Nakhli dan Tsabat
Syaikh Abdullah bin Salim al-Bishri
dengan sanadnya kepada Syaikh
Shalih al-Fullani dari Syaikh
Muhammad Saad Safar dari Abi
Thahir al-Kurani dari tiga orang
tadi: al-Mulla Ibrahim al-Kurani,
Syaikh Ahmad an-Nakhli dan Syaikh
Abdullah bin Salim al-Bashri. Dan
aku meriwayatkan tsabat al-Amir
dari as-Sayyid Ali Dhahir al-Witri

al-Madani dari Syaikh Manatullah


al-Adawi dari penulisnya Syaikh
Muhammad al-Amir. Dan aku
meriwayatkan al-Awail al-Ajluniyah
dari Syaikh Abu Nashr al-Khathib
dari Syaikh Khalil dari Syaikh
Muhammad al-Hulaili al-Kamali
dari penulisnya Syaikh Ismail alAjluni. Tiap apa yang aku sebutkan
itu dengan syarat mutabar disisi
ahli atsar. Aku wasiatkan kepada
mujaz agar bertakwa kepada
Allah dalam keadaan sembunyisembunyi dan terang-terangan,
yang dhahir maupun bathin dst.
Faidah :
1. Sanad dari jalur lain bagi Syaikh
Umar Hamdan untuk musalsal
bil awwaliyah.
2. Kebiasaan ahli riwayah
jika tidak memungkinkan
membaca keseluruhan kitab,
maka mereka membaca awail
kitab (awal kitab-kitab) nya
saja. Ketika mereka akan
meriwayatkannya kembali,
mereka berkata, Aku
meriwayatkan kitab fulan dari
guruku secara samai pada
awal-awal kitab dan selebihnya
ijazah[17].
3. Diantara kitab awail yang
populer dibaca adalah awail
Ajluniyah.
4. Kebiasaan ahli riwayah dalam
ijazah biasanya menyebutkan
perkataan, dengan syarat
mutabar disisi ahli atsar,
walaupun tidak selalu demikian.
Arti kalimat ini adalah dengan
syarat menjaga ketepatan
periwayatan dari perubahan.
Atau maksudnya agar orang
yang diberi ijazah (mujaz)
memeriksa setiap riwayat, tidak
menerima dan meriwayatkan
kecuali dengan penelitian
terlebih dahulu [as-surianji].
[17] Fahras al-Faharis (1/94).

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

BIOGRAFI ULAMA NUSANTARA

BIOGRAFI ULAMA NUSANTARA 2

Al-Muqri
Asy-Syaikh Zaini
Bawean Al-Makki

amanya masih nampak asing di telinga. Padahal beliau merupakan salah seorang ulama keturunan
Indonesia yang terkenal dengan kepakarannya dalam ilmu qiraah. Kepakarannya ini diwarisinya
dari sang ibunya yang juga merupakan wanita shalihah yang telah berhasil menghafal Al-Quran dan
sebagai pengajar Al-Quran Al-Karim.

Hal ini persis dengan apa yang


Allah Subhanahu wa Taalakatakan:




Dan tanah yang baik, tanamantanamannya tumbuh subur
dengan seizin Allah; dan tanah
yang tidak subur, tanamantanamannya hanya tumbuh
merana.
[QS Al-Araf : 58]
Juga selaras dengan pepatah
bahasa Indonesia yang
mengatakan, Buah tidak akan
jauh dari pohonnya.
Adalah pada tahun seribu tiga
ratus tiga puluh empat hijriah
beredarlah kelahiran seorang
jabang bayi yang membuat
keluarganya merasakan

39

kebahagiaan yang luar biasa. Kelak


bayi itu dikenal dengan nama
Zaini Bawean[1] yang pandai dalam
ilmu qiraah sabah. Bahkan Prof.
Dr. Abdul Wahhab bin Ibrahim Abu
Sulaeman mensifatinya sebagai
Muqri Makkah yang masyhur,
Fadhilatusy-Syaikh Zain bin
Abdullah Bawean[2].
Zaini Bawean pernah melawat
menyertai bapaknya ke Indonesia.
Namun bapaknya menemuai
ajalnya di sana sehingga jadilah
ia anak yatim. Lalu kemudian ia
pulang ke kampung kelahirannya,
Makkah.
Kepandaiannya dalam ilmu
qiraah dimulainya sedari dini.
Diriwayatkan ia mulai belajar Al[1] Sebenarnya nama beliau diperselisihkan.
Ada yang mengatakan bahwa namanya
adalah Zaini sebagaimana dalam Imta
Al-Fudhala (II/127-128). Sementara itu
Ustadz Abdul Wahhab bin Ibrahim Abu
Sulaeman menyebutnya Zain, tanpa
i. Bahkan sebagian yang lain ada yang
mengimbuhkan nama Muhammad di
depan namanya sehingga menjadi Muhammad Zaini bin Abdullah Bawean.
[2] Lihat muqaddimah Ats-Tsabt Al-Kabir
(hal. 39) karya Syaikh Hasan Al-Masyath.

Quran kepada ibunya yang seorang


muqriah (pengajar Al-Quran),
sebagaimana tekah disinggung di
atas. Selanjutnya ia dimasukkan ke
Kuttab Aceh karena memang sang
ibu berasal dari keluarga Aceh.
Kuttab adalah tempat belajar anakanak pada jenjang paling awal
yang di zaman ini bisa diwakili oleh
Taman Kanak-Kanak (TK).
Selanjutnya setelah
menyelesaikan belajarnya
di Kuttab Aceh, Zaini Bawean
melanjutkan studinya di AlMadrasah Al-Fakhriyyah AlUtsmaniyyah[3]. Di madrasah ini
beliau berhasil menyelesaikan
hafalan Al-Quran Al-Azhim sebelum
usianya 13 tahun. Keberhasilannya
ini dijadikannya sebagai tangga
mempelajari dan menekuni
disiplin ilmu qiraah. Maka ia pun
mulai mempelajari qiraah sabah
[3] Tentang madrasah ini bisa merujuk
buku Tarikh Al-Katatib wa Al-Madaris
Al-Ahliyyah bi Makkah Al-Mukarramah
karya Faishal bin Abdullah Muqadimi
(meski saya sendiri belum melihat buku
ini).

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

BIOGRAFI ULAMA NUSANTARA


sesuai yang terkandung dalam
kitab Hirz Al-Amani wa Wajh AtTahani atau yang akrab disebut
Manzhumah Asy-Syathibiyyah
karya Imam Al-Qasim bin Fairah
bin Khalaf Asy-Syathibi Ar-Ruaeni
Al-Andalusi rahimahullah-.
Kemudian daripada itu Zaini
Bawean diriwayatkan melanjutkan
belajarnya di madrasah ternama
di Makkah saat itu, yaitu AlMadrasah Ash-Shaulatiyyah. Di
madrasah yang dirintis oleh Syaikh
Rahmatullah bin Khalil Al-Utsmani
Al-Hindi (1226-1308)[4] atas biaya
seorang wanita kaya asal India
yang berprofesi sebagai saudagar
bernama Shaulah ini ia belajar
untuk beberapa waktu lamanya.
Dalam masa studinya, Zaini
Bawean telah berguru kepada
ulama-ulama besar Makkah
Al-Mukarramah. Di antara ulamaulama yang tercatat sebagai
gurunya ialah sebagai berikut:
Ibundanya sendiri.
Syaikh Hasan Al-Arabi bin
At-Tabbani (w. 1390)[5]. Melalui
beliau lah Zaini Bawean berhasil
menyempurnakan setoran
hafalan Al-Quran.
Syaikh Muhammad Mirdad.
Syaikh Husain Mirdad. Kepada
beliaulah Zaini Bawean sering
mempelajari Al-Quran.
Syaikh Muhammad Amin
bin Muhammad Al-Kutubi AlHusaini (1327-1404)[6]. Gurunya
inilah yang paling banyak
[4] Lihat biografinya, misalnya, di Faidh AlMalik Al-Wahhab Al-Mutaali (I/548-553),
Natsr Al-Jawahir wa Ad-Durar (II/11671168), Siyar wa Tarajim (hal. 108-112),
Alam Al-Hijaz (II/286-313), dan Mujam
Al-Muallifin (IV/154).
[5] Dalam Bulugh Al-Amani (hal. 35) disebutkan begini, Al-Allamah Al-Muhaddits
Al-Muarrikh Asy-Syaikh Arabi atau
Muhammad Arabi bin At-Tabbani bin
Al-Husain bin Abdurrahman bin Yahya
bin Makhluf bin Abu Al-Qasim As-Sathifi
Al-Jazairi kemudian Al-Makki Al-Maliki.
Adalah seorang staf pengajar di Madrasah
Dar Al-Falah dan Masjidil Haram. Wafat di
Makkah pada Shafar 1390.
[6] Lihat biografinya di Bulugh Al-Amani (hal.
37-38).

40

Zaini Bawean pernah melawat menyertai


bapaknya ke Indonesia. Namun bapaknya
menemui ajalnya di sana sehingga jadilah
ia anak yatim. Lalu kemudian ia pulang
ke kampung kelahirannya, Makkah.

mempengaruhi kepribadian
Zaini Bawean.
Syaikh Ahmad bin Hamid bin
Abdurrazzaq Al-Husaini At-Tiji
Al-Mishri (1285-...)[7]. Beliau
merupakan syaikhul ulama
fil qiraat. Mayoritas ulama
Makkah, Madinah, Syam, Yaman,
dan Mesir mengambil qiraah
kepadanya. Atas arahan Syaikh
Muhammad bin Amin Al-Kutubi,
Zaini Bawean membaca qiraah
sabah dari Manzhumah AsySyathibiyyah kepada beliau.
Syaikh Hasan bin Muhammad AlMasyath Al-Makki (1317-1399)[8].
Syaikh Muhammad Ali bin
Husain Al-Maliki (1287-1368)[9]
yang bergelar Sibawih di
zamannya. Kepadanya, Zaini
banyak mempelajari ilmu-ilmu
syariah di samping ulamaulama di bawah ini:
Syaikh Ibrahim bin Dawud bin
Abdul Qadir Fathani (1320-

[7] Imta Al-Fudhala (II/21), Alam AlMakkiyyin (I/327), dan Ad-Dalil Al-Musyir
ila Falak Asanid Al-Ittishal bi Al-Habib
Al-Basyir (hal. 31-36) karya Abu Bakar bin
Ahmad bin Husain bin Muhammad bin
Husain Al-Hibsyi Al-Alawi (1320-1374).
[8] Lihat biografinya di Ats-Tsabt Al-Kabir
(hal. 19-65) Al-Jawahir Al-Hissan (I/ 313316), Bulugh Al-Amani (hal. 21-23), Alam
Al-Makkiyyin (II/885-888), muqaddimah
Prof. Dr. Abdul Wahhab bin Ibrahim Abu
Sulaeman dalam Al-Jawahir Ats-Tsaminahfi Bayan Adillah Alim Al-Madinah (hal.
17-71), Alam Al-Hijaz (III/309-335), dan
Natsr Al-Jawahir wa Ad-Durar (I/356-357).
[9] Lihat biografinya di Ad-Dalil Al-Musyir
(hal. 271-277), Siyar wa Tarajim (hal. 260265), Bulugh Al-Amani (hal. 28) dan Abul
Faidh Al-Fadani telah menulis satu kitab
khusus untuk biografi dan sanad beliau
dalam Al-Qaul Al-Jali fi Asanid Fadhilah
Asy-Syaikh Muhammad Ali.

1413)[10].
Syaikh Umar bin Hamdan
Al-Mahrasi (1293-1368)[11]
yang bergelar Muhaddits AlHaramain atau pakar haditsnya
dua Tanah Suci, Makkah dan
Madinah.
Pada tahun 1353 H sejumlah
ulama asal Nusantara merintis
sebuah madrasah yang kelak
banyak melahirkan ulama-ulama
besar yang setelah kembali ke
negeri mereka masing-masing
memainkan peran penting dalam
mendakwah Islam. Madrasah
ini bernama Dar Al-Ulum AdDiniyyah[12]. Adapun faktor dan
motifasi didirikan madrasah
ini ialah mewujudkan impian
sebagian besar orang-orang
Timur Jauh (baca : Asia Tenggara)
yang tinggal di Makkah Al[10] iografinya bisa dinikmati dalam Al-Fath
Ar-Rabbani fi Tarjamah wa Asanid Syaikhina Ibrahim bin Dawud Fathani karya
Syaikh Khalid At-Turkistani, Bulugh AlAmani (hal. 30-31), Al-Jawahir Al-Hissan
(), dan Aqd Al-Jauhar fi Ulama Ar-Rub
Al-Uwal min Al-Qarn Al-Khamis Asyar
(II/1702-1703).
[11] Lihat biografinya di Faidh Al-Malik
Al-Wahhab Al-Mutaali (II/1200), Siyar wa
Tarajim (hal. 204), Alam Al-Makkiyyin
(I/38-39), Ad-Dalil Al-Musyir (hal. 310-327),
Bulugh Al-Amani (hal. 9-13), dan Abul
Faidh Al-Fadani telah menulis buku
khusus terkait sanad Syaikh Ibnu Hamdan
Al-Mahrasi ini dalam Mathmah Al-Wujdan
min Adanis Umar Hamdan dalam 3 jilid
besar kemudian diringkas dalam Ittihaf
Al-Ikhwan fi Ikhtishar Mathmah Al-Wijdan
[12] Terkait Madrasah Dar Al-Ulum AdDiniyyah bisa merujuk pada buku Tarikh
Al-Katatib wa Al-Madaris Al-Ahliyyah bi
Makkah Al-Mukarramah karya Faishal bin
Abdullah Muqadimi (meski sebenarnya
saya belum pernah melihat buku ini).

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

BIOGRAFI ULAMA NUSANTARA

Kemudian daripada
itu Zaini Bawean
diriwayatkan
melanjutkan
belajarnya di
madrasah ternama
di Makkah saat itu,
yaitu Al-Madrasah
Ash-Shaulatiyyah.
Mukarramah. Selain itu karena
Al-Madrasah Ash-Shaulatiyyah
yang terkenal itu terkesan
memojokkan pelajar-pelajar
asal Nusantara. Oleh karena
alasan-alasan ini dan beberapa
pendorong lainnya sejumlah
ulama Nusantara bertekat kuat
mendirikan madrasah sendiri yang
dipelopori oleh Syaikh Muhsin bin
Ali bin Abdurrahman Al-Musawa
Al-Falimbani (1324-1354)[13]. Turut
serta sebagai pendiri ini adalah
Syaikh Zaini Bawean dan Syaikh
Zubair bin Ahmad Al-Fulfulani (....1324)[14].
[13] Abul Faidh Al-Fadani pernah menulis
kitab tersendiri terkait biografi dan sanad
Syaikh Muhsin Al-Musawa dengan tajuk
Faidh Al-Muhaimin fi Tarjamah wa Asanid
As-Sayyid Muhsin. Lihat pula Siyar wa
Tarajim (hal. 293-294), muqaddimah
Sayyid Ahmad Sayyid Ahmad Yusuf
dalam Nahj At-Taisir syarah Manzhumah
At-Tafsir, Al-Jawahir Al-Hissan (I/288-294),
Bulugh Al-Amani (hal. 25-26), dan Alam
Al-Makkiyyin (II/882-884), dan Nats AlJawahir wa Ad-Durar (II/1007-1009).
[14] Alam Al-Makkiyyin (II/173) yang menukil
dari Tasynif Al-Asma (hal. 217) karya
Mahmud Said bin Muhammad Mamduh
Al-Qahiri, Al-Jawahir Al-Hissan fi Tarajim
Al-Fudhala wa Al-Ayan (I/425) karya
Syaikh Abu Yahya Zakariya bin Abdullah
Bela Al-Andunisi (1329-1413), Bulugh AlAmani (hal. 24) karya Syaikh Muhammad
Mukhtaruddin bin Zainul Abidin AlFalimbani (....-1411), dan lain-lain. Selain
itu, sebenarnya biografi Syaikh Zubair
juga terekam dalam Qurrah Al-Ain (I/173)
karya Al-Fadani dan Tarikh At-Talim wa
Rijalatih (hal. 121-122) sebagaimana yang
diisyaratkan oleh pentahqiq Al-Jawahir
Al-Hissan, namun penulis belum berhasil
menelusurinya.

41

Di madrasah yang baru dirintis ini, Zaini Bawean ikut serta pula
belajar di sini dan menyelesaikan setudinya pada tahun 1358 H. Di
tengah belajarnya di madrasah pada pagi hari, beliau juga mengajar di
sere harinya. Dan setelah kelulusannya, beliau meneruskan kegiatan
mengajarnya.
Syaikh Zaini Bawean kemudian menekuni sebagai pengajar Al-Quran
Al-Karim dan beberapa disiplin ilmu syariah lainnya di kediamannya.
Beliau mengajar siapa saja yang mendatanginya di setiap waktu tanpa
terkecuali.
Pada Kamis Rabi Awwal 1426 H, Syaikh Zaini bin Abdullah Bawean AlMakki kembali ke haribaan Allah Jalla wa Ala-.
Akhirnya semoga Allah Azza wa Jalla- merahmtai Syaikh Zaini Bawean
dan memasukkannya ke Surga-Nya yang luasnya seluas langit-langit dan
bumi. Aamiin.
[Firman Hidayat]
Gunung Puteri, Bogor
07 Syaban 1435 H

Pada tahun 1353 H sejumlah ulama asal


Nusantara merintis sebuah madrasah
yang kelak banyak melahirkan ulamaulama besar yang setelah kembali
ke negeri mereka masing-masing
memainkan peran penting dalam
mendakwah Islam. Dar Al-Ulum AdDiniyyah

Refrensi utama:
Imta Al-Fudhala bi Tarajim Al-Qurra (II/127-128) yang dinukil penulisnya, Ilyas Al-Barmawi, dari Ahl Al-Hijaz bi Aqibihim At-Tarikhi
(hal. 352) karya Hasan Abdul Hayy Azaz.
makkawi.com
alashraf.ws
fadaaq.net

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

BIOGRAFI ULAMA

BIOGRAFI ULAMA 2

Abdullah bin Shadaqah


Dahlan Al-Qaruti
Abdullah bin Shadaqah bin Zaini
bin Ahmad bin Utsman Dahlan
alaihirrahmah- adalah sosok
ulama yang boleh jadi tidak asing di tengah kalangan pemerhati sejarah negeri ini, Indonesia.
Utamanya sejarah pergerakan
Islam. Beliau merupakan satu dari
sekian banyak ulama Makkah yang
mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk Indonesia. Jasa-jasanya
yang besar seperti merintis sejumlah besar madrasah di berbagai
negeri dan lainnya, membuatnya
dikenal dan disegani oleh banyak
kalangan.
Adalah Syaikh Ahmad As-Surkati
As-Sudani Al-Anshari rahimahullah- merupakan salah satu ulama
kenamaan yang hidup sezaman
dan sedaratan dengan Syaikh Abdullah Dahlan. Ulama asal negeri
Sudan yang juga berkarir di Makkah sebagai pelajar dan guru ini
sempat berpolemik dengan sosok
ulama yang tengah kita telusuri
sejarah hidupnya.
Polemik yang tengah diperbincangkan saat itu lebih berkaitan
erat dengan kesukuan. Yaitu
bolehkah orang non Arab atau
orang yang bernasab rendah
menikah dengan orang yang
bernasab mulia? Dalam hal ini ada
dua kubu besar. Kubu pertama
terdiri dari orang-orang keturunan
Arab yang konon- memiliki
nasab sampai pada baginda Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam- yang salah satunya adalah

42

Syaikh Abdullah Dahlan ini atau


orang-orang Arab yang bernasab mulia. Sementara kubu yang
kedua adalah orang-orang selain
mereka atau ada segelintir orang
yang bernasab sampai Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam-.
Kubu yang kedua ini didukung oleh
Syaikh Ahmad As-Surkati.
Kubu pertama dengan keras
dan lantang bersuara tidak boleh
secara mutlak. Hal ini bisa dimaklumi karena mengingat madzhab
yang mereka anut, yaitu Madzhab
Syafii, tidak menganjurkan menikah dengan berlainan kufu. Sementara kubu kedua berpendapat
sah-sah saja. Hal ini dikarenakan
kufu bukan termasuk syarat sah
menikah sehingga hatus dipenuhi.
Selain itu kufu juga bukan tujuan
utama dalam menyatukan dua
insan sejoli. Bahkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallamsendiri mengatakan, Sekiranya
datang kepadamu seorang laki-laki
yang agamnya telah kalian ridhai,
maka nikahkanlah ia. Jika tidak,
bakal terjadi mala petaka di muka
bumi dan kerusakan yang besar.
Beliau shallallahu alaihi wa sallam- dalam kesempatan lain juga
pernah menuturkan, Wanita itu
biasanya dinikahi karena empat
alasan : karena kecantikannya, karena nasabnya, karena kekayaannya, dan karena agamanya. Oleh
karena itu, utamakanlah olehmu
wanita yang memiliki agama (yang
baik), tentu kamu pasti berun-

tung. Menimbang dua hadits ini


dan beberapa argumen lainnya,
kubu kedua mengatakan dengan
tegas, bahwa kufu bukanlah syarat
sah nikah kecuali kufu dalam hal
agama.
Sebagaimana telah dimaklumi
bersama, bahwa di zaman itu
tengah marak permasalahan
fanatisme kesukuan. Banyak dari
kalangan orang Arab merasa lebih
mulia daripada bangsa pribumi.
Padahal mereka lahir dan hidup di
Indonesia. Bahkan sebagiannya belum menengok negeri Arab. Dalam
masalah ini tentu masih ingat di
benak kita sosok Al-Ustadz Abdurrahman Baswedan[1] atau yang
lebih akrab disapa AR Baswedan,
seorang pejuang kemerdekaan
Indonesia yang juga keturunan
Arab Hadhrami sebagaimana jelas
dari nama belakangnya. Pak AR
Baswedan ini lantang mewakili
kubunya mengatakan, Kami
adalah orang Indonesia. Kami lahir
dan besar di Indonesia. Dan kami
tidak mengetahui bangsa kami
kecuali Indoensia. Meski mendapatkan dukungan dari beberapa
pihak, namun ucapannya ini dinilai
kontrofersi oleh orang-orang keturunan Arab yang fanatismenya
masih mengakar kokoh.
Peristiwa ini sejatinya menarik
untuk dibicarakan lebih detail,
namun rasanya tempatnya bukan
[1] Biografinya bisa dinikmati dalam Ulama
Mufakkirun Araftuhum (III/187-200),
karya Muhammad Al-Majdzub, Daar AsySyawwaf.

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

BIOGRAFI ULAMA
di sini. Dalam kesempatan berikutnya akan kita singkap tabir sejarah dan kita selami perjuangan
dakwah Islam di negeri Indonesia
ini yang sayangnya masih sedikit
diperbincangkan apalagi diteliti
dengan seksama.
Baiklah, kita kembali menelusuri sejarah hidup Syaikh Abdullah
bin Shadaqah Dahlan rahimahullah-.
Ulama kenamaan yang lahir di
Makkah pada tahun 1291 H dan
wafat di Garut Jawa Barat pada tahun 1360 H ini telah meninggalkan
warisan intelektual yang teramat
berharga, yaitu berupa karya
ilmiah dalam pelbagai disiplin
ilmu. Para sejarawan menyebutkan bahwa karya-karya itu sebagai
berikut :
Irsyad Dzawi Al-Ihtisyam ila Wajib Al-Qudhah wa Al-Hukkam
Zubdah As-Sirah An-Nabawiyyah
dalam 3 juz
Tuhfah Ath-Thullab fi Qawaid
Al-Irab
Khulashah At-Tiryaq min Sumum
Asy-Syiqaq
Miftah Al-Qiraah wa Daliluh
Beliau dilahirkan di tengah keluarga yang mulia dari sisi keilmuan
dan keutamaan. Ibunya berasal
dari Alu Syatha yang dikenal sebagai keluarga yang terkenal teguh
memegang agama dan nilai-nilai
keshalihan. Nasab kedua orangtuanya pun diriwayatkan sampai
pada baginda Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam-.
Ia hidup dalam keadaan yatim
karena bapaknya meninggal saat
umurnya baru menginjak tahun
keenam. Karenaya pamannya lah,
Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan,
yang bertanggungjawab menjamin
dan mendidiknya sampai ajalnya
menjemput di Madinah. Pasca
wafatnya pamannya itu, Abdullah
Dahlan mencurahkan sebagian

43

besar waktunya dalam menimba


ilmu. Ia pun menekuni Ribath
As-Sulaemaniyyah dan Ribath
Ad-Duraibah. Di samping itu ia
pun menekuni pengajian ulamaulama di zamannya semacam
Sayyid Umar Syatha, Sayyid Abu
Bakar Syatha, dan Syaikh Abid
yang tidak lain merupakan Mufti
Malikiyyah. Selain ulama-ulama itu
beliau juga bermulazamah secara
sempurna kepada Syaikh Muhammad bin Yusuf Khayyath. Sempai
dikemudian hari memperoleh izin
mengajar di Masjidil Haram. Tidak
hanya memporelah izin mengajar,
bahkan Ustadz Umar Yahya Abdul
Jabbar meriwayatkan pula bahwa
beliau juga dinobatkan sebagai
imam Masjidil Haram.
Selanjutnya Syaikh Abdullah
Dahlan mengadakan perlawatan
ke perlbagai negeri. Di antara perlawatannya itu beliau melawat ke
Indonesia dan merintis Jamiyyah
Khairiyyah dan madrasahnya
yang masih bisa dirasakan hingga
ditulisnya tulisan ini. Pada tahun
1330 H beliau kembali ke Makkah.
Selain mendirikan madrasah di
Tanah Air, beliau juga telah berjasa
merintis sejumlah madrasah
di beberapa negeri, seperti di
Kalakh, Al-Madrasah Al-Islamiyyah
di Sailan, di Al-Bahraen, beberapa
madrasah di Malaysia, di Lampung,
dan di Jambi, dan beberapa madrasah di Bugis. Sebagaimana pula
beliau telah berjasa memperbaiki
kurikulum madrasah-madrasah di
Singapura saat muqimnya di sana
dan juga berjasa memakmurkan
masjid-masjid. Bisa dikatakan
tidak ada negeri yang beliau injak,
kecuali beliau merintis suatu madrasah. Dan perlu diketahui bahwa
perjalanan beliau dari satu negeri
ke negeri lain tidak lain dalam
rangka berdakwah dan mengasas
madrasah.

Setelah melakukan perlawatan


ke berbagai negeri, terakhir beliau
melawat ke Garut dan merasa
senang hidup di sini. Di negerinya
yang baru ini beliau menekuni
profesi sebagai pengajar dan
menulis. Biasanya beliau menyampaikan pengajian di pinggiran
rumahnya. Mengingat pula bahwa
kediamannya merupakan tempat
yang sering dikunjungi banyak
kalangan. Dan beliau dikenal selalu
menampakkan senyum dan dalam
keadaan hinar-binar wajahnya saat
menemui tamunya.
[Firman Hidayat]

Refrensi utama:
Siyar wa Tarajim Badh Ulamaina
fi Al-Qarn Ar-Rabi Asyar li AlHijrah (hal. 208-211), karya Umar
Yahya Abdul Jabbar, cet. ke-2
Tihamah Makkah Al-Mukarramah
Faidh Al-Malik Al-Wahhab AlMutaali (II/1071-1072), karya
Abdussattar bin Abdul Wahhab
Ash-Shiddiqi Al-Hindi Al-Makki,
editor Prof. Dr. Abdul Malik bin
Duhasiy, Maktabah Al-Asadi Makkah Al-Mukarramah
Alam Al-Makkiyyin (I/425-426),
karya Abdullah bin Abdurrahman
al-Muallimi, Yayasan al-Furqan li
At-Turats Al-Islami
Al-Mukhtashar min Nasyr An-Nur
wa Az-Zuhar (hal. 294), karya
Abdullah Mirdad Abu Al-Khair,
ikhtishar Muhammad Said
Al-Amudi dan Ahmad Ali, Alam
Al-Marifah
Natsr Al-Jawahir wa Ad-Durar fi
Ulama Al-Qarn Ar-Rabi Asyar
(I/589), karya Dr. Yusuf bin
Abdurrahman Al-Marasyali, Dar
Al-Marifah

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

MASAIL

MASAIL

Apa Faidah
Ijazah
Hadits ?
Jawab[1] :

alam masalah ijazah, telah jelas dan


diketahui bersama oleh kalangan ahli
hadits secara khusus dan oleh kalangan
ahli ilmu secara umum, tentang banyaknya
faidah dan keutamaannya. Di antara faidah yang
sangat besar itu, yaitu :
Pertama, dalam pemberian ijazah terdapat
kesempurnaan membawa hadits bagi seorang
muhaddits serta pengakuan keotentikannya.
Berkata Abu Bakar Ibnu Khair Al-Isybily di
mukaddimah kitab Fihrisitnya halaman 15-16
,Ketahuilah oleh kalian semua rahimakumulloh
bahwa ijazah adalah perkara yang mendesak dalam
periwayatan yang dengannya sesuatu menjadi
sempurna, jika tidak maka dia adalah sesuatu yang
kurang, dan kekurangannya itu suatu kemestian.
Telah mengkabarkan kepada kami Abu Muhammad
Ibnu Itaab dari bapaknya Abu Abdillah dan beliau
termasuk orang yang perhatian, hati-hati dan begitu
teliti dalam periwayatan, beliau berucap, Tidak
mencukupi bagi para penuntut hadits tanpa ijazah,
untuk apa-apa yang telah dia dengar dari seorang
muhaddits, atau apa yang telah ia perlihatkan
kepadanya, atau apa yang ia telah mendengarnya dari
orang yang memperlihatkannya kepadanya, sebab
bisa saja ada terdapat kelupaan, kantuk, tertinggal,
tertukar dan terganti dengan yang lain yang dilakukan
oleh keduanya atau salah seorang dari mereka
berdua. Maka jika seorang muhaddits: dia yang
membacakannya dengan lafadznya sendiri, bisa jadi
datang lupa pada pihak yang mendengarnya, hilang
[1] Di terjemah dari Kitab Hadii as-Saary Ila Asanidi asy-Syaikh Ismail
al-Anshory hal. 34-38

44

apa yang telah dibacakan itu, atau jika yang lain yang
membacakannya maka bisa jadi menimpa kelupaan
itu kepada yang membacakannya kepadanya. Namun,
jika digabungkan antara ijazah dengan pendengaran
atau penyerahan hadits tadi, maka sebuah ijazah bisa
menambal apa yang terjadi dari berbagai bencana
tersebut. Demikian nukilan dari Syaikh secara
makna.
Kedua, Menginginkan segeranya sebuah
periwayatan di kala keadaan mendesak.
Ketiga, Memperbanyak periwayatan sehingga
hadits-hadits Nabi Shollalahu alaihi wasallam tidak
menjadi asing dengan sebab melimpahnya para
periwayatnya.
Ibnu Khair Al-Isybiily menyebutkan di halaman
16-17, Dan ketahuilah oleh kalian semua
waffaqakumulloh bahwa dalam ijazah ada dua faidah
: salah satunya untuk menyegerakan periwayatan
ketika keadaan mendesak, dan faidah yang kedua
memperbanyak apa yang diriwayatkan sehingga
periwayatan hadits Nabi shollallahu alaihi wasallam
menjadi melimpah jauh dari keterasingan selain

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

MASAIL
dari lepasnya kesulitan menghikayatkan ucapan
beliau tanpa adanya periwayatan. Sungguh aku
telah mendengar para Khatib di mimbar-mimbar,
dan manusia-manusia tertentu di panggung dan
majlis-majlis mereka, menyebutkan ucapan-ucapan
Rasulullah padahal mereka tidak mempunyai
periwayatan tentang hal itu. Para Ulama rahimahulloh
telah bersepakat bahwa tidak dibolehkan seorang
muslim berucap : Rasulullah shollallahu alaihi
wasallam telah bersabda seperti ini hingga dia
memang mempunyai riwayat apa yang dikatakannya
itu, walaupun dari jalan periwayatan yang jarang
digunakan, karena Nabi Shollalahu alaihi wasallam
berucap, Barangsiapa berdusta terhadapku dengan
sengaja maka hendaklah dia mempersiapkan tempat
duduknya di neraka, dan dalam sebagian riwayat
, Barangsiapa berdusta terhadapku dengan lafadz
mutlak tanpa tambahan dengan sengaja. Selesai.
Adapun apa yang diceritakan oleh Ibnu Khair
Al-Isybily tentang ijma tidak bolehnya seseorang
berucap : Rasulullah shollallahu alaihi wasallam
bersabda sampai dia memang memiliki apa yang dia
sebut sebagai ucapan Nabi shollalahu alaihi wasallam
itu secara riwayat, ucapan tersebut tidak hanya
ucapannya sendiri tapi juga di ceritakan bahwa Hafidz
Al-Iraqi juga berucap, Menukil ucapan seseorang
yang dia tak memiliki riwayatnya akan hal tersebut,
tidak dibolehkan secara ijma para ahli dirayah.
Selesai.
Adalah Al-Allamah Abdul Hayy Al-Kattany
mempunyai risalah yang namanya Rafu Adh-dhair An
IjmaI Al-Hafidz Ibnu Khair, di sana beliau jelaskan
panjang lebar apa yang mendukung serta apa-apa
yang berseberangan tentang hal itu. Wallohu alam
Keempat, di antara faidah ijazah : tidak bisa
kita bayangkan bersambungnya (mata rantai
periwayatan) semua karya tulis baik yang besar
ataupun kecil hingga sampai ke tangan kita secara
langsung dengan cara mendengar (samai) hingga
ke penyusunnya dengan berlalunya masa, tapi jika
melalui ijazah, maka mata rantai periwayatan bisa
kekal tersambung.
Al-Hafidz Abu Thohiir as-Silafy di Kitab al-Wajiz
halaman 54-55 berucap, Dan tak terbayangkan
keberadaan seluruh karya tulis yang disusun secara
besar serta karya tulis yang kecil dengan cara
sama (mendengar langsung) serta bersambung
sedangkan masa yang terpisah jauh, dan tidak
terputus hubungannya dengan sebab kematian
perawi, atau lenyapnya para hafidz yang brilian,
maka dalam hal ini sangat diperlukan sesuatu yang

45

bisa menyebabkan kesinambungan karya-karya tulis


itu, melanjutkan eksistensinya sehingga setelah itu
terlaksana tak ada hal yang bisa melenyapkannya.
Jalan untuk itu adalah meriwayatkan dengan ijazah,
yang di dalamnya terdapat manfaat yang agung dan
suatu karunia berharga; sebab tujuan itu semua
mengokohkan sunnah-sunnah yang diriwayatkan
dalam berbagai ketentuan hukum syari (ahkam
syariyyah), menghidupkan berbagai atsar dengan
cara sebaik-baiknya pemberian, sama saja apakah
dengan cara sama , atau qiraat, munawalah dan juga
secara ijazah. Selesai.
Kelima, Tidaklah semua penuntut ilmu itu mampu
melakukan perjalanan jauh dan berkelana (rihlah).
Atau jika ada yang mampu kesebuah negeri dia tak
mampu ke negeri lain, maka ijazah dalam hal ini
dapat memudahkannya.
Berkata Hafidz Abu Thohir As-Silafy di kitab Al-Wajiz
halaman 57 : Di antara manfaat ijazah pula : bahwa
tidak semua penuntut dan pengejar ilmu yang
bersemangat mampu melakukan perjalanan dan
berkelana terutama jika dikaitkan dengan masalah
kesusahan dan penyakit, atau Syaikh yang dia ingin
datangi berada ditempat yang jauh sehingga untuk
sampai kesana akan dijumpai banyak kesukaran.
Maka sebuah tulisan ketika itu adalah hal yang
sangat mudah, dan lebih sesuai untuk keadaan
orang tersebut, serta bisa di bilang hal ini lah yang
paling sesuai dan yang paling utama baginya.
Sehingga tulisan orang yang ada di ujung barat bisa
sampai ke ujung timur dengan dia memberikan izin
meriwayatkan apa yang memang bebar-benar berasal
dari dirinya, dari riwayat haditsnya hingga jadilah
apa yang dia riwayatkan adalah hujjah sebagaimana
Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam telah
melakukan sendiri hal ini.
Telah shohih riwayat dari Nabi Shollallahu alaihi
wasallam bahwa beliau telah menulis surat buat
Kisra dan Kaisar dan selain keduanya beserta para
utusannya, maka barangsiapa menghadap kepada
mereka serta menerima yang mereka bawa, maka itu
adalah hujjah baginya. Adapun yang tidak menerima
dan tidak mengamalkannya maka hujjah itu akan
berbalik kepadanya. Selesai.
[Habibi Ikhsan]

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

ULAMA DAN SANADNYA

ULAMA & SANADNYA 1

Syaikh
Abdul Aziz bin Baz
Ijazah hadits beliau dari
guru-gurunya diungkap dalam
kitab Silsilah Mualafat wa Rasail
Samahat asy-Syaikh Abdul Aziz
bin Baaz no. 57. Dari kitab ini,
diketahui bahwa beliau memiliki
sedikitnya dua guru dalam ijazah
ammah, yaitu:
Pertama, dari Syaikh alMuhadits Haramain Abdul Haq bin
Abdul Wahid al-Hasyimi al-Umari
al-Hindi1 (w. 1392 H), pengajar di
Masjidil Harom dan Darul Hadits
Khairiyah Mekkah asal India, ayah
kepada al-Muhadits Abu Thurab
adz-Dzahiri dan al-Musnid Abdul
Wakil al-Hasyimi. Al-Hasyimi
bukanlah nisbah kepada Bani
Hasyim melainkan kepada salah
satu leluhurnya yang bernama
Hasyim, adapun nasab beliau
tersambung kepada Umar bin
Khathab radhiyallahuanhu atau
dikenal dengan al-Umari.
Syaikh Abdul Haq memberi
Syaikh Bin Baz ijazah ammah
untuk semua yang sah
diriwayatkan darinya dengan
ijazah tertulis yang lumayan
panjang, sebelumnya sempat
Syaikh Bin Baz membacakan
beberapa hadits kepada gurunya
ini. Syaikh Abdul Haq memiliki
tsabat yang disebut Tsabat alKabir[1], dan apa yang dituliskan
[1] Telah dicetak dengan tahqiq guru kami,
Syaikh Badr Thami al-Uthaibi hafizahullahu.

46

kepada Syaikh Bin Baz adalah


ringkasan dari Tsabatnya tersebut.
Disana disebutkan namanama gurunya dan sejumlah
pendengaran dan bacaannnya
kepada mereka, seperti kepada
Syaikh Ahmad bin Abdullah
al-Baghdadi, Syaikh Abu Wafa alAmritsari, Syaikh Abu Said Husein
al-Batalwi dan lainnya banyak
sekali.

Photo : Ijazah Syaikh Bin Baaz


dari Syaikh Abdul Haq al-Hasyimi
al-Hasyim

Photo : Syaikh al-Muhadits Haramain Abdul Haq bin Abdul Wahid


al-Hasyim
Kedua, Syaikh al-Allamah
al-Mufti Muhammad Syafi bin
Muhammad Yasin al-Utsmani alHindi (1314-1397 H), Mufti Pakistan,
diantara murid dari Syaikh
Anwar Syah al-Kasymiri penulis
Faidhul Baari dan juga bapak dari
mufti Pakistan saat ini, mujiz

kami Syaikh Muhammad Rafi


Utsmani. Syaikh Bin Baaz meminta
beliau mengijazahinya ammah,
dan beliau mengabulkannya
permintaan itu.
Syaikh Muhammad Syafi
Utsmani ini memiliki ahlak yang
tinggi lebih mengikuti dalil dan
tidak taashub kepada mazhab
hanafi, dimana kebanyakan ulama
di negerinya bermazhab hanafi.
Beliau berkata tentang Syaikh Bin
Baaz rahimahullahu, Beliau alim
jayyid, mukhlis, sangat menguasai
berbagai macam ilmu.
Dalam ijazahnya beliau berkata:
Aku meriwayatkan Shahih
Imam Muhammad bin Ismail
al-Bukhori dari hafizh zamannya

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

Syaikh al-Ajl as-Sayyid Muhammad


Anwar Syah al-Kasymiri,
dibacakan kepadanya sedangkan
saya mendengarnya. Beliau
meriwayatkan dari Syaikh al-Hind
Maulana Mahmud Hasan dan
seterusnya.
Selain dengan kedua Syaikh
diatas, Syaikh Bin Baz dikenal
berguru kepada Mufti Saudi
sebelumnya, Syaikh Muhammad
bin Ibrahim Alu Syaikh, juga
kepada Syaikh Saad bin Atiq dan
Syaikh Hamad bin Faris. Beliau
membacakan kepada mereka
beberapa kitab, terutama kitabkitab karya Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahab. Namun
tidak diketahui apakah beliau
mendapatkan ijazah ammah
dari mereka atau tidak. Ijazah
ammah ini berguna ketika kita
meriwayatkan apa-apa yang
tidak melalui penyemaan atau
pembacaan, atau apa-apa yang
kurang dari keduanya. Seperti yang
dinukilkan oleh Abu Bakar Ibnu
Khair Al-Isybily di mukaddimah
Photo : Syaikh al-Allamah al-Mufti
Muhammad Syafi bin Muhammad
Yasin al-Utsmani al-Hindi

47

Photo : Ijazah Syaikh al-Mufti Muhammad Syafi kepada Syaikh


al-Mufti Abdul Aziz bin Baz
kitab Fihrisitnya halaman
15-16 ,Ketahuilah oleh kalian
semua rahimakumulloh bahwa
ijazah adalah perkara yang
mendesak dalam periwayatan
yang dengannya sesuatu menjadi
sempurna, jika tidak maka dia
adalah sesuatu yang kurang,
dan kekurangannya itu suatu
kemestian. Telah mengkabarkan
kepada kami Abu Muhammad Ibnu
Itaab dari bapaknya Abu Abdillah
dan beliau termasuk orang yang
perhatian, hati-hati dan begitu
teliti dalam periwayatan, beliau
berucap, Tidak mencukupi bagi
para penuntut hadits tanpa ijazah,
untuk apa-apa yang telah dia
dengar dari seorang muhaddits,
atau apa yang telah ia perlihatkan
kepadanya, atau apa yang ia telah
mendengarnya dari orang yang
memperlihatkannya kepadanya,
sebab bisa saja ada terdapat
kelupaan, kantuk, tertinggal,
tertukar dan terganti dengan
yang lain yang dilakukan oleh
keduanya atau salah seorang
dari mereka berdua. Maka
jika seorang muhaddits: dia
yang membacakannya dengan
lafadznya sendiri, bisa jadi
datang lupa pada pihak yang
mendengarnya, hilang apa yang
telah dibacakan itu, atau jika yang

lain yang membacakannya maka


bisa jadi menimpa kelupaan itu
kepada yang membacakannya
kepadanya. Namun, jika
digabungkan antara ijazah dengan
pendengaran atau penyerahan
hadits tadi, maka sebuah ijazah
bisa menambal apa yang terjadi
dari berbagai bencana tersebut.
Murid Beliau Dalam Riwayah
Adapun yang meriwayatkan
dari Syaikh Bin Baz dari jalan
ijazah ammah adalah Syaikh Bakr
Abu Zaid rahimahullahu setelah
berguru kepadanya sangat lama,
dan penulis tidak mengetahui ada
selain dari beliau. Namun melalui
haq as-sama beberapa kitab,
beberapa muridnya meriwayatkan
melalui beliau. Diantaranya guru
kami, Syaikh Badr Thami al-Utaibi
yang membaca secara kamil
kepadanya kitab-kitab Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab yang
mana Syaikh Bin Baz membacanya
secara kamil kepada Syaikh
Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh
yang meriwayatkan dari Syaikh
Saad bin Atiq dan seterusnya
muntasil dengan samai sampai
Syaikhul Islam Muhammad bin
Abdul Wahab rahimahullahu.
[as-Surianji].

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

ULAMA DAN SANADNYA

ULAMA & SANADNYA 2

Syaikh
Muhammad
Basyir
Ibrahimi
Pernah Syaikh al-Ibrahimi rahimahullahu
mengatakan, Suatu hari, aku menziarahi Syaikh
Ahmad al-Barzanji rahimahullahu- dirumahnya di
Madinah al-Munawaroh. Beliau berkata kepadaku
setelah masuk dalam pembahasan hadits: Aku
ijazahkan kepadamu tiap-tiap riwayatku dari qiraat
dan penyemaan (yakni ijazah ammah red) dengan
syaratnya dan seterusnya. Lalu Syaikh al-Ibrahimi
berkata kepadanya, Sesungguhnya engkau tidak
memuaskan saya dengan hanya ijazah seperti
ini... Maka Syaikh Ahmad al-Barzanji tertawa tanpa
mengingkarinya. Setelah itu Syaikh al-Ibrahimi belajar
kepadanya dalam sebagian durus Shahih Bukhori dan
barulah ia merasa mendapatkan sesuatu (ilmu) dan
hal itu ia sampaikan kepada Syaikh Ahmad al-Barzanji.
Berkata Syaikh Ahmad kepadanya, Wahai anaku, ini
adalah dirayah, yang dulu itu riwayah..[1].
Syaikh Ahmad al-Barzanji ini adalah Mufti asySyafiiyah di zamannya. Dalam Ithaful Ikhwan hal 19,
disebutkan bahwa Syaikh Ahmad bin Ismail al-Barzanji
meriwayatkan dari Bapaknya Ismail bin Zainul Abidin
yang meriwayatkan dari Syaikh Shalih al-Fullani, dan
sanad al-Fullani bisa merujuk tsabatnya Qathaf atsTsammar fi Rafi Asanid al-Musannafat fi al-Funun wa
Al-Atsar, telah dicetak. Disamping itu, Syaikh Ismail
juga meriwayatkan dari Bapaknya Zainul Abidin bin
Muhammad dari Bapaknya Muhammad Abdul Hadi
yang meriwayatkan dari Pamannya Jafar penulis

Maulid Nabi yang terkenal itu dari Bapaknya Hasan


dari Bapaknya Abdul Karim dari Bapaknya Muhammad
bin Abdur Rasul al-Barzanji penulis berbagai tulisan
terkenal yang meriwayatkan dari Ibrahim al-Kurani,
sanad al-Kurani bisa merujuk tsabatnya al-Umam li
Iqaz al-Himam yang di cetak di Hyderaabad.
Disamping kepada Syaikh Ahmad al-Barzanji,
Syaikh al-Ibrahimi juga diketahui mengambil riwayah
dari beberapa syaikh kenamaan lainnya. Hal itu
beliau sebutkan dalam ijazahnya kepada Syaikh
Muhammad al-Fasi al-Fihri ketika berkunjung ke
Aljazair tahun 1964 M[2]. Diantara gurunya itu :

[1] Aatsar Syaikh Muhammad al-Basyir al-Ibrahimi 3/544 dengan


diringkas

[2] Aatsar Syaikh Muhammad al-Basyir al-Ibrahimi 5/311-312


[3] Lihat biografinya dalam Mujam al-Maajim al-Marasyali (2/506).

48

1. Syaikh Husein
Ahmad al-Madani
al-Faidh Aabadi alHindi (w. 1377 H),
Ulama India
masyhur, beberapa
penulis bahkan
menggelarinya
Syaikhul Islam.
Meriwayatkan dari
Syaikh Mahmud
Hasan ad-Deobandi
dan Syaikh Rasyid
Ahmad al-Kankuhi [3]

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

ULAMA DAN SANADNYA


2. Syaikh Muhammad
al-Aziz bin
Muhammad athThayib Buatur
at-Tunisi (w. 1325
H/1907 M),
Ulama masyhur
dari Tunisia, kakek
dari pihak ibu bagi
Syaikh al-Zaituniyah
Muhammad Thahir
bin Asyur, juga
guru beliau dalam periwayatan hadits. Sanadnya
disebutkan oleh Syaikh Ahmad al-Ghumari dalam
Mujam al-Wajiz hal. 12. Yaitu dia meriwayatkan dari
Syaikh Muhammad Shalih ar-Ridhawi al-Bukhori dari
Syaikh Rafiuddin al-Qandahari dari Muhammad ibn
Abdullah al-Maghribi al-Madani dari Abdullah bin
Salim al-Bashri. Untuk tersambung kepada berbagai
kitab hadits, fiqh dan lainnya, bisa melalui Tsabat
Syaikh Abdullah al-Bashri, telah dicetak dan dikenal.
3. Syaikh Yusuf bin
Ismail an-Nabhani
(w.1350 H)[4].
Dikisahkan dalam
Aatsar Syaikh
Muhammad alBasyir al-Ibrahimi
(3/544), mereka
bertemu disalah
satu pintu di
Masjidil Harom,
setelah memuji
keilmuan al-Ibrahimi, an-Nabhani berkata
kepadanya :


-
..
Aku ijazahi engkau untuk meriwayatkan tiap-tiap
karya tulisku dan riwayatku, dan tiap-tiap apa-apa
yang ada padaku dari qiroat dan masmuat dari tiaptiap apa yang terkandung dalam Tsabatku.

Syaikh Yusuf an-Nabhani ini dikomentari oleh


Syaikh Jamaluddin al-Qasimi dalam risalahnya Rihlati
ila al-Madinah al-Munawarah hal 26, Dia Syaikh alHasywiyah dan al-Quburiyyah. Dari sini, perhatikan
lah bahwa Syaikh al-Ibrahimi adalah seorang salafi
tapi diijazahi oleh selain salafi. Ini biasa dalam
periwayatan, sebagaimana banyak non salafi diijazahi
syaikh salafi. Anda bisa merujuk berbagai kitab ilmu
hadits yang membahas masalah ini lebih luas. Apalagi
setiap orang tak lepas dari kesalahan, andaikata
seorang syaikh telah termasuk ahli bidah sekalipun,
maka riwayatnya masih bisa diterima selama ia
muslim yang jujur dalam periwayatannya. Imam AlKhathib Al-Baghdadi (w. 463 H/ 1072 M) rahimahullahu
berkata,




... Sebagian ulama menerima riwayat dari ahli
bidah yang tidak dikenal menghalalkan dusta dan
membuat kesaksian palsu untuk para pengikutnya.
(al-Kifayah hal. 367 cet Darul Huda).
Al-Hafizh Ibn Shalah (w. 643 H/ 1245 M) berkata,




Diantara para ulama ada yang menerima
riwayat ahli bidah asal tidak menghalalkan dusta
untuk membela mazhab atau bagi pengikutnya.
(Muqadimah Ibn Shalah hal. 298 cet Darul Maarif).
Murid al-Ibrahimi Dalam Riwayah
Diantara murid beliau dalam riwayat adalah
pemilik penerbitan Maktab al-Islami, yaitu Syaikh
Zuhair Asy-Syawisy, kebanyakan ulama sekarang
untuk tersambung kepada Syaikh al-Ibrahimi
meriwayatkan dari arah Syaikh Zuhair asy-Syawisy
ini. Dahulu Syaikh Zuhair termasuk yang mutasyadid
dalam ijazah, tapi diakhir hayatnya beliau lebih
mudah. Maka tidak heran begitu banyak ulama dan
penuntut ilmu yang kemudian mendapatkan ijazah
hadits darinya.
[as-surianji].

[4] Lihat biografinya dalam Mujam al-Maajim al-Marasyali (2/397)

49

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

ENSIKLOPEDI

ENSIKLOPEDI

Al-Mubarakfuri
Bagi penuntut ilmu dan pecinta ulama, nisbah al-Mubarakfuri tentu sudah tidak asing lagi ditelinga.
Al-Mubarakfuri nisbah bagi orang-orang yang berasal dari sebuah kota di India, namanya Mubarakfur. Kota ini
letaknya di Propinsi Uttar Pradesh yang mayoritas Muslim, sekitar 13 km dari Azamgarh. Menurut sejarahnya,
kota ini didirikan oleh seorang raja yang bernama Mubarak Ali Shah, oleh sebab itu disebut Mubarakfur, yang
artinya Kota Mubarak1.
Dari kota ini telah lahir banyak ulama besar yang terkenal. Diantaranya :
1. Al-Allamah al-Muhadits Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri, pensyarah Sunan Tirmidzi
Tuhfatul Ahwadzi (w. 1353 H),
2. Al-Allamah al-Muarikh Muhammad Abdussalam bin Khan Muhammad al-Mubarakfuri, penulis biografi Imam
Bukhori, Sirah al-Imam al-Bukhori. (w. 1342 H),
3. Al-Allamah al-Muhadits Ubaidullah bin Muhammad Abdussalam al-Mubarakfuri, anak dari Syaikh Muhammad
Abdussalam yang lalu, pensyarah al-Misykat, Miratul Mafatih (w. 1414 H),
4. Al-Allamah al-Muarikh Shafiyurrahman bin Abdullah al-Mubarakfuri, penulis sirah nabawiyah, Ar-Rahiqul
Makhtum dan syarh Shahih Muslim, Sunatul Munim fi Syarh Shahih Muslim (w. 1427 H),
5. Syaikh Dr. Ridhaullah Muhammad Idris al-Mubarakfuri (w. 1424 H),a
6. Dan lainnya.
Diantara ulama zaman sekarang yang masih hidup yang dinisbatkan kepada kota ini :
1. Syaikh al-Musnid Zhahiruddin bin Abdul Syabhan al-Mubarakfuri. Beliau adalah guru besar hadits di Jamiah
Darus Salam Amar Aabad, Hind, satu murid Syaikh Abdurrahman al-Mubarakfuri yang masih tersisa,
2. Syaikh Dr. Abdurrahman bin Ubaidullah al-Mubarakfuri, salah satu putra Syaikh Ubaidullah pensyarh alMisykat,
3. Syaikh Dr. Abdul Aziz bin Ubaidullah, saudara yang sebelumnya,
4. Dan lainnya.
Semoga Allah memberkahi kota ini, dan melahirkan darinya banyak ulama ahlus sunnah. [as-surianji].

KATA-KATA HIKMAH

Seandainya aku tidak benci manusia yang bermaksiat kepada


Allah, niscaya aku ingin seluruh penduduk kota ini mencaci dan
menggunjingku. Adakah yang lebih menggembirakan daripada
kebaikan yang didapat oleh seseorang pada catatan amalnya
diakhirat kelak , padahal dia tidak mengerjakannya dan tidak
mengetahuinya?.
{Shifat ash-Shafwah 4/5-6.}
50

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

FAIDAH KITAB

FAIDAH KITAB
Judul :
Tsabat Al-Atsbat Asy-Syahirah
Penulis :
Abu Bakar bin Muhammad Arif
Khuwaqir al-Makki (1284 1349 H)
Tahqiq :
Rasyid bin Ammar al-Ghufaily
Jumlah halaman : 113

icetak berdasarkan
manuskrip di Maktabah
al-Haram al-Makki
asy-Syarif dari tulisan
tangan muridnya, Syaikh
Abdussattar ad-Dihlawi no naskah
4273/4182.
Tentang Penulis :

Tsabat Abu
Bakar Khuwaqir
51

Beliau adalah al-Allamah


al-Mujahid al-Muhadits as-Faqih
as-Salafy al-Muhaqiq Abu Bakar bin
Syaikh Muhammad Arif bin Abdul
Qadir bin Muhammad Ali Khuwaqir
al-Makki al-Kutbi al-Hanbali. Imam
dan Mudaris di Masjidil Haram,
mufti bagi Mazhab Hanbali, dan
anggota majelis tinggi ulama Hijaz
dimasa nya. Keras terhadap ahli
bidah dan khurafat, sampai dua
kali dipenjara dengan tuduhan
wahabi karena dakwahnya. Itu
terjadi pada masa sebelum
berkuasanya Malik Abdul Aziz atas
Hijaz.
Diantara murid beliau : juru
tulis tsabat ini, Syaikh al-Muarikh
Abdussattar bin Abdul Wahab
ad-Dihlawi, Syaikh al-Muarikh
Muhammad Raghib ath-Thabakh,
Syaikh Muhammad Ismail asSalafy, Syaikh Shalih bin Utsman alQadhi, Syaikh Abdurrazzaq Hamzah
dan lainnya.

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

FAIDAH KITAB
Tentang Isi Kitab :
Tsabat ini termasuk tsabat kecil,
para ulama kadang menyebut
tsabat ini dengan Musnad Atsbat
asy-Syahirah. Didalam tsabat ini
terkadung banyak sekali faidah,
maksudnya selain faidah berupa
jalur-jalur silsilah periwayatan
beliau dari guru-guru Syaikh Abu
Bakr Khuwaqir yang berjumlah 10
orang.
Diantara faidah tambahan itu :
1. Menurut beliau isnad ini
layaknya nasab dalam silsilah
keluarga
2. Isnad juga merupakan sunnah
salaf yang kemudian diikuti
khalaf.
3. Ijazah ini maknanya izin
atau pembolehan untuk
meriwayatkan
4. Tsabat itu sendiri bermakna
kurang lebih sama dengan
al-Masyaikhat, al-Mujam, alBarnamaj dan al-Fihrist.
5. Ada jenis ijazah yang
diamalkan oleh sebagian
ulama dan mereka menerima
keshahihannya, yaitu ijazah
ammah bagi ahli zamannya
atau ijazah umum bagi semua
orang yang menjumpai masa
hidup mereka. Diantara
ulama yang menerima atau
mengamalkannya :
a. Guru-guru beliau :
Muhammad bin Khalil
al-Qawuqji, Nadzir Husein
ad-Dihlawi dan Husein bin
Muhsin al-Anshari
b. Syaikh Abdurrahman bin
Sulaiman al-Ahdal
c. Syaikh Abdurrahman alKuzbari
d. Syaikh Muhammad Abis
as-Sindi
e. Syaikh Abdul Latif bin Syaikh
Ali al-Bairuti
f. Syaikh Falih bin Muhammad
adh-Dhahiri

52

6. Sebagian ulama juga


menganggap sah ijazah bagi
anak kecil yang belum tamyiz
sebagaimana dalam ijazah
Sayyid Nadzir Husein ad-Dihlawi
demikian pula Syaikh Husein bin
Muhsin al-Anshari.
7. Munawah yang disertai ijazah
adalah cara menerima hadits
tertinggi dalam bab ijazah disisi
muhaditsin
8. Syaikh menyebut salah satu jalur
musalsal bil awaliya dengan
istilah awaliya haqiqiyah
muthlaqah atau awaliya
muthlaqah ini artinya hadits
tersebut benar-benar hadits
pertama yang didengar dari
gurunya.
9. Diakhir ijazah Syaikh
menyebutkan tiga faidah :
a. Bahwa ijazah disini maknanya
izin dan pembolehan,
dengan maksud memelihara
ketersambungan sanad,
menyambungkan
kebaikannya dan
mendapatkan barokahnya.
b Tentang kebiasaan ucapan
muhadits dalam ijazah,
dengan syarat mutabar
disisi ahli hadits menurut
guru beliau -Syaikh Husein
al-Anshari- maknanya satu
yaitu larangan merubah
dan mengganti apa yang
diriwayatkan dari gurunya.
c. Tentang kebiasaan
memberikan wasiat seorang
mujiz kepada muridnya
diakhir ijazah. Misalkan
dengan nasihat agar
bertakwa kepada Allah, agar
merutinkan membaca alQuran, berdzikir dan lainnya.
Dan ini wasiat kebaikan yang
harus dilaksanakan mujaz
[as-surianji].

KATA-KATA HIKMAH

Kami mencari ilmu


karena dunia, maka ilmu
itu menunjukan kami
untuk meninggalkan
dunia
Ibnu Mubarak,
Shifat ash-Shafwah 4/145

Hammad bin Zaid


menyampaikan hadits
kepada kami tibatiba beliau berkata,
Astaghirullah, sungguh
ketika menyebutkan sanad
terdapat kesombongan
didalam hati.
(as-Siyar 10/470)

Kisah-kisah para ulama


dan kebaikan-kebaikan
mereka lebih aku cintai
daripada banyaknya ilmu
fiqh.
Imam Abu Hanifah, Tadzkirah
as-Sami hal. 50

Ketika al-Laits bin Sad


melihat adab yang buruk
kepada sebagian pencari
hadits, lantas beliau
berkata, Apa-apa-an
ini?! kalian ini lebih
butuh kepada sedikit adab
daripada banyaknya ilmu
!!!
Syaraf Ashhabul Hadits hal 170

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

RIHLAH ULAMA

RIHLAH ULAMA

bernama Muhammad bin Nashr Al-Marwazi? Mereka


menjawab, lni. Mereka menunjuk padanya. Budak
itu lalu mengeluarkan kantong berisi 50 dinar dan
memberikannya. Dia melakukan hal yang sama
kepada Muhammad bin Jarir, Siapa di antara kalian
yang bernama Muhammad bin Jarir?. Mereka
menjawab, lni. Mereka menunjuk padanya. Budak
itu lalu mengeluarkan kantong berisi 50 dinar dan
memberikannya. Begitu juga ia melakukan hal yang
sama kepada Muhammad bin Harun dan Muhammad
bin Khuzaimah.
Kemudian dia berkata, Sesungguhnya kemarin
gubernur sedang tidur siang. Pada waktu tidur,
dia mimpi bertemu Rasulullah shallallahualaihi
wasallam. Beliau berpesan, Temuilah empat
Muhammad, sesungguhnya mereka dalam keadaan
lapar di tempat begini dan begini. Kemudian budak
itu berkata, Sesungguhnya
gubernur bersumpah
untuk kalian; jika harta
ini habis, kalian harus
memberitahukan
kepadanya agar dia
mengirimkan harta yang
lainnya. []

4 Sekawan
Dalam Perjalanan

alam suatu rihlah mencari hadits, telah


mengumpulkan empat imam hadits
yaitu Muhammad bin Jarir Ath-Thabari,
Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah,
Muhammad bin Nashr Al-Marwazi dan Muhammad
bin Harun Ar-Ruyani dalam satu rombongan. Ditengah
perjalanan, habislah bekal mereka. Mereka pun
kekurangan makanan dan sangat lapar. Lalu mereka
berunding dan sepakat untuk memilih seseorang
dari mereka agar berdoa kepada Allah supaya
menghilangkan kesulitan dan memudahkan makanan
bagi mereka. Sedangkan yang lain mengaminkan.
Namun masing-masing dari mereka
menyampaikan udzurnya dan berkata, Aku tidak
pantas melakukan hal itu, yakni karena menganggap
hina diri-diri mereka. Sehingga mereka pun
melakukan undian, dan keluarlah undian Muhammad
bin Ishaq bin Khuzaimah. Dia pun berkata kepada
mereka, Tunggu sebentar hingga aku mengerjakan
shalat dua rakaat. Jika selesai, aku akan berdoa
untuk kalian. Lalu dia pun berwudhu dan mulai
mengerjakan shalat. Ketika dia sedang mengerjakan
shalat dan belum selesai mengerjakannya, tiba-tiba
pintu diketuk. Salah satu dari mereka pun membuka
pintu tersebut. Ternyata, seorang budak milik
gubernur Mesir.
Dia bertanya, Siapa di antara kalian yang

53

Keterangan :
Kisah ini dikeluarkan dengan sanadnya oleh alKhathib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad (2/162),
juga oleh Ibnu Atsakir dalam Tarikh Dimasyq (52/193),
dan Ibnu Nuqthah al-Baghdadi (1/118) melalui
sanad al-Khathib : Menceritakan kepada saya Abu
Faraj Muhammad bin Ubaidullah bin Muhammad
al-Kharjusyi asy-Syirazi (Tarikh Baghdad 3/139,
ditsiqahkan al-Khathib) dengan lafazhnya yang
berkata: Aku mendengar Ahmad bin Manshur bin
Muhammad asy-Syirazi (al-Baghyah ath-Thalib
(3/1151), Tamam ar-Razi mensifatinya dengan
al-Hafizh) berkata: Aku mendengar Muhammad
bin Ahmad Ash-Shahhaf as-Sijistani berkata: Aku
mendengar Abu Al-Abbas al-Bakri berkata: lalu ia
mengisahkannya.

MAJALAH KOMUNITAS GRUP MAJELIS SAMA, IJAZAH DAN BIOGRAFI ULAMA

Anda mungkin juga menyukai