Anda di halaman 1dari 20

1

TERJEMAHAN DAN TAFSIR

Makalah

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok

Pada mata kuliah Alquran

Tanggal presentasi 6 Mei 2019

Dosen Pembimbing: Sawaluddin, M.Ag.

Oleh:

Muhammad Afrizal Daulay

Nurazwan Cholis

Rapidah Azizah Siregar

MUAMALAH

UNIVERSITAS UINSU FAKULTAS SYARIAH & HUKUM

SUMATERA UTARA

MEDAN

2019
2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................ i


BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan Masalah ............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 3
A. Terjemahan ................................................................................................... 3
B. Tafsir ............................................................................................................ 7
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 17
A. Kesimpulan ................................................................................................ 17
B. Saran ........................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 18
3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya menafsirkan Alquran sudah dilakukan oleh Rasullah SAW.,
predikat Alquran sebagai Hudan (petunjuk) dan Rahmatan bagi manusia,
membuka kemungkinan yang luas bagi penafsiran terhadapnya. Susunan
Alquran yang tidak sistematis juga merupakan alasan tersendiri mengapa
penafsiran serta penggalian terhadap makna ayat-ayatnya yang justru menjadi
tugas umat yang tidak akan berakhir.
Oleh karena itu kita sebagai umat Rasullah hendaknya mengerti apa
itu tafsir,dan apa saja tafsir dalam Alquran yanng harus kita ketahui, karena
kita sudah tau bahwasanya menjadi umat Islam adalah mengerti segala jenis
isi dan makna Alquran beserta mengamalkannya.
Latar belakang dari pembuat makalah ini pula untuk membuat suatu
makalah yang memberitahukan kepada pembacanya tentang apa itu Tafsir
dan Terjemah nya, agar si pembaca mengerti apa yang dimaksud kedua materi
tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian Terjemah?
2. Apa pembagian syarat-syarat Terjemah?
3. Apa itu pengertian Tafsir?
4. Apa syarat-syarat Mufasir?
5. Siapa ulama-ulama Tafsir?
6. Bagaimana sejarah perkembangan Tafsir?
4

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Terjemah
2. Untuk mengetahui syarat-syarat Terjemah
3. Untuk mengetahui pengertian Tafsir
4. Untuk mengetahui syarat-syarat Mufasir
5. Untuk mengetahui ulama-ulama Tafsir
6. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Tafsir
5

BAB II

TERJEMAHAN DAN TAFSIR

A. Terjemahan
1. Pengertian Terjemahan
Arti terjemah menurut bahasa adalah “salinan dari sebuah bahasa ke
bahasa lain.1 Sedang dalam istilah, berarti pengungkapan suatu pembicaraan
dengan bahasa lain. Jadi terjemah Alquran merupakan pengungkapan arti
Alquran dengan menggunakan bahasa lain.
Dalam pada itu terjemah dapat dibedakan menjadi dua:2
a. Terjemah harfiyah
b. Terjemah tafsiriyah atau terjemahan ma’nawiyah
Adapun terjemah harfiyah menurut istilah ialah :
Terjemah harfiyah ialah memindahkan kata-kata dari suatu bahasa
yang sinonim dengan bahasa yang lain di mana susunan kata yang
diterjemahkan sesuai dengan susunan kata yang menerjemahkan, begitu
pula tertib bahasa yang diterjemahkan sesuai dengan tertib bahasa yang
menerjemahkan.3
 Terjemah harfiyah bi al-mitsli, yaitu menyalin atau mengganti
kata-kata dari bahasa asli dengan kata kata dari bahasa asli
dengan sinonimnya (muradif) nya ke dalam bahasa baru dan
terikat oleh bahasa aslinya.
 Terjemah harfiyah bi dzuni al-mistli, yaitu menyalin atau
mengganti kata-kata bahasa asli ke dalam bahasa lain dengan
memerhatikan urutan makna dari segi sastranya, menurut

1
Rosihon Anwar, Ulum al-Quran, (Bandung: Pustaka Setia, 2017), hlm. 212.
2
Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, Dasar-Dasar Penafsiran Al-Qur’an, (Semarang; Dina Utama,
1989), hlm. 40.
3
Mashuri Sirojuddin Iqbal dan Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung, Angkasa Bandung, 1993),
hlm. 94.
6

kemampuan bahasa baru itu dan sejauh kemampuan


penerjemahnya.4
Sedangkan terjemah tafsiriyah atau ma’nawiyah ialah:
Menjelaskan maksud kalimat (pembicaraan) dengan
bahasa yang lain tanpa keterikatan dengan tertib kalimat
aslinya atau tanpa memperhatikan susunannya.
Para ahli terjemah menyatakan bahwa terjemah
harfiyah itu tidak akan mencapai maksud yang diterjemahkan,
sebab setiap bahasa mempunyai gaya bahasa masing-masing
begitu pula strukturnya. Karenanya kita melihat bahwa tak satu
pun buku bahasa Arab atau bahasa asing yang lain
diterjemahkan secara harfiyah. Begitu pula halnya dengan
Kitabullah: kita tidak dapat melihat terjemah Alquran secara
harfiyah. Paling tidak para ahli terjemah tafsiriyah itu
menerjemahkan Alquran dengan terjamah tafsiriyah, dengan
tujuan memberikan kemudahan bagi umat untuk memahami
Alquran lewat bahasa mereka.5

2. Pembagian dan Syarat-Syarat Terjemahan


Menurut sebagian besar ulama, penerjemahan secara harfiyah
terhadap Alquran mustahil untuk dilakukan. Hal ini karena ada beberapa
syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika menerjemahkan Alquran secara
harfiyah :
a. Keharusan menghadirkan kosa kata dalam bahasa
penerjemahannya yang sesuai dengan bahasa aslinya.

4
Rosihon Anwar, Al-quran, hlm. 213.
5
Mashuri Sirojuddin Iqbal & Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, hlm. 94-95.
7

b. Keharusan menghadirkan perangkat-perangkat pengertian dalam


bahasa terjemahannya yang menyerupai atau mendekati terhadap
perangkat-perangkat yang terdapat dalam bahasa aslinya.
c. Keserasian dua bahasa antara bahasa asli dan bahasa sasaran pada
redaksi masing-masing ketika melakukan penyusunan kata-
katanya, sifat dan penisbatan.
Sebagian Ulama mengatakan bahwa terjemah harfiyah dapat
saja dilakukan pada beberapa ayat. Namun, demikian hukumnya
dapat menjadi haram karena tidak mungkin bisa menjadi ayat
penyampai pesan kandungan-kandungan ayat secara menyeluruh
dan tidak pula bisa menanamkan pengaruh pada jiwa seperti
Alquran dengan bahasa aslinya. Kiranya kita tidak perlu
memaksakan diri untuk melakukan terjemahan Alquran secara
harfiyah, karena kita masih memiliki model terjemahan
ma’nawiyah yang dapat dilakukan.
Untuk itu, sekalipun terjemah harfiyah pada lahirnya dapat
dilakukan pada beberapa kata, hukumnya tetap dilarang dalam
pandangan syari’at. Terkecuali bagi orang yang tidak dapat sekali
memahami Alquran, melainkan setelah mengartikan secara
harfiyah beberapa kata tertentu ke dalam bahasa yang dapat
dipahaminya. Terjemah harfiyah terhadap orang ini mendapat
pengecualian.
Adapun terjemah ma’nawiyah terhadap Alquran pada dasarnya
diperbolehkan, sebab tidak ada alasan yang tepat untuk
melarangnya. Bahkan terkadang menjadi wajib ketika terjemah
ma’nawiyah menjadi sarana penyampaian ajaran-ajaran Alquran
dan Islam, sementara manusia yang dihadapannya tidak bisa
memahami bahasa Alquran. Penyampaian ajaran-ajaran Islam,
termasuk Alquran merupakan suatu kewajiban. Sesuatu diluar
8

kewajiban akan menjadi wajib jika tanpanya kewajiban tersebut


tidak menjadi sempurna.
Walau diperbolehkan, terjemah ma’nawiyah harus memenuhi
syarat-syaratnya, yaitu :
a. Hasil terjemahan tersebut harus tidak menjadi pengganti Alquran
yang dapat menghilangkan eksistensi Alquran. Untuk ini, ayat-ayat
Alquran tersebut ditulis terlebih dahulu dan baru kemudian
dicantumkan di sampingnya terjemahannya. Sehingga terjemahan
itu menjadi tafsirannya.
b. Seorang penerjemah seharusnya memahami pemakaian lafal-lafal
dalam kedua bahasanya yang sesuai dengan maksud dan
tujuannya.
c. Dia pun harus memahami pula arti lafal-lafal menurut syari’at
yang terdapat dalam Alquran.
Dan yang terpenting dari segalanya, hasil terjemahan Alquran
ini harus buah karya ilmu seorang muslim yang dapat dipercaya
dan memiliki sifat istiqamah dalam menjalankan agamanya.6
3. Contoh

ِِ َ‫ط ُن فَ َكا نَ ِمنَ ْالغَ ِو يْن‬ َ ‫ش ْي‬ ْ ‫َوا تْ ُل َعلَ ْي ِه ْم نَ َبآ الَّ ِذ‬
َّ ‫ي آت َ ْينَهُ آ َيتِنَا فَآ تْ َب َعهُ ال‬
ُ‫شلُه‬
َ ‫ض َوا تَّبَ ُع ه ََو ىهُ فَ َم‬ ِ ‫َولَ ْو ِشئْنَا لَ َر فَ ْعنَهُ ِب َها َولَ ِكنَّهُ ا َ ْخلَدَ اِلَى ْاْلَ ْر‬
‫ش ُل ْالقَ ْو ِم‬
َ ‫ث ذَ ِل َك َم‬ ْ ‫ث ا َ ْو تَتْ ُر ْكهُ يَ ْل َه‬
ْ ‫ب ا ِْن ت َ ْح ِم ْل َعلَ ْي ِه يَ ْل َه‬
ِ ‫ش ِل ْال َك‬
َ ‫َك َم‬
‫سآ َء‬ َ َِ َ‫ص ا َل َعلَّ ُه ْم َيتَفَ َّك ُر ْون‬
َ ‫ص‬َ َ‫ص ْالق‬ ِ ‫ص‬ ُ َ‫الَّ ِذ يْنَ َكذَّ بُ ْو ا ِبا َ َيتِنَا فَا ق‬
ْ ‫س ُه ْم َكا نُ ْو ا َي‬
ِْ َ‫ظ ِل ُم ْون‬ َ ُ‫َمش اًَل ا ِْلقَ ْو ُم الَّ ِذ يْنَ َكذَّ بُهُ ا ِبآ َيتِنَا َوا َ ْنف‬

6
Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, Dasar-Dasar Penafsiran Al-Qur’an, hlm. 41-42.
9

Artinya: “Dan bacakan lah (Muhammad) kepada mereka,berita orang yang


telah kami berikan ayat-ayat kami kepadanya, kemudian dia melepaskan diri
dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan setan (sampai dia tergoda), maka
jadilah dia termasuk orang yang sesat(175). Dan sekiranya kami
menghendaki niscaya kami tinggikan (derajat) nya dengan (ayat-ayat) itu,
tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang
rendah), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya
dijulurkan lidahnya (juga). Demikianlah peremumpaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka
berpikir(176). Sangat buruk perumpamaan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat kami, mereka menzhalimi diri sendiri(177) (QS. Al A’raf : 175-
177)7

B. Tafsir
1. Pengertian Tafsir
Kata “tafsir” diambil dari kata “fassara --- yufassiru --- tafsira” yang
berarti keterangan atau uraian.8 Sedangkan menurut bahasa adalah bayan,
izhhar, idhah yang mengandung arti jelas. Sedangkan menurut istilah
adalah ilmu yang bisa menyempurnakan pemahaman tentang alquran,
menjelaskan makna-maknanya, menyingkap hukum-hukumnya, dan
menghilangkan permasalahan-permasalahannya di dalam ayat-ayatnya.9
Dalam Alquran dikatakan:

ِ ‫َوْلَيأ ْ ت ُ ْو ن ََك بِ َمث َ ِل ِإ َّاْل ِجئْن ََك بِآ ْل َح‬


َ ‫ق َو أ َ ْح‬
‫سنَ ت َ ْف ِسي اْرا‬
Artinya: “Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (sesuatu)
yang ganjil melainkan kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan
yang paling baik penjelasannya (QS.Al-Furqaan 25:33).

7
Q.S. al A’raf/9:175-177.
8
Rosihon Anwar, Ulum al-Qur’an, hlm. 209.
9
Siddiq Amien, Buku Pintar Al-Qur’an, (Jakarta Selatan; Qultummedia, 2008), hlm. 43.
10

Adapun pengertian “tafsir” berdasarkan istilah, para ulama banyak


memberikan komentar, antara lain sebagai berikut:10

a. Menurut al-Jurjani :
Tafsir, pada asalnya ialah : membuka dan menjelaskan. Pada istilah
syara’, ialah : menjelaskan makna ayat, keadaaannya, kisahnya, dan sebab
yang karenannya ayat diturunkan, dengan lafazh yang menunjukkan
kepadanya dengan jelas sekali.

b. Menurut az-Zarkasyi :
Ilmu tafsir ialah kumpulan pengetahuan yang membahas penjelasan,
interpretasi, dan komentar terhadap Alquran, meliputi semua cara
memperoleh pengetahuan, yang berjasa memberikan pemahaman yang
layak terhadapnya, menjelaskan makna-maknanya dan menyimpulkan
darinya hukum dan hikmah (1927, 3 : 13).11

c. Menurut al-Kilby dalam at-Tashil


Tafsir itu, ialah mensyarahkan Alquran, menerangkan maknanya dan
menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nashnya atau dengan
isyaratnya, ataupun dengan tujuannya.

d. Menurut asy-Syaikh Thahir al-Jazairi


Tafsir pada hakikatnya ialah : mensyarahkan lafazh yang sukar
dipahamkan oleh pendengar dengan uraian yang menjelaskan maksud.
Yang demikian itu adakalanya dengan menyebut muradifnya, atau yang

10
Rosihon Anwar, Al-quran, hlm. 209.
11
Farid Esack, Samudera al-Qur’an, Terj. Nuril Hidayah, (Jogjakarta, Diva Press, 2002), hlm. 233.
11

mendekatinya, atau ia mempunyai petunjuk kepadanya melalui suatu jalan


dalalah (petunjuk).12

e. Menurut abu-Hayyan :
Tafsir adalah ilmu mengenai cara pengucapan lafazh-lafazh Alquran
serta cara mengungkapkan petunjuk, kandungan-kandungan hukum, dan
makna-makna yang terkandung di dalamnya.13

f. Abu Thalib al-Tsa’laby


Tafsir ialah menjelaskan status lafadz, apakah ia hakekat atau majaz
(kiasan), seperti menafsirkan al-shirath dengan at-thariq (jalan), dan al-
shaiyyih dengan al-mathar (hujan).14
Perkataan tafsir diambil dari kata tafsirah, yaitu suatu alat yang
digunakan oleh dokter untuk menyelidiki penyakit orang sakit.
Menurut Prof. Hasby ash-Shiddieqy, tujuan mempelajari tafsir ialah
memahamkan makna-makna Alquran, hukum-hukumnya, hikmat-
hikmatnya, akhlak-akhlaknya dan petunjuk-petunjuknya yang lain untuk
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Faidah mempelajari ialah terpelihara dari salah memahami Alquran.
Sedang maksud yang diharap dari mempelajarinya ialah mengetahui
petunjuk-petunjuk Alquran, hukum-hukumnya dengan cara yang tepat.
Sumber-sumber tafsir ialah dari ilmu riwayat dan ilmu dirayat. Yang
dimaksud dengan ilmu riwayat adalah ilmu atau pengetahuan yang didapat
dari hadits-hadits Nabi yang shahih. Yang dimaksud dengan ilmu dirayat
ialah berbagai ilmu pengetahuan seperti :

12
Mashuri Sirojuddin Iqbal dan Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, hlm. 86-88.
13
Rosihon Anwar, Al-quran, hlm. 210.
14
Imam as-Suyuti, Apa Itu AL-Qur’an, Terj. Aunur Rafiq Shalih Tamhid, (Jakarta, Gema Insani Press,
1994), hlm. 94.
12

Ilmu bahasa Arab (lughah), nahwu, sharaf, ilmu balaghah, usul fiqih
dan sebagainya. 15

2. Contoh

ِ‫ا نَ َما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةَ َو الدَّ َم َولَ ْح َم ْال ِخ ْن ِز ي ِْر َو َمآ ا ُ ِه َّل ِلغَي ِْر ّللا‬
)115( ‫ح ْي ٌم‬ ِ ‫ْط َّر َغي َْر َبا غٍ َّوْلَ َعا ٍد فَ ِا َّن ّللاَ َغفُ ْو ٌر َّر‬ ٌ ‫ِب ِه فَ َم ِن ا ض‬

Artinya :

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai,


darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama
selain Allah; tetapi barang siapa yang terpaksa memakannya dengan
tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Nahl : 115).16

Ibnu Abbas mengatakan : “Tidak menganiaya terhadap bangkai


tersebut dan tidak melampaui batas ketika memamakannya.” Ada yang
menafsirkan dengan ‘tidak keluar dari pemimpin dan tidak bermaksiat di
dalam perjalanannya.’ Penafsiran terjuat adalah yang pertama, karena
pendapat kedua tidak berdasarkan dalil. Di samping maksud
penghalangannya adalah hilangkan kemadharatan.

Hal tersebut dapat saja terjadi baik ketika diluar dari pemimpin atau
ketika dalam perjalanan dan sebagainya. 17

‫َو كَأ ْ ا‬
‫سا ِد هَا قاا‬

Artinya :

15
Mashuri Sirojuddin Iqbal dan Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, hlm. 89-90.
16
Q.S al-Nahl/14:115.
17
Mashuri Sirojuddin Iqbal dan Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, hlm. 86.
13

“Dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). (An-Naba : 34).18

Ibnu Abbas menafsirkan kata dihaaq dengan mamluu’ah (penuh),


sedang Mujahid menafsirkannya dengan mutataabi’ah (berturut-turut) dan
menurut ‘Ikrimah berrti shaafiyah (jernih).

Tidak ada yang patut diperselisihkan di antara ketiga pendapat


mufassir-mufassir ini, karena memang ayat tersebut dapat mengandung
ketiga pengertian ini dan masing-masingnya di tempatkan sebagai bagian
maksud ayat.

3. Syarat-Syarat Mufassir
Seseorang yang ingin memahami suatu ilmu, ia harus mempelajari
ilmu itu terlebih dahulu sedetil-detilnya, sampai ia mencapai tingkat ahli
dalam disiplin ilmu tersebut. Seorang penafsir Alquran menghadapi tugas
suci dan ilmiah yang sangat berat, karena materi yang ditafsirkannya
adalah Kalamullah. Oleh karena itulah wajar bila terdapat sebahagian
ulama lama yang menghindari menafsiran al-Qur’an, seperti al-Qashim
bin Muhammad bin Abu Bakar As-Siddiq, Salim bin Abdullah bin Umar
ibn Khattab, Ubaidah Qais al-Kufi dan Sa’id bin Jubair.
Ketika Sa’id bin Jubair diminta untuk menafsirkan Alquran, ia
katakan“Lebih baik tangan dan kakiku copot, ketimbang menafsirkan ayat
Alquran”. Sedang Ubaidah dan Qais ketika ditanya tentang hal yang
berkaitan dengan latar belakang turunnya suatu ayat Alquran, ia
menjawab:“Kalian harus tajut kepada Allah, dan terima sajalah kebenaran
ayat-ayat Alquran, karena orang-orang yang benar-benar mengetahui latar
belakang turunnya ayat itu semua telah meninggal”.
Goldziher dalam karyanya Mazahib at-Tafsir al-Islami, sebagaimana
dijelaskan asy-Syirbashi menyebutkan : “Hingga permulaan abad kedua

18
Q.S an-Naba/30:34.
14

hijriyah kita menemukan kenyataan bahwa pekerjaan menafsirkan


Alquran dipandang sebagai hal yang luar biasa dan menakutkan”.
Kekhawatiran mereka itu sebenarnya merupakan sikap kehati-hatian
dan suatu rasa tangung jawab terhadap kitab sucinya dari
penyelewenangan-penyelewenangan yang tidak diinginkan. Terbatas pada
hal-hal yang memang mereka tidak tahu betul tafsirnya, atau pada riwayat
penafsiran yang mereka sendiri belum pernah menerimanaya. Disamping
itu, untuk menghindari penyelewenangan-penyelewenangan Alquran
dalam rangka menjawab tuntutan-tuntutan Alquran itu sendiri sebagai
kitab hidup yang tidak kenal perubahan waktu maupun tempat, maka
sepahagian ulama yang lainnya dengan sungguh-sungguh berusaha dan
menganjurkan untuk memahami dan menafsirkan Alquran sedapat
mungkin. Namun mereka mengajukan persyaratan-persyaratan ketat yang
harus dimiliki oleh seorang yang ingin menafsirkan Alquran.19
Imam as-Suyuti menerangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi
sebagai seorang mufassir, yaitu mengetahui:
1. Ilmu Bahasa Arab, dengannya dapat diketahui syarah kata-kata
mufrad dan maksudnya.
2. Ilmu nahwu dan shorof
3. Ilmu balaghah, yaitu Badi’, Ma’ani dan Bayan.
4. Ilmu qira’at
5. Ilmu kalam
6. Ilmu ushul fiqih dan fiqih
7. Ilmu asbabun nuzul
8. Nasikh dan Mansukh
9. Tentang mubhah dan mujmal20

19
Ahmad Mustofa Hadna, Problematika Menafsirkan al-Qur’an, (Semarang; Dina Utama, 1993), hlm.
35-36.
20
Sahilun A. Nasir, Ilmu Tafsir al-Qur’an, (Surabaya, Al Ikhlas, 1987), hlm. 30.
15

4. Ulama-Ulama Tafsir
a. Di kota Mekkah yaitu pengikut-pengikut IbnunAbbas, seperti
Mujahid, Ikrimah, ‘Atha’ bin Abi Rabaah.
b. Di Madinah yaitu pengikut Ubay bin Ka’ab, seperti Zaid bin Aslam,
Abu al-Aliyah dan Muhammad bin Ka’ab al-Qurdhiy.
c. Di kota Kuffah yaitu pengikut Ibnu Mas’ud, seperti Qatadah, al-
Qamah dan al- Sya’biy.
Dalam kesempatan ini, hanya menjelaskan dua di antara ahli-
ahli tafsir tersebut. Keduanya ialah Mujahid dan Qatadah.

1. Mujahid
Namanya adalah Mujahid bin Jabr al-Makkiy Maula al-Saa’ib bin Abi
al-Saa’ib al-Makhzuumiy. Dilahirkan tahun 21 H. Mempelajari Tafsir
Alquran melalui Ibnu Abbas. Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Mujahid,
beliau mengatakan : “Saya memperhadapkan (mempelajari) mushaf dari
awalnya hingga akhir kepada Ibnu Abbas sebanyak tiga kali” dan berhenti
pada setiap ayat untuk menanyakannya kepadanya. “Sufyan Tsauri
mengatakan : “Bila didatangkan kepadamu suara tafsir dari Mujahid,
cukuplah tafsiran itu untukmu. “Sementara Imam Syafi’i dan Imam
Bukhori banyak bepedoman pada tafsiran Mujahid ini, terutama Imam
Bukhori dalam shahihnya. Imam al-Dzahabi di akhir biografinya
mengatkan : “Umat Islam sepakat atas keimanan Mujahid dan berhujjah
dengannya.

2. Qatadah
Namanya adalah Qatadah bin Di’amah al-Saduusiy al-Bashriy.
Dilahirkan dalam keadaan buta tahun 61 H. Beliau memiliki keuletan
dalam menuntut ilmu dan memiliki pula daya ingatan yang kuat. Beliau
16

ceritakan tentang dirinya : “Tidaklah saya katakan kepada seorang ahli


hadits: “persiapkan untukku”, tidak pula kedua telingaku mendegar
sesuatu, melainkan kesemuanya disadari dan diingat dalam hati. “Imam
Ahmad mengatakan : “Beliau penduduk Bashrah yang paling kuat
hafalannya, dan beliau tidak mendengar sesuatu, kecuali dihafalnya.”
Qatadah wafat pada pertengahan tahun 117H dalam usia 56 tahun.21

5. Sejarah Perkembangan Tafsir


Menurut Sunnah, Allah mengutus Rasul-rasul Nya itu dengan bahasa
kaumnya sendiri, supaya pembicaraan mantap antara kedua belah pihak.22
1. Adapun masa-masa Tafsir pada zaman Rasul SAW :
 Kecuali diturunkan dalam bahasa Arab yang terang. Ia dapat
difahami orang dan banyak mereka yang masuk Islam, hanya
semata-mata karena mendengarnya.
 Kecuali, pengertian Alquran tidak dibatasi yang demikian,
disebabkan Rasul SAW. Ialah manusia yang lebih memahami
Alquran diturunkan atas beliau. Diantara keutamaannya yang
mendasar ialah, bahwa beliau harus menyampaikan kepada
manusia apa yang telah diturunkan kepada beliau.
 Adapun para sahabat Rasul SAW berlebih kurang dalam
memahami Alquran, karena didalam nya terdapat beberapa
kata-kata yang sulit dan pengertian nya tidak diketahui orang
banyak.
 Abu U’baidah memuatkan dalam buku Alfadhaa-il dari Anas,
bahwa Umar bin Khatab pernah membaca di mimbar surat
A’basaa:31 yang artinnya: “Dan buah-buahan dan rumput-
rumputan. Lalu, dia mengatakan, “ Kalau faakihah sudah kita
21
Mashuri Sirojuddin Iqbal dan Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, hlm. 46-47.
22
Mana’ul Quthan, Mahabits fi U’lumil Qur’an, cetakan 2, (Rineka Cipta,Jakarta,1995), hlm.174.
17

ketahui. Tapi apakah: abba itu? “sudah itu, dia melihat dirinya
sendiri. Lalu, Abu ‘Ubaidah mengatakan: “ ini sesuatu yang
diberat-beratkan (dibuat-buat), hai Umar! “ (HR.Ibnu Jarir dan
sanadnya shahih). Terdapat pula dalam tafsir Ibnu Katsir dan
Mukhtashar Tafsir, oleh Shabuni).
 Jawaban Abu Bakar pada waktu dia ditanya oleh seorang laki-
Lki mengenai suatu ayat, maka dia mengatakan “Bumi mana
yang dapat memikul aku dan langit mana yang dapat menaungi
aku, bila aku mengatakan mengenai kitab Allah sesuatu yang
tidak aku ketahui ?”
 Ibnu Abas menceritakan, “ Dahulu saya tidak tahu apakah
maksud: Faathiris samawaati, sehingga minta dikisaslah
kepada saya dua orang Arab dusun mengenai suatu sumur.
Salah seorang mereka mengatakan “sayalah yang
menfatarnya”, maksudnya ialah: saya yang memulainya.
Dengan demikian, maka Ibnu Abas baru paham, bahwa faathir
itu ialah yang semula-mula menciptakan. (KM) (HR. Bukhari
dalam buku Al-adab).
 Rasullah SAW pernah menafsirkan bagi mereka sebagian kata-
kata dalam ayat-ayat Al-quran. Bukhari menceritakan dari
‘Uqbah bin ‘Amir, bahwa dia mendengar Rasul SAW
berpidato diatas mimbar: surat Al- Anfaal:60, yaitu: Siagakan
bagi mereka (Umat Islam) apapun yang kamu sanggupi,
berupa kekuatan, beliau terangkan, bahwa yang dimaksud
ialah arramyu atau kepandaian melontarkan sesuatu alat atau
senjata perang.
18

 Rasul pernah pula menerangkan apakah al-Kawtsar dalam


surah al-Kawtsar: yang dimaksud dengannya ialah telaga
kawtsar beliau dalam syurga.23

2. Tafsir pada zaman sahabat Rasul SAW


Materi tafsir menurut mereka ialah:
 Menafsirkan Al-quran dengan Al-quran. Inilah yang paling
baik.
 Apa tafsir Nabi SAW yang dihafal sahabat beliau.
 Apa yang mereka sanggupi menafsirkannya dari ayat-ayat
yang bergantung, pada kekuatan pemahaman mereka,
keluasan daya mendapatkannya, kedalaman mereka
mengenai bahasa Al-quran dan rahasianya, keadaan
manusia pada waktu itu, dan adat istiadat mereka ditanah
Arab.
 Apa-apa yang mereka dengar dari tokoh-tokoh ahli kitab
yang telah mereka Islam dan baik Islam mereka.24

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

23
Kahar Masyur, Pokok-pokok Ulumu Quran, cetakan 1,( Rineka Cipta, Jakarta,1992), hlm. 164.
24
Ibid., hlm, 166.
19

1. Tafsir adalah penjelasan terhadap makna lahirlah dari ayat Alquran yang
pengertiannya secara tegas menyatakan maksud yang dikehendaki oleh
Allah. Ta’wil adalah pengertian yang tersirat yang diistimbatkan dari ayat
Alquran berdasarkan alasan-alasan tertentu.
2. Terjemah ada 2, yaitu:
a) Terjemah harfiyah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari suatu
bahasa kedalam lafaz-lafaz yang serupa dari bahasa lain
sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai
dengan susunan dan tertib bahasa pertama
b) Terjemah tafsiriyah atau terjemah maknawiyah, yaitu menjelaskan
makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib
kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.

B. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu kami dari penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga dengan makalah
ini kita dapat memahami tentang tafsir dan terjemah nya.

DAFTAR PUSTAKA
20

Alquran

Anwar, Rosihon. 2017. Ulum al-Quran. Bandung: Pustaka Setia.

Al-Utsaimin, Muhammad bin Shaleh. 1989. Dasar-dasar Penafsiran Al-Qur’an.


Semarang: Dina Utama.

Iqbal, Mashuri Sirojuddin dan Fudlali. 1993. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung:
Angkasa Bandung.

Amien, Siddiq. 2008. Buku Pintar Al-Qur’an. Jakarta Selatan: Qultummedia.

Esack, Farid. 2002. Samudera al-Qur’an terjemahan Nuril Hidayah. Yogyakarta:


Diva Press.

As-Suyuti, Imam. 1994. Apa Itu Al-Qur’an terjemahan Aunur Rafiq Shalih Tamhid.
Jakarta: Gema Insani Press.

Hadna, Ahmad Mustofa. 1993. Problematika Menafsirkan al-Qur’an. Semarang:


Dina Utama.

Nasir, Sahilun A. 1987. Ilmu Tafsir al-Qur’an. Surabaya: Al Ikhlas.

Quthan, Mana’ul. 1995. Mahabits fi U’lumil Qur’an cetakan 2. Jakarta: Rineka Cipta.

Masyur, Kahar. 1992. Pokok-pokok Ulumu Quran cetakan 1. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai