Anda di halaman 1dari 15

ETIKA DAN FILSAFAT

KOMUNIKASI

Chapter 4

Untuk Kalangan Sendiri


ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI 4
MODUL 4

HAKIKAT FILSAFAT KOMUNIKASI

Capaian Pembelajaran:

 Mampu mengidentifikasi fenomena dan masalah social budaya terkait isu-isu


etika komunikasi (KU2)
 Mampu memahami hakikat filsafat komunikasi

Isi bahasan:

A. Hakikat Filsafat Komunikasi


B. Pemikiran Para Tokoh Tentang Filsafat
C. Test formatif

Pengantar

Filsafat pada hakikatnya adalah suatu hal yang berawal dari keingintahuan pikiran hati
kita yang terdalam. Pada dasarnya manusia sudah melakukan kegiatan berfilsafat. Filsafat
adalah suatu Tindakan ataupun suatu aktivitas. Dengan demikian, konsep dasar yang
pertama kali dilakukan seseoragn dalam berfilsafat adalah berpikir. Lebih lanjut, filsafat
merupakan sebuah aktivitas untuk berpikir secara mendalam mengenai pertanyaan-
pertanyaan besar dalam hidup manusia seperti apakah Tuhan itu ada, seperti apa tujuan
hidup dan cita-cita kita, serta mengapa manusia berbeda dengan hidup lainnya.

Selanjutnya, dalam berfilsafat manusia dapat menjawab permasalahan. Menjawab


permasalahan yang dimaksud adalah persoalan yang memiliki kaitan dengan pikiran-pikiran
yang menjadi rasa keingintahuan kita. Tujuan belajar filsafat menjadikan kita akan
mendapatkan keterampilan seperti memikirkan suatu masalah secara mendalam dan kritis,
membentuk argumen dalam bentuk lisan maupun tulisan secar sistematis dan kritis,
mengomunikasikan ide secara efektif, dan mampu berpikir secara logis dalam menangani
permasalahan di dalam kehidupan yang selalu tidak terduga (Burhanuddin, 2018:2).

A. Hakikat Filsafat Komunikasi

Awal dari suatu penguasaan ilmu adalah menguasai filsafat ilmunya. Suatu ilmu adalah
suatu keutuhan pendapat-pendapat yang tersusun secara sistematis dan terangkai secara
logis satu sama lain. Pada umumnya selama berabad-abad, filsafat disesuaikan dan
dikembangkan dengan kemajuan masyarakat di mana ia berkembang. Boleh jadi, suatu saat
1
ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI 4
suatu cabang ilmu berkembang menjadi suatu ilmu tersendiri. Hal itu terjadi, antara lain
dengan ilmu politik, sosiologi, dan komunikasi yang melepaskan diri dari ilmu hukum. Suatu
rumpun ilmu adalah ibarat suatu pohon beriringan yang semakin lama semakin tegak dan kian
kokoh (Sobur, 2004:23).

Pada dasarnya setiap ilmu pengetahuan, tidak terkecuali ilmu komunikasi memiliki
filsafatnya sendiri. Hal ini disebabkan oleh adanya perkembangan ilmu-ilmu yang pada
umumnya berpangkal pada filsafat. Sedemikian besarnya pengaruh dan peranan filsafat di
masa lampau terhadap ilmu pengetahuan sehingga filsafat-filsafat tersebut sering disebut
sebagai ibu dari semua ilmu pengetahuan (Susanto dalam Sobur, 2004:23).

Sudah sejak lama filsafat menaruh perhatian pada ilmu komunikasi (Rakhmat dalam
Sobur, 2004:23). Setidaknya, sejak kelompok Sophist yang menjual retorika kepada orang-
orang Yunani. Aristoteles pernah menulis tiga jilid buku yang berjudul De Arte Rethorica yang
disebut sebagai buku pertama tentang retorika yang paling sistematis dan paling lengkap.
Akan tetapi, filsafat tidak melihat komunikasi sebagai alat untuk memperkokoh tujuan
kelompok, seperti halnya pandangan sosiologi. Filsafat meneliti komunikasi secara kritis dan
dialektis. Disebut kritis dalam arti bahwa filsafat tidak pernah puas diri, tidak pernah
membiarkan sesuatu selesai, selalu bersedia, bahkan senang, dan membuka kembali
perdebatan. Filsafat secara hakiki memerlukan dan menyenangi perdebatan. Setiap kritis
terhadap dirinya sendiri termasuk hakikat filsafat. Berpikir kritis sesungguhnya juga adalah
berpikir dialektis, dialektis berarti bahwa setiap kebenaran menjadi lebih benar dengan setiap
putaran tesis-antitesis dan antitesisnya antithesis.

Berpikir dialektis ini diperjelas oleh Hegel dalam karya utamanya, yaitu buku yang
berjudul The Phenomenology of Mind yang dibuat pada tahun 1966. Dalam karyanya, Hegel
mengategorikan dialektikanya itu ke dalam empat pengertian. Pertama, berpikir secara
dialektif berarti berpikir dalam totalitas, yakni bukan sekedar keseluruhan karena unsur-
unsurnya yang bertentangan berdiri sejajar. Kedua, seluruh proses dialektis itu sebenarnya
merupakan realitas yang sedang bekerja (working reality). Ketiga, berpikir dialektis berarti
berpikir dalam perspektif historis-empiris (Magnis dalam Sobur, 2004:24). Dalam hal ini perlu
dibedakan antara kontradiksi dialektis dan kontradiksi logis. Keempat, berpikir dialektis berarti
berpikir dalam kerangka kesatuan teori dan praktis.

Selama manusia bertanya ihwal dunia, mereka diganggu oleh misteri sifat dunia.
Aktivitas hidup kita yang paling umum atau hal-hal yang kita yakini dapat menjadi teka-teki
besar apabila kita mencoba memahaminya. Komunikasi berhubugan dengan seluruh
kehidupan manusia dan setiap studi terhadap aktivitas manusia harus menyentuhnya.
2
ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI 4
Beberapa pakar memperlakukan komunikasi sebagai sentral, sementara yang lain melihatnya
sebagai pelengkap, tetapi komunikasi selalu berada di sana (Littlejohn dalam Sobur,
2004:25).

Apapun pendapat orang mengenai komunikasi dan batasan apapun yang mencoba
untuk menengahkan beribu macam definisi, tetapi ada satu kata yang akhir-akhir ini menjadi
sangat terkenal sebagai akibat pemakaian secara berulang-ulang dalam banyak penelitian
adalah bahwa komunikasi itu ubiquitous, yakni komunikasi selalu berada di manapun dan
kapan pun. Oleh karena itu, pernyataan mengenai komunikasi memiliki hubungan dengan
seluruh kehidupan manusia tidaklah berlebihan (Sobur, 2004:25). Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa hakikat filsafat ilmu komunikasi terletak pada pemahaman (verstehen)
secara fundamental, metodologis, sistematis, analitis, kritis, dan holistis terhadap suatu teori
dan proses komunikasi yang meliputi segala dimensi menurut bidangnya, sifatnya tatanannya,
tujuannya, fungsinya, tekniknya, dan metodenya (Effendy dalam Sobur, 2004:23).

B. Pemikiran Para Tokoh tentang Filsafat Komunikasi

Filsafat pada dasarnya sangat dekat dengan realtias kehidupan. Untuk mengerti apa itu
filsafat, orang perlu menggunakan akal budinya untuk merenungkan realitas hidupnya. Dalam
konteks filsafat, Aristoteles menyebut manusia sebagai binatang berpikir. Pada dasarnya
filsafat melibatkan banyak pakar dari berbagai disiplin ilmu untuk mengemukakan
pandangannya mengenai filsafat, khususnya dalam konteks komunikasi. Berikut ini pemikiran
para tokoh mengenai filsafat komunikasi:

1. Pemikiran Richard Lanigan


Dalam karyanya yang berjudul “Communication Models in Philosophy, Review, and
Commentary”, Lanigan dalam Mufid (2012:83-90) membahas secara khusus mengenai
analisis filsafat mengenai komunikasi. Kanigan mengatakan bahwa filsafat adalah disiplin
ilmu yang biasanya dikategorikan menjadi subbidang utama menurut jenis justifikasinya
yang dapat diakomodasikan oleh jawaban-jawaban terhadap pertanyaan berikut ini:
a. Apa yang aku ketahui?
b. Apa yang aku yakini?
c. Apakah aku benar?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut memiliki kaitan dengan penyelidikan sistematis studi
terhadap:

a. Metafisika
3
ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI 4
Metafisika adalah suatu studi tentang sifat dan fungsi teori tentang realita.
Hubungannya dengan teori komunikasi, metafisika berkaitan dengan hal-hal sebagai
berikut:
1) Sifat manusia dan hubungannya secara kontekstual dan individual dengan realita
alam semesta;
2) Sifat dan fakta bagi tujuan, perilaku, penyebab, dan aturan;
3) Problem pilihan, khususnya kebebasan versus determinisme pada perilaku
manusia.
b. Ontologi
Dalam konteks filsafat, ontologi secara sederhana dijelaskan melalui poin-poin berikut:
1) Ada sebagai yang ada; ilmu pengetahuan mengkaji yang ada itu dalam bentuk
semurni-murninya bahwa suatu benda itu sungguh-sungguh ada dalam arti kata
tidak terkena perubahan atau dapat diserapnya oleh pancaindera. Metafisika
disebut juga Ontologi.
2) Ada sebagai yang Illahi; keberadaan yang mutlak, yang tidak bergantung pada
yang lain, yakni Tuhan (Illahi berarti yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera).
c. Epistemologi
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan
batasan pengetahuan manusia (a branch of philosophy that investigates the origin,
nature, methods and limits of human knowledge). Epistemologi berkaitan dengan
penguasaan pengetahuan dan lebih fundamental lagi bersangkutan dengan kriteria
bagi penilaian terhadap kebenaran dan kepalsuan, tepat apabila dihubungkan dengan
metodologi. Lebih lanjut, metode adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan
perencanaan yang matang, mapan, sistematik, dan logis.
d. Aksiologi
Aksiologi adalah asas mengenai cara bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan
yang secara epistemologis diperoleh dan disusun. Lebih lanjut, aksiologi adalah
cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai-nilai, seperti etika, estetika, atau agama.
Dalam hubungannya dengan filsafat komunikasi, aksiologi adalah suatu kajian
terhadap apa itu nilai-nilai manusiawi dan bagaimana cara melembagakannya atau
mengekspresikannya. Dengan demikian, pentingnya seorang komunikator untuk
terlebih dahulu mempertimbangkan nilai (value judgement) memiliki kaitan mengenai
apakah pesan yang akan dikomunikasikan etis atau tidak, estetis, atau tidak.

4
ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI 4
e. Logika
Logika adalah cabang filsafat yang menelaah asas dan dasar metode penalaran
secara benar dalam hal ini cara berkomunikasi secara lebih baik dan benar. Logika
penting dalam berkomunikasi karena pemikiran harus dikomunikasikan dan yang
dikomunikasikan merupakan putusan sebagai hasil dari proses berpikir.
2. Pemikiran Stephen W. Littlejohn
Dalam bukunya yang berjudul “Theories of Human Communication” (1999:31), Littlejohn
menjelaskan bahwa terdapat sejumlah isu filosofis mengenai studi komunikasi yang
dinamakan sebagai metateori. Sesuai dengan namanya, imbuhan “meta” merujuk pada
spekulasi yang menyertai sebuah teori. Metateori pad dasarnya mengajukan sejumlah
pertanyaan mengenai sebuah teori. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan meliputi apa yang
dibahas, bagaimana pengamatan dilakukan, dan bagaimana suatu teori dapat terbentuk.
Dengan kata lain, metateori adalah teori dari sebuah teori. Lebih lanjut, Littlejohn membagi
isu-isu filosofis studi ilmu komunikasi menjadi tiga tema, yaitu epistemologi, ontologi, dan
aksiologi.

a. Isu-Isu Epistemologi
Sebagaimana telah dijelaskan, epistemologi merupakan cabang filsafat yang mengkaji
pengetahuan atau bagaimana cara manusia mendapatkan suatu pengetahuan. Littlejohn
menjelaskan bahwa paling tidak ada lima pertanyaan yang harus dijawab mengenai isu
epistemologi, yaitu:
1) Apakah pengetahuan ada karena pengalaman?
Menurut Littlejohn dalam Mufid (2012:38), banyak pakar meyakini bahwa semua
pengetahuan berasal dari pengalaman. Kita mengamati dunia ini, karenanya
muncullah pengetahuan tentang dunia. Seorang manusia sejak lahir tidak diberikan
pengetahuan, mereka tidak akan mengetahui sesuatu pun dari dunia ini.
Pengetahuan yang kita peroleh dari pengalaman selanjutnya akan menyatu dengan
pola pikir dan pola merasakan sesuatu. Sebagai contoh, seorang anak tidak dapat
belajar bahasa hanya dari apa yang mereka dengar, tetapi dari penggunaan bahasa
yang ia dengar dalam kehidupan sehari-hari.
2) Apakah pengetahuan bersifat pasti?
Terhadap pertanyaan apakah pengetahuan bersifat pasti, dan karenanya siapapun
akan menemukan pengetahuan tersebut. Littlejohn mengkaitkannya dengan
pertanyaan apakah kebenaran bersifat absolut atau relatif? Perdebatan mengenai isu
ini telah berlangsung selama ratusan tahun. Namun demikian, para teoretisi
komunikasi memegang teguh asumsi bahwa kebenaran bersifat pasti. Bilamana
5
ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI 4
terjadi kesalahan, maka sejatinya bukan disebabkan relativitas kebenaran, melainkan
memang kebenaran sejati tersebut belum ditemukan. Hal ini memiliki perbedaan
pandangan dengan kaum relativis yang memandang pengetahuan tidak akan pernah
bersifat pasti karena realitas universal memang tidak pernah ada.
3) Proses apa yang menyebabkan tumbuhnya pengetahuan?
Pertanyaan ini bersifat kompleks dan memicu perdebatan tentang jawaban dari
pertanyaan ini merupakan jantung dari epistemologi. Menurut Littlejohn dalam Mufid
(2012:39), terdapat empat aliran yang menjawab isu ini. Pertama, aliran mentalisme
atau rasionalisme yang memandang pengetahuan ada karena kekuatan manusia
untuk mengetahui kebenaran. Posisi ini meyakini penalaran manusia untuk
menentukan kebenaran. Kedua, aliran empirisme yang menyatakan bahwa
pengalaman tumbuh dalam persepsi. Kita mengalami dunia dan secara kasat mata
kita dapat melihat apa yang sedang terjadi di dalamnya. Ketiga, aliran konstruktivisme
yang mengatakan bahwa manusia menciptakan pengetahuan untuk keperluan
pragmatis dan karenanya manusia memproyeksikan dirinya dalam apa yang mereka
alami. Aliran ini percaya bahwa suatu fenomena di dunia ini dapat dipahami dengan
cara yang berbeda dan itulah yang disebut pengetahuan, yaitu ketika seseorang
memaknai dunia walaupun berbeda dengan orang lain. Keeempat, aliran
konstruktivitsme sosial yang mengajarkan bahwa pengetahuan merupakan sebuah
produk interaksi simbolis dalam suatu kelompok sosial. Dengan kata lain, realitas
merupakan hasil dari konstruksi sosial dan karenanya merupakan sebuah produk dari
kelompok atau kultur tertentu.
4) Apakah pengetahuan sebaiknya dipahami secara terpisah atau menyeluruh?
Terdapat dua aliran besar yang memberikan jawaban dari pertanyaan ini. Pertama,
aliran Gestalis yang mengajarkan bahwa kebenaran ilmu pengetahuan bersifat
general dan karenanya tidak dapat dipahami secara terpecah. Aliran ini percaya
bahwa suatu fenomena tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan fenomena lain
dalam suatu sistem yang terbuka. Aliran kedua dikenal sebagai aliran Analis yang
lebih mempercayai bahwa pengetahuan berisi pemahaman tentang bagaimana suatu
bagian beroperasi secara terpisah.
5) Apakah pengetahuan harus eksplisit?
Menurut Littlejohn dalam Mufid (2012:40), kebanyakan filsuf meyakina rumusan
bahwa seseorang pun tidak akan mengetahui sesuatu jika ia dapat menyatakan apa
yang dimaksud. Oleh karena itu, pengetahuan bersifat eksplisit. Hanya beberapa dari
mereka yang menyatakan bahwa pengetahuan bersifat tersembunyi dalam

6
ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI 4
sensibilitas manusia, karenanya seseorang memiliki suatu pengetahuan tertentu,
tetapi ia tidak dapat mengungkapkannya begitu saja.

b. Isu-Isu Ontologi
Sebagaimana telah dijelaskan, ontologi merupakan cabang filsafat yang berkaitan
dengan hakikat (nature of being) dari apa yang ingin kita ketahui. Pada kenyataannya,
epistemologi dan ontologi memiliki kaitan. Hal ini dikarenakan pemahaman kita mengenai
pengetahuan bergantung pada bagaimana kita memahami realitas. Dalam ilmu sosial,
ontologi membahas tentang hakikat eksistensi manusia, sedangkan dalam ilmu
komunikasi, ontologi memfokuskan pada pemahaman hakikat interaksi sosial manusia.
Isu ontologis menjadi hal yang dianggap penting untuk dibahas lebih lanjut karena
bagaimana seorang pakar mengkonseptualisasikan komunikasi tergantung pada
bagaimana ia melihat hakikat komunikasi. Menurut Littlejohn, paling tidak ada empat isu
ontologi yang penting, yaitu:
a. Apakah manusia membuah pilihan yang sebenarnya?
Walaupun para teoretisi sepakat bahwa manusia memiliki pilihan, namun ketika
mereka tidak menyepakati pertanyaan lebih lanjut yakni apakah pilihan yang
sebenarnya (real choice) merupakan hal yang mungkin untuk dicapai? Golongan
Determinis mengatakan bahwa perilaku manusia merupakan respons dari kondisi
yang ada, dan karenanya sejatinya manusia bersifat reaktif dan pasif. Di sisi lain,
Golongan Pragmatis mengatakan bahwa manusia merencanakan perilakunya untuk
tujuan di masa yang akan datang. Golongan terakhir memandang manusia sebagai
makhluk yang membuat keputusan, dan karenanya bersifat aktif sekaligus
menentukan sendiri tujuan hidupnya. Selain dua kelompok tersebut, terdapat pula
kelompok pertengahan yang mengakui sekaligus baik pengaruh lingkungan yang
menentukan piliha serta kebebasan manusia untuk menentukan tindakan.
b. Apakah perilaku manusia sebaiknya dipahami secara permanen atau temporal?
Kondisi temporal manusia yang disebut juga state memberi pengaruh bagi pilihan
tindakan manusia. State juga yang menyebabkan manusia bersifat dinamis.
Sedangkan kondisi permanen, yang disebut trait menyebabkan Tindakan manusia
yang dapat diprediksi. Trait berisi karakter manusia yang bersifat konsisten. Sekalipun
manusia bisa saja merubah trait-nya, namun dipastikan perubahan tersebut tidak
dapat dilakukan dengan mudah. Disebabkan manusia pada dasarnya bersifat sains.
Littlejohn sendiri mengatakan bahwa baik state maupun trait, keduanya secara
bersama-sama dapat membentuk karakter dan menentukan perilaku manusia.

7
ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI 4
c. Apakah pengalaman manusia bersifat individual atau sosial?
Banyak pakar ilmu sosial mengatakan bahwa walaupun manusia tidak bisa
mengisolasi diri dari orang lain, tetapi mereka meyakini bahwa pada dasarnya mereka
bersifat individual. Mereka mendasarkan unit analisis kajian pengembangan ilmu
pengetahuan pada individu. Namun, dalam konteks komunikasi, manusia lebih baik
dipahami dalam perannya sebagai anggota kelompok sosial. Oleh karena itu, unit
analisis ilmu komunikasi adalah lingkungan sosial. Isu ini menjadi penting karena
komunikasi memiliki kaitan dengan interaksi.
d. Atas dasar apa komunikasi dikontekstualisasikan?
Jawaban dari pertanyaan ini sejatinya hendak menegaskan pada apakah perilaku
manusia diatur berdasarkan prinsip-prinsip universal ataukah dilandaskan pada
faktor-faktor situasional. Sebagai filsuf mengatakan bahwa kehidupan dan Tindakan
manusia sebaiknya dipahami berdasarkan faktor-faktor universal. Pandangan lain
meyakini bahwa perilaku manusia sangat terkait dengan konteks yang ada. Littlejohn
sendiri lebih menyetujui adanya pengaruh keduanya, yakni perilaku manusia
dipengaruhi baik aspek-aspek general maupun faktor-faktor situasional (Mufid,
2012:43).

c. Isu-Isu Aksiologi
Aksiologi merupakan cabang filsafat yang membahas tentang nilai. Dalam disiplin ilmu
komunikasi, ada atiga isu aksiologi penting yang perlu dijabarkan:
a. Dapatkah teori bersifat bebas nilai atau tidak?
Ilmu pengetahuan klasik mengklaim bahwa teori dan penelitian bersifat bebas nilai
(value free), netral, dan berusaha menampilkan fakta yang apa adanya. Apabila nilai
yang dimiliki ilmuwan turut serta dalam pekerjaan ilmiah yang ia lakukan, maka yang
dihasilkan adalah apa yang disebut Littlejohn sebagai sains yang buruk “bad science”.
Namun, terdapat pandangan lain atas pertanyaan ini yang mengatakan bahwa ilmu
pengetahuan memang secara substansif bisa bebas nilai, tetapi secara teknis
terdapat nilai-nilai yang turut mempengaruhi perkembangan suatu ilmu. Misalnya,
pada saat seorang ilmuwan menentukan metode penelitian yang digunakan, pada
hakikatnya pemilihan metode tersebut didasarkan pada sejumlah kepentingan yang
pada gilirannya menyebabkan suatu teori atau ilmu pengetahuan tidak lagi bebas
nilai.
b. Apakah ilmuwan memengaruhi teori yang dihasilkan ataukah tidak?

8
ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI 4
Mazhab tradisional lagi-lagi menjawab pertanyaan ini dengan mengatakan bahwa
seorang ilmuwan seharusnya berhati-hati dalam melakukan suatu penelitian ilmiah,
sehingga aspek akurasi bisa dipertahankan. Kritik terhadap pandangan ini bersumber
pada keniscayaan bahwa suatu penelitian pasti menghasilkan distorsi dari apa yang
dikehendaki oleh peneliti. Distorsi tersebut kadang kala besar dan kadang kala kecil,
tetapi yang pasti akan selalu ada distorsi dan karenanya teori pasti terdapat “campur
tangan” terhadap teori yang dihasilkan.
c. Apakah ilmuawan mempengaruhi proses sosial atau tidak?
Pertanyaan ini sejalan dengan pertanyaan apakah ilmuwan harus tetap objektif
ataukah harus berperan aktif membantu masyarakat untuk berubah secara positif?
Banyak pakar mengatakan bahwa tugas ilmuwan adalah memproduksi ilmu
pengetahuan, sedangkan urusan perubahan sosial diserahkan pada pihak-pihak lain
seperti politikus. Sementara pendapat lain mengatakan bahwa ilmuwan memiliki
tanggung jawab untuk mempromosikan nilai-nilai positif dalam masyarakat. Dengan
demikian, ilmu pengetahuan tidak bebas nilai, tetapi sebaliknya, yaitu sadar nilai
“value conscious” (Mufid, 2012:44).

3. Pemikiran Whitney R. Mundt


Mundt tidak memperhitungkan filsafat komunikasi sebagai filsafat yang sebenarnya.
Filsafat komunikasi menurut pemahaman Mundt adalah suatu kajian yang menampilkan
kekuatan media dan prinsip-fungsi media berikut hubungannya dengan negara. Mundt
dalam filsafatnya menyatakan bahwa penjelasan keterpautan pemerintah dengan
jurnalistik di mana keseimbangan kekuatan selalu bergeser.1 Menurut Mundt dalam Mufid
(2012:96-103), sistem pers terbagi menjadi lima:
a. Otoritarian
Sistem pers otoritarian adalah sebuah situasi ketika kebenaran hanyalah milik
penguasa. Bagaimana wajah kebenaran itu sangat tergantung dari penguasa yang
mempunyai otoritas penuh atas pemaknaannya; rakyat tidak mempunyai kewenangan
sama sekali untuk terlibat menentukan apa yang benar dan berlaku bagi kehidupan
mereka. Sistem pers otoritarian dapat ditandai dengan adanya sensor dan lisensi dari
pemerintah. Dengan kata lain, pemerintah menekan segala kritik sehingga dalam
sistem pers ini tercipta sebuah kekuasaan.
b. Sosial-Otoritarian

1
https://ilmukomunikasi16.blogspot.com/2018/05/tokoh-filsafat-komunikasi-dan-hasil.html diakses pada 14
September 2021, 21.00 WIB
9
ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI 4
Sistem pers sosial-otoritarian dimiliki oleh pemerintah atau partai pemerintah untuk
melengkapi pers guna mencapai tujuan ekonomi nasional dan tujuan filsafat. Pada
sistem pers ini, terdapat sebuah forum yang dijadikan sebagai wadah untuk
memusyawarahkan berbagai masalah dalam rangka merangkul kepentingan-
kepentingan masyarakat secara luas. Oleh karena itu, sistem pers ini memiliki kaitan
dengan aspek sosial.
c. Libertarian
Sistem pers libertarian memiliki tujuan untuk melakukan pengawasan terhdap kinerja
yang dilakukan oleh pemerintah. Konsep liberal dikenal dengan kebebasannya,
namun sebebas bebasnya pers dalam negara yang menganut demokrasi liberal, pers
tidak leluasa untuk “menfitnah”, menyiarkan tulisan cabul ataupun untuk menghasut.
Pers liberal beranggapan bahwa pers itu harus mempunyai kebebasan yang seluas-
luasnya. Hal ini bertujuan untuk membantu manusia dalam mencari kebenaran.
Kebebasan pers dengan demikian dapat menjadi ukuran atas kebebasan yang dimiliki
oleh manusia. Pers dipandang memiliki peran penting dan merupakan cara efektif
untuk menemukan kebenaran hakiki, serta dianggap sebagai kontrol pemerintah atau
disebut sebagai “The Fourth Estate”.
d. Sosial-Libertarian
Sistem pers sosial-libertarian adalah sebuah aksi sosial yang ditandai dengan adanya
pengawasan pemerintah secara minimal untuk menyumbat saluran-saluran
komunikasi dan untuk menjamin semangat operasional dari filsafat libertarian. Para
ilmuwan mengklain bahwa perspektif tindakan sosial didasari pemikiran interpretive
yang kemudian mengembangkan diri menjadi sebuah studi media tindakan sosial
karena realitas isi media digunakan dan diinterpretasi sesuai dengan rutinitias harian.
Kegiatan yang dilakukan dalam sistem pers ini dikembangkan dari berbagai filosofi
konstruktivis yang secara umum dijadikan sebagai sebuah pandangan manusia
sebagai kesadaran atau self-reflexive agents yang mengkonstruksi realitas melalui
usaha-usaha komunikatif mereka sendiri.
e. Sosial-Sentralis
Sistem pers sosial-sentralis adalah sebuah kepemilikan pemerintah atau lembaga
umum dengan saluran komunikasi terbatas untuk menjamin semangat operasional
dari filsafat libertarian. Di samping kelebihannya menjamin semangat operasional
filsafat libertarian, sistem pers ini memiliki kelemahan berupa terbatasnya saluran
komunikasi yang membuat individu atau khalayak tidak dapat menerima atau
menyampaikan informasi secara leluasa. Dengan demikian, penyampaian atau

10
ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI 4
penerimaan informasi yang bersifat bebas belum dapat dilakukan secara maksimal
akibat keterbatasan saluran komunikasi yang digunakan oleh media dan individu.

Tes Formatif

1. Filsafat adalah kemampuan berpikir seseorang mengenai suatu permasalahan


tertentu. Dalam hakikatnya sebagai ilmu pengetahuan, filsafat disebut sebagai …
A. The complectiviness of science
B. The mother of science
C. The perfect choice of science
D. The main focus of science

2. Sifat manusia dan hubungannya secara kontekstual dan individual dengan realita alam
semesta merupakan contoh filsafat yang terkandung dalam suatu penyelidikan
sistematis dari studi …
A. logika
B. aksiologi
C. metafisika
D. epistemologi

3. Dalam kajian epistemologi, filsafat dapat digambarkan melalui contoh kasus seperti …
a. Seorang manusia yang lahir tidak akan mengetahui sesuatu pun dari dunia ini
B. Seorang anak yang memiliki kecerdasan bahasa karena faktor genetik
C. Seorang dokter yang mendapatkan predikat spesialis berkat studi yang ia tempuh
D. Petani mengalami panen karena tanamannya dibiarkan tumbuh

4. Menurut kaum relativis, pengetahuan tidak akan pernah memiliki sifat yang pasti. Hal
tersebut disebabkan oleh …
A. Adanya kesalahan dalam melakukan penelitian
B. Realitas universal bersifat dinamis
C. Realitas universal memang tidak pernah ada
D. Adanya kemunduran dalam melakukan penelitian

5. Dalam konteks temporal, manusia dapat memiliki pengaruh bagi tindakan yang
mereka ambil. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi tindakan manusia adalah …

11
ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI 4
A. Trade dan Strait
B. Strait dan Trait
C. State dan Trait
D. Trait dan Straight

6. Sistem pers otoritarian merupakan salah satu jenis sistem pers yang dikemukakan
oleh Lanigan. Adapun yang termasuk ciri-ciri sistem pers tersebut adalah …
A. Adanya kebebasan dalam memberikan kritik kepada pemerintah
B. Adanya pengaturan kebenaran yang dilakukan oleh penguasa
C. Adanya sensor dan lisensi dari Lembaga swasta
D. Adanya kewenangan pada diri khalayak untuk menentukan benar-salah nya
suatu informasi

7. Suatu keadaan di mana individu dapat mengajukan sejumlah pertanyaan mengenai


sebuah teori meliputi apa yang dibahas, bagaimana pengamatan dilakukan, dan
bagaimana suatu teori dapat terbentuk adalah penjelasan mengenai ...
A. Epistemologi Isu-Isu Komunikasi
B. Aksiologi Media
C. Metafisika komunikasi
D. Metateori komunikasi

8. Kegiatan berpikir dalam totalitas, yakni bukan sekedar keseluruhan, melainkan di


mana unsur-unsurnya yang bertentangan saling berdiri sejajar merupakan pengertian
dari …
A. Dialektika
B. Epistemologi
C. Logika
D. Aksiologi

9. Menurut Rakhmat, filsafat sudah sejak lama menaruh perhatiannya pada ilmu
komunikasi. Hal tersebut dapat ditandai dengan adanya …
A. keberadaan ilmu komunikasi sebagai sebuah pelengkap untuk mencapai tujuan
kelompok
B. Selalu adanya perdebatan terhadap topik yang dibahas melalui pola pikir
dilematika

12
ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI 4
C. Kelompok Sophist yang menjual reotrika kepada orang-orang Yunani
D. Terbitnya dua tulisan Arisoteles dengan judul De Arte Rethorica

10. Suatu fenomena tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan fenomena lain dalam suatu
sistem yang terbuka. Deskripsi tersebut merupakan jawaban terhadap pertanyaan
filsuf yang dikemukakan oleh …
A. Aliran Analis
B. Aliran sosialis
C. Aliran rasionalisme
D. Aliran gestalis

13
ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI 4
DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin, N. (2018). Filsafat Ilmu. Prenadamedia Group.

Day, L. A. (2006). Ethics In Media Communications. Cengange Learning.

Mufid, M. (2012). Etika dan Filsafat Komunikasi. Kencana.

Sobur, A. (2004). Mitos dan Kenikmatan Filsafat: Pengantar ke Pemikiran Filsafat Komunikasi.
Mediator Jurnal Komunikasi, 5(1), 15–28.

https://ilmukomunikasi16.blogspot.com/2018/05/tokoh-filsafat-komunikasi-dan-hasil.html
diakses pada 14 September 2021, 21.00 WIB

GW

14

Anda mungkin juga menyukai