Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Assalamu 'Alaikum Wr.Wb.............

Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt, yang telah
memberikan kesehatan dan kekutan kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan
makalah ini. Salawat serta salam selalu penulis hanturkan kepada junjungan Islam Nabi Besar
Muhammad saw, yang telah memperjuangkan agama Islam dari alam kegelapan menuju alam
yang terang benderang seperti yang kita rasakan sekarang ini.

Makalah ini tersusun berdasarkan hasil bacaan penulis dari beberapa referensi, kemudian
penulis merangkum hasl bacaan tersebut menjadi makalah yang terdiri dari beberapa lembar.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Amin

Ambon, 26 Mei 2012

Penulis

1
DAFTAR ISI

COVER.......................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR................................................................................................................1

DAFTAR ISI...............................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................3

A. LATAR BELAKANG..........................................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................................
C. TUJUAN PENULISAN..........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................

A. PENGERTIAN TAFSIR, TA'WIL, DAN TERJEMAHAN...................................................


B. PERBEDAAN DAN PERSAMAAN TAFSIR, TA’WIL DAN TERJEMAH.......................
C. KLASIFIKASI TAFSIR BI AL-MA’TSUR DAN BI AL-RA’YI.........................................

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................

A. KESIMPULAN.......................................................................................................................
B. SARAN...................................................................................................................................

Daftar Pustaka..............................................................................................................................

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan
perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin
yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal.

Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa setiap
orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang
merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-Qur’an dengan bantuan terjemahnya,
sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti
kandungan Al-Qur’an. Maka dari itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Qur’an
diperlukanlah ilmu yang mempelajari bagaimana tata cara menafsiri Al-Qur’an yaitu Ulumul
Qur’an dan juga terdapat faedah-faedahnya. Dengan adanya pembahasan ini, kita sebagai
generasi islam supaya lebih mengenal Al-Qur’an, karena tak kenal maka tak sayang.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Tafsir, Ta’wil dan Terjemah
2. Perbedaan dan persamaan Tafsir, Ta’wil dan Terjemah
3. Klasifikasi Tafsir bi al-Ma’tsur dan bi al-Ra’yi

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Tafsir, Ta’wil dan Terjemah
2. Untuk Mengetahui Perbedaan dan persamaan Tafsir, Ta’wil dan Terjemah
3. Untuk Mengetahui Klasifikasi Tafsir bi al-Ma’tsur dan bi al-Ra’yi

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir, Ta’wil dan Terjemah

1. Tafsir

Secara etimologi kata tafsir dalam bahasa arab berarti al-idlah (penjelasan) atau al-tabyin
(keterangan).Kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan atau
uraian. Al-jurjani berpendapat bahwa kata tafsir menurut pengertian bahasa adalah al-kasyf wa
al-izhar yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan. Tafsir secara bahasa mengikuti
wazan ”taf’il”, berasal dari akar kata al-fasr (f, s, r) yang berarti menjelaskan, menyingkap dan
menampakan atau menerangkan makna yang abstrak. Dalam lisanul ’arab dinyatakan: kata ”al-
fasr” berarti menyingkapi sesuatu yang tertutup, sedang kata ”at-tarsir” berarti menyingkapi
maksud sesuatu lafaz yang musykil, pelik. Sebagian ulama’ ada yang mengatakan, bahwa kata
tafsir adalah kata kerja terbalik dari kata safara yang juga dapat berarti menyingkapkan.

2. Ta’wil

Secara etimologi, menurut sebagian ulama’, kata ta’wil memiliki makna yang sama dengan
tafsir, yakni ”menerangkan” dan ”menjelaskan”. Ta’wil berasal dari kata ”aul ”. Kata tersebut
dapat berarti: pertama, al-ruju’ (kembali, mengembalikan) yakni, mengembalikan makna pada
proporsi yang sesungguhnya. Kedua, al-shaf (memalingkan) yakni memalingkan suatu lafal yang
mempunyai sifat khusus dari makna lahir kepada makna batin lafal itu sendiri karena ada
ketepatan atau kecocokan dan keserasian dengan maksud yang dituju. Ketiga, al-siyasah
(mensiasati) yakni, bahwa lafal-lafal atau kalimat-kalimat tertentu yang mempunyai sifat khusus
memerlukan ”siasat” yang tepat untuk menemukan makna yang dimaksud. Untuk itu diperlukan
ilmu yang luas dan mendalam. Selanjutnya pemaknaan ta’wil menurut terminologi adalah
memalingkan lafal dari maknanya yang tersurat kepada makna lain (batin) yang dimiliki lafal itu,
jika makna lain tersebut dipandang sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan al-Sunnah.
Sasaran ta’wil pada umumnya adalah menyangkut ayat-ayat mutasyabihat atau ayat-ayat yang
mempunyai sejumlah kemungkinan makna yang terkandung di dalamnya. Dalam hal ini, ayat-

4
ayat mutasyabihat ialah ayat-ayat yang tidak terang maknanya. Menurut para ulama’ dari
kalangan Mutakallimin, ayat-ayat mutasyabihat itu biasanya menyangkut tentang Dzat Allah dan
sifat-sifat-Nya. Kebalikannya adalah ayat-ayat mukhamat, yaitu ayat-ayat yang tegas dan terang
maknanya.

3. Terjemah

Arti terjemah menurut bahasa adalah salinan dari suatu bahasa kebahasa lain atau mengganti,
menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa kebahasa lain. Menurut muhammad husayn
al-Dzahabi, salah seorang pakar dan ahli ilmu Al-Qur’an dari Universitas Azhar, Kairo, Mesir,
kata tarjamah lazim digunakan untuk dua macam pengertian.

a. Mengalihkan atau memindahkan suatu pembicaraan dari suatu bahasa ke bahasa lainnya
tanpa menerangkan makna dari bahasa asal yang diterjemahkan.
b. Menafsirkan suatu pembicaraan dengan menerangkan maksud yang terkandung di
dalamnya dengan menggunakan bahasa yang lain.

Secara terminologi kata ”terjemah” dapat dipergunakan pada dua arti:

a. Terjemah harfiyah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz-lafaz
yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua
sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama
b. Terjemah tafsiriyah atau terjemah maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan
dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan
susunan kalimatnya.

B. Perbedaan dan persamaan Tafsir, Ta’wil dan Terjemah

1. Perbedaan dan persamaan tafsir dan terjemah

Terjamah, baik harfiah maupun tafsiriyah bukanlah atau tidaklah sama dengan tafsir. Atau
dengan kata lain, tarjamah tidaklah identik dengan tafsir. Oleh karena perlu diketahui inti-inti
perbedaan yang prinsip antara kedua istilah tersebut dalam penjabarannya. Perbedaan-perbedaan
dimaksud antara lain:

5
a. Bahasa tafsir dalam prakteknya selalu terdapat keterkaitan dengan bahasa aslinya. Selain
itu, dalam tafsir tidak terjadi peralihan bahasa, sebagaimana lazimnya dalam terjemah.
Pada terjemah yang terjadi atau dilakukan adalah peralihan bahasa, yakni dari bahasa
pertama atau yang asli ke bahasa kedua atau terjemah.
b. Dalam tafsir yang diutamakan adalah menyampaikan penjelasan dan pesan dari bahasa
aslinya yang pertama. Sedangkan pada terjemah tidak terdapat istithrad, yakni
memperluas uraian melebihi kadar mencari padanan kata. Dalam terjemah terutama
harfiah, makna yang diungkap tidak lebih dari sekedar mengganti bahasa.
c. Dalam bahasa tafsir yang menjadi pokok perhatian adalah tercapainya penjelasan tepat
sasaran baik secara global maupun secara terinci. Tidak demikian halnya dengan
terjemah. Ia pada lazimnya mengandung tuntutan terpenuhinya semua makna yang
dikehendaki oleh bahasa pertama.

Dengan memperhatikan pernyataan-pernyataan di atas, maka dapat dikatakan bahwa antara


tafsir dengan terjemah (baik tafsiriyah maupun harfiyah) tersdapat perbedaan yang cukup jelas.
Khusus dalam hubungannya dengan upaya pemahaman terhadap kandungan Al-Qur’an,
keterangan melalui terjemahnya tentu tidak akan dapat memberikan kejelasan yang memadai.
Antara tafsir dan terjemah (tafsiriyah) terdapat unsur persamaan. Persamaannya adalah, bahwa
baik tafsir maupun terjemah tafsiriyah bertujuan untuk menjelaskan. Tafsir menjelaskan sesuatu
maksud yang semula sulit dipahami, sedangkan terjemah adalah menjelaskan makna dari bahasa
yang tidak dipahami melalui bahasa lain yang dapat dipahami.

2. Perbedaan dan persamaan tafsir dengan ta’wil

Yang dimaksud dengan perbedaan di sini bukanlah perbedaan dalam dalam srti paradoksal,
melainkan perbedaan dilihat dari segi spesifiknya masing-masing dan perbedaan dari sego sifat-
sifat keduanya. Namun demikian para ’ulama berbeda pendapat dalam hal memahami perbedaan
yang dilihat dari segi sifat-sifat dan spesifikasi tersebut.

Menurut Abu ’Ubaidah, tafsir dan ta’wil memiliki pengertian yang sama. Tetapi pendapat
Abu ’Ubaidah itu ditolak oleh sebagian ’ulama, diantaranya Ibnu habib al-Nisaburiy. Ia
mengatakan bahwa para ahli tafsir pada zaman kita, dan bahkan untuk masa selanjutnya telah

6
dan akan berkembang. Jika mereka ditanya mengenai perbedaan tafsir dengan ta’wil maka
mereka tidak memberikan penjelasan dengan pasti.

Untuk lebih jelasnya, secara singkat mengenai perbedaan tafsir dan ta’wil tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut ini:

TAFSIR TA'WIL

Pemakaiannya banyak terdapat pada lafal- Penggunaannya lebih banyak pada makna-makna
lafal dan leksikologi (mufradat). dan susunan kalimanat.
Banyak berhubungan dengan riwayat. Kebanyakan diistimbatkan oleh para ’ulama.

Digunakan dalam ayat-ayat muhkamat (jelas, Lebih banyak berhubungan dengan dirayah (nalar,
terang). aqliy).

Bersifat menerangkan petunjuk yang Digunakan dalam ayat-ayat mustasyibihat (samar,


dikehendaki. samar tidak jelas).

Bersifat menerangkan petunjuk yang Menerangkan hakikat yang dikehendaki


dikehendaki.

Dengan memperhatikan perbedaan tafsir dan ta’wil sebagaimana dikemukakan oleh para
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa, bila ta’wil dikatakan sebagai menafsirkan perkataan dan
menjelaskan makna yang tersirat di balik lafal yang tersurat, maka ta’wil dan tafsir asdalah dua
kata yang berdekatan atau hampir sama, bila tidak dikatakan sama. Termasuk ke dalam
pengertian ini adalah do’a Rasulullah s.a.w untuk ibnu abbas yang berbunyi:

Ya Allah berikanlah kepadanya kemampuan untuk memahami agama secara mendalam dan
ajarkanlah ta’wil kepadanya.

Atas dasar itulah tampaknya, ’ulama terdahulu termasuk di dalamnya Ibn Jarir al-Thabariy
(310 H) memandang sama antara pengertian tafsir dengan ta’wil. Sebaliknya, bila ta’wil
dikatakan sebagai menggali esensi dari suatu perkataan yang berada dalam realitas (bukan dalam
pikiran), sedang tafsir dikatakan sebagai ”syarah” dan penjelasan bagi suatu perkataan,

7
penjelasan ini berada dalam pikiran dengan cara memahaminya serta berada dalam lisan
(perkataan) dengan ungkapan yang menunjukannya, atas dasar ini maka perbedaan antara tafsir
dengan ta’wil cukup signifikan.

C. Klasifikasi Tafsir bi al-Ma’tsur dan bi al-Ra’yi

1. Tafsir bi al-Ma’tsur

Tafsir bi al-ma’tsur meruakan istilah lain dari tafsir bi al-riwayah dan atau tafsir bi al-
mangul. Tafsir bi al-ma’tsur yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, dengan sunnah
karena berfungsi menjelaskan kitabullah. Ada empat otoritas yang menjadi sumber penafsiran bi
al-ma’tsur.

Pertama, Al-Qur’an sendiri yang dipandang sebagai penafsiran terbaik terhadap Al-Qur’an.
Umpamanya, penafsiaran kata muttaqin pada surat al-Imran (3) ayat 133 dengan menggunakan
kandungan ayat berikutnya.

Kedua, hadist nabi yang me,amg berfungsi sebagai penjelas (mubayyin) Al-Qur’an.
Umpamanya, penafsiran nabi terhadap kata ’al-zulm’ pada surat al-An’am (6).

Ketiga, penjelasan sahabat yang dipandang sebagai orang yang banyak mengetahui
Al-Qur’an. Umpamanya, penafsiran ibnu Abbas (68/687) terhadap kandungan surat An-nashr
dengan kedekatan waktu kewafatan nabi.

Keempat, penjelasan Tabi’in yang dianggap sebagai orang yang bertemu langsung dengan
sahabat.

2. Tafsir bi al-Ra’yi

Tafsir bi al-ra’yi ialah tafsir yang di dalam menjelaskan maknanya mufasir hanya berpegang
pada pemahaman sendiri dan penyimpulan (istinbat) yang didasarkan pada ra’yu semata. Tidak
termasuk ini pemahaman (terhadap Al-Qur’an) yang sesuai dengan roh syari’at dan bukti-bukti
akan membawa penyimpangan terhadap Kitabullah.

8
Menafsirkan Al-Qur’an dengan ra’yu dan ijtihad semata tanpa ada dasar yang sahih adalah
haram, tidak boleh dilakukan. Allah berfirman:

”dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.”
(Al-Isra’ [17]:36).

Oleh karena itu, golongan salaf berkeberatan, enggan, untuk menafsirkan Al-Qur’an dengan
sesuatu yang tidak mereka ketahui.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara etimologi kata tafsir dalam bahasa arab berarti al-idlah (penjelasan) atau al-tabyin
(keterangan).Kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan atau
uraian. Al-jurjani berpendapat bahwa kata tafsir menurut pengertian bahasa adalah al-kasyf wa
al-izhar yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan. Tafsir secara bahasa mengikuti
wazan ”taf’il”, berasal dari akar kata al-fasr (f, s, r) yang berarti menjelaskan, menyingkap dan
menampakan atau menerangkan makna yang abstrak.

Secara etimologi, menurut sebagian ulama’, kata ta’wil memiliki makna yang sama dengan
tafsir, yakni ”menerangkan” dan ”menjelaskan”. Ta’wil berasal dari kata ”aul ”. Kata tersebut
dapat berarti: pertama, al-ruju’ (kembali, mengembalikan) yakni, mengembalikan makna pada
proporsi yang sesungguhnya.

Arti terjemah menurut bahasa adalah salinan dari suatu bahasa kebahasa lain atau mengganti,
menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa kebahasa lain.

Adapun perbedaan Tafsir' Ta'wil, dan Terjemahan, antara lain :

a. Bahasa tafsir dalam prakteknya selalu terdapat keterkaitan dengan bahasa aslinya. Selain
itu, dalam tafsir tidak terjadi peralihan bahasa, sebagaimana lazimnya dalam terjemah.
Pada terjemah yang terjadi atau dilakukan adalah peralihan bahasa, yakni dari bahasa
pertama atau yang asli ke bahasa kedua atau terjemah.
b. Dalam tafsir yang diutamakan adalah menyampaikan penjelasan dan pesan dari bahasa
aslinya yang pertama. Sedangkan pada terjemah tidak terdapat istithrad, yakni
memperluas uraian melebihi kadar mencari padanan kata. Dalam terjemah terutama
harfiah, makna yang diungkap tidak lebih dari sekedar mengganti bahasa.
c. Dalam bahasa tafsir yang menjadi pokok perhatian adalah tercapainya penjelasan tepat
sasaran baik secara global maupun secara terinci. Tidak demikian halnya dengan

10
terjemah. Ia pada lazimnya mengandung tuntutan terpenuhinya semua makna yang
dikehendaki oleh bahasa pertama.

Tafsir dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Tafsir bi al-ma’tsur

Tafsir bi al-ma'tsur meruakan istilah lain dari tafsir bi al-riwayah dan atau tafsir bi al-mangul.
Tafsir bi al-ma’tsur yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, dengan sunnah karena
berfungsi menjelaskan kitabullah.

b. Tafsir bi al-ra’yi

Tafsir bi al-ra'yi ialah tafsir yang di dalam menjelaskan maknanya mufasir hanya berpegang
pada pemahaman sendiri dan penyimpulan (istinbat) yang didasarkan pada ra’yu semata. Tidak
termasuk ini pemahaman (terhadap Al-Qur’an) yang sesuai dengan roh syari’at dan bukti-bukti
akan membawa penyimpangan terhadap Kitabullah.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan, baik dalam tata
cara penulisannya maupun isi dari makalah ini sendiri, oleh sebab itu, kritik dan saran yang
sifatnya membangun dari para pembaca sangat pebulis harapkan demi kesempurnaan makalah
ini. Terimakasih

11
Daftar Pustaka

Al-jurjani, al-Ta’rifat, ath-Thaba’ah wa an-Nasyr wa at-Tauzi, Jeddah,

Rifa’at Syauqi, M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988),

Poerwadarminta, Kamus Unun Bahasa Indonesia, (jakarta: PN Balai Pustaka, 1984)

Mashuri Sirajuddin Iqbal, A. Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Angkasa, 1987)

Muhammad Ali al-Shabuniy, al-Tibyan fi ‘ulumul al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Irsyad, 1970),

Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2009),

Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2000)

Manna Khalil al-Qattan, mudzakir, Studi Ilmi-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa,
2009, cet.12)

12

Anda mungkin juga menyukai