Anda di halaman 1dari 15

FONOLOGI

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur mata kuliah


Ilmu Al Lughah
Di bimbing oleh Abdul Muqit, M.Pd

Oleh :
Kelompok 5

Alvira El Qorina (202101020080)

Muhammad Bintang As Shiddiqi


Muhammad Sholeh Qullah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER

2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T. yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan taufiknya shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, suri tauladan dan cahaya petunjuk bagi umat islam sedunia. Semoga
syafa’atnya mengiringi kita di hari akhir nanti, aamiin.. sehingga dengan izin-Nya saya dapat
menyusun sebuah tugas makalah mata kuliah Studi Qur’an dan Tafsir.

Makalah ini kami susun sebagai bukti pertanggung jawaban kami kepada bapak
pembimbing mata kuliah Studi Qur’an dan Tafsir Tarbawi. Makalah ini juga kami
persembahkan kepada beliau untuk dapat menjadikan salah satu acuan pembelajaran
selanjutnya.

Terima kasih kepada pihak yang terkait dengan penyusunan makalah ini sehingga
pepatah mengatakan “Tiada gading yang tak retak” sehingga kritik dan perbaikan serta
penilaian terhadap makalah ini sangat kami butukan. Mohon maaf apabila ditemukan
beberapa kesalahan yang bersifat teknik maupun dalam bentuk tulisan dan ejaan. Semoga
bermanfaat.

Jember, 5 April 2021

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................ii


DAFTAR ISI ......................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN ..............................................................iii
a. Latar Belakang .........................................................................1

b. Rumusan Masalah ....................................................................1

c. Tujuan Masalah ........................................................................2

BAB 2. PEMBAHASAN ..................................................................3


A. TAFSIR ........................................................................................3

1. Pengertian Tafsir ....................................................................3

2. Pembagian Tafsir .....................................................................3

B. TA’WIL ...........................................................................................6

1. Pengertian Ta’wil ......................................................................6

C. TERJEMAH ...................................................................................7

1. Pengertia Terjemah ....................................................................7

2. Syarat-syarat Terjemah ..............................................................8

D. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ..............................................9

BAB 3. PENUTUP .............................................................................11

a. Kesimpulan ..........................................................................11
b. Saran ....................................................................................11

DAFTAR PUSAKA ..........................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al Qur`an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Di samping itu,
dalam ayat dan surat yang sama, diinformasikan juga bahwa al Qur`an sekaligus
menjadi penjelasan (bayyinaat) dari petunjuk tersebut sehingga kemudian mampu
menjadi pembeda (furqaan)-antara yang baik dan yang buruk. Di sinilah manusia
mendapatkan petunjuk dari al Qur`an. Manusia akan mengerjakan yang baik dan akan
meninggalkan yang buruk atas dasar pertimbangannya terhadap petunjuk al Qur`an
tersebut.
          Al Qur`an adalah kalaamullaah yang diturunkan kepada nabi Muhammad
SAW. dengan media malaikat Jibril as. Dalam fungsinya sebagai petunjuk, al Qur`an
dijaga keasliannya oleh Allah SWT. Salah satu hikmah dari penjagaan keaslian dan
kesucian Al- Qur`an tersebut adalah agar manusia mampu menjalani kehidupan di
dunia ini dengan benar-menurut Sang Pencipta Allah ‘azza wa jalla sehingga
kemudian selamat, baik di sini, di dunia ini dan di sana , di akhirat sana . Bagaimana
mungkin manusia dapat menjelajahi sebuah hutan belantara dengan selamat dan tanpa
tersesat apabila peta yang diberikan tidak digunakan, didustakan, ataupun
menggunakan peta yang jelas-jelas salah atau berasal dari pihak yang tidak dapat
dipercaya? Oleh karena itu, keaslian dan kebenaran al Qur`an terdeterminasi dengan
pertimbangan di atas agar manusia tidak tersesat dalam mengarungi kehidupannya ini
dan selamat dunia-akhirat.
            Kemampuan setiap orang dalam memahami lafald dan ungkapan Al Qur’an
tidaklah sama, padahal penjelasannya sedemikian gemilang dan ayat-ayatnya pun
sedemikian rinci. Perbedaan daya nalar diantara mereka ini adalah suatu hal yang
tidak dipertentangan lagi. Kalangan awam hanya dapat memahami makna-makna
yang zahir dan pengertian ayat-ayatnya secara global, sedangkan kalangan
cendekiawan dan terpelajar akan dapat mengumpulkan pula dari pandangan makna-
makna yang menarik. Dan diantara cendikiawan kelompok ini terdapat aneka ragam
dan tingkat pemahaman maka tidaklah mengherangkan jika Al-Qur’an mendapatkan
perhatian besar dari umatnya melalui pengkajian intensif terutama dalam rangka
menafsirkan kata-kata garib (aneh-ganjil) atau mentakwil tarkib (susunan kalimat)
dan menterjemahkannya kedalam bahasa yang mudah dipahami
.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kita bahas dalam kesempatan kali ini adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan Tafsir ?
2. Apakah yang dimaksud dengan Ta’wil?
3. Apkah yang dimaksud dengan Terjemah ?
4. Apakah persamaan dan perbedaan dari tafsir,ta’wil dan terjemah ?

1
C. Tujuan Penulisan
Dan adapun tujuan penulisannya, yakni :
1. Untuk mengetahui penjelasan dari tafsir
2. Untuk mengetahui penjelasan dari ta’wil
3. Untuk mengetahui penjelasan dari terjemah
4. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan dari tafsir,ta’wil dan terjemah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. TAFSIR
1. Pengertian Tafsir
Tafsir menurut bahasa diambil dari kata fassara-yufassiru yang berarti
menjelaskan, atau dari kata fasrun yang berarti membuka, membedah sesuatu yang
rumit, secara linguistic tafsir dapat diartiakan usaha membedah problem yang rumit
untuk bisa dimengerti oleh orang lain. Pada dasrnya penertian tafsir menurut bahasa
tidak lepas dari kandungan makna al-idhah (menjelaskan), al-bayan ( menerangkan),
al-kasyf ( mangungkapkan).
Sedangkan Menurut istilah:
1) Menurut al-Jurjani, tafsir adalah menjelaskan makna ayat keaaannya, kisahnya,
dan sebab yang karenanya ayat  diturunkan, dengan lafat yang menunjukkan
kepadanya dengan jelas sekali.
2) Menurut az-Zarkazyi, ialah suatu  pengetahuan yang dengan pengetahuan itu
dapat dipahamkan kibullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
menjelaskan maksud-maksudnya mengeluarkan hukum-hukumnya dan
hikmahnya.
3) Menurut al-Kilbyi ialah mensyarahkan al-qur’an, menerangkan maknanya dan
menjelaskan apa yang dikehendakinya dengan nashnya atau dengan isyaratnya
ataupun dengan najwahnya.
4) Menurut Syeikh Thorir, ialah mensyarahkan lafad yang sukar difahamkan oleh
pendengan dengan uraian yang menjelaskan maksud dengan menyebut
muradhifnya atau yang mendekatinya atau ia mempunyai petunjuk kepadanya
melalui suatu jalan (petunjuk).
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para Ulama diatas, disa
disimpulkan tafsir berarti keterangan mengenai makna yang dimaksudkan dalam
alqur’an baik dalam kerangka pemikirnya masing-masing atau berpatokan pada
riwayat dan pengetahuan seseorang. Ilmu tafsir di definisikan sebagai ilmu yang
membahas tentang cara mengungkapkan lafadz-lafadz al-Qur’an, dalil-dalil yang
dikemukakannaya, hukum-hukumnya baik yang bersifat spesifik maupun sistematik
serta makna-maknanya yang diungkapakn dengan bahasa yang mudah dimengerti.
2. Pembagian Tafsir
      Secara umum para ulama telah membagi tafsir menjadi dua bagian yaitu: Tafsir bi
al-riwayah, atau disebut juga dengan tafsir bi al-ma’tsur, dan tafsir bi al-dirayah atau
disebut juga dengan tafsir bi al-ra’y.
1. Tafsir bi al-Ma’tsur
        Tafsir bi al-ma’tsur adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang bersumber
dari nash-nash, baik nash al-Qur’an, sunnah Rasulullah saw, pendapat (aqwal)
sahabat, ataupun perkataan (aqwal) tabi’in. Dengan kata lain yang dimaksud dengan
tafsir bi al-ma’tsur adalah cara menafsirkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an,

3
menafsirkan ayat Al Qur’an dengan sunnah, menafsirkan ayat al-Qur’an dengan
pendapat para sahabat, atau menafsirkan ayat al-Qur’an dengan perkataan para tabi’in.

Tafsir bi Al ma’sur secara umum terbagi menjadi 3 yaitu :


a. Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
Misalnya dalam surat Al-Hajj : 30
۟ ‫س ِمنَ ٱأْل َوْ ٰثَن َوٱجْ تَنِب‬
‫ُوا قَوْ َل‬ ۟ ‫ت لَ ُك ُم ٱأْل َ ْن ٰ َع ُم إاَّل ما يُ ْتلَ ٰى َعلَ ْي ُك ْم ۖ فَٱجْ تَنِب‬
َ ْ‫ُوا ٱل ِّرج‬ ْ َّ‫َوأُ ِحل‬
ِ َ ِ
‫ور‬
ِ ‫ٱلز‬ ُّ
“Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang
diterangkan kepadamu keharamannya…”.

Kalimat ‘diterangkan kepadamu’ (‫ايُ ْتلَى َعلَ ْي ُك ْم‬CC‫ ) إِالَّ َم‬ditafsirkan dengan surat al-
Maidah:3
‫ت َعلَ ْي ُكم ْالم ْيتَةُ وال َّدم ولَحْ م ْالخ ْنزيْر ومٓا اُه َّل ل َغيْر هّٰللا‬
ْ ‫ ُح ِّر َم‬ 
ِ ِ ِ ِ َ َ ِ ِ ِ ُ َ ُ َ َ ُ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
yang disembelih atas nama selain Allah.. “

b. Tafsir Al-Qur’an dengan As-Sunnah/Hadits


Contoh Surat Al-An’am ayat 82 :
َ €ِ‫ ئ‬€َ‫ ٰل‬€‫و‬€ُ‫ أ‬€‫م‬€ٍ €‫ ْل‬€ُ‫ ظ‬€ِ‫ ب‬€‫ ْم‬€ُ‫ ه‬€َ‫ن‬€‫ ا‬€‫ َم‬€‫ ي‬€ِ‫ إ‬€‫ا‬€‫ و‬€‫ ُس‬€ِ‫ ب‬€‫ ْل‬€َ‫ ي‬€‫ ْم‬€َ‫ ل‬€‫ َو‬€‫ا‬€‫ و‬€ُ‫ ن‬€‫ َم‬€‫ آ‬€‫ن‬€َ €‫ ي‬€‫َّ ِذ‬€‫ل‬€‫ا‬
€‫ َن‬€‫ و‬€‫ ُد‬€َ‫ ت‬€‫ ْه‬€‫ ُم‬€‫ ْم‬€ُ‫ ه‬€‫ َو‬€‫ن‬€ُ €‫ ْم‬€َ ‫أْل‬€‫ ا‬€‫ ُم‬€ُ‫ ه‬€َ‫ ل‬€‫ك‬
“Orang - orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan dan
mereka orang-orang yang mendapat petunjuk”

Kata “al-zulm” dalam ayat tersebut, dijelaskan oleh Rasul Allah saw dengan
pengertian “al-syirk” (kemusyrikan) dengan mengkaitkannya dengan firman Alloh
dalam Surat Luqman : ‫ ( إِنَّ الش ِّْر َك لَظُ ْل ٌم َع ِظي ٌم‬sesungguhnya Syirik adalah kedloliman
yang besar )1

c. Tafsir Al-Qur’an dengan pendapat para sahabat


Contoh surat Al-Nisa’ ayat 2
‫َواَل تَأْ ُكلُ ٓو ۟ا أَ ْم ٰ َولَهُ ْم إِلَ ٰ ٓى أَ ْم ٰ َولِ ُك ْم ۚ إِنَّهۥُ َكانَ حُوبًا َكبِيرًا‬

“Jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-


tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.”

Kata ”huub” ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dengan dosa besar


Tafsir bil ma’tsur inilah yang wajib diikuti, diambil dan dipegangi, karena tafsir
inilah jalan ma’rifah yang sahih dan metode yang dikenal. Inilah tafsir yang tidak
mungkin menyelewengkan dalam kitabullah.

4
Beberapa kitab tafsir bil ma`tsuur yang terkenal diantaranya:
 tafsir Ibnu Abbas : Tanwiirul Miqbas min Tafsiiri Ibn Abbas,
 tafsir at Thabari : Jamii’ul Bayaan fii Tafsiiril Qur`an,
 tafsir Ibnu ‘Atiyyah : Muharrarul Wajiiz fi Tafsiiril Kitaabil ‘Aziz,
 tafsir Ibnu Katsir : Tafsiirul Qur`aanul ‘Azhiim.

2. Tafsir Bi Al-Dirayah / Tafsir Bi Ar-Ra’yi


Cara penafsiran bil ma’qul atau lebih populer lagi bir ra`yi menambahkan
fungsi ijtihad dalam proses penafsirannya, di samping menggunakan apa yang
digunakan oleh tafsir bil ma`tsuur. Penjelasan-penjelasannya bersendikan kepada
ijtihad dan akal dan berpegang teguh kepada prinsip-prinsip bahasa Arab dan
adat-istiadat orang Arab dalam mempergunakan bahasanya.
Husayn al Dhahaby menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tafsir bir ra`yi
adalah penafsiran al Qur`an atas dasar ijtihadnya yang berlandaskan
pengetahuannya tentang penuturan bangsa Arab dan arah pembicaraan mereka
serta pengetahuannya tentang lafal bahas Arab dan makna yang ditunjukkannya
dengan menjadikan syair jahily sebagai acuan dan panduannya. Meskipun
demikian, lanjut al Dhahaby, asbaabun nuzuul, naasikh wa mansuukh, dan alat
bantu lainnya merupakan pengetahuan-pengetahuan yang tetap harus dikuasai dan
digunakan dalam penafsiran ini.
Menurut Manna’ Khalil Qaththan menafsirkan al qur`an dengan akal dan
ijtihad semata tanpa ada dasar yang sahih adalah haram, tidak boleh dilakukan.
Menurutnya, cara penafsiran seperti ini dilakukan oleh mayoritas ahli bid’ah dan
madzhab batil dalam rangka melegitimasi golongannya dengan memelintir ayat-
ayat al Qur`an agar sesuai dengan kehendak hawa nafsunya.

Corak Tafsir dengan ra’yi (pikiran) dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :


1. Tafsir dengan pikiran yang tercela (madzun / mardud)
Ialah bila mufassir dalam memahami pengertian kalimat yang khas dan
ministimbatkan hukum hanya dengan menggunakan pikirannya saja dan tidak
sesuai dengan ruh syari’at. Yang banyak menggunakan penafsiran bentuk ini
ialah tokoh-tokoh bid’ah yang menurut pikiran mereka saja. Umpamanya
tafsir Jabba’i, Rummani, Qadhi Abdul Jabbar, Zamakh Syari, dan Abdul
Rahman bin Kisan Ashmi.
2. Tafsir dengan menggunakan pikiran yang terpuji (mahmudah / maqbul)
a) Ialah bila tidak bertentangan dengan tafsir maktsuur
b) Ia berbentuk ijtihad muqayyad atau yang dikaitkan dengan satu kait
berpikir mengenai kitab Allah  menurut hidayah sunnah Rasul yang mulia.

5
Para ulama bersepakat bahwa persyaratan yang harus dipenuhi bagi seorang musaffir
adalah sebagai berikut :

a. Ilmu Bahasa : untuk mengetahui kosa kata dan maknanya


b. Ilmu Nahwu : untuk mengetahui perubahan suatu kata
c. Ilmu Tashrif : untuk mengetahui perubahan bentuk kata dan
maknanya.
d. Ilmu Isytiqaq : untuk mengetahui dasar pembentukan akar kata
e. Ilmu Balaghah : untuk mengetahui keistimewaan susunan kalimat
f. Ilmu Qira’ah : untuk menentukan qiraat yang lebih sesuai dengan arti
g. Ilmu Ushuluddin : untuk mengetahui dalil-dalil sebagai pembuktian dari
al-Qur’an
h. Ushul Fiqh : untuk mengistimbathkan hukum dari dalil-dalilnya.
i. Asbabun an-Nuzul : untuk mengetahui maksud ayat dalam sejarah turunnya
j. Ilmu Nasikh Mansukh : untuk mengetahui ayat-ayat yang muhkam
k. Ilmu Fiqh : untuk mengetahui pandangan-pandangan para fuqaha
l. Ilmu Hadits : agar tidak mudah terbawa oleh arus cerita Israliyat

B. TA’WIL
1. Pengertian Ta’wil
Menurut bahasa Ta’wil di ambil dari kata Awwala – Yuawwilu – Ta’wilan :
kembali kepada asalnya. Ada pula yang mengatakan bahwa ta’wil berasal dari
akar kata “Al ‘Aulu” yang berarti “Ar Ruyu”, yaitu “kembali”. Dikatakan pula
bahwa ia diambil dari kata “Al-Ayalah”, yang berarti “As-Siya sah”, yakni
mengatur, seakan-akan mengatur-atur kalimat, menimbang-nimbangnya,
membolak-balikannya untuk memperoleh arti dan maksudnya.
Adapun Ta’wil menurut istilah ulama salaf yaitu menegaskan yang
dimaksud ada dua macam, yaitu:

1. Ta’wil adalah menafsirkan kalimat dan menerangkan artinya, baik arti tersebut
sama dengan bunyi lahiriah kalimat tersebut ataupun berlawanan.
2. Ta’wil adalah Esensi dari apa yang dikehendaki oleh suatu kalimat. Maka
apabila kalimat itu berupa tuntutan, maka ta’wilnya adalah esensi dari
perbuatan yang dituntut, dan jika berupa rangkaian kalimat berita maka
ta’wilnya adalah esensi dari suatu yang diberitakan.
Dalam definisi lain ta’wil secara bahasa berasal dari kata ”aul” yang berarti
kembali keasal, atas dasar ini maka ta’wil secara istilah diartikan menjadi dua
makna yaitu
Pertama , ta’wil dengan pengertian suatu makna kalam yang kepadanya
mutakallim (pembicara, orang pertama) mengembalikan perkataannya, atau suatu
makna yang yang kepadanya suatau kalam dikembalikan . dan kalam itu kembali
dan merujuk kepada makna hakikinya yang merupakan esensi sebenarnya yang
dimaksud. Kalam ada dua macam, insya dan ikhbar, salah satu yang termasuk
insya adalah amr (kalimat perintah ). Maka ta’wil amr adalah esensi perbuatan
yang diperintahkan. Misalnya hadist yang diriwayatkan dari Aisyah r.a. Ia

6
berkata : ”adalah Rasulullah membaca di dalam ruku’ dan sujudnya subhanallah
wabi hamdika Allahummagfir li. Beliau menta’wilkan (menjalankan perintah)
alqur’an . maksudnya firman Allah : maka bertasbihlah memuji tuhanmu dan
mohonlah ampun kepadanya. Sesungguhnya Dia Maha penerima taubat. (An-
Nasr :3).
Kedua, ta’wil kalam dalam arti menafsirkan dan menjelaskan maknanya.
Pengertian inilah yang dimaksudkan Ibn Jabir At-Tabrani dalam tafsir-nya dengan
kata-kata, pendapat tentang ta’wil firman Allah ini ...Begini dan begitu...dalam hal
ini ahli ta’wil menganggap bahwa yang dimaksud dengan ta’wil adalah tafsir.
Akan tetapi diantar para ulama ada yang membedakan antara tafsir dan ta’wil
karena walaupun maknanya agak berdekatan akan tetapi tetap memiliki
perbedaan.
Singkatnya, ta’wil menurut istilah adalah suatu usaha untuk memahami lafadz
(ayat-ayat) melalui proses pendekatan pemahaman arti yang dikandung oleh
lafadz itu. Dengan kata lain berarti menerangkan lafadz dengan alternatif
kandungan makna yang bukan merupakan makna lahirnya.
Ta’wil dalam Al-qur’an
Kata ta’wil dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 17 kali. Dari penggunaan
kata ta’wil dalam ayat-ayat tersebut, dapat klasifikasikan menjadi tiga macam
pengertian;
a. Ta’wil li al-qaul (ta’wil perkataan)
Berarti makna sebuah perkataan dan hakekat yang dimaksudkan. Dalam
bahasa Arab, perkataan terbagi menjadi dua; yaitu insya’ dan khabar, bagian
utama dari insya’ adalah amr (perintah). Oleh karenanya, ta’wil dalam hal ini
memiliki dua pengertian;
- Ta’wil Amr yaitu dengan mengerjakan apa yang diperintahkan, contohnya
hadith riwayat Aisyah Radhiyallah ‘anha seperti yang telah disebutkan di
atas.
- Ta’wil Ikhbar yaitu terjadinya suatu peristiwa sebagaimana yang
dikabarkan, seperti firman Allah QS. Al-A’raf : 53.[25] Allah
mengabarkan akan datangnya hari kiamat, sedangkan manusia menunggu
ta’wil (terjadinya) yang dikabarkan Al-Qur’an.
b. Ta’wil li al-fi’l (ta’wil perbuatan)
Seperti apa yang dikatakan oleh sahabat Nabi Musa ‘Alaihissalam
setelah melubangi perahu tanpa seizin pemiliknya, membunuh seorang anak,
dan menegakkan kembali bangunan roboh, dalam QS. Al-Kahfi: 82.[26]
c. Ta’wil li ar-ru’ya (ta’wil mimpi)
Ta’wil li ar-ru’ya atau ta’wil al-ahadith (ta’wil mimpi), seperti
perkatan Nabi Ya’qub kepada putranya Nabi Yusuf ‘Alaihimassalam dalam
QS. Yusuf : 6,[27] dan sebaliknya pada ayat: 100.[28]

7
C. TERJEMAH
1. Pengertian Terjemah
Secara lafazh tarjamah dalam bahasa Arab memiliki arti mengalihkan
pembicaraan (kalam) dari satu bahasa ke bahasa lain. Hal ini sebagaimana
diungkapkan dalam Kamus Lisan Al Arab : 
Yang dimaksud dengan turjuman (dengan menggunakan dhammah) atau
tarjuman (dengan fathah) adalah yang menterjemahkan kalam (pembicaraan),
yaitu memindahkannya dari satu bahasa ke bahasa yang lain
Sedangkan pengertian tarjamah secara terminologis, sebagaimana
didefinisikan oleh Muhammad ‘Abd al-’Azhim al Zarqani sebagai berikut:
Tarjamah ialah mengungkapkan makna kalam (pembicaraan) yang terkandung
dalam suatu bahasa dengan kalam yang lain dan dengan menggunakan bahasa
yang lain (bukan bahasa pertama), lengkap dengan semua makna-maknanya dan
maksud-maksudnya.
Terjemah dibedakan menjadi dua macam yaitu : Terjemah Harfiyah dan
Terjemah Tafsiriyah,
a. Terjemah Harfiyah
Terjemah ini mustahil dilakukan dalam Al-Quran apabila dilakukan
maka penggantian huruf atau kalimat dari bahasanya akan menghilangkan
kemukjizatnya, sehingga tidak lagi bisa disebut Qur’an. Perlu digaris bawahi
bahwa bahasa mempunyai dua makna, pertama ialah makna asli yang tidak
ada satu bahasa pun yang berbeda, makna kedua ialah makna yang berbeda
dengan perbedaan bahasa dan banyak manusia yang salah memahami dan
berbeda derajat kehalusannya. Seperti misalnya menterjemahkan ayat :

‫ْط فَتَ ْق ُع َد َملُوْ ًما َّمحْ سُوْ رًا‬ ْ ‫ك َم ْغلُوْ لَةً اِ ٰلى ُعنُقِكَ َواَل تَ ْبس‬
ِ ‫ُطهَا ُك َّل ْالبَس‬ َ ‫َواَل تَجْ َعلْ يَ َد‬
 ”Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan
janganlah kamu terlalu mengulurkannya Karena itu kamu menjadi tercela
dan menyesal.” (Al-Isra :29)

Kalau kita menerjemahkan ayat diatas secara harfiyah maka kita tidak
akan memahami maksudnya, karena hanya berpatokan kepada makna
harfiyahnya saja. Oleh karena itu para ulama menetapkan mustahilnya
terjemah secara harfiyah dan tidk boleh disebut dengan terjemah Al-Qur’an.
b. Terjemah Tafsiriyah / Ma’nawiyah
Terjemah Tafsiriyah adalah terjemah dengan bahasa selain bahasa Al-
Qur’an dengan bahasa arab maupun bahaa lainnya. Terjemah semacam ini

8
tetap mencantumkan bahasa aslinya dan menggunakan pemisah antara Al-
Qur’an dengan terjemahannya.
Terjemah sebenarnya tidah hanya memindahkan Al-Quran dari bahasa
slinya kedalam bahasa selain Al-Qur’an, tetapi berarti juga penafsiran
terhadap Al-Quran. Penterjemahan Al-Qur’an dengan bahasa selain bahasa
arab saat ini disyaratkan dengan memadankan bahasa asli dengan bahasa
terjemahannya. Apa bila terjemahan Al-Qur’an tersebut tidak dibarengi
dengan ayat Al-Qur’an aslinya di khawatirkan akan menimbulkan keresaham
masyarakat dan menimbulkan kesesatan.
Mereka yang mempunyai pengetahuan tentang bahasa-bahasa tentu
mengetahui bahwa terjemah harfiyah dengan pengertian sebagaimana di atas
tidak mungkin dapat dicapai dengan baik jika konteks bahasa asli dan cakupan
semua maknanya tetap dipertahankan. Sebab karakteristik setiap bahasa
berbeda satu dengan yang lain dalam hal tertib bagian-bagian kalimatnya.
2. Syarat-syarat terjemah
Secara umum, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam tarjamah, baik tarjamah
harfiyah maupun tarjamah tafsiriyah adalah:
1. Penerjemah memahami tema yang terdapat dalam kedua bahasa, baik bahasa
pertama maupun bahasa terjemahnya;
2. Penerjemah memahami gaya bahasa (uslub) dan ciri-ciri khusus atau
karakteristik dari kedua bahasa tersebut;
3. Hendaknya dalam terjemahan terpenuhi semua makna dan maksud yang
dikehendaki oleh bahasa pertama;
4. Hendaknya bentuk (sighat) terjemahan lepas dari bahasa pertama (ashl).
Seolah-olah tidak ada lagi bahasa pertama melekat dalam bahasa terjemah
tersebut.

Jadi Kesimpulannya, penerjemahan tidak juga hanya mencakup kesesuaian


dengan konteks bahasa sumber dengan bahasa penerima, akan tetapi harus pula
dapat mencerminkan bahan yang diterjemahkan. Maka penguasaan bahan yang
akan diterjemahkan menjadi penting bagi seorang penerjemah. Wajar jika
dikatakan bahwa penerjemah idealnya adalah seorang yang ilmunya sebidang
dengan pengarang buku yang diterjemahkan. Penerjemahan juga harus
memperhatikan gaya bahasa yang dianut oleh bahasa sumber dan gaya bahasa
penerima seperti penerjemahan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia.

D. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN TAFSIR, TA’WIL DAN TERJEMAH


Persamaan Tafsir, Ta’wil dan Terjemah
 Ketiganya menerangkan makna ayat-ayat al-Qur’an
 Ketiganya sebagai sarana untuk memahami al-Qur’an
Perbedaan Tafsir,Ta’wil dan Terjemah

9
 Tafsir: menjelaskan makna ayat yang kadang-kadang dengan panjang lebar,
lengkap dengan penjelasan hokum-hukum dan hikmah yang dapat diambil dari
ayat itu dan seringkali disertai dengan kesimpulan kandungan ayat-ayat tersebut.
 Ta’wil: mengalihkan lafadz-lafadz ayat al-Qur’an dari arti yang lahir dan rajih
kepada arti lain yang samar dan marjuh.
 Terjemah: hanya mengubah kata-kata dari bahasa arab kedalam bahasa lain tanpa
memberikan penjelasan arti kiandungan secara panjang lebar dan tidak
menyimpulkan dari isi kandungannya.

Perbedaan Terjemah dan Tafsir

TERJEMAH TAFSIR
1. Memakai bahasa lain 1. memakai bahasa arab yang
2. Jelas diterangkan dalam al-qur’an dan mempunyai keterkaitan dengan lafadz
hadits-hadits shahih 2. Kebanyakan di istinbath oleh para
3. Banyak berhubungan dengan riwayat ulama
4. Digunakan dalam ayat - ayat 3. Banyak berhubungan dengan rirayat
mukhkamat (jelas) 4. Digunakan dalam ayat-ayat
5. Bersifat menerangkan petunjuk yang mutasyabihat
dikehendaki 5. Menerangkan hakikat yang
dikehendaki

Perbedaan Tafsir dan Ta’wil

TAFSIR TA’WIL
6. Pemakaiannya banyak dalam lafadz- 6. Pemakaian lebih banyak pada makna-
lafadz dan mufradat makna dan susunan kalimat
7. Jelas diterangkan dalam al-qur’an 7. Kebanyakan di istinbath oleh para
dan hadits-hadits shahih ulama
8. Banyak berhubungan dengan riwayat 8. Banyak berhubungan dengan rirayat
9. Digunakan dalam ayat - ayat 9. Digunakan dalam ayat-ayat
mukhkamat (jelas) mutasyabihat
10. Bersifat menerangkan petunjuk 10. Menerangkan hakikat yang
yang dikehendaki dikehendaki

10
BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan
Tafsir adalah ilmu al-Qur’an yang berfungsi sebagai pembuka hijab dari
ketidak jelasan, yang semula gelap akan menjadi terang dan yang telah terang menjadi
lebih terang lagi. Rahasia-rahasia yang ada dibalik ayat-ayatnya ditemukan dengan
menggunakan ilmu tafsir.
Ta’wil adalah pengertian-pengertian yang samar / yang tersirat yang di-
istinmbath-kan (diproses) dari ayat-ayat al-qur’an, yang memerlukan renungan dan
pemikiran dan merupakan prosesing membuka tabir atau makna yang terkandung
didalamnya. Sedangkan terjemah adalah pengalihan bahasa dari satu bahasa kedalam
bahasa lain tanpa harus menyamakan secara persis dengan karakteristik bahasa
pertama.
Perbedaan antara ketiganya yaitu :Takwil adalah esensi yang dimaksud dari
suatu perkataan, maka takwil dari talab (tuntutan) adalah esensi perbuatan yang
dituntut itu sendiri dan takwil dari khabar adalah esensi yang  diberitakan.
Dikatakan tafsir adalah apa yang telah jelas didalamnya kitabullah atau
tertentu  (pasti) dalam sunnah yang sohih karena maknanya telah jelas dan gamblang.
Sedangkan terjemah hanya merupakan pengalihan bahasa dari bahasa arab yang
digunakan al-qur’an kedalam bahasa lain.
Perbedaan yang amat jelas sekali dari kedua tafsir ini dibedakan atas
sumbernya. Tafsir bi al-ma’sur adalah metode penafsiran al-qur’an dengan
menggunakan al-Qur’an, hadist, ataupun perkataan sahabat rosul. Sedangkan tafsir bi
al-ra’yi menggunakan akal pada umum penafsiranya dan hanya sedikit pengambilan
dalil dari qur’an dan hadis tapi lebih menekan pada pemikiran dengan jalan berijtihad.

b. Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan
dari segi penulisan maupun isi. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi perbaikan pembuatan makalah di masa yang akan datang.
Demikianlah makalah ini penulis susun, semoga dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin.

11
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Abdul Adhim Al Zarqani, Manahilul Irfan fii Ulumil Qur'an, Dar Al Fikr Beirut,
tth, Juz.2 hal. 109
Ibid. hal. 110

Manna’ Khalil Qaththan, Mabahits Fii Ulumil Qur'an, Al Ma'had Aly Lil Qodlo,Riyadh,tth.
Hal. 313
Dr. Ismail Lubis, MA., Falsifikasi Terjemahan Al-Qur’an Departemen Agama Edisi 1990,
Jogja: Tiara Wacana, 2001, hal. 60

Manna’ Khalil Qaththan, Mabahits Fii Ulumil Qur'an, Op.cit Hal. 313
Drs. Mashuri Sirojuddin Iqbal, Pengantar Ilmu Tafsir. Angkasa, Bandung. 1989.hal . 86

Al Zarqani, Manahilul Irfan ……, Op.cit, Juz.2 hal. 12

Kahar Masykur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, (Jakarta: Rineka cipta, 1992), hlm 160
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II, (Bandung: Pustaka Setya, 1997), hlm
51

12

Anda mungkin juga menyukai