Anda di halaman 1dari 12

TERJEMAH AL-QURAN

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengantar Studi Ilmu
Al-Qur’an
Dosen : Ust. Meichio

Oleh :

Muhammad Sallahudin Rifqi Kurnia Aziz


NIM : 442023411057

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
1444 H/2023 M
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah swt. Karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penyusun dapat membuat makalah ini dengan baik dan
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Terjemah Al-Quran“. Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ulumul Quran.
Dengan jaman yang semakin berkembang sekarang ini Al-Quran yang ada
di sekitar tidak lagi hanya berbentuk tulisan arab tetapi disertai dengan terjemahan
didalamnya agar lebih memudahkan kita dalam menafsirkan atau mengambil ini
dari apa yang dituliskan Allah dalam Al-Quran.
Kepada orang tua saya yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini dan kepada dosen mata kuliah Studi Ilmu Al-Qur’an, saya sampaikan
penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya.
Saaya menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
makalah ini. Oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan sumbangan pikiran
kritik dan saran-saran dari pembaca demi penyempuraan selanjutnya. Mudah-
mudahan makalah ini dapat memenuhi harapan dan ada manfaatnya bagi para
pembaca.

Batam, Mei 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................2
C. Tujuan Makalah......................................................................................3
D. Manfaat Makalah ................................................................................. 3
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Terjemah ............................................................................. 4
B. Hukum Terjemah ................................................................................ 5
C. Syarat-syarat Terjemah...........................................................................6
D. Bacaan dalam Shalat dengan selain Bahasa Al-Qur’an.........................7
BAB III : PENUTUP
A. Simpulan................................................................................................8
B. Saran ......................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Keberhasilan dakwah sangat bergantung pada kedekatan juru
dakwah dengan umatnya. Juru dakwah yang lahir dari suatu lingkungan
tentu akan memahami dengan sempurna tentang kondisi penyimpangan,
kesesatan dan kebodohan yang membelenggu kaumnya. Ia dapat
mengenali jiwa mereka, dan pintu pintu terapi yang harus dilaluinya.
Metode yang tepat akan dapat memebuka jiwa mereka untuk menerima
ajaran ajaran dakwah dan mengambil petunjuknya. Komunikasi diantara
kedua belah pihak engan satu bahasa merupakan aset penting dan lambing
bagi kesamaan suatu komunitas sosial.
Allah berfirman.

‫ان َق ْوِم ِه لِيَُبيِّ َن ل َُه ْم‬ َ


ٍ ‫و َما َْأر َسلْنَا ِم ْن ر ُس‬
ِ ‫ول ِإاَّل بِلِس‬
َ َ

“Kami tidak mengutus seorang rasul pun melainkan dengan bahasa


kaumnya, supaya ia dapat memberikan penjelasan dengan terang kepada
mereka.” (Ibrahim: 4). 1

Al Qur’an adalah warisan Nabi Muhammad yang paling berharga bagi


umat Islam, yang patut dijaga dan dilestarikan. Apabila para sahabat,
tabi’in dan ulama salaf begitu gigih melestarikan Al-Qur’an baik dengan
pengumpulannya, penulisannya, pembukuannya dan penafsirannya maka
sudah sepatutnya kita pun dintuntut untuk melestarikan Al-Qur’an dengan
kemampuan yang kita miliki. Seperti dengan gerakan penerjemahan Al-
Qur’an ke dalam berbagai bahasa di dunia.

1
(QS: Ibrahim: 4)

1
Penerjemahan Al-Qur’an menjadi penting karena stagnasi
penerjemahan Al-Qur’an akan dibarengi dengan penguatan penerjemahan
destruktif, suatu upaya sistematis yang sengaja dibuat untuk membentuk
opini publik yang tidak menguntungkan bagi umat Islam. Maka gerakan
penerjemahan harus dihidupkan bukan ditiadakan, atau hanya cukup
berdasarkan penerjemahan resmi pemerintah.
Tarjamah sebenarnya tidak hanya berarti memindahkan A-Qur’an dari
bahasa aslinya ke dalam bahasa selain Al-Qur’an, tetapi berarti juga
penafsiran terhadap Al-Qur’an, maka seringkali Tafsir Jalalain atau tafsir
lainnya disebut dengan terjemahan Al-Qur’an. Oleh karena itu gerakan
terjemah Al-Qur’an mesti terus dikembangkan. Selain merenpons
perubahan yang terjadi begitu cepat ataupun mengcounter pemikiran
miring terhadap Al-Qur’an.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penyusun merumuskan
masalah sebagai berikut.
a. Apa definisi terjemah?
b. Apa hukum terjemah?
c. Apa syarat-syarat terjemah
d. Bagaimana bacaan dalam shalat dengan selain bahasa Al-Qur’an?

I.3 Tujuan Makalah


Sejalan dengan rumusan masalah diatas makalah ini disusun
dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
a. Untuk mengetahui definisi terjemah
b. Untuk mengetahui hukum terjemah
c. Untuk mengetahui syarat-syarat terjemah

2
d. Untuk mengetahui bacaan dalam shalat dengan selain bahasa Al-
Qur’an

I.4 Manfaat Makalah


Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan yang
baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teori makalah ini dapat
berguna sebagai referensi dalam pembelajaran. Secara praktis makalah ini
diharapkan bermanfaat sebagai pedoman dalam menerjemahkan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Terjemah
Ada dua macam terjemahan:
1. Tarjamah harfiyah: yaitu mengalihkan lafazh-lafazh dari satu
bahasa ke dalam lafazh-lafazh yang serupa dari bahasa lain sedmikian rupa
sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib
bahasa pertama. Seperti misalnya menterjemah ayat:

‫ورا‬ ِ َ ‫َى عُنُ ِق‬


ٰ ‫َواَل تَ ْج َع ْل يَ َد َك َم ْغلُولَةً ِإل‬
ً ‫س‬ُ ‫وما َم ْح‬
ً ُ‫سط َْها ُك َّل الْبَ ْسط َفَت ْقعُ َد َمل‬
ُ ‫ك َواَل َت ْب‬

“Dan janganlah engkau tanganmu mencekik lehermu dan janganlah


menghamparkannya selebar mungkin maka engkau akan terduduk
merugi” (QS. Al-Isra : 29). 2
Kalau anda menerjemahkan ayat di atas secara harfiyah seperti contoh
terjemah di atas maka anda tidak akan memahami maksudnya.
Sesungguhnya yang dimaksud ayat ini ialah larangan bakhil dan berlebih-
2
(QS. Al-Isra : 29)

3
lebihan dan bukan seperti yang disebut secara harfiah dalam terjemah di
atas.
2. Tarjamah tafsiriyah: yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan
bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau
memperhatikan susunan kalimatnya. Contoh: Tafsir Jalalain,
Hasyiyatut tafsir
Terjemah semacam ini tetap mencantumkan bahasa aslinya dan
menggunakan pemisah antara Al-Qur’an dengan terjemahnya. Dalam
bahasa selain Arab kita temukan dalam dua kolom berbeda sebagaimana
kita lihat pada umumnya. 3

Selain itu, bahasa Arab banyak menyelinapkan rahasia-rahasia


bahasa yang tidak mungkin dapat digantikan oleh ungkapan lain dalam
bahasa non Arab. Sebab, lafazh-lafazh dalam terjemahan itu tidak akan
sama maknanya dalam segala aspeknya, terlebih lagi dalam susunannya.
Kondisi Al-Qur’an berada pada puncak fashahah dan balaghoh
bahasa Arab. Ia mempunyai karakteristik susunan, rahasiauslub, makna-
makna yang unik dan kemukjizatan ayat-ayatnya yang semua itu tidak
dapat diberikan oleh bahasa apa pun dan mana pun juga.

B. Hukum Terjemah
Atas dasar pertimbangan di atas maka tidak seorang pun merasa
ragu tentang haramnya menerjemahkan Al-Qur’an dengan terjemah
harfiyah. Sebab Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada
Rasul-Nya, merupakan mukjizat dengan lafazh dan maknanya, serta
membacanya dipandang sebagai suatu ibadah.
Dan menerjemahkan makna makna Al-Qur’an bukanlah hal yang
mudah, sebab tidak terdapat satu bahasa pun yang sesuai dengan bahasa
Arab dalam dalalah lafazh-lafazhnya terhadap makna-makna yang oleh

33
Anwar, Rosihun. 2012. Ulum Al-Qur’an. Bandung : Pustaka Setia

4
ahli ilmu bayan. Segi segi kebalaghahan Al-Qur’an ini tidak mungkin
terpenuhi jika makna-makna tersebut dituangkan dalam bahasa lain,
karena bahasa mana pun tidak mempunyai karakteristik tersebut.
Menerjemahkan Al-Qur’an dengan cara dengan memperhatikan makna
asli dan makna-makna sekunder. Dari segi inilah dibenarkan menafsirkan
Al-Qur’an dan menjelaskan makna -maknanya kepada kalangan awam dan
mereka tidak mempunyai pemahaman kuat untuk mempengaruhi makna-
maknanya. 4

C. Syarat-syarat Terjemah
Untuk menterjemahkan Al-Qur’an dengan baik, syarat-syarat
berikut harus di perhatikan, yaitu:
1. Setiap kandungan ayat secara lahiriah, baik naskah asli
atau naskah terjemahan, harus diperhatikan dengan jeli.
Makna ayat yang menyertakan rasionalitas dan
membutuhkan istidlal, maka hal ini harus dimasukkan dalam
kategori penafsiran.
2. Memilih padanan makna seakurat mungkin dan idiom yang
tepat untuk mengalihbahasakannya. Makna dan pemahaman
sempurna tentang ayat harus tercermin dalam naskah
terjemahan. Seandainya di perlukan penambahan indiom ayat
atau kata, maka harus diletakkan dalam kurung.
3. Terjemahan Al-Quran harus di bawah pengawasan para
ahli yang memiliki penguasaan cukup terhadap ilmu-ilmu
agama agar teks terjemah itu terjaga dari kesalahan dan
penyimpangan.
4. Tidak menggunakan istilah-istilah ilmiah dan sulit dalam
naskah terjemahan. Karena, naskah terjemahan itu untuk
konsumsi umum, tidak boleh mencantumkan pendapat dalam
naskah terjemahan.

4
Al-Qaththan, Manna’. 2016. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar

5
Jadi Secara umum, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam tarjamah,
baik tarjamah harfiyah maupun tarjamah tafsiriyah adalah:
Penerjemah memahami tema yang terdapat dalam kedua bahasa, baik
bahasa pertama maupun bahasa terjemahnya, Penerjemah memahami
gaya bahasa (uslub) dan ciri-ciri khusus atau karakteristik dari kedua
bahasa tersebut, Hendaknya dalam terjemahan terpenuhi semua makna
dan maksud yang dikehendaki oleh bahasa pertama, Hendaknya bentuk
(sighat) terjemahan lepas dari bahasa pertama (ashl). Seolah-olah
tidak ada lagi bahasa pertama melekat dalam bahasa terjemah.

D. Bahasa Asing Bacaan dalam Shalat selain Bahasa Al-Qur’an


Pendirian para ulama dalam hal pembacaan Al-Qur’an dalam shalat
dengan selain bahasa Arab, terbagi atas dua madzhab.

1) Boleh secara mutlak, atau disaat tidak sanggup mengucapkan


dengan bahasa Arab.
2) Haram, shalat dengan bahasa seperti ini tidak sah.

Adalah pendapat pertama pendapat ulama madzhab Hanafi. Diriwayatkan


dari Abu Hanifah bahwa ia berpendapat, boleh dan sah membaca Al-
Qur’an dalam shalat dengan bahasa Persia. Atas dasar ini, sebgian
sahabatnya memperbolehkan pula membacanya dengan bahasa Turki,
India dan bahasa-bahasa lainnya.
Pendapat keuda adalah pendapat jumhur. Ulama madzhab Hanafi, Syafi’I,
dan Hambali tidak memperbolehkan bacaan terjemah Al-Qur’an dalam
sholat, baik itu mampu membaca bahasa Arab ataupun tidak, sebab
terjemah Al-Qur’an bukanlah Al-Qur’an . Al-Qur’an adalah susunan
perkataan mukjizat, yaitu Kalamullah, yang disifatkan oleh Allah sebagai
bahasa Arab. Dan dengan menerjemahkannya hilanglah jemukjizatannya.
Terjemahan itu bukan Kalamullah.

6
Allah berfirman :

‫ت آيَاتُهُ ۖ َأَأ ْع َج ِم ٌّي َو َع َربِ ٌّي‬ ِّ ُ‫ۗ َول َْو َج َعلْنَاهُ ُق ْرآنًا َأ ْع َج ِميًّا لََقالُوا ل َْواَل ف‬
ْ َ‫صل‬

“Dan jikalau kami jadikan Al-Qur’an itu suatu bacaan


dalam bahasa selain bahasa Arab (bahasa asing), tentulah mereka
akan mengatakan, “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya, apakah
bahasa asing atau Arab?” (Fushshilat: 44).5

BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Terjemah adalah suatu proses pengalihan makna dengan segala
yang bertautan dengannya dan gaya dari bahasa sumber kepada bahasa
sasaran sehingga aspek emosi dan kekuatan magis dari pesan naskah asli
tidak hilang. Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an
tidak mungkin dan tidak boleh diterjemahkan secara harfiyah; terjemah
makna-makna asli, sekalipun dapat dilakukan pada beberapa ayat yang
jelas maknanya, tetapi ia tidak terlepas dari kerusakan, kerancuan.
Terjemahan makna-makna sekunder juga tidak mungkin, karena aspek-
aspek balaghah Al-Qur’an tidak dapat disamakan dengan lafazh-lafazh
bahasa lain. 6

III.2 Kritik dan Saran

5
(QS: Fushshilat: 44)
6
Hamid, Shalahudin. 2002. Study Ulumul Qur’an. Jakarta: PT. Intimedia Ciptanusantara

7
Dari analisa makalah yang dibuat ini kita dapat menilai bahwa
tidak semua terjemahan Al-Qur’an dapat kita terima begitu saja, terlebih
lagi bila penerjemah nya bukan seorang muslim yang tahu tentang seluk-
beluk ilmu Al-Qur’an. Apalagi hasil terjemahan para orientalis yang
terbukti mempunyai kepentingan tersembunyi. Maka patutlah kita
mewaspadai dan lebih penting lagi memahami arti sebuah terjemah Al-
Qur’an

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihun. 2012. Ulum Al-Qur’an. Bandung : Pustaka Setia.


Al-Qaththan, Manna’. 2016. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta Timur :
Pustaka Al-Kautsar.
Hamid, Shalahudin. 2002. Study Ulumul Qur’an. Jakarta: PT. Intimedia
Ciptanusantar

8
9

Anda mungkin juga menyukai