Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ULUMUL QUR’AN

TAFSIR, TAKWIL, DAN TERJEMAHAN

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pembimbing : Babay Suhaemi, M. Ag

Disusun Oleh :
KELOMPOK 10
1. RAIHAN JAWAD (1219240170)
2. SABILATUSY S (1219240195)
3. SALMA AGUSTINA (1219240197)
4. SANI LUTFIA (1219240200)

KELAS 1E
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
Kata Pengantar

Puji serta syukur kita panjatkan kepada Allah yang Maha


Ghafur, karena atas Ridho dan Rahmatnya, kami bisa menyelesaikan
makalah yang berjudul “Tafsir, takwil, dan terjemahan” dengan tepat
waktu dan dengan sebaik- baiknya.

Makalah ini telah kami susun semaksimal dan sebaik


mungkin, dan makalah ini tidak akan mungkin tersusun jika tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang sudah memberi aspirasi dan informasi
dan membantu dalam penyusuna makalah ini. Kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dalam makalah ini baik dari segi materi
maupun penulisan, untuk itu kami meminta saran dan kritik dari para
pembaca, supaya makalah ini bisa lebih baik lagi.

Akhir kata, kami selaku penyusun mengharapkan makalah ini


bisa menjadi manfaat bagi para pembacanya.

Bandung, 7 Desember 2021

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar............................................................................................. i

Daftar Isi..................................................................................................... ii

BAB I ......................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah......................................................................... 2

C. Tujuan Pembahasan Masalah ........................................................ 2

D. Manfaat Makalah .......................................................................... 2

BAB II ........................................................................................................ 3

ISI .............................................................................................................. 3

A. Tafsir ............................................................................................ 3

B. Takwil .......................................................................................... 8

C. Terjemahan................................................................................. 11

BAB III .................................................................................................... 18

PENUTUP ................................................................................................ 18

A. Simpulan .................................................................................... 18

B. Saran .......................................................................................... 19

Daftar Pustaka .......................................................................................... 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT kepada Muhammad SAW
melalui malaikat Jibril yang isinya berupa firman-firman Allah SWT yang
ditujukan kepada seluruh umat manusia untuk menjadikan pedoman
hidup.

Al-Qur’an diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab. Hal


tersebut bukan berarti bahwa Al-Qur’an diturunkan di wilayah yang
menggunakan bahasa Arab. Ada yang berpandangan bahwa bahasa Arab
memiliki struktur bahasa yang paling sempurna. Hal ini dibuktikan
dengan tidak adanya diferensiasi terhadap bahasa Arab hingga sekarang,
mengingat bahasa Arab merupakan bahasa tertua di dunia.

Dalam hal ini, tentunya penganut Islam sekarang bukan hanya berasal
dari bahasa Arab. Banyak sekali penganut Islam yang secara dasar bahasa
sehari harinya tidak menggunakan bahasa Arab. Meskipun umat islam
diwajibkan agar bisa berbahasa Arab, minimal bisa membaca firman-
firman Allah dalam Al-qur’an. Namun tidak cukup dengan bisa membaca
saja, karena yang terpenting adalah kandungan makna dan pedoman Al-
Qu’an itu sendiri. Hal ini menjadikan dorongan bagi para umat muslim
yang tidak menggunkana bahasa Arab untuk menyamakan dengan bahasa
di wilayahnya.

Tafsir, takwil, dan terjemahan menjadi metode dalam proses


pemerataan pemahaman terhadap firman-firman Allah SWT. Oleh karena
itu, makalh ini akan menjelaskan secara rinci berupa materi mengenai
alternative dalam penerjemahan Al-Qur’an.

1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang bisa ambil dari latar belakang
sebelumnya antara lain :

1. Apa yang dimadsud dengan Tafsir, Takwil, dan Terjemahan?,


2. Apa saja klasifikasi Tafsir?,
3. Apa saja macam-macam Tafsir, dan Terjemahan?,
4. Apa Syarat Takwil dan Tejemahan?
5. Apa saja Persamaan dan perbedaan Tafsi, Takwil, dan
Terjemahan?.
6. Apa Hikmah dari mempelajari Tafsi, Takwil, dan
Terjemahan?

C. Tujuan Pembahasan Masalah


1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah ulumul qur’an,
2. Untuk mengetahui arti tafsir, takwil, dan terjemahan,
3. Untuk mengetahui beberapa klasifikasi tafsir,
4. Untuk mengetahui macam-macam tafsir dan terjemaan,
5. Untuk memahami syarat dari takwil dan terjemahan,
6. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan tafsir, takwil,
dan terjemahan.
7. Untuk Mengetahui Hikmah dari mempelajari Tafsi, Takwil,
dan Terjemahan?

D. Manfaat Makalah
Makalah ini bermanfaat untuk para mahasiswa yang ingin
mempelajari tentang tafsir, takwil, dan terjemahan. Makalah ini juga bisa
menjadi referensi serta rujukan mengenai sejarah dan macam-macam dari
tafsir,takwil, dan terjemahan serta perbedaan dan persamaan antara tafsir,
takwil, dan terjemahan.

2
BAB II

ISI
A. Tafsir
1. Pengertian Tafsir

Secara etimologi Tafsir adalah menjelaskan, menerangkan,


menampakkan, dan merinci. Kata tafsir juga diambil dari kata al-fasr
yang berarti membuka sesuatu yang tertutup.

Secara terminologi Tafsir adalah rangakaian penjelasan dari


sesuatu tulisan yang berasal dari Al-Qur’an. Bisa artikan juga bahwa
tafsir adalah penjelasan lebih lanjut mengenai ayat-ayat atau firman
Allah SWT dalam Al-Qur’an yang dilakukan oleh mufassir.

2. Sejarah Tafsir

Tafsir sudah dilakukan pada zaman Rosulullah SAW, dan masih


dilakukan hingga zaman sekarang. Perjalanan dan proses
perkembangan ini memiliki hubungan. Menurut Muhammad Amin
Suma dalam bukunya, mengelompokan perkembangan penafsiran Al-
Qur’an kedalah empat periode, yaitu sebagai berikut.

a. Periode Nabi Muhammad SAW

Seperti ditegaskan dalam Al Quran, tugas utama dan pertama


Nabi Muhammad SAW adalah untuk menyampaikan Al-Quran,
namun bersamaan dengan itu Nabi Muhammad SAW diberikan
otoritas untuk menerangkan atau tepatnya menafsirkan Al Quran
itu sendiri. Itu disimpulkan dari deretan ayat seperti: Al
Maidah:67; Al-Kahfi:27; Al-Ankabut:45; Al-Qiyamah:17-18;
Nahl:44 & 64.Ayat-ayat ini memerintahkan Nabi Muhammad
SAW supaya menyampaikan, membaca, menghafal dan
menafsirkan Al Quran.

3
Penafsiran Al-Quran yang dibangun RasulullahSAW adalah
menafsirkan Alquran dengan Al-Quran Dan menafsirkan Al-
Quran dengan pemahaman Beliau sendiri, yang kemudian populer
dengan sebutan Al-Sunnah dan Al-Hadits. Jika Alquran sifatnya
murni semata mata wahyu dari Allah SWT, maka Al-Sunnah dan
Al-Hadits pada hakikatnya merupakan hasil pemahaman Beliau
atas ayat ayat Al_Quran. Adapun mufassir pada masa Nabi
Muhammad saw, yaitu Rasulullah sendiri, karena Beliau adalah
musafir tunggal Periode ini.

b. Periode Mutaqoddimin

Periode ini merupakan lanjutan dari periode sebelumnya yang


dilakukan oleh para sahabat setelah sepeninggalan Rosulullah
SAW. Para sahabat menafsirkan Al-Qur’an dengan tetap
menjadikan Al-Hadist sebagai acuan. Para sahabat juga
menggunakan metode ijtihad jika diperlukan.

c. Periode Mutaakhirin

Dengan meluasnya wilayah islam ke seluruh penjuru dunia,


peradaban dan kebudayaan isalam semakin meningkat dan
berkembang. Dengan kemajuan pada periode ini, membuat
penafsiran Al-Qur’an semakin meningkat kualitasnya. Para
Mufassir tidak cukup dengan menerima bulat-bulat, tetapi mereka
mengembangkan kembali menjadi hasil yang lebih sempurna.

Tafsir Al-Qur’an pada periode ini tidak hanya mengandalkan


tafsir bi al-matsur yang telah digunakan oleh para pendahulunya,
tetapi juga menggunakan dan mengembangkan tafsir al-dirayah.

d. Periode Kontemporer

Periode ini bisa dikatakan periode modernisasi islam.


Dilakukan oleh mufassir terkenal di Mesir, seperti Syekh

4
Muhammad Abduh, dan Muhammad Rsyid Ridha. Kedua
musfassir ini menghasilkan tafsir Al-Hakim/ Al-Manar, yang
menjadi inspirasi bagi tafsir Al-Qur’an yang lahir pada Abad-20,
seperti Tafsir A-Maraghi, Tafsir Al-Qosimi, dan Tafsir Al-
Jawahir.

3. Macam-Macam Tafsir.

Tafsir dibagi menjadi beberapa macam Bedasarkan kategorinya,


yaitu sebagai berikut :

a. Bedasarkan Sumber

Bedasarkan sumber, tafsir dibedakan mejadi dua, yaitu tafsir


Al-Ma’tsur yang bersumber pada Nash dan Ijtihad para sahabat,
dan Tafsir Ar-Ra’yi yang hanya bersumber pada pemikiran
rasional manusia.

b. Bedasarkan Metode

Para Ulama Mufassir sudah membuat beberapa metode


penafsiran menjadi empat macam. Perta adalah Tahlili (analisis),
kedua adalah ijmali (global/generalisasi),ketiga adalah muqaran
(perbandingan), dan Maudhu’I (tematik).

c. Bedasarkan Corak Penafsiran

Corak penafsiran dalam hal ini berarti bidang keilmuan yang


melengkapi suatu kitab tafsir. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
latar belakang keilmuan para mufassir dalam membentuk sebuah
kitab tafsir.

Berikut adalah beberapa macam corak penafsiran seperti,


Tafsir Shufi bercorak Ilmu Tasawwuf, Tafsir Fiiqhi bercorak Ilmu
Fiqih, Tafsir Falsafi bercorak ilmu kalam, Tafsir Ilmiy bercorak

5
Ilmu Pengetahuan Umum, dan Tafsir Al-Adab Al-Ijtima bercorak
pendekatan pada masalah social masyarakat.

4. Klasifikasi Tafsir

Klasifikasi tafsir dibedakan menjadi dua, antara lain :

a. Tafsir Al-Matsur

Tafsir Al-Matsur penafsirannya didasari pada penjelasan Al-


Qur’an itu sendiri, Al-Hadis, dan Ijtihad para sahabat. Dalam
penafsiran ini, Al-Qur’an sebagai penafsir terbaik terhadap
tafsiran Al-Qur’an itu sendiri, Al-Hadis merupakan penjelas dari
Al-Qur’an, dan ijtihad para sahabat sebagai orang yang
mengetahui dan memahami Al-Qur’an.

Dalam pertumbuhannya, afsir ini menempuh tiga periode.


Periode pertama, yaitu masa Rosulullah, sahabat, dan permulaan
masa tabi’in dan pada periode pertama ini tafsir belum
terkodifikasi. Perode kedua, berawal dengan penulisan tafsir dan
digabung dengan penulisan hadis yang dikumpulkan dalam salah
satu bab hadis. Periode terakhir, tafsir ini mulai dikodifikasikan
secara terpisah, dengan kata lain sudah memiliki kumpulan tafsir
yang dihimpun dalam satu kitab.

Menurut Adz-Dzahabi berpendapat bahwa ada kelemahan dari


tafsir al-ma’tsur, yaitu terjadi pemalsuan tafsir, masuknya unsur-
unsur yahudi dan nasrani dalam tafsir Al-Qur’an, penghilangan
sanad, dan mufassir yang bertele-tele dalam menafsirkan Al-
Qur’an.

b. Tafsir Ar-Ra’yi

Tafsir Ar-Ra’yi didasari pada proses ijtihad pada penafsirannya,


sesuai namanya yaitu Ra’yi yang artinya analogi atau
pandangan(ijtihad). Bisa dikatakan bahwa Tafsir ini berarti tafsir

6
yang penjelasannya didasari oleh proses ijtihad dan ppemikiran
para mufassir.

Kemunculan tafsir Ar-Ra’yi didorong oleh para umat islam


dengan peradaban yunani. Oleh karena itu, tafsir ini lebih condong
kepada pemikiran rasional manusia.

Mengenai kelaziman metode tafsir ini, terdapat dua kelompok


yang saling bertentangan. Untuk menindak lanjuti pertentangan
ini, para ulama membuat klasifikasi tafsir ar-ra’yi ini menjadi dua
bagian, yaitu :

a) Maqbul

Maqbul adalah kumpulan tafsir ar-ra’yi yang dapat


diterima, selama menghindari hal-hal berikut:

1) Memaksakan diri mengetahui makna yang


dikehendaki Allah pada sebuah ayat, dengan tidak
memenuhi syarat untuk itu,
2) Mencoba menafsirkan ayat-ayat yang secara makna
hanya Allah yang mengetahui,
3) Menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan disertai
hawa nafsu dan sikap ikhtisan.
4) Menafsirkan ayat-ayat Al-Quran untuk mendukung
suatu mazhab yang salah dengan cara menjadikan
paham mazhab sebagai dasar, dan penafsirannya
mengikuti paham mazahb tersebut.
5) Menafsirkan Al-Qur’an dengan memastikan bahwa
makna yang dikehendaki Allah adalah demikian.
b) Mardud

Mardud merupakan kumpulan tafsir ar-ra’yi yang ditolak,


dan tidak boleh diterima. Berikut adalah Tafsir yang ditolak,

7
seperti Mafatih Al-Ghaib, karya Fakhr Ar-Razi yang
menafsirkan surat Al-Mumazah ayat 6 – 7.

5. Tata Cara Menafsirkan

Al-Qur’an sebagi petunjuk selaigus pedoman bagi umat manusia


dapat terealisasikan jika kita bisa mengetahui madsud yang tersirat
dalam Ayat-Ayat Al-Qur’an. Dalam mencari madsud atau makana
yang terkandung dalam Al-Qur’an terdapat tata cara menafsirkan Al-
Qur’an, yaitu sebagai berikut:

1) Menyakini dan Mengimani segala akidah dan berita dalam Al-


Qur’an.
2) Mematuhi dan menjauhi larangan Allah SWT.

Dengan cara seperti itu, sesorang akan dibukakan ilmu tafsir yang
luas baginya, daya serap nalarnya menjadi kuat, pandangannya akan
penuh cahaya, dan tidak akan menemukan kesulitan dalam mengkaji
terhadap ayat-ayat Al-Qur’an.

B. Takwil
1. Pengertian dan Objek Takwil

Takwil secara etimologi berasal dari kata al-awl artinya kembali,


al-ma’al artinya tempat kembali, dan al-aqibah arninyya kesudahan.

Secara terminology takwil adalah mengeluarkan lafazh dari


artinya yang zhahir kepada makna lain, tetapi bukan zhahirnya.

Kajian dari takwil sendiri tidak merujuk pada Nash yang Qat’I,
baik secara khusus maupun secara umum. Takwil juga tidak
menyangkut pada hukum syara, juga tidak melibatkan peraturan
syariat yang bersifat umum. Ada kajian takwil kebanyakan adalah
Furu’, hal-hal yang jelas, dan Nash yang sudah ditafsirkan menurut
imam Asy-Syaukani.

8
2. Landasan dan Dalil mengenai Takwil
Pada awalnya takwil tidak bisa berdiri tanpa adanya dalil,
kemudian dari hal tersebut muncul beberapa masalah juz’I, seperti
kewajiaban untukmengamalkan setiap petunjuk yang berasal dari
Nash secara zahir dan semua dalil dianggap hujjah karena kejelasan
dan keberadaannya, ehingga lafazh mutlaq berlaku dengan dalil.
Maka landasan umum takwil adalah mengamalkan dalil sesuai
konteks bahasannya dan mengambil ketetapan hukumnya.

Ada beberapa ketentuan yang menjadi landasan agar terhindar dari


kesalahan dalam berijtihad serta sebagai cara mengisbat hukum dari
Nash dengan takwil, sebagai berikut:

1) Jika Nash itu sudah tentu mengandung hukum, jelas, dan


dalalah nya qat’I, maka tidak boleh ditakwilkan dengan akal,
2) Jika arti Nash yang zahir itu berarti umum, atau berarti zhanni
yang tidak pasti, wajib mengamalkan sesuai maknanya,
karena kejelasan arti dan keberadaannya. Jangan sampai
diterangkan dengan berbagai kemungkinan yang tidak
didasari pada dalil,
3) Dibolehkan mengubah arti dari zahir kepada arti lain
sepanjang berdasar pada dalil, bahkan diwajibkan untuk
mengompromikan berbagai pandangan terhadap Nash yang
bertentangan.

Takwil pada dasarnya mengcangkup arti yang lemah yang


memerlukan dalil untuk memperkuat hasil takwil tersebut. Dengan
demikian, dalil penunjang takwil harus lebih kuat dari pada dalil
penunjang. Secara ringkas, dalil-dalil yang bisa digunakan untuk
memperkuatkan takwil, sebagai berikut :

1) Nash yang diambil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah,


2) Ijma’

9
3) Kaidah umum syariat yang diambil dari Al-Qur’an dan As-
Sunnah,
4) Kaidah fiqih yang menetapkan bahwa pembentuk syariat tetap
memperhatikan hal-hal yang bersifat juz’I tanpa batas, yang
dapat diterima dan diamalkan oleh para imam dan menjadi
dasar adanya perbedaan dalam berijtihad,
5) Hakikat kemashlahatan umum,
6) Adat yang diucapkan dan diamalkan
7) Hikmah syariat atau tujuan syariat itu sendiri, yang terkadang
berupa makan yang berelasi dengan masyarakat,
perekonomian, politik, dan akhlak,
8) Qiyas,
9) Akal yang merupakan sumber takwil qarib,
10) Kecenderungan memperlebar cangkupan hukum untuk
berbagai tujuan dan dasar umum dalam pembinaan syariat
yang bersifat ijtihad dengan ra’yu.
3. Syarat Takwil

Takwil sangat berkaitan dengan makna dari syariat yang


bersumber pada nash, bukan dengan dalilnya itu sendiri. Ada
beberapa syarat dalam membatasi mencari arti dalil yang dimadsud,
karena takwil juga merupakan salah satu metode ijtihad dengan
menggunakan ra’yu.

Berikut adalah syarat atau ketentuan dalam menakwilkan, sebagai


berikut :

1) Lafazh yang ditakwil, harus memenuhi kategori dan masuk


dalm kajiannya,
2) Takwil harus berdasarkan pada dalil shahih yang bisa menguat
takwil,
3) Lafazh mencangkup arti yang dihasilkan melalui takwil
menurut bahasa,

10
4) Takwil tidak boleh bertentangan dengan Nash yang Qat’I,
karena Nash merupakan bagian dari hkum syara’ yang bersifat
umum,
5) Arti dari penakwilan Nash harus lebih kuat dari arti Zhahir,
yakni diperkuat dengan dalil,
4. Takwil Ba’id

Takwil Ba’id adalah takwil yang tidak memenuhi syarat-syarat


takwil, bahkan terjadi penyimpangan dari syarat-syarat takwil. Sudah
jelas bahwa takwil ba’id tidak boleh diterima, karena kajian ijtihad
dan ra’yu tidak sebatas pengambilan istinbath semata-mata, melaikan
berlandaskan juga kepada bahasa yang mampu menghasilkan arti
yang tercangkup dalam arti lafazh tersebut.

C. Terjemahan
1. Pengertian Terjemahan

Terjemahan secara etimologi adalah salinan, memindahkan, dan


menukil. Dan secara terminologi terjemahan adalah proses mengubah
suatu bahasa ke bahasa yang dimadsud. Bisa dikatakan bahawa
terjemahan Al-Qur’an adalahmemindahkan Al-Qur’an kedalam
bahasa lain yang bukan bahasa Arab dan mencetak terjemahannya
kedalam bahasa yang dimadsud agar bisa didimengerti makna Al-
Qur’an dengan perantara hasil terjemahan Al-Qur’an.

2. Sejarah Terjemahan

Orang-orang ilmiah Eropa mulai memperhatikan seluruh masalah


yang berhubungan dengan Islam, kemudian membentuk sebuah tim
yang tugasnya adalah membuat karya yang secara keseluruhan akan
berurusan dengan Islam. Salah satu dari rangkaian karyanya itu adalah
penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa Latin yang digarap oleh
seorang Inggris yaitu Robert of Ketton.

11
Pada saat Eropa belum mengalami fragmentasi politik, Eropa
mengggunakan bahasa Latin, maka terjemahan Al-Qur’an yang
ditemukan sebelum terpecahnya negara Eropa adalah terjemahan
dalam bahasa Latin. Terjemahan ini baru diselesaikan dan diterbitkan
oleh Robert of Ketton pada tahun 1543 edisi ini bersifat apologetik
dan polemik. Oleh Blibliander, dari terjemahan bahasa Latin,
kemudian Al-Qur’An diterjemahkan ke dalam bahasa Italia, Jerman
,dan Belanda.

Selanjutnya terjemahan Al-Qur’an ini menyebar sampai ke


Prancis penerjemahan Al-Qur’an kedalam bahasa Prancis dilakukan
oleh Du Ryer yang diterbitkan di Paris pada tahun 1647. Eksistensi
terhadap terjemahan Al-Qur’an terus berlanjut hingga abad ke-17.
Buku terjemahan pertama Al-Qur’an ke dalam bahasa Inggris pada
tahun 1649, digarap oleh seorang Skotlandia yaitu Alexander Ross.
Beliau juga menulis sebuah buku perbandingan agama dan didasari
pada terjemahan Prancis, jadi terjemahan bahasa Inggris ini tidak
langsung dari bahasa Arab.

Seorang pendeta Italia pada tahun 1698 bernama Ludovici


Maracci berhasil menyusun sesuatu teks Al-Qur’an berdasarkan
jumlah manuskrip yang disertai serta terjemahan Latin yang cermat.
Maracci telah mempelajari Al-Qur’an selama 40 tahun, tetapi beliau
mengemukakan terjemahan yang bersifat memberi kesan negatif
terhadap Islam agar Islam terkesan buruk di Eropa.

Adapun terjemahan yang didasari pada terjemahan Maracci adalah


terjemahan dalam bahasa Inggris oleh Georgy Sale yang
pendahulunya pun sebagian besar didasari pada karangan Maracci,
tetapi karya Sale ini disertai dengan prawacana yang berisi pemikiran
ringkas yang objektif tentang Islam. Karya ini diterbitkan di London
pada tahun 1734, maka terjemahan ini dianggap sebagai terjemahan
yang baik dalam dunia dalam bahasa Inggris.

12
Terjemahan ke dalam bahasa Inggris juga dilakukan oleh J.M
Rodwell pada tahun 1861, dan pada tahun 1880 Rodwell berusaha
untuk mengurutkan surat-surat Al-Qur’an dalam urutan yang
sebenarnya. Sekalipun beliau berusaha untuk memberikan ungkapan
secara jujur, tetapi latar belakangnya merupakan seorang pendeta
Kristen yang lebih mementingkan untuk memperlihatkan kekurangan-
kekurangan dalam Al-Qur’an. Kesulitan memahami bahasa Al-
Qur’an dengan sempurna didukung dengan niat yang tidak baik sangat
mempengaruhi nilai terjemahan Al-Qur’an.

Contohnya Marmaduke Pikthall secara jujur datang ke Mesir


untuk memperlihatkan hasil terjemahannya dan menunjukkan ayat-
ayat yang tidak sanggup ia Terjemahkan. Selain Pikthall, ada juga
orientalis Prancis, Joseph Charles yang terjemahannya terbit pada
tahun 1926. Beliau memindahkan sebagian kecil isi Alquran selama 9
tahun ke dalam bahasa Perancis. Dua orang ini menunjukkan bahwa
mereka sangat sulit dalam menjaga keaslian niali Al-Qur’an. Dengan
adanya tujuan yang tidak baik yang dilakukan oleh orientalis-
orientalis yang tidak mendukung Islam atau bahkan anti-Islam dalam
penerjemahan Al-Qur’an, tidak bisa dipungkiri bahwa orientalis ini
akan melecehkan Al-Qur’an

Dengan hal ini penulis-penulis muslim untuk berusaha


menerjemahkan Al-Qur’an, di antara penulis yang menerjemahkan
Al-Qur’an seperti Muhammad Abdul Hakim Cha dari patiala yang
menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Inggris pada tahun 1905.
Mirza Hairat dari Delhi yang menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam
bahasa Inggris pada tahun 1919, dan masih banyak lagi penulis
muslim yang menerjemahkan Al-Qur’an. Namun terjemahan yang
paling penting adalah The Holy Quran, karya Yusuf Ali yang disertai
dengan sebuah komentar yang berhubungan dengan Akidah yang
diyakininya.

13
3. Syarat-Syarat Terjemahan

Dalam menerjemahkan Al-Qur’an harus memenuhi keteria


berikut,

1) Dalam menerjemahkan Al-Qur’an harus menguasai dua


bahasa, dan salh satunya harus bahasa Arab,
2) Dalam menerjemahkan Al-Qur’an, harus memahami secara
mendalam mengenai ushlub-ushlub dan ciri khas bahasa Arab.
Karen ajika tida, akan terjadi kekeliruan dalam proses
penerjemahan,
3) Shighat (bentuk) terjemahan harus benar sekira mungkin
untuk diletakan dalam tempat aslinya dan tidak boleh terdapat
kekeliruan,
4) Terjemahan harus memwakili arti dan madsud dari bahasa
aslinya dengan sempurna dan lengkap.
4. Macam-Macam Terjemahan

Dalam menerjemahkan Al-Qur’an juga memiliki beberapa macam


terjamahan yang digunakan. Secara garis besar, ada dua macam
terjemahan, yaitu terjemahan harfiyyah, dan terjemahan tafsiriyyah.

Terjemahan Harfiyyah terbagi lagi menjadi dua macam, yang


pertama harfiyyah bin Al-Mitsli yaitu menyalin dan mengganti kata-
kata dari bahasa asli dengan kata yang bersinonim dengan bahasa
baru, dan terikat oleh bahasa lainnya. Kedua adalah harfiyya bin
Dzunu Al-Mitsli yaitu menyalin dan mengganti kata-kata bahasa asli
ke dalam bahasa baru dengan melibatkan urutan maknawi dan segi
sastranya bedasarkan bahasa baru.

Terjemahan Tafsiriyyah adalah terjemahan bahasa Al-Qur’an ke


dalam bahasa baru, dengan membandingkan makna yang sama, tanpa
membebani, dan bertele-tele dalam pembahsannya dan maknanya.

14
5. Kunci dan Manfaat Terjemahan

Dalam menerjemahkan Al-Qur’an, diperlukan kunci atau ilmu


yang mendukung dalam menerjemahkan Al-Qur’an. Biasanya disebut
KTQ, atau kunci terjemahan Al-Qur’an, yang meliputi :

1) Ilmu Nahwu,
2) Ilmu Sharaf,
3) Ilmu Manthiq,
4) Ilmu Ma’ani,
5) Ilmu Bayan,
6) Ilmu Badi’
7) Ilmu Tauhid,
8) Ilmu Tadwid,
9) Ilmu Ushul Fikih,
10) Bahasa-bahasa Asing
11) Penghayatan terhadap Terjemahan Al-Qur’an

Adapun Manfaat dari menerjemahkan Al-Qur’an dengan


menguasai semua KTQ yang sudah dipaparkan sebelumnya, anatara
lain :

1) Membantu dalam memahami isi Al-Qur’an dan dalam


menghafalnya, karena metode menghafal yang paling efektif
adalah dengan memahami isi kandungan Al-Qur’an itu
sendiri,
2) Dapat dijadikan salah satu kemampuan dalam mempelajari
bahasa Arab, terutama untum menambah kosa kata yang ada
dalam Al-Qur’an,
3) Membantu dalam menyampaikan ceramah, kultum, dan
pengajian.

15
6. Karya-Karya Terjemahan

Karya terjemahan Al-Qur’an khususnya kedalam bahasa


Indonesia, menghasilkan karya yang tak terhitung dengan jari. Berikut
adalah karya-karya terjemahan Al-Qur’andalam bahasa Indonesia,
anatara lain:

1) Al-Qur’an dan Terjemahannya,


2) Al-Qur’an fi Tafsiril Quran
3) Kitab Terjemahan Al-Qur’an karya Prof. Mahmud Yunus,
4) Kitab Tafsir Al-Qur’anyang disusun oleh H. Zainuddin
Hamidy dan Fachrudin H.S.,
5) Kitab Taruman al-Mustafiq.

Selain terjemahan Al-Qur’andalam bahasa Indonesia, ada pula


karya terjemahan Al-Qur’anke dalam bahasa selain bahasa Indonesia
yang tidak kalah banyaknya, seperti :

1) Terjemahan Latin : Karya Maracci; Karya Maraco Toledo,


2) Terjemahan Italia :Karya Andrea Arrivabene
3) Terjemahan Inggris : Karya Alexander Ross; Karya George
Sale,
4) Terjemahan Jerman : Karya Salomon Schweiger,
5) Terjemahan Prancis : Karya Andre du Ryer; Karya C. Savari,
6) Terjemahan Belanda : Karya berjudul De Arabische Alkoran.

D. Perbedaan dan Persamaan Tafsir, Takwil, dan Terjemahan


Persamaan Dan Perbedaan Antara Tafsir,Takwil, dan Terjemah, antar
lain :

a. Persamaan
1) Tafsir,Takwil, dan Terjemah, ketiganya sam-sama
menerangkan makna ayat-ayat al-Qur’an,

16
2) Tafsir,Takwil, dan Terjemah, ketiganya digunakan sebagai
sarana untuk memahami al-Qur’an,
3) Tafsir,Takwil, dan Terjemah memiliki fungsi yang sama, yaitu
menjelaskan isi kandungan Al-Qur’an.
b. Perbedaan

Tafsir memberi penjelasan makna, lengkap dengan penjelasan


hukum dan hikmah yang dapat diambil dari kandungan ayat Al-
Qur’an dan seringkali disertai dengan kesimpulan kandungan ayat-
ayat Al-Qur’an.

Takwil mengalihkan lafadz-lafadz ayat Al-Qur’an dari arti yang


lahir dan Zhahir kepada arti lain yang samar dan marjuh.

Terjemah hanya mengubah kata-kata dari bahasa Arab kedalam


bahasa lain, tanpa memberikan penjelasan arti kandungan dan tidak
menyimpulkan dari isi kandungannya. Hubungan Tafsir, Ta’wil dan
Terjemah.

E. Hikmah Mempelajari Tafsir,Takwil, dan Terjemah


Adapun hikmah mempelajari tafsir, ta’wil dan terjemah antara lain
sebagai berikut:

1. Memperjelas makna Al-Qur’an,


2. Mempermudah memahami isi dan makna Al-Qur’an,
3. Mempermudah dalam menghafal Al-Qur’an,
4. Lebih teliti mengartikan Al-Qur’an
5. Agar dalam mengamalkan Al-Qur’an tidak semena-mena,
6. Jika kita sudah memahami tulisan Al-Qur’an akan lebih mudah
untuk mengamalkannya.

17
BAB III

PENUTUP
A. Simpulan
Secara etimologi Tafsir adalah menjelaskan, menerangkan,
menampakkan, dan merinci. Secara terminologi Tafsir adalah rangakaian
penjelasan dari sesuatu tulisan yang berasal dari Al-Qur’an. Takwil secara
etimologi berasal dari kata al-awl artinya kembali, al-ma’al artinya
tempat kembali, dan al-aqibah arninyya kesudahan. Secara terminology
takwil adalah mengeluarkan lafazh dari artinya yang zhahir kepada makna
lain, tetapi bukan zhahirnya. Terjemahan secara etimologi adalah salinan,
memindahkan, dan menukil. Dan secara terminologi terjemahan adalah
proses mengubah suatu bahasa ke bahasa yang dimadsud.

Tafsir sudah dilakukan pada zaman Rosulullah SAW, dan masih


dilakukan hingga zaman sekarang. Perkembangan penafsiran Al-Qur’an
kedalah empat periode, yaitu Periode Nabi Muhammad SAW, Periode
Mutaqoddimin, Periode Mutaakhirin, Periode Kontemporer. Tafsir dibagi
menjadi beberapa macam Bedasarkan kategorinya, yaitu Bedasarkan
Sumber, Bedasarkan Metode, Bedasarkan Corak Penafsiran. Klasifikasi
tafsir dibedakan menjadi dua, yaitu Tafsir Al-Matsur, Tafsir Ar-Ra’yi.

Takwil pada dasarnya mengcangkup arti yang lemah yang


memerlukan dalil untuk memperkuat hasil takwil tersebut. Takwil sangat
berkaitan dengan makna dari syariat yang bersumber pada nash, bukan
dengan dalilnya itu sendiri. Ada beberapa syarat dalam membatasi
mencari arti dalil yang dimadsud, karena takwil juga merupakan salah
satu metode ijtihad dengan menggunakan ra’yu. Takwil Ba’id adalah
takwil yang tidak memenuhi syarat-syarat takwil, bahkan terjadi
penyimpangan dari syarat-syarat takwil.

Dalam menerjemahkan Al-Qur’an juga memiliki beberapa macam


terjamahan yang digunakan. Secara garis besar, ada dua macam

18
terjemahan, yaitu terjemahan harfiyyah, dan terjemahan tafsiriyyah.
Dalam menerjemahkan Al-Qur’an, diperlukan kunci atau ilmu yang
mendukung dalam menerjemahkan Al-Qur’an. Karya terjemahan Al-
Qur’an khususnya kedalam bahasa Indonesia, menghasilkan karya yang
tak terhitung dengan jari. Selain terjemahan Al-Qur’andalam bahasa
Indonesia, ada pula karya terjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa selain
bahasa Indonesia yang tidak kalah banyaknya.

Persamaan Antara Tafsir,Takwil, dan Terjemah, Tafsir,Takwil, dan


Terjemah, ketiganya sam-sama menerangkan makna ayat-ayat al-Qur’an,
ketiganya digunakan sebagai sarana untuk memahami al-Qur’an,
ketiganya memiliki fungsi yang sama, yaitu menjelaskan isi kandungan
Al-Qur’an. Perbedaan Antara Tafsir,Takwil, dan Terjemah, Tafsir
memberi penjelasan makna, lengkap dengan penjelasan hukum dan
hikmah yang dapat diambil dari kandungan ayat Al-Qur’an, Takwil
mengalihkan lafadz-lafadz ayat Al-Qur’an dari arti yang lahir dan Zhahir
kepada arti lain yang samar dan marjuh, Terjemah hanya mengubah kata-
kata dari bahasa Arab kedalam bahasa lain. Adapun hikmah mempelajari
tafsir, ta’wil dan terjemah salah satunya adalah Mempermudah
memahami isi dan makna Al-Qur’an, mempermudah dalam menghafal
Al-Qur’an.

B. Saran
Dengan makalah ini, penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat
bagi para pembaca serta menjadi amalan ibadah baik bagi para pembaca,
maupun bagi penulis itu sendiri. Penulis juga berharap kepada para
pembaca agar bisa mengetahui serba-serbi mengenai pendalaman makna
ayat-ayat Al-Qur’an, berupa tafsir, takwil dan terjemahan. Makalah ini
bisa dijadikan referensi kepada para pembaca yang akan membahas
topik yang sejalan dengan segala hal mengenai ketiga metode
penggalian makna kandungan Al-Qur’an, yaitu Tafsir, takwil dan
terjemahan.

19
Daftar Pustaka
Maulana, E. S. A. U. S. Tafsir, Ta'wil, Terjemah dan Ruang Lingkup
Pembahasannya.

Murtado, M. (2021). Tafsir, Ta'wil Dan Terjemah.

Suhaemi, Babay. (2021). Pengantar Ulumul Qur’an.Bandung : Mimbar


Pustaka.

20

Anda mungkin juga menyukai