“TERJEMAHAN AL – QUR’AN’’
“Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu tafsir’’
Disusun Oleh:
:Dosen Pengampu
Gusnanda, S.TH.IM.AG
KELAS PS B
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) BUKITTINGGI
TAHUN 2023
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,yang
telah melimpahkan Rahmat serta InayahNya sehingga kami mampu menyelesaikan
penulisan makalah Ilmu Tafsir dan tak lupa kami ucapakan terima kasih kepada teman-
teman yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Sarana penunjang makalah
ini kami susun berdasarkan referensi yang bermacam-macam. Hal ini dengan tujuan untuk
membantu para mahasiswa untuk mengetahui, memahami bahkan menerapkannya.
Adapun makalah ini kami susun dengan tujuan: Pertama, mempermudah mahasiswa
untuk menyampaikan materi yang ada. Kedua, mempermudah mahasiswa untuk belajar.
Ketiga, dapat memperlancar proses belajar dan mengajar, sehingga mahasiswa menjadi
aktif.
Namun demikian, dalam penulisan makalah ini masih terdapat kelemahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak sangat di harapkan.
Akhirul kalam, semoga yang tersaji ini dapat memberikan bantuan kepada para
mahasiswa dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar di Kampus. Aamiin
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................4
A. Latar Belakang.............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................................4
C. Manfaatnya.................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................5
PEMBAHASAN...........................................................................................................5
A. Pengertian Terjemahan...............................................................................5
C. Hukum Terjemah.......................................................................................10
BAB III.......................................................................................................................16
PENUTUP..................................................................................................................16
A. Kesimpulan................................................................................................16
B. Saran..........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al- Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat
Jibril merupakan penyempurna kitab-kitab terdahulu sebagai kitab yang diturunkan
agarmanusia keluar dari kegelapan menuju terang benderang. Selain itu, Al-Qur’an
juga merupakan kitab petunjuk bagi manusia dan masih banyak lagi fungsi Al -
Qur’an bagi kehidupan manusia
Namun, dengan banyaknya fungsi Al- Qur’an tersebut tidak akan dipahami
olehmanusia apabila manusia tidak mampu membuka kunci yang terdapat pada Al-
Qur’an tersebut. Salah satunya adalah bahasa. Sudah menjadi keinginan setiap
manusia untukmemahami apa yang terkandung dalam Al- Qur’an, sementara Al-
Qur’an turun dalamBahasa Arab, maka dengan alasan itulah penerjemahan Al-
Qur’an ke dalam berbagai bahasa sangat
B. Rumusan Masalah
C. Manfaatnya
1. Mengetahui pengertian terjemah Al – Qur’an secara umum dan khusus.
2. Mengetahui tujuan penerjemahan Al – Qur’an.
3. Mengetahui macam – macam penerjemahan Al – Qur’an.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Terjemahan
Secara etimologis, pengertian terjemah memiliki beberapa arti,
diantaranya :
4. Mengalihkan pembicaraan (kalam) dari satu bahasa ke bahasa lain. Hal ini
sebagaimana diungkapkan dalam kitab Lisan al-'Arab :
اﻟﱰﲨﺔ ﻫﻲ اﻟﺘﻌﺒﲑ ﻋﻦ ﻣﻌﻨﺎﻩ ﺑﻜﻼم اﺧﺮ ﻣﻦ ﻟﻐﺔ اﺧﺮى ﻣﻊ اﻟﻮﻓﺎء ﲜﻤﻴﻊ ﻣﻌﺎﻧﻴﻪ وﻣﻘﺎﺻﺪﻩ
Eugene A. Nida dan Charles R. Taber, dalam buku mereka The Theory
and Practice of Translation, memberikan definisi penerjemahan sebagai
berikut : Translating consists in reproducing in the receptor language the
closest natural equivalent of the source language message, first in terms of
meaning and secondly in term of style. (Menerjemahkan merupakan kegiatan
menghasilkan kembali di dalam bahasa penerima barang yang secara sedekat-
dekatnya dan sewajarnya sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber,
pertama-tama menyangkut maknanya dan kedua menyangkut gayanya).2 Dari
definisi di atas, kedua penulis ini tidak mempermasalahkan bahasa-bahasa
yang digunakan dalam penerjemahan, tetapi lebih fokus pada response
penerima pesan. kedua tokoh ini lebih menekankan pada cara kerja
penerjemahan, yakni mencari langgam atau idiom dengan menggunakan
bahasa kita sendiri (natural equivalent) sehingga pesan dalam bahasa sumber
dapat dipahami dalam bahasa sasaran (bahasa penerima). Dengan tetap
memperhatikan makna dan gaya atau nada yang diungkapkan dalam bahasa
sumber.
Tidak jauh berbeda dengan Nida dan Taber, selanjutnya Harimurti
Kridalaksana (1985) mendefinisikan penerjemahan sebagai pemindahan suatu
amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan pertama-tama
mengungkapkan maknanya dan kemudian gaya bahasanya. Tokoh satu ini
mempunyai beberapa alasan dalam pendapatnya. Pertama, suatu konsep
dapat diungkapkan dalam dua bahasa yang berbeda. Kata mobil dan car, misalnya,
mengandung konsep yang sama dan menunjuk pada objek atau referen yang sama
pula tetapi kedua kata itu termasuk dalam dua bahasa yang berbeda. Kedua, setiap
pesan yang dialihkan pasti diungkapkan atau diwujudkan dalam bentuk bahasa baik
secara lisan maupun tertulis. Ketiga, gaya bahasa terjemahan merupakan salah satu
aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam setiap kegiatan menerjemahkan.3
5
Manna' al-Qattan, Mabahis fi 'Ulum Al-Qur'an, Muassasatu ar-Risalah, Beirut, 1994, hlm. 313
6
Muhammad Husain az-Zahaby, at-Tafsir wa al-Mufassirun, Jilid I, Cet. 2, 1976, hlm. 23
7
Qur'an; (2) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi kemaslahatan umat manusia baik di
dunia maupun kelak di akhirat.7
Adapun untuk tipe yang disebutkan kedua, yaitu terjemah yang tidak
leterlek maksudnya adalah menerjemahkan susunan Al-Qur'an ke dalam bahasa
yang lain menurut kemampuan manusia dengan perangkat pengetahuan bahasa
yang luas yang dimiliki seorang penterjemah. Tipe yang kedua ini mungkin
untuk dilakukan, tetapi hanya boleh dilakukan berkaitan dengan kalam
manusia, dan tidak diperbolehkan untuk kitab Allah SWT.
ﺑﺪون ﻣﺮاﻋﺎة ﻟﻨﻈﻢ,اﻟﱰﲨﺔ اﻟﺘﻔﺴﺮﻳﺔ ﻫﻲ ﺷﺮح اﻟﻜﻼم وﺑﻴﺎن ﻣﻌﻨﺎﻩ ﺑﻠﻐﺔ اﺧﺮى
َو اَل َتْج َع ْل َيَدَك َم ْغ ُلْو َلًة ِاٰل ى ُع ُنِقَك َو اَل َتْبُس ْطَها ُك َّل اْلَبْس ِط َفَتْقُعَد َم ُلْو ًم ا
َّم ْح ُسْو ًرا
Artinya : " Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu
pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya
karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal." (Q. S. al-
Isra’ : 29)
C. Hukum Terjemah
9
Atas dasar pertimbangan di atas maka tidak seorang pun merasa
ragu tentang haramnya menerjemahkan Al-Qur'an dengan terjemah
harfiyah. Sebab Al-Qur'an adalah kalamullah yang diturunkan kepada rasul-
Nya, merupakan mukjizat dengan lafad} dan maknanya, serta membacanya
dipandang sebagai suatu ibadah. Di samping itu, tidak seorang manusia pun
berpendapat, kalimat-kalimat Al-Qur'an itu jika diterjemahkan dinamakan
pula kalamullah. Sebab Allah tidak berfirman kecuali dengan Al-Qur'an
yang kita baca dalam bahasa Arab , dan kemukjizatan pun tidak akan terjadi
dengan terjemahan, karena kemukjizatan hanya khusus bagi Al-Qur'an yang
diturunkan dalam bahasa Arab. Kemudian yang dipandang sebagai ibadah
dengan membacanya ialah Al-Qur'an berbahasa Arab yang jelas, berikut
lafaz-lafaz, huruf-huruf dan tertib kata-katanya.
Selain alasan di atas, ada beberapa faktor tidak diperbolehkannya
terjemah harfiyah, sebagai berikut:
8
Mohammad Aly ash-Shabuny, Pengantar Study Al-Qur'an (At-Tibyan), al-Ma'arif, Bandung, 1987, hlm.
278
9
Muhammad Bin Shaleh Al-'Utsaimin, Ushulun fi al-Tafsir, Terj. H. S. Agil Husin Al-
Munawwar, dan H. Ahmad Rifqi Muchtar, Dina Utama, Semarang, 1989, hlm. 41
10
maknawiyah terhadap Al-Qur'an pada dasarnya boleh dilakukan, sebab
tidak ada alasan yang tepat untuk melarangnya, karena Allah SWT.
mengutus Muhammad SAW. untuk menyampaikan risalah Islam kepada
seluruh umat manusia. Bahkan terkadang menjadi wajib ketika terjemah
tafsiriyah menjadi sarana penyampaian ajaran-ajaran Al- Qur'an dan Islam,
sementara manusia yang dihadapinya tidak bisa memahami bahasa Al-
Qur'an. Oleh karena itu, jalan satu-satunya yang dapat ditempuh ialah
menerjemahkan tafsir Al-Qur'an yang mengandung asas-asas dakwah
dengan cara yang sesuai dengan nash- nash kitab dan sunnah, ke dalam
bahasa setiap suku bangsa. Yaitu yang berkenaan dengan tauhid dan
rukun-rukun ibadah, tidak lebih dari itu. Sedang mereka yang ingin
menambah pengetahuannya, diperintahkan untuk mempelajari bahasa Arab.
Jadi jelas, terjemah semacam ini tidak boleh dinamakan Al- Qur'an tetapi
dinamakan "Tafsir Al-Qur'an ", sebab Allah menganggap kita beribadah apabila
kita mengucapkan lafaz-lafaz Al-Qur'an.
11
D. Bacaan Shalat Selain Dengan Bahasa Arab
Pendirian para ulama dalam hal pembacaan al-Qur’an dalam shalat dengan
selain bahasa Arab, terbagi atas dua mahzab:
1. Boleh secara mutlak, atau di saat tidak sanggup mengucapkan dengan bahasa Arab.
Diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwa ia berpendapat, boleh dan sah membaca
al- Qur’an dalam shalat dengan bahasa Persia. Dan atas dasar ini, sebagian
shahabat [murid]nya memperbolehkan pula membacanya dalam bahasa Turki, India
dan bahasa-bahasa lainnya. Nampaknya mereka dalam hal ini memandang al-
Qur’an adalah nama bagi makna-makna [substansi, hakekat] yang ditunjukkan oleh
lafadz-lafadz Arab. Sedangkan makna-makna itu tidaklah berbeda-beda karena
perbedaan lafadz dan bahasa.
Dua orang murid Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad bin Husain,
membatasi hal tersebut dengan “dalam keadaan darurat”. Mereka membolehkan
bagi yang tidak mampu mengucapkan bahasa Arab, membaca al-Qur’an dalam
shalat dengan bahasa asing, tetapi tidak bagi yang tidak sanggup membacanya
dengan bahasa Arab. Dalam Mi’rajud Diraayah dikemukakan, kami
memperbolehkan membaca terjemah al-Qur’an [dalam shalat] bagi yang tidak
mampu jika hal itu tidak termasuk makna, sebab terjemahan tersebut adalah al-
Qur’an juga dilihat dari segi cakupannya terhadap makna. Oleh karena itu makna
membacanya lebih baik daripada meninggalkannya samasekali karena pembebanan
[taklif] itu sesuai dengan kemampuan.10
Berkata Qadi Abu Bakar Ibnul ‘Arabi, salah seorang fuqaha Maliki, ketika
menafsirkan firman Allah yang artinya: “Dan jikalau Kami jadikan al-Qur’an itu
suatu bacaan dalam bahasa selain bahasa Arab, tentulah mereka mengatakan:
‘Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?’ Apakah [patut al-Qur’an itu] dalam
bahasa asing sedang [Rasul adalah orang] Arab?” (Fushshillat: 44) sebagai berikut:
“Para ulama kita mengatakan, ayat ini membatalkan pendapat Abu Hanifah
yang menyatakan bahwa menerjemahkan al-Qur’an dengan menggantikan bahsa
Arabnya dengan bahasa Persia itu boleh. Sebab, Allah telah berfirman dalam surah
Fushshilat ayat 44. Dalam ayat ini Allah menafikan jalan bagi bahasa asing untuk
masuk ke dalam al-Qur’an. Tetapi mengapakah Abu Hanifah malah membawanya
kepada apa yang dinafikan Allah tersebut?”
Lebih lanjut Ibnul ‘Arabi mengatakan: “Bayan dan kemukjizatan hanya bisa
direalisasikan dengan bahasa Arab. Karena itu seandainya al-Qur’an diganti dengan
bahasa selain Arab tentulah penggantiannya itu tidak dinamakan al-Qur’an dan
Bayan, juga tidak menimbulkan kemukjizatan.”
Al-Hafidz Ibnu Hajar, salah seorang fuqaha Syafi’i, dalam Fathul Baari
berkata: “Jika seseorang sanggup membacanya dalam bahasa Arab, maka ia tidak
boleh beralih darinya, dan shalatnya tidak sah, dengan membaca terjemahan
tersebut, walaupun ia tidak sanggup membacanya dengan bahasa Arab.” Kemudian
ia menyebutkan, Syari’ [Allah, Rasul] telah membuat bagi mereka yang tidak
sanggup membaca dengan bahasa Arab, penggantinya, yaitu dzikir.
11
bi Al-Hasan, Syaifuddin Ali Ibn Muhammad Al-Amidi. Al-Ihkam Fi Ushul Al-Ahkam. Beirut: Dar Al-
Kutub Al-Ilmiah 1994
14
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa Al-Qur’an merupakan teks suci
dan sumber hukum umat Islam yang paling fundamental, sehingga dalam
menerjemahkannya pun harus memperhatikan tradisi yang sudah berlaku di
kalangan umat Islam. Namun demikian, bagi sebagian kalangan, Al-Qur’an
tertutup untuk dimaknai atau diterjemahkan dengan cara yang tidak biasa, atau
cara pembacaan baru.
Dari sudut pandang terjemah, usaha penerjemahan dari dan ke bahasa apapun
tidak mungkin 100% secara harfiah diterapkan, melainkan perlu menimbang
banyak aspek sehingga bahasa sasaran dapat secara utuh menangkap pesan dari
bahasa asal dan menyajikannya dalam pola dan struktur kalimat dalam bahasa
sasaran. Dalam penerjemahan Al-Qur’an, masalah makin kompleks sebab
melibatkan pula banyak aspek seperti keindahan puitisnya, kebiasaan dalam
budaya bahasa Arab sebagai bahasa pengantar Al-Qur’an, dzauq atau cita rasa
bahasa asal yang mungkin tergerus ketika diterjemahkan, dst. Oleh karenanya,
penerjemahan selalu terbuka untuk direvisi, apalagi bila mengingat bahwa suatu
bahasa (dalam hal ini berarti bahasa sasaran) pasti mengalami perkembangan
B. Saran
Dari kesimpulan-kesimpulan di atas, maka penulis dapat memberikan
beberapa saran, yaitu melakukan penelitian secara lebih mendalam terhadap karya
terjemah Al-Qur’an berbahasa Prancis, 105 mengingat di zona ini masih banyak
peneliti dari Indonesia yang belum begitu menguasainya, sementara banyak
pemikir asal Afrika Utara dan Prancis yang secara brilian mampu membuat
koneksi antara tradisi Barat dan tradisi Timur. Kedua, melakukan penelitian lebih
terhadap pemikiran Jacques Berque, sebab apa yang dituangkan dalam tesis ini
belum mencakup pemikiran Berque secara mendalam
DAFTAR PUSTAKA
17