Anda di halaman 1dari 11

TAFSIR CORAK ILMI

Diajukan untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Mazahibut Tafsir
Dosen Pengampu: Dr. H. Ahmad Mujahid, MA

Oleh:

Fasya Tharra Annada Nor Asiah Maria Ulfah Dharma


170104020072 170104020073 170104020132

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
JURUSAN ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
BANJARMASIN
2018
PENDAHULUAN

Al-Qur’an adalah firman Allah yang turun kepada manusia sebagai


pedoman hidup, namun tidak semua orang bisa memahami al-Qur’an dengan
mudah. Oleh sebab itu, muncullah para mufassir (ahli tafsir) yang mencoba
mempermudah cara kita untuk memahami al-Qur’an. Akan tetapi, masing-masing
mufassir tidak bisa terlepas secara bebas dari latar belakang dirinya dalam
menafsirkan al-Qur’an, sebagian dari mereka memiliki kecenderungan tersendiri
yang berbeda antara satu penafsir dengan penafsir lain, sehingga muncullah corak
tafsir yang sesuai dengan kecenderungan tiap-tiap mufassir.

Corak tafsir secara umum berarti kekhususan suatu tafsir yang merupakan
dampak dari kecenderungan seorang mufassir dalam menjelaskan maksud-maksud
ayat-ayat al-Qur’an. Tafsir al-Qur’an memiliki beberapa corak di antaranya adalah
corak tafsir fiqhi, falsafi, ilmi, tarbawi, akhlaqi, i’tiqadi dan sufi.1 Dalam makalah
ini akan dipaparkan pembahasan mengenai tafsir corak ‘ilmi.

1
Abdul Syukur, Mengenal Corak Tafsir Al-Qur’an, (Al-Mujtama’ Pamekasan: El-
Furqonia, Vol. 01 No. 01, 2015), 84-86.

2
PEMBAHASAN

A. Tafsir Corak Ilmi

Dari segi bahasa, tafsir ‘ilmi berasal dari dua kata: al-tafsir dan al-‘ilmiy.
Al-tafsir bentuk masdar dari fassara-yufassiru-tafsir yang mempunyai beberapa
makna: al-ta’wil (interpretasi), al-kasyf (mengungkap), al-îdhâh (menjelaskan),
al-bayân (menerangkan), al-syarh (menjelaskan). Sedangkan al-‘ilmiy dinisbatkan
kepada kata ‘ilm (ilmu) yang berarti yang ilmiah atau bersifat ilmiah. Jadi secara
bahasa, tafsir ‘ilmi berarti tafsir ilmiah atau penafsiran ilmiah.2

Tafsir ‘ilmi adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan


menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan modern, yaitu mufassir menggali
hubungan ayat-ayat kauniyah (ayat-ayat yang berkaitan dengan kejadian alam)
yang terdapat dalam al-Qur’an dengan pengetahuan modern. 3

Dalam menafsirkan ayat-ayat kauniyah, mufassir melengkapi dirinya


dengan teori-teori sains (ilmu pengetahuan). Upaya penafsiran dengan cara
tersebut–bagi para mufassirnya–bertujuan untuk mengungkap dan
memperlihatkan kemukjizatan ilmiah al-Qur’an di samping kemukjizatan dari
segi-segi lainnya.

Yusuf Qardhawi mengemukakan lebih luas lagi mengenai penafsiran ilmiah


ini. Menurutnya, penafsiran ilmiah terhadap al-Qur’an adalah penafsiran yang
dilakukan dengan menggunakan perangkat ilmu-ilmu kontemporer dengan unsur
realita-realita dan teorinya bertujuan menjelaskan sasaran dan makna-maknanya.
Pengertian tentang ilmu-ilmu kontemporer tersebut adalah astronomi, geologi,
kimia, biologi; yang meliputi tumbuh-tumbuhan dan hewan serta ilmu-ilmu
kedokteran yang meliputi anatomi tubuh dan fungsi-fungsi anggota tubuh
(fisiologi) serta ilmu matematika dan semisalnya. Termasuk juga ilmu-ilmu

2
Izzatul Laila, Penafsiran Al-Qur’an Berbasis Ilmu Pengetahuan, (UNISMA : Epitemé,
Vol. 9 No.1, 2014), 47-49.
3
Ali as-Shabuny, Kamus Al-Qur’an: Quranic Explorer, (Jakarta: Shahih, 2016), 792.

3
humanisme dan sosial; ilmu-ilmu kejiwaan, sosial, ekonomi, geografi dan
semacamnya.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat dikategorikan dalam dua model


penafsiran ayat-ayat kauniyah: pertama, memahami ayat-ayat kauniyah dengan
menggunakan pendekatan teori atau penemuan ilmiah dan perangkat ilmu-ilmu
kontemporer; teori-teori atau penemuan ilmiah tersebut hanya digunakan sebagai
perangkat untuk menjelaskan makna yang terkandung dalam ayat al-Qur’an.
Kedua, berusaha mencari kesesuaian ayat-ayat kauniyah dengan teori-teori atau
ilmiah sehingga ada kesan bahwa ayat-ayat al-Qur’an dicocok-cocokkan dengan
teori-teori ilmiah tersebut. Dua hal inilah yang kemudian banyak mewarnai
perbedaan pandangan para ulama.

Corak penafsiran ilmiah (al-tafsir al-‘ilmiy) ini dapat dikategorikan dalam


metode tafsir Tahlîly (tafsir analisis). Hal ini jika dilihat dari cara yang dilakukan
penafsir dengan cara memilih ayat-ayat yang akan ditafsirkan, dicari arti kosa kata
(mufradat), kemudian menganalisisnya untuk mencari makna yang dimaksud.
Namun, penafsiran ini tidak menyeluruh karena hanya menafsirkan ayat-ayat
tersebut secara parsial, tidak harus melihat hubungan dengan ayat-ayat sebelum
atau sesudahnya.4

B. Sejarah dan Perkembangan Tafsir Ilmi

Jika dilihat dalam sejarah perkembangan tafsir dari masa ke masa, maka
akan ditemukan kecenderungan tafsir ilmi sudah dimulai sejak masa keemasan
Dinasti Abbasyiah sampai pada masa sekarang. Awalnya hanya berupa usaha
untuk memadukan hasil penelitian ilmiah dengan apa yang ada dalam al-Qur’an,
kemudian menjadi gagasan yang mulai mengkristal pada karya al-Ghazali, Ibnu
Arabi, al-Mursi, dan al-Suyuthi. Baru kemudian muncul dalam tataran praktek
pada karya tafsirnya al-Razi dan akhirnya mejadi sebuah kajian khusus yang

4
Izzatul Laila, Penafsiran Al-Qur’an Berbasis Ilmu Pengetahuan, … 47-49.

4
diambil dari al-Qur’an berupa karya yang memuat beberapa ayat al-Qur’an
mengenai beberapa disiplin ilmu pengetahuan.5

C. Pandangan Ulama terhadap Tafsir Ilmi

Beberapa ulama yang memperbolehkan untuk mengembangkan tafsir ilmi


adalah al-Ghazali, Jalal al-Din al-Suyuthi, Thanthawi Jauhari, dan Muhammad
Abduh. 6 Imam al-Suyuthi menjelaskan hal ini dalam kitab al-Itqan-nya, beliau
menyebutkan beberapa dalil bahwa al-Qur’an mencakup beberapa ilmu
pengetahuan, seperti ayat 38 dari Surah al-An’am:

h h û hûğh ğ
ˏp;ƾû Ŵj
ŲĶj Šɮj
ŭ ů‹ǍjĵŶŚŋŦĵŲ

Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab…

Dan dalam firman Allah Surah an-Nahl ayat 89:

h kik h û h ûhh hûğhh


…p;ƾû Ȃj jůĵŶqŠɱhĸûjĻĶhŠɮj
ŭ ů‹ū žŰŠĵȍŌŵb

Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala
sesuatu …

Dari dalil-dalil ini, al-Suyuthi menggiring pembacanya untuk mengakui


bahwa al-Qur’an merupakan sumber ilmu-ilmu pengetahuan.7

Sedangkan sebagian ulama yang menolak corak tafsir ilmi ini berpendapat
agar tidak terlalu jauh dalam memahami makna-makna yang terkandung di dalam
al-Qur’an dengan cara mengkaitkan ayat-ayat al-Qur’an kepada teori-teori ilmiah
yang bersifat relatif, karena al-Qur’an itu tidak tunduk pada teori-teori. Sebaliknya,
menurut mereka dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an harus menempuh cara

5
Abdul Syukur, Mengenal Corak Tafsir Al-Qur’an, (Pamekasan: El-Furqonia, Vol. 01 No.
01, 2015) , 92.
6
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung: Tafakur, 2011), 202.
7
Abdul Syukur, Mengenal Corak Tafsir Al-Qur’an, … 92.

5
yang mudah yaitu dengan cara mengungkap ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan
konteksnya tanpa melangkah terlalu jauh dan lepas ke makna yang tidak
ditunjukkan oleh teks ayat dan hal-hal lain yang tidak perlu diungkap dalam
kaitan dengan pensyari’atan agama Islam dan fungsi al-Qur’an sebagai petunjuk. 8
Beberapa ulama yang menolak tafisr ilmi adalah al-Syathibi, Ibnu Taimiyah, M.
Rasyid Ridha dan Mahmud Syaltut.9

Al-Syathibi mengatakan dalam al-Muwafaqat-nya: “Tidak boleh


menambahkan sesuatu yang tidak terkandung di dalam al-Qur’an, sebagaimana
tidak boleh mengingkari sesuatu yang terdapat di dalamnya, dan harus mengambil
referensi sekadarnya saja dari beberapa pengetahuan Arab untuk lebih memahami
maknanya dan lebih mengetahui hukum-hukum syariah. Sedangkan orang yang
mencarinya dengan menggunakan pengetahuan yang bukan alat untuk itu, maka
akan tersesat dalam memahaminya, dan mengada-ada atas nama Allah dan Rasul-
Nya.”

Kutipan di atas sangat jelas sekali menggambarkan pendapat al-Syatibi


terhadap tafsir ilmi yang beliau sebut dengan usaha memahami al-Qur’an dengan
menggunakan alat yang bukan alat untuk memahaminya. Hal yang sama
disampaikan juga oleh al-Dzahabi dalam al-Tafsir wa al-Mufassirun-nya, ketika
menentang pendapat para ulama yang setuju dengan tafsir ilmi yang menggiring
beberapa ayat sebagai dasar dari pendapat mereka. al-Dzahabi mengatakan, ayat-
ayat seperti ini bertujuan sebagai petunjuk dan mau’izah agar menimbulkan
kekaguman dalam diri dan hati manusia, dan bukan sebagai alat untuk mengetahui
pengetahuan-pengetahuan atau teori-teori parsial, karena al-Qur’an bukan buku
filsafat atau kedokteran, dan al-Qur’an tidak perlu hal seperti ini, yang bisa
menjauhkan dari tujuan sosial kemanusiaannya, yaitu untuk memperbaiki
kehidupan, melatih batin mereka untuk kembali kepada Allah.10

8
‘Ali Hasan al-’Aridh, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Terj. Ahmad Akrom (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 1994), 62-63.
9
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, … 202.
10
Abdul Syukur, Mengenal Corak Tafsir Al-Qur’an, … 92-93.

6
Dari pro-kontra tersebut, ada di antara ulama yang bersikap moderat.
Mereka berpendapat bahwa pengetahuan ilmu yang mengungkapkan hikmah-
hikmah serta rahasia-rahasia yang dikandung oleh ayat-ayat kauniyah dan yang
demikian itu tidak ada salahnya, mengingat al-Qur’an itu tidak hanya dapat
dipahami seperti pemahaman bangsa Arab, akan tetapi diturunkan untuk seluruh
umat manusia. Masing-masing orang dapat menggali sesuatu dari al-Qur’an
sebatas kemampuan dan kebutuhannya selama hal itu tidak bertentangan dengan
tujuan pokok al-Qur’an yaitu sebagai petunjuk bagi umat manusia.11

Intinya menurut mereka yang bersikap moderat ini, al-Qur’an memang


bukan kitab ilmu pengetahuan, akan tetapi juga tidak dapat disangkal bahwa di
dalamnya terdapat isyarat-isyarat atau pesan-pesan moral akan pentingnya ilmu
pengetahuan.12

D. Kitab-Kitab Tafsir Ilmi

Terlepas dari perbedaan pendapat dalam merespon tafsir ilmi, tafsir


bercorak ilmiah belakangan terus berkembang. Beberapa buku yang
mengkhususkan pembahasan pada ayat-ayat ilmu (ayat al-`ulum atau ayat al-
kauniayah) ialah:

1. al-Jawahir at-Tafsir al-Qur’an karya Thanthawi al-Jauhari (1287-1358 H)


2. al-Tafsir al-`Ilmi li al-Ayat al-Kauniyah fi al-Qur’an karya Hanafi Ahmad
3. Tafsir al-Ayat al-Kauniyah susunan Dr. Abdullah Syahatah (1400 H/1980 M)
4. al-Isyarat al-Ilmiah fi al-Qur’an al-Karim karya Dr. Muhammad Syauqi al-
Fanjari (1414 H/1992 M)
5. Al-Qur’an, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi karya Ahmad Bayquni (1994)
6. Komperdium: Himpunan Ayat-Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan
Biologi dan Kedokteran karya Dr. Mokhtar Na’im (1996).13
7. Al-Islam Yatahadda, karangan al-’Allamah Wahid al-Din Khan.

11
‘Ali Hasan al-’Aridh, Sejarah dan Metodologi Tafsir, … 65.
12
Abdul Mustaqim, Aliran-aliran Tafsir, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), 74.
13
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, … 203.

7
8. Al-Islam fi ‘Ashr al-‘Ilm, karangan Al-Sayyid Dr. Muhammad Ahmad
alGhamrawy.
9. Al-Ghida’ wa al-Dawa’, karangan Dr. Jamal al-Din al-Fandy.
10. Al-Qur’an wa al-‘Ilm al-Hadits, karangan Ustadz Abd al-Razzaq Nawfal.14

Di antara sekian banyak buku tafsir ilmi tersebut, Tafsir Thanthawi Jauhari-
lah yang merupakan buku tafsir ilmi terlengkap dan terluas. Dikatakan karena
bukan semata-mata jumlah halaman bukunya yang sangat tebal, melainkan juga
keluasan wawasan dan keilmuan yang mumpuni baik dalam ilmu keislaman
dengan berbagai bidangnya maupun ilmu kealaman, termasuk ilmu dan
teknologi.15

E. Contoh Tafsir ‘Ilmi

Tafsir al-Jawahir adalah salah satu contoh tafsir bercorak ‘ilmi di era
modern. Tafsirnya banyak menyoroti ayat-ayat kauniyah yang identik dengan
kajian keilmuan dan sains. Maka dari itu, untuk mendukung penafsirannya, beliau
banyak memasukkan penjelasan-penjelasan berupa gambar tumbuh-tumbuhan,
hewan, manusia serta eksperimen ilmiah lainnya, dengan tujuan untuk
memberikan gambaran yang lebih nyata. Hal tersebut terlihat ketika beliau
menafsirkan surah Saba’ ayat 15.

i h ûk l ii h h h h hğh ðxhh û h ûh hh h̀ h ûhh


űûȲ jɅkK\jLjKŴj
ŲAźǿ ˌ^pĵųj
őbǻp ųjŽŴ Šj̀ĵļŶŁĹŽA;űŹjjŶŭ ŏ ɊǍjpıĸŏjɉ ǽʼnŪů

ih hxhkhxhûh ihl ii û h
̐ xKźŧȮBĞKhb
ĹĸjžŚCȒ ķÿôȔAbŋŭ ő‹b

“Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman
mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka
dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan
bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu)
adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".

14
‘Ali Hasan al-’Aridh, Sejarah dan Metodologi Tafsir…68.
15
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, … 203.

8
Ketika menafsirkan baldah al-thayyibah, beliau menafsirkan dengan Negeri
Saba’. Beliau mengemukakan tentang negeri Saba’ yang makmur oleh hasil
perkebunan dan pertaniannya. Selain itu, negeri tersebut juga terkenal dengan
system irigasi dan bendungannya. Oleh karena penafsirannya yang selalu
dikaitkan dengan pendekatan ilmiah itu, maka menurut Qattan tafsir yang
dibawakan oleh Thantawi tersebut digolongkan ke dalam tafsir corak ilmi.16

16
Gus Arifin dan Suhendri Abu Faqih, Al-Qur’an Sang Mahkota Cahaya (Ajak dan Ajari
Anak-anak Kita Mencintai, Membaca, dan Menghapal Al-Qur’an), (Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2010), 78-79.

9
PENUTUP

Dari segi bahasa, tafsir ‘ilmi berasal dari dua kata: al-tafsir dan al-‘ilmiy
yang berarti tafsir ilmiah atau penafsiran ilmiah. Menurut beberapa pendapat para
mufassir dapat disimpulkan bahwa pengertian tafsir ‘ilmi adalah penafsiran ayat-
ayat al-Qur’an dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan. Ayat-ayat al-
Qur’an yang ditafsirkan dengan menggunakan corak ini adalah ayat-ayat kauniyah
(ayat-ayat yang berkenaan dengan kejadian alam) yang bertujuan untuk
memperlihatkan kemukjizatan al-Qur’an.

Ulama yang menerima tafsir ilmi di antaranya yaitu al-Ghazali, Jalal al-Din
al-Suyuthi, Thanthawi Jauhari, dan Muhammad Abduh. Sedangkan ulama yang
menolak tafisr ilmi adalah al-Syathibi, Ibnu Taimiyah, M. Rasyid Ridha dan
Mahmud Syaltut. Tetapi ada juga ulama yang bersikap moderat, yaitu mereka
yang berpendapat bahwa al-Qur’an memang bukan kitab ilmu pengetahuan, akan
tetapi juga tidak dapat disangkal bahwa di dalamnya terdapat isyarat-isyarat atau
pesan-pesan moral akan pentingnya ilmu pengetahuan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Al-’Aridh, Ali Hasan. Sejarah dan Metodologi Tafsir, Terj. Ahmad Akrom.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 1994.

Arifin, Gus dan Suhendri Abu Faqih, Al-Qur’an Sang Mahkota Cahaya (Ajak dan
Ajari Anak-anak Kita Mencintai, Membaca, dan Menghapal Al-Qur’an.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 2010.

As-Shabuny, Ali. Kamus Al-Qur’an: Quranic Explorer. Jakarta: Shahih. 2016.

Izzan, Ahmad. Metodologi Ilmu Tafsir. Bandung: Tafakur. 2011.

Laila, Izzatul. Penafsiran Al-Qur’an Berbasis Ilmu Pengetahuan. UIN Malang :


Epitemé, Vol. 9 No.1. 2014.

Mustaqim, Abdul. Aliran-aliran Tafsir. Yogyakarta: Kreasi Wacana. 2005.

Syukur, Abdul. Mengenal Corak Tafsir Al-Qur’an .Pamekasan: El-Furqonia, Vol.


01 No. 01. 2015.

11

Anda mungkin juga menyukai