Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Quran adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw, Allah swt menurunkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi semua
umat manusia. Al-Quran tidak mengkhususkan pembicaraannya kepada bangsa
tertentu, seperti bangsa Arab, dan kelompok tertentu, seperti kaum muslimin. Tetapi
Al-Quran juga ditujukan kepada orang-orang yang bukan muslim, termasuk orang-
orang Yahudi, Nasrani, dan lain-lain. Tujuannya adalah berdakwah tentang agama
islam dan memperkenalkan syariat dan hakikat Al-Quran kepada semua umat
manusia. Pengetahuan tentang pokok-pokok dan dasar islam tidak akan tercapai
kecuali jika Al-Quran itu dipahami dengan bahasanya, maka dari itu, Al-Quran
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Penerjemahan Al-Quran ke dalam bahasa-bahasa lain dengan tujuan


mengenalkan bahasa Arab dan hakikat pengetahuan Qurani kepada bangsa-bangsa
asing, Para mubalig islam selalu membimbing manusia ke jalan yang lurus dengan
terjemahan dan tafsiran ayat-ayat dan surah-surah Al-Quran. Hingga saat ini tak ada
satu pun ulama dan fakih yang melarang penerjemahan Al-Quran ke dalam bahasa-
bahasa lain.

Allah mengutus Nabi Muhammad saw dengan tujuan membimbing manusia.


Allah membekali Nabi Muhammad saw dengan Al-Quran, sumber kebahagiaan
manusia, dan membimbing manusia menapaki jenjang-jenjang kesempurnaan. Tidak
diragukan bahwa penerjemahan Al-Quran adalah salah satu sarana penting untuk
mendapatkan hidayah.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian terjemah?

2. Apa pengertian terjemah harfiyah dan hukum terjemah harfiyah?

3. Apa pengertian terjemah tafsiriyah dan hukum terjemah tafsiriyah?

4. Bagaimana hukum membaca Al-Quran dalam shalat dengan selain bahasa

Arab?

5. Bagaimana urgensi kekuatan ummat islam dalam menegakkan islam dan

Bahasa Al-Quran?

C. Tujuan

1. Memberikan pengetahuan tentang terjemah Al-Quran.

2. Memberi inspirasi bagi mahasiswa untuk mengamalkan hal-hal yang

berkaitan dengan terjemah Al-Quran.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TERJEMAH
Tarjamah adalah masdar fiil rubai, artinya adalah penjelasan. Oleh karna
itu, tulisan-tulisan yang menjelaskan biografi orang-orang besar, diberi nama Kutub
at-Tarajim dan biografi masing-masing orang besar itu disebut dengan
terjemahannya. Menurut beberapa pendapat penulis kamus, dapat dipahami bahwa di
dalam terjemahan, disyaratkan beberapa bahasa. Terjemah ialah pengalihbahasaan
dari suatu bahasa ke bahasa lain, seperti dari bahasa Arab ke bahasa Parsi.
Dalam Mujam al-Washith disebutkan, terjemah ialah pengalihbahasaan
perkataan dari suatu bahasa ke bahasa lain. Seandainya satu makna disebutkan
berdampingan dengan dua kalimat, kalimat kedua menjelaskan kalimat pertama,
maka ini tidak disebut dengan terjemah, namun disebut menjelaskan kalimat. Syarat
penerjemahan yang benar ialah mendekati makna asalnya dengan sempurna.
Terjemah ialah menjelaskan apa yang diinginkan oleh kalimat dalam bahasa asalnya,
bahkan detail-detail teks aslinya, untuk dialihbahasakan ke dalam teks penerjemah.
Sebagai contoh, kadangkala sebuah ungkapan tidak untuk menunjukan makna,
melainkan untuk menampakkan penyesalan atau menampakkan kesedihan dan lain
sebagainya. Seandainya teks seperti ini diterjemahkan, maka terjemahan itu harus
menunjukkan arti-arti tersebut. Terjemahan itu harus sedemikian akurat hingga bisa
mengalihbahasakan makna penyesalan dan kesedihan, tidak hanya memindahkan
makna hakiki atau majazi suatu lafazh.
Terkadang sebuah kata bisa dimengerti ketika berada dalam susunan kalimat.
Oleh karna itu syarat penerjemah ialah harus mengerti dua bahasa untuk bisa
mengartikulasikan secara mendetail maksud dari kalimat yang akan dialihbahasakan
dengan sempurna. Ringkasnya, naskah hasil terjemah harus mencerminkan naskah
aslinya secara sempurna agar tidak terjadi kekurangan sedikit pun. Tentunya setiap

3
kali teks asli memiliki kriteria tertentu, seperti teks-teks yang berkaitan dengan
mazhab dan kitab-kitab samawi.
Dibandingkan dengan menerjemahkan teks-teks lainnya, menerjemahkan teks
Al-Quran sangat sulit karena nilai mukjizatnya.1 Terjemah sendiri terbagi menjadi
dua macam :
1) Terjemah harfiyah atau terjemah lafdhiyah

2) Terjemah tafsiriyah atau terjemah manawiyah

Terjamah harfiyah adalah memindahkan (suatu isi ungkapan) dari satu bahasa
ke bahasa lain, dengan mempertahankan bentuk atau urutan kata-kata dan susunan
kalimat aslinya.
Sedangkan terjamah tafsiriyah adalah menerangkan sebuah kalimat dan
menjelaskan artinya dengan bahasa yang berbeda, tanpa mempertahankan susunan
dan urutan teks aslinya, dan juga tidak mempertahankan semua makna yang
terkandung dalam kalimat aslinya yang diterjemah.
Sebagai contoh adalah Zaidun Yuqaddimu Rijlan wa Yuakhiru Ukhra, bila kita
artikan dengan terjamah harfiyah, maka artinya adalah Zaid mendahulukan satu
kakinya dan mengakhirkan kaki yang satunya lagi . Sedangkan bila kita mengartikan
dengan terjamah tafsiriyah, maka artinya adalah Zaid ragu-ragu (Yataraddad) dalam
mengambil keputusan, misalnya, dalam istilah bahasa Arab, kata mendahulukan satu
kaki dengan mengakhirkan kaki yang lainnya, sebagai bentuk Kinayah (metafora)
dari perasaan ragu-ragu dalam mengambil keputusan.

1. Terjemah Harfiyah dan Hukum nya


Terjamah harfiyah terhadap Al-Quran, adakalanya berupa
Terjamah yang menyerupai (Bil Mitsli), dan adakalanya tidak
menyerupainya (Bi Ghairil Mitsli).

1 Muhammad Hadi Marifat, Sejarah Al-Quran, (Jakarta : Al-Huda, 2007), Cet.ke-2, h.268-269

4
Terjamah harfiyah Bil Mitsli artinya, menterjemahkan susunan Al-
Quran ke dalam bahasa lain, dengan menjelaskan kata perkata,
menyamakan gaya bahasanya (uslubnya), sehingga bahasa terjemah
mampu memuat apa yang terkandung dalam susunan naskah aslinya, yaitu
makna atau pesan-pesan yang tersampaikan dari gaya bahasa aslinya yang
sangat Baligh, sekaligus hukum-hukum Syariatnya.
Terjemahan model seperti ini mustahil alias tidak mungkin, bila
obyek terjemahannya adalah Al-Quran; karena, diturunkannya Al-Quran
mempunyai dua tujuan :
1) Untuk menunjukkan kebenaran Nabi Muhammad Saw dalam Risalahnya
yang beliau sampaikan dari Tuhannya, ini semua terjadi karena Al-Quran
adalah Mujizat, yang mana andaikan manusia dan jin bersatu padu, bahu-
membahu untuk membuat atau menandingi satu surat sekalipun, yang
menyerupainya; niscaya mereka tidak akan mampu untuk selamanya.
2) Untuk memberikan petunjuk pada manusia, kepada kemaslahatan dan
keselamatannya, baik di dunia maupun di akhirat.
Tujuan yang pertama, tidak mungkin bisa tercapai dengan bahasa
terjemah, dan itu pasti, karena setiap bahasa mempunyai Kaidah dan
spesifikasi masing-masing, sehingga Al-Quran bila diterjemahkan
kedalam bahasa lain maka, akan hilanglah spesifikasi Al-Quran yang
berbahasa Arab itu dari segi Balaghah.
Sedangkan tujuan yang kedua maka, bisa berhasil dengan ber-
Istimbat atau mengambil beberapa hukum dan petunjuk-petunjuk darinya,
sedangkan istimbat tersebut, sebagian kembali kepada makna asli (makna
umum) yang bisa dipahami oleh setiap akal manusia, dan terjangkau oleh
semua macam bahasa. Makna umum inilah yang mampu dijangkau oleh
bahasa terjemah, sedangkan sebagian yang lain, diambil dari makna yang
kedua (Makna khusus) dari model bahasa Al-Quran. Makna khusus ini
bisa kita rasakan, bila kita menghayati langsung kepada Al-Quran yang

5
berbahasa Arab itu. Dari uraian di atas, bisa kita ketahui, bahwa Terjamah
harfiyah model ini, tidak mungkin adanya, alias Mustahil Adatan.
Sedangkan Terjamah harfiyah bi Ghairil Mitsli adalah
menterjemahkan susunan Al-Quran dari kata perkata, sebatas
kemampuan si-penerjemah, dan sebatas jangkauan bahasa terjemahan.
Model terjemahan seperti ini mungkin-mungkin saja secara adat,
dan hukumnya boleh, bila obyek sasarannya adalah perkataan manusia,
dan tidak boleh, apabila sasaran obyeknya adalah Kitabullah Al-Quran
al-Karim, karena akan merusak dan menggeser makna dari yang
seharusnya.2
Tidak seorangpun merasa ragu tentang haramnya menerjemahkan
Al-Quran dengan terjemah harfiyah. Sebab Al-Quran adalah kalamullah
yang diturunkan kepada Rasul-Nya,merupakan mukjijat dengan lafazh dan
maknanya,serta membacanya dipandang sebagai suatu ibadah. Disamping
itu, tidak seorangpun manusia berpendapat kalimat-kalimat Al-Quran itu
jika diterjemahkan,dinamakan pula kalamullah. Sebab Allah tidak
berfirman kecuali dengan Al-Quran yang kita baca dalam bahasa
Arab,dan kemukjijatan hanya khusus bagi Al-Quran yang diturunkan
dalam bahasa Arab. Kemudian yang dipandang sebagai ibadah dengan
membacanya ialah Al-Quran berbahasa Arab yang jelas,berikut lafazh-
lafazh, huruf-huruf dan tertib kata-katanya. Dengan demikian,
penerjemahan Al-Quran denga terjemah harfiyah, betapapun penerjemah
memahami betul bahasa, uslub-uslub dan susunan kallimatnya, dipandang
telah mengeluarkan Al-Quran dari keadaanya sebagai Al-Quran.3

2. Terjemah Tafsiriyah dan Hukum nya

2
3

6
Sebagaimana tersebut di atas, bahwa pengertian terjamah tafsiriyah
adalah menerangkan sebuah kalimat dan menjelaskan artinya dengan
bahasa yang berbeda, tanpa mempertahankan susunan dan urutan teks
aslinya, dan juga tidak mempertahankan semua makna yang terkandung
dan dikehendaki dari naskah aslinya. Cara praktek terjemahan semacam
ini, pertama-tama dengan cara memahami Makna yang dikehendaki dari
naskah aslinya, kemudian kita mengungkapkan pemahaman tersebut
dengan gaya bahasa terjemah yang kita pakai, sesuai dengan tujuan dari
makna tersebut.
Setelah kita ketahui apa itu terjamah tafsiriyah, dan dimana letak
perbedaannya dengan terjamah harfiyah maka, bisa kita simpulkan, bahwa
terjemah Al-Quran dengan terjamah tafsiriyah hukumnya Boleh karena,
sebenarnya terjemahan model ini bisa dikategorikan Tafsir dengan bahasa
selain bahasa diturunkannya Al-Quran yaitu bahasa Arab.
Para ulama telah menemukan kata sepakat (Ijma) terhadap
bolehnya menafsirkan Al-Quran bagi pakar atau ahlinya, sesuai dengan
kemampuan basyariahnya, tanpa harus tahu semua apa yang dikehendaki
Allah Swt dari firman-Nya tersebut, sementara terjamah tafsiriyah telah
masuk dalam koridor tafsir ke dalam bahasa Ajam (selain bahasa Arab).
Karena ungkapan-ungkapan terjemah model ini, sama seperti ungkapan
tafsir, tidak sama dengan ungkapan naskah asli Al-Quran yang berbahasa
Arab itu. Di saat tafsir mengandung pada penjelasan terhadap teks asli
dengan mengupas kalimat-kalimatnya yang diperlukan utnuk menjelaskan
maksudnya, memerinci makna yang perlu, meluruskan persoalan-
persoalannya, menetapkan dalil-dalilnya, dan lain sebagainya maka,
terjamah tafsiriyah pun juga mengandung hal itu, karena terjemah model
ini, seakan-akan terjemah terhadap tafsir Al-Quran, bukan kepada Al-
Quran secara langsung.

7
Mempelajari tafsir Al-Quran adalah wajib hukumnya, maka
terjamah tafsiriyah pun juga sama, mengingat kemaslahatan yang banyak
sekali di balik terjamah tafsiriyah tersebut, seperti menyampaikan pesan-
pesan Al-Quran, menyalurkan hidayahnya kepada orang-orang yang
tidak paham dan tidak tahu bahasa Arab, menjaga akidah Islamiyah dari
serangan luar, meluruskan persepsi yang keliru terhadap Al-Quran,
mengungkap penyesatan-penyesatan yang dilakukan oleh para misionaris
Barat yang dengan sengaja menterjemahkan Al-Quran dengan terjemah
yang disisipi akidah dan ajaran yang melenceng dari ajaran Islam, tentu
dengan tujuan agar orang-orang yang tidak tahu bahasa Arab tersebut
akan mempersepsikan Al-Quran sebagai suatu momok yang perlu
dijauhi dan dimusuhi. Efeknya, banyak sekali suara sumbang yang timbul
dari terjemahan sembrono ini yang dilakukan secara Harfiyah.
Ada beberapa alasan mengapa perlu diterjemahkan makna Al-
Quran ke dalam berbagai bahasa, yaitu:
1) Membersihkan akidah dasar Islam dari kesesatan para pentawil
gadungan
2) Menyelamatkan hati manusia dari dongeng, takhyul, omong kosong
yang menghasut dari orang-orang tidak bertanggungjawab yang
menguasainya.
3) Menegakkan logika akal sehat, pencerahan berpikir, serta
menghancurkan berhala Taqlid buta.
4) Menghilangkan sekat jarak yang menjauhkan antara Allah Swt dan
makhluknya, serta meratakan persamaan secara umum antara
manusia seluruhnya.
5) Mempersatukan semua golongan manusia dengan berpegang teguh
terhadap Kalimatullah alUlya.

8
6) Masuknya semua umat manusia ke dalam ajaran Islam dan
perdamaian. Membantu mewujudkan kegiatan keagamaan dengan
menyebar luaskan ajaran Al-Quran.
7) Ikut serta memberikan peringatan terhadap orang-orang dari
berbagai golongan yang tidak ikut membantu dalam keberhasilan
program Ishlah ini, dengan siksa di Dunia dan sengsaranya
kehidupan di Akhirat kelak.
Point-point inilah yang mendorong orang-orang muslim untuk
menyebarluaskan agama dan risalahnya kepada seluruh umat manusia, yang
diantaranya adalah dengan menterjemahkan Al-Quran secara Tafsiriyah.
Maka, perlu ada syarat-syarat khusus terhadap pekerjaan yang mulia
ini, agar terjamah tafsiriyah bisa menjadi terjemahan makna Al-Quran yang
benar dan layak untuk diterima semua golongan,Syarat-syarat seorang
penerjemah ialah:4
1) Penerjemah Al-Quran harus menguasai dua bahasa (bahasa asli dan
bahasa penerjemahan dengan baik. Dia harus mengetahui kaidah-
kaidah bahasa kedua bahasa secara sempurna.
2) Penerjemah Al-Quran harus memiliki pengetahuan agama yang luas
dan harus bisa merujuk tafsir-tafsir yang diakui dengan tidak merasa
puas terhadap hasil awal terjemahannya.
3) Penerjemah harus membebaskan dirinya dari segala bentuk
keinginan-keinginan internal yang diciptakan oleh lingkungan atau
keyakinan-keyakinan taklid. Dia hanya wajib memahami maksud
ayat-ayat tanpa menambahkan apapun.
4) Orang-orang yang tidak memiliki kelayakan untuk melakukan
pekerjaan penting ini hendaknya tidak melakukannya. Tentu, mereka
yang berhak melakukan pekerjaaan tersebut harus merasa

9
bertanggung jawab mengawasi naskah penerjemahan yang sudah
dilakukan.5

B. MEMBACA QURAN DALAM SHALAT DENGAN SELAIN BAHASA


ARAB
Pendirian para ulama dalam hal pembacaan Al-Quran dalam shalat dengan
selain bahasa arab, terbagi atas dua madzhab.
1) Boleh secara mutlak, atau di saat tidak sanggup mengucapkan dengan bahasa
arab.
2) Haram, shalat dengan bahasa seperti ini tidak sah.
Pendapat pertama adalah pendapat ulama madzhab hanafi. Diriwayatkan dari
Abu hanifah bahwa ia berpendapat, boleh dan sah membaca Al-Quran dalam shalat
dengan bahasa Persia. Atas dasar ini, sebagian sahabatnya memperbolehkan pula
dengan bahasa turki, india dan bahasa-bahasa lainnya. Nampaknya mereka melihat
Al-Quran sebagai nama bagi makna-makna yang ditunjukkan oleh lafazh-lafazh
bahasa Arab. Dan makna-makna itu tidak berbeda karena perbedaan lafazh dan
bahasa.
Dua orang murid Abu hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad bin Husain,
membatasinya dalam keadaan darurat. Dalam Miraju Ad-Dirayah disebutkan,
kami memperbolehkan membaca terjemahan Al-Quran dalam shalat bagi yang tidak
mampu jika hal itu tidak termasuk makna.
Pendapat yang kedua adalah pendapat yang jumhur. Ulama madzhab Hanafi,
Syafii, dan Hanbali tidak memperbolehkan bacaan terjemah Al-Quran dalam shalat,
baik ia mampu bahasa arab atau tidak,sebab terjemahan Al-Quran bukanlah Al-
Quran. Menurut Al-Hafizh, salah seorang fuqaha madzhab syafii, dalam Fathul
Bari, jika seseorang sanggup membacanya dalam bahasa arab, maka ia tidak boleh
beralih darinya. Dan shalatnya tidak sah,jika membaca terjemahan tersebut, walaupun
ia tidak sanggup membacanya dengan bahasa arab. Kemudian ia menyebutkan,
5 Muhammad Hadi Marifat, Op.cit., h.293-294

10
bahwa Allah dan RasulNya telah memberi jalan sebagai pengganti, bagi mereka yang
tidak sanggp membaca dalam bahasa arab, yaitu dzikir.Dan juga pendapat Ibnu
Taimiyah dalam kitabnya Iqtidha Ash-Shirat Al-Mustaqim mengatakan yang
demikian pula.
Dari penjelasan diatas di simpulkan bahwa Al-Quran tidak mungkin dan
tidak boleh diterjemahkan secara harfiyah, terjemahan makna asli, sekalipun dapat
dilakukan pada beberapa ayat yang jelas maknanya, tetapi ia tidak terlepas dari
kerusakan dan kerancuan.
Bacaan shalat sebagian besar berisi doa doa yang diajarkan oleh Rasulullah
saw dengan menggunakan bahasa Arab. Jika ada yang menggunakan bahasa selain
bahasa Arab, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh sekelompok orang di Malang,
mereka berasalah agar lebih bisa mengerti supaya lebih khusu hal ini masih perlu
ditinjau kembali. Shalat adalah masalah taabudiya dan secara tegas diperintahkan
oleh Nabi Muhammad saw supaya mengikuti cara-cara yang diajarkan beliau.
shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini bersifat umum agar umatnya mencontoh apa yang dilakukan oleh
Rasulullah saw ketika mengerjakan shalat, baik gerakan, perbuatan, maupun bacaan-
bacaan shalat, termasuk bahasa bacaan yang dipakai. 6

C. URGENSI KEKUATAN UMMAT ISLAM DALAM MENEGAKAN ISLAM


DAN BAHASA AL-QURAN

11
Dari pembahasan sebelumnya diketahui bahwa al-Quran tidak mungkin dan
tidak boleh diterjemahkan secara harfiyah dan terjemah makna-makna asli sekalipun
dapat dilakukan pada beberapa ayat yang jelas maknanya, tetapi tidak terlepas dari
kerusakan. Sedang terjemah makna-makna sanawi tidaklah mungkin, karena aspek-
aspek balaghah al-Quran tidak dapat ditunaikan dengan lafadz-lafadz bahasa lain
mana pun juga.

Kini tinggallah menafsirkan al-Quran dan menerjemahkan tafsirannya untuk


menyampaikan dakwah. Qaffal, seorang tokoh besar ulama Syafii berkata: Saya
berpendapat, tidak ada seorang pun yang sanggup mendatangkan al-Quran dengan
bahasa Persia. Lalu dikatakan kepadanya: Kalau begitu tidak seorang pun sanggup
menafsirkan al-Quran?.Bukan begitu maksudnya, jelasnya, sebab masih
mungkin seseorang dapat mendatangkan sebagian maksud Allah tetapi maksud-
maksud lainnya tidak dapat ia datangkan. Adapun jika ia hendak membacanya dengan
bahasa Persia, maka tidak mungkin dapat mendatangkan semua apa yang dimaksud
Allah.

Terjemahan tafsir itu diperkenankan menurut kadar kebutuhan dalam


menyampaikan dakwah Islam kepada bangsa-bangsa non-Islam. Al-Hafidz Ibn Hajar
menjelaskan, Barang siapa masuk agama Islam atau ingin masuk Islam lalu
dibacakan al-Quran kepadanya tetapi ia tidak memahaminya, maka tidak ada
halangan bila al-Quran diterangkan kepadanya untuk memperkenalkan hukum-
hukumnya atau agar tegaklah hujjah baginya, sebab hal itu dapat menyebabkannya
masuk Islam. (Fathul Baari, bab maa Yajuuzu min Tafsirit Taurah wa KutubillaaH
bil Arabiyah.)

Kaum Muslimin terdahulu berani menempuh segala kesulitan dengan


kejayaan Islam, dan menghadapi segala bahaya demi tersebarnya agama Allah.
Mereka memakai baju kepahlawanan, keadilan dan kemuliaan akhlak yang

12
menyilaukan mata pihak lawan dengan kewibawaan dan kebesarannya. Sementara itu
bahasa Arab berjalan di belakang mereka kemana pun mereka pergi mengibarkan
panji-panji mereka dan bertebaran di setiap lembah yang diinjak kaki mereka.
Dalam dakwah Islam ini mereka tidak merasa perlu mengalihbahasakan
makna-makna al-Quran ke dalam bahasa asing. Hal demikian, dengan keadaan
mereka tetap pada kedudukan mulia dan berkuasa, tidak jarang merupakan salah satu
faktor pendorong non Arab untuk mengetahui dan mempelajari bahasa Arab, sehingga
negeri-negeri asing itu berbicara dengan bahasa Arab. (Balaaghatul Quran, hal 18)
Fenomena yang kita saksikan dewasa ini tentang pentingnya mempelajari
bahasa-bahasa asing bagi bangsa Arab, sehingga bangsa ini dapat mengirimkan misi-
misi ilmiah ke berbagai universitas negara-negara lain atau dapat mengkaji buku-
buku induk pengetahuan alam di universitas-universitasnya, mengingat buku-buku
tersebut ditulis dalam bahasa asing dan oleh pengarang asing pula, merupakan
tuntutan logis dari kebutuhan akan ilmu dan peradaban. Kita melihat buku- buku
asing tersebut telah menyebarkan pengaruhnya dalam pemikiran sebagian besar
orang, menentukan kecenderungan-kecenderungan mereka dalam pola kehidupan,
dan bahkan sampai pada tingkat kecintaan dan kegemaran terhadapnya serta ekspansi
seni-seninya.
Buku-buku tersebut telah membawa pengaruh besar terhadap moral,
kebiasaan dan tradisi yang menyebabkan kehidupan kita pada umumnya dan dalam
berbagai coraknya keluar dari ciri-ciri Islam dan nilai-nilai positifnya. Padahal
bangsa-bangsa lain tidak perlu menerjemahkan buku-buku mereka ke dalam bahasa
Arab, mengingat status ilmiahnya.

Seandainya negeri-negeri Islam konsisten pada jalan kebangkitannya yang


pertama, baik dari segi ilmu, peradaban, politik, etika, kekuasaan maupun
kewibawaannya, tentulah segala penjuru dunia akan menghormati mereka dan

13
berkeinginan untuk mempelajari bahasa Arab agar dapat menimba secara langsung
dari sumbernya produk pemikiran Islam, untuk menyirami kehausannya akan ilmu
pengetahuan, bernaung di bawah kekuasaan mereka dan berlindung di bawah
kedaulatannya. Dan tentu pula dunia akan melihat kebutuhan seperti yang kita
rasakan dewasa ini, yakni kebutuhan kita terhadap bahasa dunia.

Oleh karena itu berbicara tentang terjemah al-Quran ini merupakan fenomena
kelemahan kedaulatannya. Sudah sepantasnyalah kita mengarahkan pandangan untuk
mencurahkan kesunguhan kita dalam membentuk kedaulatan al-Quran dan
mengokohkan pilar-pilar kebangkitannya atas dasar iman, ilmu dan pengetahuan.
Sebab hanya itu sajalah yang dapat menjamin kekuasaan spiritual atas berbagai
bangsa danjuga dapat meng-arab-kan bahasa mereka. apabila Islam merupakan
agama umat manusia seluruhnya maka bahasanya pun hendaknya demikian adanya,
jika kita berusaha mewujudkan kemuliaan yang ditentukan Allah bagi Islam dan
umatnya.7

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
7

14
Dari pembahasan makalah diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
terjamah tafsiriyah lah yang dianggap boleh dan perlu untuk dijadikan sebagai piranti
dalam menerjemahkan teks-teks Al-Quran. Mengingat Al-Quran tidak mungkin dan
tidak boleh diterjemahkan secara harfiyah, terjemahan makna asli, sekalipun dapat
dilakukan pada beberapa ayat yang jelas maknanya, tetapi ia tidak terlepas dari
kerusakan dan kerancuan.

Daftar Pustaka

http://alquranmulia.wordpress.com/2014/01/21/urgensi-kekuatanumatislam-dalam-
menegakkan-islam-dan-bahasa-al-quran/

15
http://www.islamnyamuslim.com/2013/07/bolehkah-shalat-menggunakan-
bahasa.html?m1

http://dirrut.wordpress.com/2010/04/17/tafsir-dan-terjemah-al-quran/

Marifat,Muhammad Hadi. 2007. Sejarah Al-Quran. Jakarta : Al-Huda.

16

Anda mungkin juga menyukai