Anda di halaman 1dari 9

TA’WĪL

DAN HERMENEUTIKA,
SEBUAH
PERBANDINGAN

Oleh: Abdurrohim
(IAI Al-Qolam Gondangnglegi Malang)

Text Comprehension requires theory as a tool for understanding. Theories


are needed to avoid errors in the text understanding. In Islam, a theory
to understand the sacred text recognized as Tafsir and ta’wil. Tafsir and
Jurnal Pusaka

ta’wil compiled by muslim scholars as an attempt to understand the content


of Al-Quran as the guidance of Muslims life. In the tradition of Western
philosophy, such theory known as hermeneutics. Hermeneutic is a philosophy
as well as a method of understanding the text. Some of it experts are, Paul
Ricoeur, Scheleirmecher, and Jurgen Habermas. Each one had a religious
Januari - Juni 2015

opinion and gave color to the discourse of hermeneutics. Hermeneutics is


often misunderstood as synonymous with tafsir or ta›wil in the Islamic
tradition. It is certainly misleading because there are fundamental differences
between hermeneutics and ta›wil or tafsir. The differences mainly lie in the
source of epistemology, the principle of relativity-absolute, as well as Skeptic
and speculative basis.
44

Keywords: interpretation, hermeneutics, comparative


A. PENDAHULUAN gan Hermeneutik Inklusifnya mampu
memberi corak baru dalam kajian re-
Sebenarnya kajian tentang in- intrepretasi al-Quran.
terpretasi al-Quran telah dilakukan
sejak masa mufassir pertama yakni Dari uraian di atas menarik bagi
Rasulullah saw dengan sabdanya yang penulis untuk mengangkat tema ten-
berfungsi sebagai penjelas al-Quran1. tang perbandingan antara ta’wīl dan
Selanjutnya, kajian al-Quran men- hermeneutika, tanpa menutup meja
galami perkembangan yang dinamis masukan dan kritikan yang memban-
seiring dengan perkembangan kondisi gun.
sosial budaya dan peradaban manusia. B. PEMBAHASAN
Hal ini terbukti dengan munculnya
1. Definisi Tafsīr dan Ta’wīl
karya-karya tafsīr mulai zaman klasik
sampai kontemporer dengan metode Sebelum membahas tentang ta’wīl,
dan corak yang cendrung memiliki maka sudah tentu harus memahami
perbedaan. tafsīr. Hal ini karena kedua konsep
Konsep ta’wīl yang menuai per- ini memiliki hubungan umum dan
bedaan di kalangan para ulama juga khusus. Istilah tafsīr secara etimologis
menarik untuk diperhatikan mengin- berarti “penjelasan dan penerangan
gat antara ta’wīl dan tafsīr di satu sisi (al-īdlāh wa al-tabyīn3). Kata ini dis-
memiliki kesamaan sebagai penerang erap dari fi’l mādlī fassara dengan arti
pesan-pesan tuhan, namun di sisi lain keterangan dan ta’wīl.
memiliki perbedaan dalam hal objek. Sedangkan tafsīr secara termi-
Nahsr Hamid merupakan salah satu nologi memiliki serangkain definisi
ulama kontemporer yang menganggap yang diuangkapkan oleh ulama, antara
setiap tafsīr adalah “ta’wīl”. Dia mem- lain :
bagi ta’wīl menjadi dua; ta’wīl resmi a. Abu Hayyan menuturkan, bahwa
yang diistilahkan dengan “tafsīr” dan tafsīr adalah ilmu yang membahas
ta’wīl oposisi yang diistilahkan dengan tata-cara pengucapan kata-kata al-
Tafsīr bi al-Ra’y2. Konsep Nashr Hamid Quran, maknanya, hukum-hukum
ini kemudian dikenal dengan herme- yang terkandung di dalamnya, baik
neutika inklusif. perkata maupun rangkaian kata dan
Pusaka

Terlepas dari perbedaan antara kelengkapannya, seperti pengeta-


tafsīr dan ta’wīl, kita mulai dihadapkan huan tentang naskh, asbāb al-nuzūl
dengan konsep Hermeneutik yang saat dan lain-lain.
ini mulai berkembang dan diguna- b. Al-Zarkasy mendefinisikan tafsīr,
kan sebagai salah satu pisau analisis adalah sebuah ilmu yang digunakan
Januari - Juni 2015

al-Quran, bukan hanya oleh kalangan untuk memahami al-Quran yang di-
45 Jurnal

umat non-Islam, bahkan justru mu- turunkan kepada Nabi Muhammad


fassir-mufassir kontemporer semacam saw., menjelaskan makna-maknanya
Fazlur Rahman, dengan metode Dou- dan mengeluarkan hukum-hukum
ble Movement dan Nasr Hamid den- dan hikmah-hikmahnya.
1 Wahbah al-Zuhaili, al-Wajīz fī Ushūl al-Fiqh,
(Lebanon: Dar al-Fikr, 1999), hlm. 36 3 Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsīr wa
2 Nashr Hamid Abu Zayd, Tekstualitas Al-Quran, al-Mufassirūn, Juz. I. (al-Qahirah: Maktabah Wahbah, tt.),
(Yogyakarta: LKiS, 2002), hlm. 275-276 hlm. 12
c. Menurut Abu al-Taghliby, tafsīr seperti yang ditegaskan Mujahid. Ken-
adalah menerangkan maksud lafadz, dati demikian, Kalangan kontemporer
baik secara haqīqat maupun majāz4. beranggapan antara tafsīr dan ta’wīl
d. Al-Ashbahani, tafsīr adalah membu- memiliki perbedaan. Menurut mereka,
ka makna al-Quran dan menerang- tafsīr mengacu pada arti dhāhir ayat-
kan maksud (dari makna tersebut)5 ayat al-Quran. Sementara ta’wīl men-
gacu pada bermacam-macam kemu-
e. Al-Zarkasyi, tafsīr adalah Ilmu yang ngkinan makna yang dikandung ayat
menerangkan tentang turunnya ayat, al-Quran9. Tidak jauh beda apa yang
surah, dan cerita dibalik turunnya ditegaskan Manna’ al-Qatthan:
ayat tersebut, nilai-nilai (substansi)
nya, urutan ayatnya (makky, mada-
ny), nāsikh-mansūkh, khāsh-‘ām,
‫ هو رصف‬: ‫والتأويل يف عرف املتأخرين‬
ayat muthlaq dan muqayyad-nya, ‫اللفظ عن املعىن الراحج اىل املعىن املرجوح‬
ayat mujmal dan mufassar-nya6.
.10‫دلليل يقرتن به‬
Sementara itu Ta’wīl Secara eti-
mologis, menurut sebagian ulama, “Ta’wīl menurut ulama kholaf
me­miliki makna yang sama dengan adalah memalingkan sebuah makna
kata tafsīr, yakni “menerangkan” dan lafadz yang unggul, ke makna lafadz
“menjelaskan”. Seperti yang biasa yang tidak unggul dikarenakan ada
dilakukan Ibnu Jarir al-Thobari indicator”
dalam tafsīrnya7.Ta’wīl berasal dari
kata “al-aul”. Kata tersebut dapat Dari uraian di atas dapat disim-
berarti al-rujū’ (kembali, mengemba- pulkan bahwa menta’wīlkan ayat-ayat
likan) yakni, mengembalikan makna al-Qur’an berarti “membelokkan“ atau
pada proporsi yang sesungguhnya., ”memalingkan” lafadz-lafadz atau ayat-
menurut pendapat yang lemah (qīl) ayat al-Qur’an dari maknanya yang
ta’wīl terbentuk dari kata al-iyālah tersurat kepada yang tersirat dengan
yang berarti al-siyāsah (mensiasati) maksud mencari makna yang sesuai
yakni, bahwa lafadz-lafadz atau kali- dengan ruh al-Qur’an dan sunnah
mat-kalimat tertentu yang mempu- Rasulullah SAW. dan sasaran ta’wīl
nyai sifat khusus memerlukan “siasat” umumnya adalah menyangkut ayat-
yang tepat untuk menemukan makna ayat Mutasyābihāt atau ayat-ayat yang
Jurnal Pusaka

yang dimaksud . 8 mempunyai sejumlah kemungkinan


Selanjutnya terdapat perbedaan makna yang terkandung di dalamnya.
ulama mengenai ta’wīl ditinjau dari Dari uraian definisi di atas dapat
terminologinya. Ulama klasik men- diambil kesimpulan bahwa tafsīr mer-
Januari - Juni 2015

ganggap ta’wīl sama dengan tafsīr, upakan ilmu yang digunakan untuk
4 Jalaluddin al-Suyuthy, al-Itqān, Cet I (Lebanon:
Muassasah Risalah Nasyirun, 2008), hlm. 758
memperjelas kandungan al-Quran,
5 Ibid. 759
6 Badruddin Muhammad bin Abdullah al-
baik dari segi lafadz maupun makna.
Zarkasy, al-Burhān, (al-Qahirah: Maktabah Dar al-Turats, Sehingga dari definisi ini, tafsīr lebih
1984), hlm. 147
7 Manna’ al-Qaththan, al-mabāhits Fī ‘Ulūm al- umum dari pada ta’wīl.
Qur`ān, (Mesir: Maktabah Wahbah, 1995), hlm. 318. Lihat
juga dalam Manāhil al-‘Irfān Fi ‘Ulūm al-Qur`ān, (Beirut: 9 Thamem Ushama, Methodologies of the
Quranic Exegeses, Penj. Hasan Basri dan Amroeni (Jakar-
46

Dar al-Kitab al-Araby, 1995), hlm. 7


8 Jalaluddin al-Suyuthy, al-Itqān, Cet I (Lebanon: ta: Riora Cipta, 2000), hlm. 4
Muassasah Risalah Nasyirun, 2008), hlm. 758 10 Manna’ al-Qathan, al-Mabāhits Fī…., hlm. 318
2. Pengertian Hermeneutik a. Pengungkapan pikiran dalam ka-
Kata hermeneutik berasal dari ta-kata, penerjemahan dan tindakan
bahasa Yunani “hermeneuein”, yang sebagai penafsir.
berarti menafsirkan. Dalam mitod- b. Usaha mengalihkan dari suatu ba-
ologi Yunani, kata ini sering dikaitkan hasa asing yang maknanya gelap
dengan tokoh bernama Hermes, se- (tidak diketahui) ke dalam bahasa
orang utusan yang mempunyai tugas lain yang bisa dimengerti oleh si
menyampaikan pesan Jupiter kepada pembaca.
manusia. Tugas menyampaikan pe- c. Pemindahan ungkapan pikiran yang
san berarti juga mengalihbahasakan kurang jelas, diubah menjadi ben-
ucapan para dewa ke dalam bahasa tuk-bentuk ungkapan yang lebih
yang dapat dimengerti manusia. Pen- jelas.
galihbahasaan sesungguhnya identik 3. Tokoh Hermeneutika Barat
dengan penafsiran. Dari situ kemudian
pengertian kata hermeneutika memi- Secara lebih luas, Hermneutika
liki kaitan dengan sebuah penafsiran didefinisikan oleh Zygmunt Bauman
atau interpretasi.11 sebagai upaya menjelaskan dan menu-
lusuri pesan dan pengertian dasar dari
Pengasosiasian Hermeneutik sebuah ucapan atau tulisan yang tidak
dengan Hermes ini saja secara sekilas jelas, kabur, remang-remang dan kon-
menunjukkan adanya tiga unsur yang tradiktif yang menimbulkan kebingun-
pada akhirnya menjadi variabel utama gan bagi pendengar atau pembacanya.12
pada kegiatan manusia dalam mema-
hami yaitu: Asumsi paling mendasar dari
hermeneutika itu sebenarnya telah
a. Tanda, pesan atau teks yang menjadi jelas, yaitu adanya pluralitas dalam
sumber atau bahan dalam penafsir- proses pemahaman manusia. Pluralitas
an yang diasosiasikan dengan pesan yang dimaksud sifatnya niscaya kare-
yang dibawa oleh Hemes. na pluralitas tersebut bersumber dari
b. Perantara atau penafsir (Hermes). keragaman konteks hidup manusia.
c. Penyampaian pesan itu oleh sang Sebenarnya, keasadaran akan plurali-
perantara agar bisa dipahami dan tas pemahaman yang disebabkan oleh
sampai kepada yang menerima. perbedaan konteks ini telah muncul
Pusaka

sejak lama dalam tradisi intelektual


Beberapa kajian menyebutkan filosofis, misalnya dalam perbedaan
bahwa Hermeneutik adalah “proses antara nomena-fenomena dari Im-
mengubah sesuatu atau situasi ketidak manul Kant. Menurut Kant, ketika
tahuan menjadi tahu dan menger- seseorang berinteraksi dengan sesuatu
ti”. Definisi ini agaknya definisi yang
Januari - Juni 2015

dan memahaminya lalu menghasilkan


47 Jurnal

umum, karena jika melihat dari termi- sebuah pengetahuan tentang sesuatu
nologinya, kata Hermeneutika ini bisa tersebut, tidak pernah seseorang itu
diderivasikan ke dalam tiga penger- mampu memproduksi pengetahuan
tian: tentang sesuatu tersebut sebagai sesua-
tu yang otentik sebagaimana adanya,
11 Saifudin, “Hermeneutika Sufi”, dalam Her- 12 Fahruddin Faiz, Hermeneutika A- Qur’an Te-
meneutika Al-Qur’an & Hadis, (Yogyakarta: eLSAQ Pres, ma-tema Kontroversial, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005),
2010), hlm. 37 hlm. 5
namun pengetahuan yang dihasilkan- tokoh lain yang memanfaatkan herme-
nya adalah pengetahuan sesuatu itu neutika sebagai alat bedah bagi disiplin
“menurut dia” atau sebagaimana yang keilmuan masing-masing, khususnya
ia tangkap”. Peristiwa yang sama, jika para pengkaji ilmu-ilmu agama.13
dipahami oleh orang yang berbeda, Untuk lebih memudahkan pema-
sangat mungkin hasil pemahamannya haman tetang perbedaan jenis-jenis
juga berbeda. Bahkan peristiwa yang hermeneutika ini, ada baiknya secara
sama jika dihayati oleh orang yang definitif ditegaskan lagi ketiga perbe-
sama namun dalam waktu yang ber- daan hermeneutika ini:
beda, maka peristiwa tersebut menjadi
“peristiwa menurut yang menyentuh a. Hermeneutika yang berisi cara un-
atau yang memahaminya”. tuk memahami.
Pemahaman dengan penim- b. Hermeneutiak yang berisi cara un-
bangan konteks yang dipahami dan tuk memahami pemahaman.
pelacakan terhadap apa saja yang c. Hermeneutika yang berisi cara un-
mempengaruhi sebuah pemahaman tuk mengkritisi pemahaman.14
sehingga mengahasilkan keragaman, 4. Tokoh Islam
itulah kiranya yang menjadi fokus her-
Dalam pendapat Al-Ghozali,
meneutika. Pada awal “kebangkitan-
metode hermenutik menekankan
nya kembali” Hermeneutika dikenal
kesadaran pada teks (text), kon-
sebagai gerakan eksegesis di kalangan
teks (context) dan kontekstualisasi.15
gereja. F.E.D. Scheiermacher, yang
Sampai saat ini, ilmu yang dalam
dikenal sebagai “Bapak Hermeneutika
perkembangannya menjadi bagian
Modern”, yang pertama kali berusaha
dari kajian filsafat ini telah mengalami
membakukan hermeneutika sebagai
perkembangan signifikan di tangan
suatu metode umum interpretasi yang
para hermeneut Muslim kontemporer.
tidak hanya terbatas pada kitab suci
Berbagai metode telah tersajikan untuk
dan sastra. Kemudian Wilhelm Dilthey
menyempurnakan kerangka metod-
menerapkannya sebagai metode seja-
ologis ilmu Al-Qur’an. Aliran-aliran
rah, Hans Gadamer mengembangkan-
hermeneutika Al-Qur’an dikelompok-
nya menjadi ‘filsafat’, dan Paul Ricoeur
kan menjadi tiga kelompok; pertama,
menjadikannya sebagai metode penaf-
pandangan quasi-obyektivis tradision-
Jurnal Pusaka

siran fenomenologis-komprehensif.
alis, yakni suatu pandangan bahwa
Lain dari itu, beberapa filosof Al-Qur’an harus dipahami, ditafsīrkan
post strukturalis seperti Jurgen Haber- serta diaplikasikan pada masa kini,
mas, Jacques Derrida maupun Michel sebagaimana ia telah juga dipahami,
Foucault, mengembangkan sebentuk ditafsīrkan dan diaplikasikan pada sit-
Januari - Juni 2015

‘kritik hermeneutik’, yaitu yang men- uasi sebagaimana Al-Qur’an diturun-


ganalisis proses pemahaman manusia kan kepada Nabi Muhammad saw dan
yang sering terjebak otoritarianisme, disampaikan kepada para sahabatnya.
khususnya karena tercampurnya de- Seluruh yang tertera secara literal da-
terminasi-determinasi sosial budaya
13 Ibid. Fahruddin Faiz, Hermeneutika Al
psikologis dalam kegiatan memahami. Qur’an…, hlm. 7.
14 Ibid, hal 10.
48

Lain dari itu perlu pula disebut banyak 15 Kurdi, “Hermeneutika Al-Qur’an Abu Hamid
AL-Ghazali”, dalam Hermeneutika Al-Qur’an…, hlm. 3
lam Al-Qur’an, menurut aliran ini, ha- alui daya pikirnya, melalui teks-teks
rus diaplikasikan juga dimasa kini dan masa lalu untuk keperluan masa kini.
bahkan pada masa yang akan datang. Menurutnya, al Qur’an telah mengakui
Kedua, quasi-obyektifis modernis, kemampuan manusia sehingga mere-
aliran yang juga memandang penting ka dijadikan sebagai khalifah di muka
terhadap original meaning (makna bumi ini. Pengakuan tersebut tidak ha-
asal), namun bagi kelompok ini, mak- nya didasarkan pada kesanggupan me-
na asal tersebut hanya sebagai pijakan nerima amanah dari Allah, tetapi juga
awal untuk melakukan pembacaan disebabkan oleh kemampuan akala
terhadap Al-Qur’an masa kini. Makna manusia. Untuk itu, akal harus diberi-
asal literal tidak lagi dipandang se- kan keleluasaan untuk memahami pe-
bagai pesan utama Al-Qur’an. Karena san-pesan teks yang telah diejawantah-
itu perangkat-perangkat metodis lain, kan Allah melalui firmanNya di dalam
seperti informasi tentang konteks seja- Al-Qur’an. inilah yang dikehendaki
rah makro dunia Arab saat penurunan oleh Shabestari, yaitu memberikan ke-
wahyu, teori-teori ilmu bahasa dan bebasan nalar manusia dalam mema-
sastra modern dan hermeneutika dib- hami pesan-pesan Allah.17
uthkan dalam penafsiran ayat-ayat Al- Kebebasan tersebut tidak dimak-
Qur’an, sehingga makna dibalik pesan sudkan bebas tanpa batasan karena,
tekstual, menurut kelompok ini, harus bagaimanapun juga, manusia tetap
berusaha diungkap. dibatasi oleh empat dimensi, yaitu se-

Teks wahyu harus dijadikan sasaran untuk ditafsīrkan


dengan hermeneutik secara subyektif, sebab setiap
teks adalah realitas tersembunyi yang harus terungkap
melalui kegiatan penafsiran.
Ketiga, aliran subyektifis, yaitu al-
iran yang meyakini langkah penafsiran jarah, masyarakat, tubuh dan bahasa.
sepenuhnya merupakan subyektifitas Peranan wahyu ilahi adalah untuk
penafsir. Karena itu, setiap generasi membuka pandangan baru tanpa me-
niadakan keberadaan empat dimensi
Pusaka

berhak menafsirkan al Qur’an sesuai


dengan perkembangan ilmu pengeta- tersebut, untuk menjadikan wahyu itu
huan.16 Dalam pandangan shabestari, nyata dan dipahami manusia, meski-
hermeneutika merupakan alat ilmiyah pun nantinya banyak mendapat ham-
yang paling relevan untuk menemukan batan.
Januari - Juni 2015

makna historis dari teks-teks agama. Untuk membumikan pesan


49 Jurnal

Melalui hermeneutika, akan diperoleh wahyu ilahi, sangat diperlukan penaf-


pemahaman baru dari teks-teks tese- siran melalui sebuah pendekatan her-
but, yang hasilnya bisa sesuai dengan meneutik, karena penafsiran itu sendi-
perkembangan zaman. Dalam konteks ri merupakan bagian dari proses her-
ini, tentunya manusia harus diberi- meneutika. Teks wahyu harus dijadi-
kan kebebasan untuk berkreasi mel- 17 Adnan, “Hermeneutika Intersubjektif Mo-
hamad Mojtahed Shabestari”, dalam Hermeneutika Al-
16 Ibid, hlm. 6 Qur’an…, hlm. 157
kan sasaran untuk ditafsīrkan dengan si yang bisa tergambar melalui kata,
hermeneutik secara subyektif, sebab sesuatu yang menunjuk pada konsep
setiap teks adalah realitas tersembunyi “correctness” (kebenaran, ketepatan)
yang harus terungkap melalui kegiatan yang menghadirkan diri di dalam dan
penafsiran. Karena kenyataannya, teks melalui bahasa tersebut. Jadi, baha-
hadir untuk berbicara memalui penaf- sa memiliki kapasitas aktual untuk
siran, dan mengalirkan apa saja yang mengkomunikasikan apa yang tepat
termuat di dalamnya.18 dan benar di dalam lokusnya. Dapat
Penjelasan Shabestari mengenai dipahami bahwa teks sebagai bagian
teks di atas tampak sangat dipengaruhi dari bahasa akan bisa dibunyikan jika
oleh pemikiran Gadamer. Menurut telah berhubungan dengan pembacan-
Gadamer, setiap teks itu memiliki ya, dan dari hasil pembacaan itu, akan
maksud atau tujuan tertentu saat diba- lahirlah penafsiran.19
hasakan. Bahasa dalam konteks ini
tidak saja menjadi media pengungka- 5. Perbedaan Ta’wīl dan Hermeneu-
pan diri, tetapi adalah teks bertujuan tika
yang bisa tampak dari percakapan
yang dilakukan. Terjadi suatu hubun- Untuk menegaskan perbedaan
gan berhadap-hadapan antara pema- antara ta’wīl dan hermeneutika, maka
haman dengan penafsiran. Peristiwa peneliti di sini menyamakan antara
yang terjadi dalam hubungan itu ada- tafsīr dan ta’wīl dengan beberapa ala-
lah pembicaraan (speaking) dan bersu- san, antara lain pertama, beberapa
ara (giving speeches) antara seseorang ulama menyamakan makna tafsīr
dengan orang lainnya. dengan ta’wīl. Kedua, ketika berbicara
Bagi Gadamer, bahasa bukan saja tafsīr maka sebenarnya ta’wīl include
menjadi medium dalam percakapan, (masuk) dalam pembahasan tafsīr.
tetapi juga menjadi mediasi masa lalu Ketiga, ta’wīl dan tafsīr memiliki objek
dan masa kini. Hal ini berarti bahasa yang sama yakni ayat-ayat Al-Quran.
dapat dikonstruksi dan ditetapkan M. Munir menjelaskan perbedaan
dalam suatu original term yang men- antara ta’wīl dan hermeneutika seperti
erangkan “sesuatu” secara memadai. dalam tabel berikut ini20
No Tafsīr/ Ta’wīl Hermeneutika
Jurnal Pusaka

1 Memiliki konsep yang jelas, berurat Dibangun atas faham relativisme


serta berakar di dalam Islam
2 Para mufassir yang terkemuka Menggiring kepada gagasan bahwa
sepanjang masa tetap memiliki segala penafsiran Al-Qur’an itu relatif
kesepakatan-kesepakatan.
Januari - Juni 2015

3 Merujuk kepada ilmu untuk memahami Diasosiasikan kepada Hermes, seorang


Kitab Allah yang diturunkan kepada utusan dewa dalam mitologi Yunani
Rasulullah saw, penjelasan mengenai Kuno yang bertugas menyampaikan
makna-makna Kitab Allah dan dan menerjemahkan pesan Dewata
penarikan hukum-hukum beserta yang masih samar-samar ke dalam
hikmahnya bahasa yang dipahami manusia
19 Ibid, hlm. 158
50

Ini berkaitan dengan tanda dan fung- 20 http://munirdemak.wordpress.


18 Ibid, hlm. 157 com/2012/09/19/tafsīr-dan-hermeneutika/ (diakses
4 Sumber epistemologinya adalah wahyu Sumber epistemologinya dari akal
al-Qur’an. semata-mata yang memuat dhann
(dugaan), syakk (keraguan), mirā`
(asumsi),
5 Sejarah tafsīr yang sudah begitu mapan Muncul di dalam konteks peradaban
di dalam Islam Barat yang didominasi oleh konsep ilmu
yang skeptik atau spekulasi akal

C. KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat diambil beberapa point penting
berkenaan dengan ta’wīl dan hermeneutika:
1. Ta’wīl memiliki cakupan lebih khusus daripada tafsīr, walaupun
beberapa ulama klasik menegaskan kesamaan antara keduanya.
Persamaan ini didasarkan pada istilah linguistik dan objek
yang dibahas yakni Al-Quran.
2. Hermeneutika merupakan salah satu pisau analisis bagi
sebuah teks (tidak terkecuali akhir-akhir ini digunakan oleh
cendekiawan muslim pada semangat reintrepertasi Al-Quran)
3. Antara ta’wīl dan hermeneutika memiliki perbedaan yang
signifikan, antara lain pada objek dan sumber. []

Pusaka
Januari - Juni 2015
51 Jurnal

pada: 25/12/12: Pukul 23:02)


DAFTAR PUSTAKA

Abu Zayd, Nashr Hamid. 2002. Tekstualitas al-Quran, (Yogyakarta; LKiS)


Adnan, Hermeneutika. 2010. Al-Qur’an & Hadis, (eLSAQ Pres, Yogyakarta),
ditulis dalam makalah dengan judul Hermeneutika Intersubjektif Mohamad
Mojtahed Shabestari.
al-Dzahabi, Muhammad Husain.“al-Tafsīr wa al-Mufassirūn” tt. Juz. I. (al-Qahirah;
Maktabah Wahbah)
al-Qathan, Manna’. “al-Mabāhits Fī ‘Ulūm al-Qur`ān” 1995 (Mesir;Maktabah
Wahbah)
al-Suyuthy, Jalaluddin. “al-Itqān” 2008. Cet I (Lebanon; Muassasah Risalah
Nasyirun)
al-Zarkasy, Badruddin Muhammad bin Abdullah. “al-Burhān” 1984 (al-Qahirah;
Maktabah Daru al-Turats)
al-Zarqani, Muhammad Abdul ‘Adzim. “Manāhil al-‘Irfān Fī Ulūm al-Qur`ān”
1995 (Beirut; Daru al-Kitab al-Araby)
al-Zuhaili, Wahbah. “al-Wajīz fī Ushūl al-Fiqh” 1999 (Lebanon; Daru al-Fikr)
Faiz, Fahruddin. Hermeneutika Al Qur’an Tema-tema Kontroversial, (eLSAQ
Press, Yogyakarta 2005).
Kurdi, Hermeneutika Al-Qur’an & Hadis, (eLSAQ Pres, Yogyakarta 2010), ditulis
dalam makalah dengan judul Hermeneutika Al Qur’an ABU HAMID AL-
GHAZALI.
Saifudin, Hermeneutika Al-Qur’an & Hadis, (eLSAQ Pres, Yogyakarta 2010),
ditulis dalam makalah dengan judul hermeneutika sufi.
Ushama, Thamem. “Methodologies of the Quranic Exegesis” Penj. Hasan Basri dan
Amroeni 2000 (Jakarta; Riora Cipta)
http://munirdemak.wordpress.com/2012/09/19/tafsīr-dan-hermeneutika/
(diakses pada : 25/12/12: Pukul 23:02)
Jurnal Pusaka
Januari - Juni 2015
52

Anda mungkin juga menyukai