Oleh:
Corak tafsir secara umum berarti kekhususan suatu tafsir yang merupakan
dampak dari kecenderungan seorang mufassir dalam menjelaskan maksud-maksud
ayat-ayat al-Qur’an. Tafsir al-Qur’an memiliki beberapa corak di antaranya adalah
corak tafsir fiqhi, falsafi, ilmi, tarbawi, akhlaqi, i’tiqadi dan sufi.1 Dalam makalah
ini akan dipaparkan pembahasan mengenai tafsir corak ‘ilmi.
1
Abdul Syukur, Mengenal Corak Tafsir Al-Qur’an, (Al-Mujtama’ Pamekasan: El-
Furqonia, Vol. 01 No. 01, 2015), 84-86.
2
PEMBAHASAN
Dari segi bahasa, tafsir ‘ilmi berasal dari dua kata: al-tafsir dan al-‘ilmiy.
Al-tafsir bentuk masdar dari fassara-yufassiru-tafsir yang mempunyai beberapa
makna: al-ta’wil (interpretasi), al-kasyf (mengungkap), al-îdhâh (menjelaskan),
al-bayân (menerangkan), al-syarh (menjelaskan). Sedangkan al-‘ilmiy dinisbatkan
kepada kata ‘ilm (ilmu) yang berarti yang ilmiah atau bersifat ilmiah. Jadi secara
bahasa, tafsir ‘ilmi berarti tafsir ilmiah atau penafsiran ilmiah.2
2
Izzatul Laila, Penafsiran Al-Qur’an Berbasis Ilmu Pengetahuan, (UNISMA : Epitemé,
Vol. 9 No.1, 2014), 47-49.
3
Ali as-Shabuny, Kamus Al-Qur’an: Quranic Explorer, (Jakarta: Shahih, 2016), 792.
3
humanisme dan sosial; ilmu-ilmu kejiwaan, sosial, ekonomi, geografi dan
semacamnya.
Jika dilihat dalam sejarah perkembangan tafsir dari masa ke masa, maka
akan ditemukan kecenderungan tafsir ilmi sudah dimulai sejak masa keemasan
Dinasti Abbasyiah sampai pada masa sekarang. Awalnya hanya berupa usaha
untuk memadukan hasil penelitian ilmiah dengan apa yang ada dalam al-Qur’an,
kemudian menjadi gagasan yang mulai mengkristal pada karya al-Ghazali, Ibnu
Arabi, al-Mursi, dan al-Suyuthi. Baru kemudian muncul dalam tataran praktek
pada karya tafsirnya al-Razi dan akhirnya mejadi sebuah kajian khusus yang
4
Izzatul Laila, Penafsiran Al-Qur’an Berbasis Ilmu Pengetahuan, … 47-49.
4
diambil dari al-Qur’an berupa karya yang memuat beberapa ayat al-Qur’an
mengenai beberapa disiplin ilmu pengetahuan.5
h h û hûğh ğ
ˏp;ƾû Ŵj
ŲĶj ɮj
ŭ ůǍjĵŶŚŋŦĵŲ
Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala
sesuatu …
Sedangkan sebagian ulama yang menolak corak tafsir ilmi ini berpendapat
agar tidak terlalu jauh dalam memahami makna-makna yang terkandung di dalam
al-Qur’an dengan cara mengkaitkan ayat-ayat al-Qur’an kepada teori-teori ilmiah
yang bersifat relatif, karena al-Qur’an itu tidak tunduk pada teori-teori. Sebaliknya,
menurut mereka dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an harus menempuh cara
5
Abdul Syukur, Mengenal Corak Tafsir Al-Qur’an, (Pamekasan: El-Furqonia, Vol. 01 No.
01, 2015) , 92.
6
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung: Tafakur, 2011), 202.
7
Abdul Syukur, Mengenal Corak Tafsir Al-Qur’an, … 92.
5
yang mudah yaitu dengan cara mengungkap ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan
konteksnya tanpa melangkah terlalu jauh dan lepas ke makna yang tidak
ditunjukkan oleh teks ayat dan hal-hal lain yang tidak perlu diungkap dalam
kaitan dengan pensyari’atan agama Islam dan fungsi al-Qur’an sebagai petunjuk. 8
Beberapa ulama yang menolak tafisr ilmi adalah al-Syathibi, Ibnu Taimiyah, M.
Rasyid Ridha dan Mahmud Syaltut.9
8
‘Ali Hasan al-’Aridh, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Terj. Ahmad Akrom (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 1994), 62-63.
9
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, … 202.
10
Abdul Syukur, Mengenal Corak Tafsir Al-Qur’an, … 92-93.
6
Dari pro-kontra tersebut, ada di antara ulama yang bersikap moderat.
Mereka berpendapat bahwa pengetahuan ilmu yang mengungkapkan hikmah-
hikmah serta rahasia-rahasia yang dikandung oleh ayat-ayat kauniyah dan yang
demikian itu tidak ada salahnya, mengingat al-Qur’an itu tidak hanya dapat
dipahami seperti pemahaman bangsa Arab, akan tetapi diturunkan untuk seluruh
umat manusia. Masing-masing orang dapat menggali sesuatu dari al-Qur’an
sebatas kemampuan dan kebutuhannya selama hal itu tidak bertentangan dengan
tujuan pokok al-Qur’an yaitu sebagai petunjuk bagi umat manusia.11
11
‘Ali Hasan al-’Aridh, Sejarah dan Metodologi Tafsir, … 65.
12
Abdul Mustaqim, Aliran-aliran Tafsir, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), 74.
13
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, … 203.
7
8. Al-Islam fi ‘Ashr al-‘Ilm, karangan Al-Sayyid Dr. Muhammad Ahmad
alGhamrawy.
9. Al-Ghida’ wa al-Dawa’, karangan Dr. Jamal al-Din al-Fandy.
10. Al-Qur’an wa al-‘Ilm al-Hadits, karangan Ustadz Abd al-Razzaq Nawfal.14
Di antara sekian banyak buku tafsir ilmi tersebut, Tafsir Thanthawi Jauhari-
lah yang merupakan buku tafsir ilmi terlengkap dan terluas. Dikatakan karena
bukan semata-mata jumlah halaman bukunya yang sangat tebal, melainkan juga
keluasan wawasan dan keilmuan yang mumpuni baik dalam ilmu keislaman
dengan berbagai bidangnya maupun ilmu kealaman, termasuk ilmu dan
teknologi.15
Tafsir al-Jawahir adalah salah satu contoh tafsir bercorak ‘ilmi di era
modern. Tafsirnya banyak menyoroti ayat-ayat kauniyah yang identik dengan
kajian keilmuan dan sains. Maka dari itu, untuk mendukung penafsirannya, beliau
banyak memasukkan penjelasan-penjelasan berupa gambar tumbuh-tumbuhan,
hewan, manusia serta eksperimen ilmiah lainnya, dengan tujuan untuk
memberikan gambaran yang lebih nyata. Hal tersebut terlihat ketika beliau
menafsirkan surah Saba’ ayat 15.
ih hxhkhxhûh ihl ii û h
̐ xKźŧȮBĞKhb
ĹĸjžŚCȒ ķÿôȔAbŋŭ őb
“Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman
mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka
dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan
bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu)
adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".
14
‘Ali Hasan al-’Aridh, Sejarah dan Metodologi Tafsir…68.
15
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, … 203.
8
Ketika menafsirkan baldah al-thayyibah, beliau menafsirkan dengan Negeri
Saba’. Beliau mengemukakan tentang negeri Saba’ yang makmur oleh hasil
perkebunan dan pertaniannya. Selain itu, negeri tersebut juga terkenal dengan
system irigasi dan bendungannya. Oleh karena penafsirannya yang selalu
dikaitkan dengan pendekatan ilmiah itu, maka menurut Qattan tafsir yang
dibawakan oleh Thantawi tersebut digolongkan ke dalam tafsir corak ilmi.16
16
Gus Arifin dan Suhendri Abu Faqih, Al-Qur’an Sang Mahkota Cahaya (Ajak dan Ajari
Anak-anak Kita Mencintai, Membaca, dan Menghapal Al-Qur’an), (Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2010), 78-79.
9
PENUTUP
Dari segi bahasa, tafsir ‘ilmi berasal dari dua kata: al-tafsir dan al-‘ilmiy
yang berarti tafsir ilmiah atau penafsiran ilmiah. Menurut beberapa pendapat para
mufassir dapat disimpulkan bahwa pengertian tafsir ‘ilmi adalah penafsiran ayat-
ayat al-Qur’an dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan. Ayat-ayat al-
Qur’an yang ditafsirkan dengan menggunakan corak ini adalah ayat-ayat kauniyah
(ayat-ayat yang berkenaan dengan kejadian alam) yang bertujuan untuk
memperlihatkan kemukjizatan al-Qur’an.
Ulama yang menerima tafsir ilmi di antaranya yaitu al-Ghazali, Jalal al-Din
al-Suyuthi, Thanthawi Jauhari, dan Muhammad Abduh. Sedangkan ulama yang
menolak tafisr ilmi adalah al-Syathibi, Ibnu Taimiyah, M. Rasyid Ridha dan
Mahmud Syaltut. Tetapi ada juga ulama yang bersikap moderat, yaitu mereka
yang berpendapat bahwa al-Qur’an memang bukan kitab ilmu pengetahuan, akan
tetapi juga tidak dapat disangkal bahwa di dalamnya terdapat isyarat-isyarat atau
pesan-pesan moral akan pentingnya ilmu pengetahuan.
10
DAFTAR PUSTAKA
Al-’Aridh, Ali Hasan. Sejarah dan Metodologi Tafsir, Terj. Ahmad Akrom.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 1994.
Arifin, Gus dan Suhendri Abu Faqih, Al-Qur’an Sang Mahkota Cahaya (Ajak dan
Ajari Anak-anak Kita Mencintai, Membaca, dan Menghapal Al-Qur’an.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 2010.
11