Anda di halaman 1dari 17

Pengertian Tafsir & Ta’wil

Serta Syarat-Syarat Mufassir dan Ilmu yang dibutuhkan

Disusun Untuk Memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah


Perkembangan Tafsir

Dosen Pengampu: Abdul Syukkur, Lc., MA., M.Th.I

Disusun oleh:

1 . Abd.Wahed
2 . Ach.Fauzan

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI ILMU USHULUDDIN(STIU)

AL-MUJTAMA’ PAMEKASAN

TAHUN AKADEMIK 2020


KATA PENGANTAR
‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

Puji dan Syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha


Esa atas Rahmat-Nya dan Kemurahan-Nya saya dapat
menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Dalam
pembuatan makalah ini saya mengucapkan terima kasih kepada
dosen Pengampu yang telah memberikan tugas ini kepada saya
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua teman-teman
yang membacanya. Maaf apabila ada kata atau pun kalimat yang
salah digunakan dalam makalah ini, karna manusia tidak luput
dari kesalahan.maka dari itu saya berharap bagi
pembaca\teman-teman yang membaca makalah ini dapat
memberi saran dan kritik bagi saya.

Pamekasan,13 Januari 2020

Penyusun
Abd.Wahed
Ach.Fauzan
Daftar Isi

JUDUL...............................................................................................................................1

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI.....................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................4

A. Latar Belakang Masalah....................................................................................4

B. Rumusan Masalah...........................................................................................4

C. Tujuan Penulisan..............................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................5

A. Pengertian Tafsir dan Ta’wil........................................................................5

B. Syarat-Syarat Mufassir Serta Ilmu yang dibutuhkan...........................7

BAB III PENUTUP.........................................................................................................14

Kesimpulan..............................................................................................................14

Daftar Pustaka........................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Al Quran adalah kalam Allah SWT. Yanag diturunkan
pada rasul-Nya,yakni Nabi Muhammad SAW .denagn lafadz
bahasa arab, disampaikan dengan jalan mutawatir, dan
ditulis dalam bentuk mushaf. Alquran menghimpunsemua
petunjuk Allah, semua syari’atnya, dan hukum-hukumnya.
Sungguh dia telah datang sebagai petunjuk dan mu’jizat
yang diringkas.kesemuanya itu karena posisi Alquran
sebagai kitab yang berfungsi member petunjuk kepada
jalan yang lebih lurus serta memberikan gambar gembira
kepada orang-orang mu’min yang beramal saleh dengan
pahala yang yang besar. Namun, untuk dapat memahami
secara baik dan benar makna dan maksud ayat-ayat Al
Quran, sehingga kita dapat menangkap maksud yang
dikandung didalamnya, maka diperlukan adanya
penjelasan yang dapat menerangkan segi kandungan ayat-
ayat tersebut. Dengan demiian keberadaan tafsir dan ta’wil
sebagai cara untuk mempelajari kandungan Al Qurantidak
dapat dipungkiri lagi, jika seseorang berkeinginan mengkaji
ayat-ayatAl Quran. Oleh karena itu, di dalam makalah ini
pemakalah akan membahas sekelumit tafsir dan ta’wil
serta paerbedaan antara keduanya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan judul yang telah ditentukan. Maka penulis
perlu membatasi masalah-masalah pada makalah ini ke
dalam beberapa rumusan masalah, Diantaranya:
1. Bagaimana Pengertian Tafsir dan Ta’wil?
2. Apa sajakah syarat-syarat mufassir dan ilmu yang
dibutuhkan?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk Mengetahui pengertian Tafsir dan Ta’wil.
2. Untuk Mengetahui syarat-syarat mufassir dan ilmu
yang dibutukan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir dan Ta’wil


1. Pengertian Tafsir
Tafsir adalah suatu cara untuk mamahami isi
kadungan Al-Qur’an. Kata tafsir diabil dari bahasa Arab
‫ التفسير‬yang berasal dari ‫فسر‬
(menerangkan). Akan tetapi untuk menghindari kesalah
fahaman pengertian
tentang tafsir.1
a. Tafsir Menurut Bahasa (Etemologi).
Para ulama berbeda pendapat dalam
memberikan pengertian tafsir secara bahasa
diantaranya adalah:
1) Dalam Kamus Al-Munjid Disebutkan.
Tafsir adalah isim masdar yang berarti
ta’wil,pengungkapan, penjelasan, keterangan, dan
penyerahan.2
2) Menurut Imam As-Suyuti.
Tafsir mengikuti wazan taf’il berasal dari Al-Fasru
artinya menerangkan dan menyingkap.3
3) Menurut Al-Zarkasyi.
Tafsir dari kata tafsirah yang berarti alat yang dipakai
oleh para dokter untuk memeriksa orang sakit, yang
berfungsi membuka dan menjelaskan, sehingga tafsir
berarti penjelasan.4

1
Muhammad Husain Adz-dzahabi, Tafsir wa Al-Mufassiriun, juz I (Kairo:
Kuliyatul Syari’ah Al-Azhar, 1976), 13.
2
3Louis Ma’luf Al-Yasu’iy, Al-Munjid fi Al-Lughoh, cet, 10 (Bairut: Dar Al-
Masyiq, 1996), 583.
3
Jalaluddin Al-Suyuti, AL-Itqan fi Ulumil Al- Qur’an, Juz II (Bairut: Dar Al-Fikr,
1979), 173.
4
Al-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulunil Al-Qur’an, Jilid II (Mesir: Isa Al-Baby Al-
Halabi,1972),147.
Dari pengertian tafsir menurut bahasa di atas pada
dasarnya sama, meskipun disampaikan dengan
bahasa yang berbeda. Tafsir memiliki arti penjelasan
atau keterangan terhadap maksud yang sukar
difahami dari ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan demikian,
menafsirkan Al-Qur’an ialah menjelaskan atau
menerangkan makna-makna yang sulit difahami dari
ayat-ayat Al-Qur’an.5
b. Tafsir Menurut Istilah (Etimonologi)
Pengertian tafsir secara etimonologi, menurut
sebagian dari ahli tafsir menyatakan bahwa tafsir
tidak termasuk jajaran ilmu pengetahuan atau sains
yang memiliki batasan tertentu. Pemikiran ini
berdasarkan alasan bahwa tafsir tidak mempunyai
kaidah dan batasan-batasan khusus, seperti yang
terdapat pada ilmu sains yang diciptakan oleh akal
manusia.6 Akan tetapi, sebagian ahli tafsir
memasukan tafsir kedalam kelompok ilmu
pengetahuan, Karena dalam tafsir terdapat topik-
topik tertentu yang membutuhkan campur tangan
dari beberapa kaidah keilmuan yang digunakan
sebagai dasar pijakan dalam ilmu tafsir. Dengan
adanya unsur-unsur inilah, maka tafsir dimasukkan
dalam katagori ilmu pengetahuan ilmiah.7
2. Pengertian Ta’wil
Ta’wil menurut bahasa berasal dari kata al
awwala yang berarti al ruju yang berarti kembali.
Oleh karena itu, ia juga dapat berarti mengembalikan
ayat kepada makna yang dikandungnya. Di dalam

5
Nasrudin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), 67.
6
Ibid.
7
Ibid.,30.
kamus disebutkan kata ta’wil berarti ungkapan atau
penjelasan suatu pandangan. Dikatakan pula bahwa
ia diambil dari kata aul yang bermakna kembali dan
berpaling. Ada juga yang mengatakan diambil dari
kata ail yang berarti memalingkan, yaitu
memalingkan dari makna yang zhahir kepada
sesuatu makna yang dapat diterima olehnya.\

Menurut pendapat yang masyhur, kata ta’wil dari


segi bahasa ialah sama dengan pengertian tafsir,
yaitu menjelaskan dan menerangkan. Dengan
demikian, ta’wil bisa mempunyai arti sebagai berikut:

a. Kembali atau mengembalikan, yakni


mengembalikan makna pada yang sesungguhnya.

b. Memalingkan, yakni memalingkan suatu lafadz


tertentu yang mempunyai sifat khusus dari makna
zhahir ke makna bathin, hal ini karena ada ketetapan
dan keserasian dengan maksud yang dituju.

c. Mensiasati, yakni dalam lafadz-lafadz tertentu atau


kalimah-kalimah yang mempunyai sifat khusus
memerlukan siasat yang jitu untuk menemukan
makna yang setepat-tepatnya.

Dari beberapa mengenai pengertian ta’wil diatas


dapat disimpulkan bahwa pengertian ta’wil  adalah
mengembalikan suatu lafadz kepada makna ghayah
yang dimaksud oleh kandungannya.
B. Syarat-Syarat Mufassir Serta Ilmu yang dibutuhkan

Barang siapa bermaksud menafsirkan Al-Qur’an


maka hendaknya ia mencarinya dulu dari Al-Qur’an.
Sebab, apa yang disebutkan secara global di dalam
suatu ayat mungkin telah ditafsirkan di dalam ayat lain,
atau apa yang disebutkan secara ringkas di dalam
suatu ayat mungkin telah dirinci di tempat lain. Jika
tidak didapatkannya maka hendaknya ia mencarinya
dari sunnah, sebab ia merupakan penjelasan Al-Qur’an.
jika tidak didapatkan di dalam Al-Sunnah maka
hendaklah ia kembali kepada pendapat para sahabat,
sebab merekalah yang lebih mengetahuinya dan yang
langsung menyaksikan bukti-bukti dan situasinya pada
waktu diturunkan di samping bahwa mereka memiliki
pemahaman yang sempurna, pengetahuan yang benar
dan pengalaman yang baik. 8 Apabila terjadi
pertentangan antara pendapat para sahabat itu sendiri
maka diambil pendapat yang lebih kuat segi
argumentasinya, misalnya perbedaan mereka tentang
makna huruf-huruf hija’ (potongan) di awal surat:
dikuatkan pendapat yang mengatakan bahwa ia adalah
sumpah.9 Di dalam Al-Burhan, Al-Zarkasyi menyebutkan
empat pengambilan bagi seorang mufassir. Pertama,
riwayat dari Rasulullah SAW. Kedua, pendapat para
sahabat. Ketiga, keumuman bahasa, sebab Al-Qur’an
diturunkan dengan bahasa Arab. Keempat, penafsiran
dengan apa yang menjadi tuntutan (konsekuensi)
makna kalimat dan tujuan syari’at: dan inilah yang
pernah didoakan Nabi SAW kepada Ibnu Abbas RA
dalam doanya: “Ya Allah, faqih-kanlah dia mengenai
8
Ibid.,193.
9
Ibid
agama dan ajarkanlah dia takwil”. Dan, yang
dimaksudkan oleh Ali RA dengan perkataan: “Kecuali
pemahaman tentang al-Qur’an yang diberikan (allah)
kepada seseorang”.10
Secara umum, beberapa syarat ahli tafsir sebagaimana
dikemukakan para ulama adalah:
a. Akidahnya bersih.
Orang yang akidahnya telah berubah akan meyakini
rasio. Kemudian ia membawa lafal-lafal Al-Qur’an
dengan rasionya. Mereka tidak mengikuti para sahabat
dan para tabi’in. Apabila orang ini menafsirkan Al-
Qur’an, ia menakwilkan ayat-ayat yang berbeda dengan
fahamnya yang salah. Lalu ia selewengkan sampai
sesuai dengan madhzab (faham)-nya. Hal ini tidak bisa
dipakai sandaran dalam mencari kebenaran,
bagaimana bisa orang menemukan sesuatu darinya.

b. Tidak mengikuti hawa nafsu.


Hawa nafsu membawa pemiliknya kepada paham
(subjektifnya), sekalipun salah dan menolak yang lain,
sekalipun yang ditolak itu benar.
c. Mufassir mengerti Ush u>l At - Tafsi>r .
Dasar-dasar penafsiran dibutuhkan sebagai
kumpulan beragam dalam kunci ilmu tafsir. Maka
seorang mufassir harus ’a>lim dalam ilmu qira’at,
naskh-mansukh dan asbab An - N uz>ul serta
perangkat ilmu tafsir lainnya.11
d. Pandai dalam ilmu Riwayah dan Dirayah Hadis.

10
Ibid
11
Ibid
Mengingat, bahwa hadis-hadis Rasul merupakan
penjelas Al-Qur’an. Imam Syafi’i berkata: “Setiap
keputusan Rasulullah SAW adalah hasil pemahamannya
terhadap Al-Qur’an”. Imam Ahmad berkata: “As-Sunnah
adalah tafsir dan tabyin (penjelas) bagi Al-Qur’an”.
e . Mufassir mengetahui dasar - dasar agama /
Ushuluddi> n.
Yang dimaksud dasar-dasar agama adalah ilmu
tauhid, sehingga dengan menafsirkan ayat-ayat asma
(nama) Allah dan sifat-sifatnya tidak akan terjadi
penyerupaan.
f. Mufassir mengerti Ushu>lul - Fiqh .
Karena dengan ilmu tersebut sang mufassir bisa
mengetahui bagaimana menetapkan hukum
berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an, bagaimana
mengambil dalil dari Al-Qur’an, juga akan mengetahui
ijmal (keumuman) Al-Qur’an. Sehingga jelas mana
penjelasan Al-Qur’an yang bersifat ‘am (umum) dan
kha>sh (khusus), muthlaq dan muqayyat, petunjuk dan
ungkapan na>sh , petunjuk tentang Al-Amr (perintah)
dan An-Nahi (larangan) dan lain-lain.12
g. Seorang Mufassir harus menguasai bahasa Arab dan
ilmunya.
Dalam hal ini yang dimaksud mengetahui bahasa
adalah bahasa Arab. Sedangkan tentang ilmu bahasa
meliputi: ilmu Nahwu, karena artisuatu kosakata selalu
berubah dan berbeda-beda menurut perbedaan
statusnya (I’rab) di dalam struktur kalimat, maka ilmu
Nahwu ini penting dimengerti dan diperhatikan. Ilmu
Sharaf atau Tasrif, karena dengan ilmu ini bentuk
kosakata dan kalimat dapat diketahui. Ilmu Balaghah

12
Ibid
yang meliputi ilmu Badi’ dengan ilmu ini segi-segi
keindahan kalimat dapat diketahui. Ilmu Bayan dengan
ilmu ini karakteristik struktur kalimat dapat diketahui
dari segi perbedaannya berdasar kejelasan dan
ketidakjelasan indikasinya. Ilmu Ma’ani, dengan ilmu ini
karakteristik struktur kalimat dapat diketahui dari segi
indikasi maknanya. Dan ilmu Isytaq (asal usul
kosakata). Sebab suatu isim (kata benda) itu
mempunyai arti yang berbeda apabila pengambilannya
berasal dari dari dua akar kata yang berbeda. Itulah
yang perlu diperhatikan, sebab Al-Qur’an diturunkan
dengan “lidah” Arab yang jelas.13
h. Memiliki I’tikad yang benar dan mematuhi segala
ajaran agama.
Seorang yang mendustakan agama tidak dapat
dipercaya dalam soal keduniaan, maka bagaimana ia
dapat dipercaya dalam soal agama. Begitu pula,
seorang yang dituduh menyimpang dari ajaran agama
tidak dapat dipercaya, karena ia akan menyebarkan
fitnah dan akan menyesatkan orang banyak dengan
kebohongannya. Demikian pulaorang yang diduga
dikendalikan hawa nafsu, sangat mungkin hawa nafsu
akan mendorong untuk berbuat sesuai dengan
keinginananya tersebut.14

Ilmu yang dibutuhkan/dipahami oleh para mufassir


seorang yang menafsirkan kitab allah SWT
membutuhkan berbagai macam ilmu dan
pengetahuanyang harus digunakan untuk
memahaminya sehingga seorang mufasir dapat
dikatakan ahli dalam ilmu tafsir. Apabila seorang
13
Ibid.,8.
14
Ibid.
mufasir belum ahli dalam ilmu tafsir, seperti janji
Rosulullah SAW : “Barang siapa berkata dengan
pendapatnya sendiri dalam memahami Al-Qur’an maka
nerakalah tempatnya. Ulama’ telah menyebutkan
beberapa ilmu yang harus dipahami oleh Mufasir di
dalam proses penafsiran yang dikutip dari kitab Al-Itkon
yang memuat 15 ilmu dan terangkum di bawah ini :
a. Mengetahui Bahasa Arab, karena dengan
menggunakan Bahasa Arab mufasir dapat
mengetahui keterangan isi mufrod, lafal dan dalil-
dalilnya yang sesuai dengan aslinya. Serta dapat
mengetahui beberapa isi mufrod dan kalimat.
Imam mujahid berkata “ Tidak halal bagi
seseorang yang beriman kepada Allah SWT dan
hari akhir yang berbicara lalu membahas kitab
Allah kecuali dia mengetahuinya dengan Bahasa
Arab”.
b. Mengetahui Ilmu Nahwu, karena arti kata-kata
yang berasal dari kitab Allah dapat berubah.
Perubahan disebabkan oleh perbedaan i’rob
seperti firman Allah SWT :
Artinya:
“Sesungguhnya hamba – hamba Allah yang takut
kepada Allah adalah ulama’ “
Dengan menasab hak jalalah dan merofa’ lafal
ulama’ serta arti yang benar karena arti ayat
tersebut ialah orang-orang yang takut kepada
Allah dari hamba-hambanya adalah alim ulama’
bukan yang lain. Barang siapa bertambah ilmunya
maka bertambah pula rasa takutnya, kalau dibalik
dengan hakikat dhomah hak jalalah dan nashob
lafal maka rusaklah arti tersebut.
c. Mengetahui Ilmu Tashrif, dengan menggunakan
perantaranya dapat diketahui beberapa bentuk
dan shigoh.
d. Mengetahui asal kata disebabkan oleh kata
benda, ketika asal katanya dari dua bentuk yang
berbeda maka berbeda pula artinya. Hal itu
disebabkan perbedaan kedua asal katanya
seperti lafal musayha apakah berasal dari lafal
sayhatun yang memiliki arti pindah dari negara
yang satu ke negara yang lain baik untuk piknik,
riset, penelitian. Maupun dari lafal sahhu yang
berarti meraba sesuatu untuk menghilangkan
jejak.
e. Mengetahui Ilmu ma’any, Ilmu Badi’, Ilmu bayan,
karena dengan menggunakan ilmu tersebut dapat
diketahui terlebih dahulu susunan kalimat yang
khusus sebagai cara memahami makna. Cara
kedua yaitu mempermudah kalimat. Cara ketiga
yaitu susunan kalimat yang khusus (istimewa)
sesuai dengan perbedaan dan dengan ukuran
petunjuk yang jelas serta samar. Ilmu inilah yang
disebut ilmu balagoh paling besar dalam rukun-
rukunnya Ilmu Tafsir karena tidak boleh tidak
untuk berhati-hati dengan sesuatu yang
mengkhawatirkan. Ilmu Tafsir tidak diterima
kecuali dengan beberapa ilmu ini.
f. Mengetahui bacaan, karena untuk mengetahui
cara mengucapkan Al-Qur’an dan mengunggulkan
sebagian cara atau jalan yang memaafkan
kepada lainnya.
g. Mengetahui ushuluddin dan ilmu Tauhid, dengan
ini seorang mufasir mampu atau wajib
menunjukkan dan memberi dalil atas sesuatu
yang wajib bagi Allah dan sesuatu yang jais (bisa)
dan sesuatu yang mustahil bagi Allah, serta bisa
melihat ayat-ayat yang berhubungan dengan
kenabian, hari pembalasan dan sesuatu yang
layak serta patut terjadi.
h. Mengetahui ushul fiqih, karenanya dapat
diketahui cara memberi dalil atas hukum-hukum
dan cara mengambil dalil.
i. Mengetahui sebab-sebab turunya Al-Qur’an,
karena dengannya terdapat dasar yang besar
dalam memahami makna-makna Qur’an dan
membuka kesamaan yang mana sebagian ayat
tidak dapat dibuka penafsirannya sebelum
diketahui sebab-sebab turunnya ayat tersebut.
Imam Wahidi berkata: ” Tidak boleh mengetahui
tafsir Qur’an tanpa melihat kisah dan keterangan
turunnya ayat ”.
j. Mengetahui kisah atau cerita, karena dengannya
terdapat perincian sehingga memperjelas sesuatu
yang terangkum dalam Al-Qur’an.
k. Mengetahui An-Nasih dan Mansuh, agar
mengetahui sesuatu yang dihukumkan dari orang
lain, barang siapa menghilangkan satu pihak,
bilamana dia berfatwa tentang hukum yang
dihapus maka dia akan terjerumus kedalam
sesuatu yang sesat menyesatkan.
l. Mengetahui ilmu hadis, yang mendasari atas
tafsir yang terangkum samar untuk bias
membantu menerangkan sesuatu yang rumit.
m. Ilmu Mauhibah atau pemberian, yaitu suatu ilmu
pemberian Allah kepada orang yang
mengamalkan ilmunya dan tiada terlintas atau
terbersit di hatinya sesuatu yang Gitah (sombong
atau cenderung mengerjakan maksiat).

Macam-macam ilmu penyempurna bagi mufasir


Bagi seorang mufasir disamping beberapa ilmu yang
telah kami sebutkan mufasir harus menguasai ilmu-ilmu
dibawah ini untuk membantu pekerjaannya seperti:
1. Ilmu Biologi
2. Ilmu Kedokteran
3. Ilmu Perbintangan
4. Ilmu Fisika
5. Ilmu Matematika
6. Ilmu Petanian
7. Ilmu Politik

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan dapat
disimpulkan  tafsir secara garis besar menyingkap dan
menjelaskan maksud firman Allah SWT, berdasarkan keterangan
dari ayat-ayat Nya, hadist nabi-Nya serta keterangan dari
sahabat yang menyaksikan proses turunnya wahyu dan
mengetahui sebab turunnya. Sedangkan pengertian ta’wil secara
garis besar adalah menjelaskan salah satu maksud firman Allah
dari beberapa kemungkinan pengertian yang dikandung oleh
suatu lafazh berdasarkan ijtihad, yang tentunya dalam ijtihad
harus didukung oleh seperangkat ilmu pungetahuan yang tidak
bertentangan dengan hukum syara’.

Daftar Pustaka

Muhammad Husain Adz-dzahabi, Tafsir wa Al-Mufassiriun, juz I


(Kairo: Kuliyatul Syari’ah Al-Azhar, 1976)

Nasrudin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 2005)

Anda mungkin juga menyukai