Anda di halaman 1dari 5

Manisnya Iman

Tim Kajian Manhaj Tarbiyah 01/07/08 | 13:22

dakwatuna.com – Seseorang akan merasakan manisnya iman bermula manakala di dalam


hatinya terdapat rasa cinta yang mendalam kepada Allah dan Rasul-Nya, manisnya akan semakin
dirasakan bila seseorang berusaha untuk senantiasa menyempurnakan cintanya kepada Allah,
memperbanyak cabang-cabangnya (amalan yang dicintai Allah swt.) dan menangkis hal-hal yang
bertentangan dengan kecintaan Allah swt.

Apa buktinya bila seseorang telah merasakan manisnya Iman?

Buktinya, ia akan selalu mengutamakan kecintaanya kepada Allah daripada mementingkan


kesenangan dan kemegahan dunia, seperti bersenang-senang dengan keluarga, lebih senang
tinggal di rumah ketimbang merespon seruan dakwah dan asyik dengan bisnisnya tanpa ada
kontribusi sedikitpun terhadap kegiatan jihad di jalan Allah swt. Sebagaimana firman Allah
dalam surat At-Taubah : 24

“Katakanlah: “Jika bapa-bapak, anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu,


harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat
tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad
di jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya. dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”

Memprioritaskan kecintaan kepada Allah akan melahirkan perasaan ridha

Bila seseorang senantiasa mengutamakan kecintaan kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya,
daripada kepentingan dirinya sendiri, maka akan lahirlah sikap ridha terhadap Allah sebagai
Rabbnya, Islam sebagai din-nya dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasulnya. Keridhaannya itu
dibuktikan dengan selalu menghadiri halaqahnya, terlibat dengan kegiatan dakwah di
lingkungannya dan menginfakkan sebagian harta dan waktunya untuk kemaslahatan tegaknya
agama Allah swt.

Apa yang dirasakan oleh seseorang bila ia telah ridha terhadap Allah, agama dan Rasulnya?

Pertama, Ia akan merasakan “Istildzadz at-Thaa’ah”, lezatnya ketaatan kepada Allah swt., baik
dalam shalatnya, tilawah Qur’annya, pakaian dan pergaulan islaminya, perkumpulannya dengan
orang-orang shaleh dan keterlibatannya dalam barisan dakwah

Kedua, Ia juga akan merasakan “Istildzadz al-masyaqat”, lezatnya menghadapi berbagai


kesulitan dan kesusahan dalam berdakwah. Kelelahan, keletihan, dan hal-hal yang menyakiti
perasaannya akibat celaan orang karena menjalankan syariat Islam, atau bahkan mencederai
fisiknya, semua itu semakin membuatnya nikmat dalam berdakwah. Semua inilah yang akan
senantiasa melahirkan manisnya Iman.
“Istildzaadz at-thaa’ah”, lezatnya ketaatan kepada Allah ditunjukan oleh wanita Anshar dan
Muhajirin, tatkala turun wahyu yang memerintahkan mereka untuk berhijab dan menutrup
auratnya, mereka langsung meresponnya dengan senang hati dan lapang dada, tanpa merasa berat
sedikitpun. Aisyah ra. yang menjadi saksi mata atas hal ini berkata :

َ‫ط ُه َّن فَ ْليَ ْخت َِم ْرن‬ َ ”‫ت َعلَ ْي ِه َّن “ َو ْليَض ِْربْنَ ِم ْن َجالَ بِ ْيبِ ِه َّن َعلَى ُجي ُْو بِ ِه َّن‬
َ ‫شقَ ْقنَ ُم ُر ْو‬ ْ َ‫ت لَ َّما نَزَ ل‬ ِ ‫ار َو ْال ُم َه‬
ِ ‫اج َرا‬ ِ ‫ص‬َ ‫سا َء اْالَ ْن‬
َ ِ‫َر ِح َم هللا ُن‬
‫بِ َها‬

“Semoga Allah merahmati wanita Anshar dan Muhajirin, tatkala turun kepada mereka ayat
“hendaknya mereka mengenakan kain panjang (jilbab) sampai ke atas dada mereka,” mereka
memotong kain-kain mereka, lalu mereka menjadikan kain-kain itu sebagai penutup kepalanya

Abu Ayub Ayub Al-Anshary, ketika mendengar seruan jihad, Dalam surat At-Taubah : 41

َ‫َّللاِ ذَ ِل ُك ْم َخي ٌْر لَ ُك ْم إِ ْن ُك ْنت ُ ْم ت َ ْعلَ ُمون‬ َ ‫ا ْن ِف ُروا ِخفَافًا َوثِقَ ًاال َو َجا ِهد ُوا بِأ َ ْم َوا ِل ُك ْم َوأ َ ْنفُ ِس ُك ْم فِي‬
َّ ‫سبِي ِل‬

“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu
dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu
Mengetahui.”

Abu Ayub berseru kepada anak-anaknya, “Jahhizuuny! Jahhizuuny!” siapkan peralatan


perangku!. Anak-anaknya membujuk agar bapaknya tidak perlu berangkat untuk berjihad, karena
usianya sudah udzur, cukup di wakilkan saja oleh anak-anaknya. Abu Ayyub menolak bujukan
anak-anaknya seraya berkata : “ketahuilah wahai anak-anakku, yang dimaksud ayat tersebut
adalah ‫ ِخفَافًالَ ُك ْم َوثِقَاالً لٍي‬, ringan bagi kalian berat bagiku, beliaupun tetap berangkat dan
menemukan syahidnya dalam perjalanan jihad tersebut. (lihat Tafsir Ibnu Katsir)

Sedangkan Lezatnya kesulitan (Istildzadz al-masyaqqah) dalam dakwah dirasakan oleh


Rasulullah saw., ketika beliau menghadapi ketidaksukaan orang-orang kafir terhadap ajaran
Islam, sebagaimana yang ditunjukan oleh masyarakat Thaif ketika Rasulullah saw. hijrah ke
sana, yaitu pada saat Nabi menyampaikan dakwahnya, mengajak mereka untuk menerima ajaran
Islam, tetapi tidak ada sedikitpun sambutan baik dari para tokoh mereka, bahkan dengan nada
yang sangat melecehkan dan menyakitkan, mereka menanggapi dakwah Nabi seraya berkata,

“Coba kau robek kiswah ka’bah jika engkau memang benar-benar utusan Allah.”

Yang lainnya pun turut berkomentar,

“Apa tidak ada lagi orang yang lebih pantas diutus oleh Allah selain engkau?”

Dengan penuh kesabaran dan ketabahan Rasulullah saw. menerima kenyataan pahit tersebut,
beliau tetap berlapang dada dan tidak mempermasalahkan tentang penolakan dan penentangan
mereka. Oleh karena itu ketika malaikat penjaga gunung Alaihissalaam menawarkan kepada
Nabi, bila beliau setuju ia akan mengangkat dua buah bukit yang ada di Thaif lalu ditimpakan
kepada mereka, dengan penuh kelembutan dan kasih sayang Rasulullah saw. menanggapinya
seraya berkata,
‫ش ْيئًا‬
َ ‫َّللاَ َوحْ دَهُ َال يُ ْش ِركُ ِب ِه‬ ْ َ ‫َّللاُ ِم ْن أ‬
َّ ُ ‫ص َال ِب ِه ْم َم ْن يَ ْعبُد‬ َّ ‫بَ ْل أ َ ْر ُجو أ َ ْن ي ُْخ ِر َج‬

“Tetapi aku berharap semoga Allah mengeluarkan dari tulang rusuk mereka kelak orang-orang
(generasi) yang beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun.”

Syaikh Abu Muhammad bin Abi Jamroh mengibaratkan manisnya iman dengan sebuah pohon,
sebagaimana firman Allah :

‫اء‬
ِ ‫س َم‬
َّ ‫ع َها فِي ال‬ ْ َ‫طيِبَ ٍة أ‬
ُ ‫صلُ َها ثَابِتٌ َوفَ ْر‬ َ ‫طيِبَةً َك‬
َ ٍ‫ش َج َرة‬ َ ً‫َّللاُ َمث َ ًال َك ِل َمة‬
َّ ‫ب‬ َ ‫ض َر‬ َ ‫أَلَ ْم ت ََر َكي‬
َ ‫ْف‬

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (Ibrahim : 24)

Yang dimaksud kalimat dalam ayat tersebut adalah kalimatul ikhlas ‫ال اله اال هللا‬, batang pohonnya
adalah pangkal iman, cabang dan rantingnya adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya, dedaunannya adalah kepedulian terhadap kebajikan, buahnya adalah amal
ketaatan, rasa manisnya adalah ketika memetiknya, dan puncak manisnya adalah ketika
matangnya sempurna saat dipetik, disitulah sangat terasa manisnya.

َّ َ‫ َم ْن َكان‬:‫ان‬
ُ‫َّللا‬ ِ َ‫ث َم ْن ُك َّن فِي ِه َو َجدَ ِب ِه َّن َحالَ َوة‬
ِ ‫ال ْي َم‬ ٌ َ‫ ((ثَال‬:َ‫سلَّ َم قَال‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫سولُهُ أ َ َحبَّ ِإلَ ْي ِه َع ْن أَن ٍَس َع ِن النَّ ِبي‬
ُ ‫َو َر‬
‫ف فِي‬ َ ْ ْ َ ْ َ ُ ْ َّ َ َ ْ َ ْ َ ْ ُ ْ ْ َ ْ ْ َ َّ َّ ُ َ ْ
َ ‫ َوأن يَك َرهَ أن يَعُودَ فِي الكف ِر بَ ْعدَ أن أنقذهُ َّللاُ ِمنه ك َما يَك َرهُ أن يُقذ‬،ِ‫ َوأن ي ُِحبَّ ال َم ْر َء ال ي ُِحبُّه إِال ِّلِل‬،‫ِم َّما ِس َواه َما‬ْ َ ُ
(‫ (رواه البخاري ومسلم وهذا لفظ مسلم‬.))‫ار‬ ِ َّ‫الن‬.

Dari Anas ra, dari Nabi saw. bersabda, “Tiga perkara jika kalian memilikinya, maka akan
didapati manisnya iman. (Pertama) orang yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai
dari selainnya. (Kedua) agar mencintai seseorang semata-mata karena Allah swt. (Ketiga), tidak
senang kembali kapada kekufuran setelah diselamatkan oleh Allah swt, sebagaimana ketidak-
senangannya dilempar ke dalam api neraka.” (HR Bukhar Muslim dengan redaksi Muslim)

‫ال ْسالَ ِم‬ َّ ِ‫ي ب‬


ِ ِ‫اّلِلِ َربًّا َوب‬ َ ‫ض‬ِ ‫ان َم ْن َر‬ ِ ‫ال ْي َم‬ َ َ‫ ((ذَاق‬:ُ‫سلَّ َم يَقُول‬
ِ ‫ط ْع َم‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫سو َل‬
َ ِ‫َّللا‬ َ ُ ‫ب أَنَّه‬
ُ ‫س ِم َع َر‬ َّ ‫َّاس ب ِْن َع ْب ِد ْال ُم‬
ِ ‫ط ِل‬ ِ ‫َع ْن ْالعَب‬
(‫سوالً)) (رواه مسلم‬ ُ ‫دِينًا َو ِب ُم َح َّم ٍد َر‬.

Dari Al-Abbas bin Abdil Muttalib, bahwasanya ia mendengar Rasulallah saw. bersabda, “Telah
merasakan lezatnya iman seseorang yang ridha Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai dinnya
dan Muhammad sebagai Rasulnya.” (HR. Muslim)

Hadits ini sangat agung maknanya, termasuk dasar-dasar Islam, berkata para ulama, “Arti dari
manisnya iman adalah mersakan lezatnya ketaatan dan memiliki daya tahan menghadapi
rintangan dalam menggapai ridha Allah dan Rasul-Nya, lebih mengutamakan ridha-Nya dari
pada kesenangan dunia, dan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya dengan menjalankan
perintahnya dan menjauhi larangan-Nya.

Dalam hadits tersebut Rasulullah saw. menjelaskan bahwa tiga perkara bila kalian berada di
dalamnya maka akan didapati manisnya iman, karena sarat mendapatkan manisnya sesuatu
adalah dengan mencintainya, maka barang siapa yang mencintai sesuatu dan bergelora cintanya,
maka ketika berhasil mendapatkannya, ia akan merasakan manis, lezat dan kegembiraannya.
Karena itu seorang mukmin yang telah mendapatkan manisnya iman yang mangandung unsur
kelezatan dan kesenangan akan diiringi dengan kesempurnaan cinta seorang hamba kepada Allah
swt. Dan kesempurnan itu dapat diwujudkan dengan tiga hal.

Pertama : menyempurnakan cinta kepada Allah yaitu dengan menjadikan Allah dan Rasul-Nya
lebih dicintai dari yang lainnya, karena cinta kepada Allah tidak cukup hanya sekedarnya, tetapi
harus melebihi dari yang lain-Nya

Kedua : menjadikan cinta kepada Allah menjadi pangkal dari cabang cinta kepada yang lain,
yaitu mencintai orang lain semata-mata karena dan untuk Allah swt., sehingga dalam mencintai
ia tetap mengikuti prosedur dan mekanisme cinta yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Al-
Qur’an dan Sunnah, misalnya tidak berkhalwat, menyegerakan akad nikah dan menghindari
perbuatan yang mendekati pada perzinahan. (tidak pacaran) (QS. 24 : 30-31, 33 : 59)

Menolak segala hal yang bertentangan dengan cinta-Nya, yaitu tidak menyukai hal-hal yang
bertentangan dengan keimanan melebihi ketidaksukaannya bila dirinya dilemparkan ke dalam
api neraka.

‫ َوبذْ ُل‬، َ‫اس ِم ْن نَ ْفسِك‬


ِ َّ‫اف الن‬
ُ ‫ص‬َ ‫ َوإِ ْن‬، ‫النِ ْفا َ ُق ِمنَ ا ُ ِال ْقت َِار‬
ْ َ ‫ا‬: ‫ان‬ِ ‫ث َم ْن ُك َّن فِ ْي ِه َو َجدَ بِ ِه َّن َحالَ َوة َ اْ ِال ْي َم‬
ٌ َ‫ ثَال‬: ‫ار ب ِْن يَا ِس ٍر قا َ َل‬
ِ ‫َع ْن َع َّم‬
)‫سالَ ِم ِللعَالَ ِم (رواه عبد الرزاق) علقه البخاري في (كتاب االيمان‬ ْ َّ ‫ال‬

Amar bin Yasir berkata, “Ada tiga hal yang barangsiapa berada di dalamnya ia merasakan
manisnya keimanan, berinfak dari kekikiran, bersikap adil terhadap manusia dari dirinya, dan
mengupayakan keselamatan )salam( bagi alam.” )Diriwayatkan Abdurazzaq, Bukhari
mencantumkannya di kitab Al-Iman).

Hadits yang dibawakan oleh Amar bin Yasir ra. tersebut di atas, juga menjelaskan tentang tiga
hal yang dapat mendatangkan manisnya iman

Pertama : berinfak secukupnya, tidak berlebihan sehingga menzalimi hak-hak yang lainnya, tapi
juga tidak kikir dengan hartanya

Kedua : bersikap objektif, tidak menghalanginya untuk berbuat baik dan adil kepada manusia,
walaupun ada kaitannya dengan kepentingan diri sendiri, misalnya walaupun disakiti dan
dizalimi oleh seseorang, tetapi tidaka menghalanginya untuk memaafkannya dan tetap berbuat
baik kepadanya

Ketiga : Menebarkan kesejahteraan kepada seluruh alam semesta, memperjuangkan sesuatu demi
kebaikan manusia dan seluruh makhluk lainnya, seperti dengan melakukan kegiatan amal siasi
maupun amal khidam ijtima’i )kegiatan sosial(

‫ َويَ ْعلَ ُم أ َ َّن َما‬، ‫ َواْل ِكذْبُ فِي اْل ُمزَ ا َح ِة‬، ‫ق‬ ِ ‫اء في ِ ْال َح‬ ِ ‫ ت َْركُ اْ ِلم َر‬: ‫ان‬ِ ‫ث َم ْن ُك َّن فِ ْي ِه يَ ِج ْد ِب ِه َّن َحالَ َوة َ اْ ِال ْي َم‬
ٌ َ‫ ثَال‬: ‫َع ِن اب ِْن َم ْسعُ ْو ٍد قَا َل‬
)‫ (رواه عبد الرزاق‬.ُ‫ُص ْيبَه‬ ْ ُ َ َ َ ْ َ َّ َ َ ْ ْ ُ
ِ ‫ َوأن َما أخطأهُ ل ْم يَكن ِلي‬، ُ‫صابَهُ ل ْم يَكن ِليُخ ِطئه‬ َ َ ‫أ‬ َ

Ibnu Mas’ud juga berkata, “Ada tiga hal yang barangsiapa berada di dalamnya akan merasakan
manisnya iman, menghindari perdebatan dalam hal kebenaran, tidak berdusta dalam bercanda,
dan menyadari bahwa apa yang akan menimpanya bukan karena kesalahannya dan apa
kesalahannya tidak menyebabkan ia tertimpa )musibah(.” )Diriwayatkan Abdurrazzaq(.

ِ ‫طأَهُ لَ ْم يَ ُك ْن ِلي‬
” … ُ‫ُص ْيبَه‬ َ ‫ َوأ َ َّن َما أ َ ْخ‬، ُ‫صابَهُ لَ ْم يَ ُك ْن ِلي ُْخ ِطئَه‬
َ َ ‫ى يَ ْعلَ َم أ َ َّن َما أ‬
َّ ‫ان َحت‬ ِ َ ‫ “الَ يَ ِجد ُ َع ْبد ٌ َحالَ َوة‬:‫عن أنس مرفوعا‬
ِ ‫ال ْي َم‬
)‫ (األلباني – السلسلة الصحيحة‬.‫ ) بإسناد حسن عنه‬247 ( ‫ أخرجه ابن أبي عاصم‬. ‫الحديث‬

Dari Anas secara marfu’ mengatakan, “Tidaklah seorang hamba merasakan manisnya keimanan
sehingga dia menyadari bahwa apa yang akan menimpanya bukan karena kesalahannya dan apa
kesalahannya tidak menyebabkan ia tertimpa )musibah(.” Hadits tersebut dikeluarkan Ibnu Abi
Ashim, hadits sahih dengan sanad yang baik, termaktub dalam silisilah hadits sahih karya Imam
Albani.

َ ‫ش ْيئًا ِّلِلِ َع َّو‬


،ُ‫ضهُ هللاُ َخي ًْرا ِم ْنه‬ َ َ‫ َو َم ْن ت ََرك‬،‫ان‬ ِ ‫ع ِن ْال َم َح‬
ِ َ ‫ار ِم ي ُْو ِجبُ َحالَ َوة‬
ِ ‫ال ْي َم‬ ُّ ‫ار ِه ْم) * َو ْالغ‬
َ ‫َض‬ ِ ‫ص‬َ ‫(قُ ْل ِل ْل ُمؤْ ِمنِيْنَ يَغُضُّوا ِم ْن أ َ ْب‬
)1/677 ‫ (فيض القدير‬.ُ ‫س َراتُه‬ َ ‫طلَقَ لَ َح‬
ْ ‫ظاتِ ِه دَا َم‬
َ ‫ت َح‬ ْ َ ‫ َو َم ْن أ‬.

“Katakanlah kepada mukmin laki-laki agar menahan pandangan mereka…” )An-Nur: 30). Yaitu
menahan dari apa yang diharamkan Allah swt. pasti akan mendatangkan manisnya iman, dan
barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantikannya
dengan yang lebih baik darinya, dan barangsiapa yang membebaskannya walau hanya sekejap
maka akan abadi penyesalannya”

‫” َل ْو ُك ْنتُ ِآم ًرا أ َ َحدًا أ َ ْن يَ ْس ُجدَ أل َ َح ٍد أل َ َم ْرتُ ْال َم ْرأَةَ أ َ ْن تَ ْس ُجدَ ِلزَ ْو ِج َها‬:‫سلَّ َم‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َع َل ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ َقا َل َر‬:َ‫َع ْن ُمعَا ِذ بن َجبَ ٍل َقال‬
)‫” (المعجم الكبير للطبراني‬.‫ب‬ ٍ َ ‫ت‬َ ‫ق‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫ا‬
َ ََ‫ه‬‫س‬ ْ
‫ف‬ ‫ن‬
َ ‫ا‬ ‫ه‬ َ ‫ل‬َ ‫أ‬ ‫س‬ ‫و‬
َ َ ْ َ َ ِ َْ ‫ل‬ ‫و‬ ،‫ا‬ ‫ه‬‫ج‬ ‫و‬ َ‫ز‬ َّ
‫ق‬ ‫ح‬ ‫ي‬
َ َ َ ‫د‬ِ ‫ؤ‬ُ ‫ت‬ ‫ى‬ َّ ‫ت‬ ‫ح‬ ‫ان‬ ‫م‬‫ي‬ْ ‫ال‬ َ ‫ة‬‫و‬َ ‫ال‬ ‫ح‬ ٌ ‫ة‬َ
َ ِ َ ِ َ َ َ ‫ َوالَ ت َِجدُ ا ْم‬،‫ِم ْن َح ِق ِه َعلَ ْي َها‬
‫أ‬ ‫ر‬

Dari Muadz bin Jabal berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Seandainya aku memerintahkan
seseorang bersujud kepada yang lainnya, maka akan aku perintahkan isteri sujud kepada
suaminya, karena hak-hak suami atasnya, dan tidaklah seorang wanita mendapatkan manisnya
iman sehingga Ia menunaikan hak suaminya, walaupun suaminya memintanya, sedang Ia sedang
berada di atas sekedupnya

َ‫ان َو ِل َهذَا قَال‬ ْ ‫ق َواْل ِع‬


ِ َ‫صي‬ ُ ُ‫َواْلف‬
ِ ‫س ْو‬ ‫ارةِ اْل ُك ْف ِر‬
َ ‫س ِب َم َر‬ ِ ‫ فَإِذَا َو َجدَ اْل َق ْلبُ َحالَ َوةَ اْ ِل ْي َم‬:)1/27 :‫اري‬
َّ ‫ان أ َ َح‬ ِ َ‫قا َ َل اِ ْبنُ َر َجبْ فِي (فَتْحِ ْالب‬
‫ي ِم َّما َيدْعُونَ ِني ِإلَ ْي ِه} [يوسف‬ َّ َ‫ِإل‬ ُّ‫الس ْجنُ أ َ َحب‬ ِ ‫ب‬ ِ ‫{ر‬َ :ُ ‫سالَم‬ َّ ‫ف َعلَ ْي ِه ال‬ُ ‫س‬ُ ‫ي ُْو‬33].

Ibnu Rajab berkata dalam kitab Fathul Bari 1/27 : “Maka apabila sebilah hati telah mendapatkan
manisnya iman, maka ia akan sensitif merasakan pahitnya kekufuran, kefasikan dan
kemaksiatan, karena itulah Nabi Yusuf AS berkata : “Ya Rabb! Penjari lebih aku sukai daripada
apa yang mereka serukan kepadaku” )QS. Yusuf : 33(

Sumber:http://www.dakwatuna.com/2008/07/01/776/manisnya-iman/#ixzz64gy1ZZ1c
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Anda mungkin juga menyukai